Sabtu, 16 Maret 2013

FORBIDDEN LOVE STORY


"Kenapa tidak dimakan , Jean ? Bukankah ini makanan kesukaanmu ." tegur Rendy membuatku seketika mengangkat dagu . Tanganku pun berhenti menggerakkan garpu di atas piring saji .
"Oh.... " aku kelabakan dan tak berhasil menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaannya .
"Kalau kamu tidak suka kita bisa ganti makanan yang lain ."ucapnya hendak melambaikan tangan memanggil pelayan restoran .
" Tidak usah ." sahutku cepat . Mencegah niatnya untuk memanggil pelayan restoran . "Aku suka makanan ini kok ." tandasku seraya bergegas melahap makanan dari atas piring .
Aku berpura-pura menikmati makanan dihadapanku saat mata Rendy mengawasi gerak-gerikku . Pasti dimatanya aku tampak sangat aneh . Mungkinkah ia sedang membaca sandiwaraku ? batinku cemas .
"Maaf..." cakapnya beberapa waktu kemudian . "Akhir-akhir ini aku sibuk . Aku hampir tidak punya waktu luang untuk mengajakmu pergi . Kuharap kamu mengerti ."
Aku menundukkan wajah . Sungguh , bukan itu yang sedang ku risaukan saat ini . Tapi aku mulai merasakan sesuatu ketidaknyamanan saat bersamanya . Entah bagaimana cara melukiskan perasaan ini . Namun aku merasa canggung saat bersama Rendy seperti ini . Kami merasa asing satu sama lain . Apa ini efek dari kurangnya intensitas kami dalam berkomunikasi ? Ataukah jarak usia diantara kami yang membuat kami menyadari bahwa kehidupan kami juga berbeda jauh . Apa lima tahun adalah jarak yang cukup jauh ? Atau kegiatan kami sehari-hari yang memungkinkan kami punya kehidupan sendiri-sendiri ? Aku yang selalu sibuk dengan dunia kampus dan enggan beranjak dari kehidupan remaja , sementara Rendy yang selalu sibuk bekerja di kantor dengan kehidupan mapan juga pemikiran yang menurutku terlalu dewasa dibanding denganku . Apa semua itu penyebabnya ?
"Kamu tidak marah kan , Jean ?" sentaknya cukup pelan . Namun tetap saja bisa membuyarkan lamunanku di meja makan . Tanganku telah berpindah ke dalam genggaman tangannya yang hangat .
Aku menggelengkan kepalaku dua kali .
"Aku tidak marah . Aku sangat mengerti , kok ." ucapku seraya mengembangkan senyum untuknya . Kuharap senyumku cukup melegakan hatinya .
"Terima kasih ." ucapnya balas tersenyum .
Beberapa saat selanjutnya ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya . Aku terperangah begitu melihat Rendy mulai memakaikan sebuah cincin berwarna putih berhiaskan sebuah kristal berlian di jari manis tangan kiriku . Persis sebuah cincin pertunangan . Apa ia sedang melamarku ? batinku sedikit cemas .
"Apa ini , Ren ?" tanyaku hati-hati .
"Ini hadiah dariku . Apa kamu lupa hari ini adalah tepat setahun kita jadian ?" ia tersenyum kembali .
Oh my God ! Begitu tololnya diriku sampai melupakan hari bersejarah ini . Kenapa aku tidak ingat sama sekali ? Ternyata aku dan Rendy telah bersama selama setahun . Dan aku seperti disadarkan olehnya betapa dinginnya sikapku padanya . Terutama akir-akhir ini . Begitu banyak cinta dan pengorbanan yang telah ia berikan padaku , tapi apa yang telah kuberikan padanya ? Tidak ada sama sekali alias nol . Bahkan aku mulai meragu , apa aku benar-benar mencintainya ataukah ia hanya sebagai pelengkap statusku belaka . Apa aku yakin mau hidup dan menua bersama dia ?
"Tapi Ren , ini terlalu berlebihan . Mestinya kamu memberiku setangkai mawar , itu sudah cukup buatku ."protesku . Canggung menerima hadiah semahal itu darinya .
"Tidak , Jean . Ini tidak mahal ." ia mencoba ngotot . Tapi aku tahu benda itu sangat mahal . Dan aku merasa sangat tidak pantas menerima cincin itu .
"Tapi Ren..."
"Jeanny..... "potongnya ." Aku akan sangat senang jika kamu memakai benda pemberianku ." ucapannya pelan namun mengandung sebuah pemaksaan tanpa mengkompromi penolakan apapun .
Aku tak bisa menolak . Pemberiannya sangat berharga tapi malah membuatku merasa bersalah terhadapnya .
Aku merasa sangat berdosa malam itu .....
##@@##
"Jeanny !!"
Aku kaget namaku dipanggil sebegitu kerasnya . Aku segera mencari asal sumber suara itu .
Seorang berpakaian tshirt oblong berwarna hitam plus celana jeans biru tua yang sobek pada bagian lututnya , rambut cepak , dan sebuah kalung besi melingkar pada lehernya , sedang berlari ke arahku .
Dasar Joyce , batinku kesal . Gadis itu benar-benar tak tampak sebagai seorang perempuan . Tubuhnya yang nyaris tanpa lekukan itu membuatnya tampak seperti laki-laki . Tomboy kampus . Semua orang yang belum mengenalnya pasti mengira ia seorang laki-laki .
"Aku mencarimu seharian ." lapornya sesampainya dihadapanku dengan nafas terengah-engah . Tangannya mengeluarkan dua batang permen lollypop dari dalam tas ranselnya . Satu untukku , sedang yang sebuah lagi untuk dirinya sendiri .
"Kenapa mencariku ?" tanyaku sembari membuka bungkus lollylop yang ia berikan , lantas menjilatinya .
"Kamu kan belahan jiwaku , wajar jika aku mencarimu ." tandasnya ringan .
Aku tersenyum kecut mendengar leluconnya yang ku anggap basi .
"Aku mau nonton nanti malam ." ucapnya kemudian . " Barangkali kamu mau ikut ."
"Boleh , asal kamu yang traktir ." sahutku dengan maksud memancing .
"Tidak masalah ." balas Joyce tanpa protes . Tidak biasanya ia mau mentraktirku seperti ini tanpa embel-embel minta balas jasa . Mungkin ia sedang berbaik hati ,batinku senang .
"Baik . Kita bertemu di depan bioskop jam tujuh ."
"Setuju ." sahutnya menyetujui penawaranku .
Sudah lama aku tidak nonton bersama Rendy , batinku tiba-tiba teringat pada kekasihku yang super sibuk itu . Tapi pergi bersama Joyce lebih menyenangkan ketimbang bersama Rendy . Penampilan Joyce yang nyaris mirip laki-laki ada untungnya juga buatku . Aku merasa nyaman dan aman karena tidak akan ada laki-laki yang berani menggoda atau melirikku .
"Kamu beli cincin baru , Jeann ?" pertanyaan Joyce mengoyak lamunan kecilku .
"Oh , ini ? Rendy yang memberikannya . " sahutku .
"Dia melamarmu ?" tanya Joyce dengan kening berkerut . Penasaran .
Aku menggeleng .
"Tidak . Ini cuma hadiah setahun kami jadian ."jelasku .
Joyce tak menyambung pembicaraan . Namun kepalanya manggut-manggut .
"Aku lapar , Jeann . Kita pergi ke kantin yuk ." ajak Joyce beberapa saat kemudian . Aku belum sempat menyetujui ajakannya tapi gadis tomboy itu telah menyeret tanganku .
"Joyce !!! Pelan-pelan !"
##@@##
Malam terlalu larut untuk pulang ke rumah . Aku tak berani pulang sendirian kerumah , meski naik taksi sekalipun akan sangat beresiko.. Aku juga tidak mau menyusahkan Rendy . Dia pasti sudah terlalu lelah dan sedang beristirahat sekarang .
Aku memutuskan untuk menginap di rumah Joyce malam ini sepulang dari bioskop . Lagipula rumah Joyce terlalu besar jika ditinggali berdua saja dengan ibunya . Ayah dan ibu Joyce telah bercerai setahun lalu .
"Pakai saja ini , Jeann . "suruh Joyce sembari menyodorkan sebuah tshirt tanpa lengan dan sebuah celana pendek padaku . "Kalau kamu tidak mau biar aku pinjam daster ibuku ."imbuhnya setelah melihat keenggananku memakai pakaiannya .
"Tidak usah ."cegahku . Lebih baik aku memakai pakaian Joyce daripada memakai daster ibunya ."Aku pakai ini saja ." ucapku seraya bergegas berganti pakaian .
Kami tak bercakap terlalu panjang malam itu . Hanya perbincangan ringan seputar kuliah , lantas kami tertidur setelah itu . Malam bertambah larut dan dingin . Mataku juga sudah terlalu lelah .
Antara setengah sadar aku merasakan ada sesuatu yang aneh pada diriku . Sebuah perasaan asing yang menjalar di sekujur tubuhku . Aku tidak begitu tahu apa hingga aku membuka mata .
Joyce !!!! pekikku di tengah malam itu . Namun hanya tersendat di tenggorokanku . Mataku terbelalak menyaksikan apa yang tengah terjadi pada diriku .
Gadis tomboy itu sangat terkejut melihat aku terbangun . Ia buru-buru menyingkirkan tangannya dari dalam pakaianku . Juga bibirnya yang tampaknya baru saja singgah diwajah dan bibirku . Ia telah kepergok olehku sedang berbuat tidak senonoh terhadapku .
"Apa yang kamu lakukan , Joyce ?!" tanyaku lantang . " Apa kamu sudah gila ?" aku berusaha menjauhkan tubuhnya dariku .
"Tenang Jeann ." ucapnya seraya berusaha mendekat . Namun aku selalu menepis tangan Joyce ketika ia hendak menyentuhku . Ia benar-benar membuatku gemetar ketakutan .
"Aku tidak akan menyakitimu , Jeann....."bujuknya .
"Menjauhlah dariku , Joyce . Kumohon...."pintaku memohon .
"Jeann...." ia berusaha menyentuh wajahku , namun aku menepis tangannya . Aku merasa tak mengenali sosok sahabatku sendiri .
"Apa yang kamu inginkan dariku ?" tanyaku cemas .
"Aku hanya ingin kamu mendengarkanku . " ucapnya ." Aku menyukaimu , Jeann . Tidak , aku mencintaimu sejak kita bertemu pertama kali ." paparnya membuatku tercekat .
Jadi selama dua tahun ini aku bersahabat dengan seorang penyuka sesama jenis ? Ingatanku berputar , mengulang masa-masa kebersamaan kami . Kami pernah sangat dekat , seperti saudara kembar . Berbagi makanan , minuman , bergandengan tangan dan berpelukan . Bahkan aku tanpa canggung berganti pakaian di hadapannya , karena aku berpikir ia juga seorang perempuan . Tapi setelah mengetahui sisi lain gadis tomboy itu aku berubah menjadi jijik melihatnya .
"Kamu sudah gila , Joyce ." ucapku memakinya .
"Tidak , Jeann. Aku hanya memiliki perasaan padamu , dan aku tidak merasa bahwa itu adalah sebuah kesalahan ." elaknya .
Ia benar-benar sudah gila , batinku . Aku bermaksud meninggalkan tempat itu namun tangan Joyce meraih tanganku secepat kilat . Aku berteriak dan meronta . Pergulatanpun terjadilah . Joyce memang memiliki tenaga lebih besar daripadaku , tapi aku juga harus pandai memanfaatkan kesempatan . Saat ia tampak lengah aku menendang perutnya dengan sekuat tenaga lantas aku berlari sekencang-kencangnya keluar dari rumah itu .
###@@###
"Jeann ??"
Rendy tampak sangat terkejut begitu membuka pintu apartemennya dan mendapati aku sedang berdiri kaku dihadapannya . Tanpa alas kaki dan dengan pakaian seadanya . Saat dini hari pula .
"Apa yang terjadi Jeann ? Kamu baik-baik saja kan ?" tanya Rendy cemas seraya mengguncang bahuku pelan . Ia meneliti sekujur tubuhku dari atas sampai bawah .
"Aku baik-baik saja . " ucapku kaku .
Ia menyuruhku untuk segera masuk dan membuatkanku secangkir teh panas . Selembar selimut tebal ia bentangkan untuk menutup tubuhku .
"Kamu sudah tenang sekarang ?" tegurnya usai aku meneguk minuman buatannya . Sorot matanya masih menunjukkan kecemasan padaku .
"Aku ..." aku masih ragu untuk mengatakan sesuatu padanya . "Aku , apa aku boleh menginap disini malam ini ?"sebenarnya bukan itu ujung kalimat yang hendak ku ucapkan tadi .
"Tentu ." sahutnya .
"Aku sangat merindukanmu ." tandasku kemudian . Dengan mata berkaca-kaca . Karena aku teringat kembali pada Joyce dan semua perlakuannya padaku .
Rendy hanya menatapku . Ia pasti sudah bisa membaca ketidakberesan yang tergambar di wajahku . Ia mendekat lantas meraih kepalaku dan mendekapnya . Akhirnya air mataku tumpah juga di piyamanya . Meski aku tak ingin membasahi dadanya , tapi aku yakin di tempat itulah kelak aku menyandarkan semua kegelisahan dan kegundahanku kelak .
"Aku mencintaimu..."bisikku sembari melingkarkan tanganku ke tubuhnya .
"Aku tahu...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar