Kamis, 21 Maret 2013

SLIP TIME


Aku terbangun dan mendapati sakit pada kepalaku . Aku tak pernah mengalami ini sebelumnya . Mungkin cuaca dinginlah penyebab utamanya .
Aku bangkit dari atas tempat tidur lantas keluar dari kamar . Aku ingat masih menyimpan beberapa buah obat sakit kepala didalam laci meja di ruang tengah . Namun aku terkejut ketika sampai disana .
Bim tampak duduk tertegun di atas sofa . Wajahnya tertunduk ke permukaan lantai . Sepertinya tengah risau , mungkin juga sedang bersedih karena wajahnya tampak ditekuk . Tapi apa yang tengah mendera batinnya sampai ia sesedih itu .
"Pagi sekali kau datang ?" sindirku sedikit sinis . Meskipun aku memberinya nomor kode pintu apartemenku ,tetap saja kedatangannya tanpa pemberitahuan seperti ini membuatku merasa kesal . Apalagi hubungan kami sedang bermasalah akhir-akhir ini . Pertengkaran-pertengkaran kecil sering terjadi di antara kami . Membuatku kerap berpikir untuk mengakhiri semuanya .
Tapi Bim tampak tercekat melihatku . Matanya terbelalak . Aneh , kenapa ekspresinya begitu luar biasa manakala menatapku pagi ini . Apa karena aku baru saja bangun tidur dan penampilanku yang acak-acakan membuatnya seperti itu ? Tapi kupikir itu sangat berlebihan .
"Erin !!" teriaknya . Laki-laki itu seketika bangkit dari atas tempat duduknya dan langsung menghambur ke arahku . Ia menarik tubuhku secepat kilat lantas mendekapnya dengan erat .
"Erin , kau baik-baik saja ? " desaknya seperti orang panik .
"Apa yang kau lakukan Bim ? Kau membuatku tidak bisa bernafas ." ucapku kesal . Aku mendorong tubuhnya sekuat tenaga hingga ia terpental ke belakang .
"Ini benar kau kan ?" tanya Bim lagi . Kali ini ia mengguncang bahuku kuat-kuat . Membuatku marah dan langsung melayangkan sebuah tamparan keras ke wajahnya .
"Apa kau sudah gila ?! " teriakku marah . "Apa yang terjadi denganmu Bim ? Kau ingin mengajakku bertengkar lagi ?"
Bim tak menyahut pertanyaanku . Ia malah bengong . Seperti kehilangan akal . Matanya tak berhenti mengawasiku . Entah setan mana yang merasuki dirinya .
"Kau aneh Bim ." ucapku malas . Aku meninggalkan tempatku berdiri karena aku sudah ingat bahwa aku hendak mengambil obat sakit kepala didalam laci .
"Hari ini tanggal berapa ?"
Bim mengajukan pertanyaan dengan nada datar . Tak lagi bersikap dramatis seperti tadi .
"Tanggal sepuluh ." sahutku . "Kenapa ? Apa kau punya janji dengan seorang gadis ?" pancingku dengan sengaja . Namun tak ada sahutan sama sekali darinya . Bim benar-benar aneh pagi ini . Entah apa yang membuatnya seperti itu .
Aku meminum obatku lantas kembali ke dekat Bim . Laki-laki itu tampak terpekur di atas sofa . Seperti sedang berpikir , atau mungkin juga melamun .
"Maaf ."gumamku pelan . Aku menyesal telah menampar Bim . "Apa kau baik-baik saja ?"
Bim menghela nafas pelan .
"Aku ingin mulai dari awal lagi ." cakapnya lirih . Sontak membuatku tercekat .
Aku menatapnya tak percaya . Benarkah apa yang ia ucapkan ? Kami bisa memulai dari awal lagi ?
"Aku sadar kalau aku benar-benar mencintaimu . " tandasnya .
"Berapa kali kita seperti ini . " ucapku . "Kita bertengkar , lantas berbaikan kembali . Kita sudah berkali-kali melakukan ini , Bim . Dan aku sudah lelah dengan semua ini ." berat rasanya mengatakan ini , tapi aku harus mengungkapkan isi hatiku juga .
"Rin..." tangan Bim mengenggam jemariku . " Aku tahu . Tapi kita ...."
"Bim...." aku memotong kalimat Bim . "Kurasa aku tidak siap . Mungkin kita harus berpisah untuk sementara waktu sebelum memulai kembali ." tandasku .
"Tidak Rin." Bim mulai ngotot .
"Kau tahu sifatku , Bim."sahutku cepat . "Aku orang yang sangat egois dan emosional . Aku selalu berbuat sesukaku dan selalu ingin menang sendiri . Kau juga sering mengeluh tentang itu padaku . Aku tidak mau lagi membebanimu , Bim ." tuturku .
"Itu bukan beban untukku ."balasnya . "Karena aku mencintaimu ."
Aku tersenyum pahit .
"Sudahlah ." ucapku hendak mengakhiri perdebatan ringan itu . " Kepalaku sakit . Aku ingin tidur seharian ini ."pamitku seraya beranjak ke kamar .
Sikap aneh Bim tak sampai disitu saja . Laki-laki itu sangat memperhatikanku dua hari belakangan . Membuatku merasa aneh meski sejujurnya aku suka dengan perhatiannya yang berlebih . Dan pagi ini ia datang kembali ke apartemenku . Masih dengan sikap anehnya seperti yang lalu .
Saat itu aku tengah berkemas .
"Jangan pergi , Rin !" serunya mengagetkan . Tangannya telah menyambar tas jinjingku dengan cepat . "Kau tidak boleh pergi ke Manado sekarang ."
Aku terperangah . Bahkan aku tidak pernah memberitahukan rencanaku ini pada siapapun , tapi bagaimana Bim tahu ? Apa ia bisa membaca pikiranku .
"Kau tahu aku akan pergi ke Manado ? Bagaimana bisa kau tahu ? Apa kau punya indera keenam ?" sahutku seraya tertawa .
"Tidak penting darimana aku tahu , yang jelas kau tidak boleh pergi kemana-mana hari ini ." tegasnya . Ia membongkar paksa tasku dan mengeluarkan seluruh isinya .
Aku tak percaya melihat kelakuan Bim yang menurutku sudah keterlaluan ini .
"Apa yang kau lakukan Bim ?!" teriakku lantang . " Apa kau sudah gila ? Aku harus pergi ke Manado sekarang karena pekerjaan ini sangat penting buatku "jelasku .
Tapi Bim tak menyahut . Membuatku bertambah marah .
"Bim ! Kenapa kau jadi seegois ini sekarang ? " tanyaku tak sabar . "Kenapa aku tak boleh pergi ? Apa kau takut aku tidak akan kembali ?"pancingku .
"Ya!!" balas Bim berteriak . "Karena aku sangat takut kau tidak akan kembali ."
Aku tersenyum .
"Aku pergi kesana cuma dua hari , Bim . Aku harus menghadiri seminar karena aku yang terpilih mengikutinya . Dan kesempatan seperti ini sudah lama ku tunggu . Mengertilah , Bim ."
"Tidak . Aku tidak mau mengerti . Lebih baik kau membenciku daripada kau pergi ."
"Ada apa denganmu Bim ?" gumamku kesal . Sikapnya bertambah aneh akhir-akhir ini .
"Kumohon jangan pergi , Rin ." Bim meraih tubuhku . " Aku akan menyesal seumur hidupku jika kau benar-benar pergi ."
"Kau terlalu egois , Bim ." aku menghempaskan tubuhnya , namun dengan cepat ia meraih tubuhku kembali dalam pelukannya . Memelukku erat hingga membuatku tak bisa bergerak .
" Kau ingin membunuhku , Bim ?"tanyaku lirih . Nafasku sesak karena Bim belum juga melepaskan pelukannya . Laki-laki itu tak bergerak . Namun aku mendengar sesuatu yang keluar dari mulut Bim .
"Kau menangis , Bim ?" tanyaku heran .
"Jangan bergerak . Aku hanya ingin memelukmu sampai puas ." ucapnya .
~~~~~~~~~~~~~~
Aku tertegun . Selembar koran jatuh dari genggaman tanganku . Koran itu ku temukan didalam laci kamar Bim sementara laki-laki itu belum pulang ke apartemennya .
Mendadak aku bergerak ke ruang tengah setelah teringat sesuatu . Aku langsung menyalakan televisi di ruang itu .
Oh Tuhan !! pekikku .
Jadi ini jawaban dibalik sikap aneh Bim selama ini ? batinku tercekat . Selembar koran itu mestinya terbit esok hari , tapi Bim telah memilikinya sebelum kejadian itu terjadi . Dan peristwa kecelakaan pesawat menuju Manado baru saja terjadi dua jam yang lalu . Aku masih ingat di koran itu ada namaku tercantum sebagai korban meninggal dunia .
Apa ini sebuah mesin waktu ? Atau aku yang telah menembus dimensi waktu sehingga aku bisa kembali ke masa lampau ? Aku masih tak mengerti dengan semua itu , tapi aku sangat memahami sikap Bim sekarang . Ia melakukan semua itu untuk menyelamatkanku dari kematian .
Aku terdiam . Larut dalam lamunan panjang tak berbatas . Misteri ini tak bisa ku pecahkan sendirian .
"Bim...."
Aku menoleh saat laki-laki itu masuk . Ia terkejut melihatku disana . Ia pasti tak menyangka aku akan mengetahui semuanya . Tapi aku sangat berterimakasih padanya . Aku mendekat ke arah Bim dan langsung mendekap tubuh laki-laki itu tanpa bertanya apapun .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar