Senin, 23 September 2013

COULD IT BE LOVE ?


Perseteruan keluarga Darmawan dan keluarga Sandoro sudah dimulai sejak keduanya duduk di bangku SMA. Saat itu keduanya adalah sahabat baik dan belum bermusuhan seperti sekarang. Perseteruan itu bermula saat keduanya mengenal seorang gadis cantik bernama Maya. Maya adalah siswi baru di sekolah mereka. Darmawan dan Sandoro sama-sama jatuh cinta pada Maya. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta si gadis. Bahkan mereka mulai bersaing dalam segala hal sejak itu. Baik prestasi dalam pelajaran maupun olahraga. Tapi sayang, tak ada satupun dari mereka yang mendapatkan cinta Maya.
Maya lebih memilih orang lain daripada Darmawan atau Sandoro. Namun perseteruan itu tak berhenti disitu meski tak ada satupun yang bisa memenangkan hati Maya. Perseteruan itu berlanjut sampai kini.
Keduanya mendirikan perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama. Persaingan bisnis usaha.
Tapi tak cukup itu saja. Anak-anak merekapun mewarisi perseteruan kedua orang tuanya. Benar-benar keterlaluan......

$$$$$$$

Alika bersungut-sungut dibangkunya saat mendengar laporan dari Tya, kalau si Rio ganti mobil lagi. Kali ini mobil sport yang lumayan mahal ketimbang sebelumnya. Membuat telinga putri tunggal keluarga Darmawan itu sontak panas.
Apa hebatnya punya mobil sport,batin Alika kesal. Pasti dia ingin pamer dan ingin dipuji cewek-cewek di sekolah itu.
Huh, desahnya seraya menutup majalah. Gadis itu beranjak dari bangkunya dan hendak pergi.
"Loe mau kemana?"tegur Tya begitu melihat sahabatnya hendak pergi meninggalkan bangkunya.
"Perut gue mules,"sahut Alika ngawur."Loe mau ikut?"
"Idih males banget,"timpal Tya sewot.
"Ya udah,"sahut Alika malas.
Tapi ups! Alika nyaris menubruk Rio yang baru saja masuk kelas. Padahal kurang 2 centi saja.
"Kalo jalan liat-liat dong!"seru Alika spontan. Padahal dia sendiri yang tidak melihat kedepan tadi. Tapi ia malah melimpahkan kekesalannya pada cowok itu.
"Eh, bukannya loe yang nggak liat jalan,"balas Rio tak kalah sengit."Eh, tapi ngomong-ngomong loe udah liat mobil baru gue belum?"tanya Rio dengan lagak angkuhnya.
"Apa penting gue harus liat mobil baru loe? Kayaknya nggak deh,"sahut Alika terdengar ketus.
"Ya jelas penting banget dong,"timpal Rio cepat. "Bukannya loe harus tahu semua berita ter-update tentang gue,"imbuhnya lagi.
"What?!"Alika memelototkan kedua matanya."Berita ter-update tentang loe? Sok penting banget sih loe.Perut gue mules liat muka loe,tahu nggak,"Alika ngacir usai menyelesaikan kalimatnya.
"Dasar cewek jutek,"gumam Rio kesal.

$$$$$$$

"Loe siap?!"seru Alika dari balik kemudinya.
"Siap,"sahut Rio seraya tersenyum pahit.
Kedua musuh bebuyutan itu telah siap pada posisi masing-masing. Mesin mobil telah dihidupkan dan tinggal menunggu aba-aba dari Oki.
1 2 3.....
Alika dan Rio segera menancap gas usai hitungan ketiga. Dengan konsentrasi penuh dan kecepatan tinggi mereka berdua melajukan mobil masing-masing di jalanan yang sepi.
Alika telah bertekad akan mengalahkan Rio malam ini setelah kedudukan mereka seri sebelumnya. Ia akan membuktikan bahwa mobil lamanya tak lebih buruk dari mobil baru milik Rio.
Mobil keduanya saling mengejar. Sesekali mobil Alika memimpin namun tak jarang mobil Rio mendahuluinya.
Dan pada lintasan terakhir, Rio membuktikann kemampuannya. Ia lebih dulu tiba di garis finish sedetik lebih cepat ketimbang Alika. Membuat gadis itu kesal bukan main.
"Loe harus mengakui kemampuan gue kali ini,"tandas Rio bangga.
"Loe beruntung aja kali ini, tapi lain kali loe harus terima pembalasan dari gue,"sahut Alika tegas. Tanpa gentar sedikitpun.
Rio tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Rupanya ia masih belum menyerah juga,batinnya.
Telepon genggam milik Alika tiba-tiba saja berdering. Menghentikan percakapan penuh dendam itu.
"Papi.... Iya Alika sedang dijalan nih. Bentar lagi nyampek dirumah... Papi tenang aja,bye....."
Rio cekikikan mendengar percakapan rivalnya di telepon.
"Kenapa ketawa? Emang ada yang lucu?"tanya Alika sewot. Ia merasa ditertawakan oleh Rio.
"Tentu aja ada yang lucu. Bahkan lucu banget,"sahut Rio masih dengan tergelak.
"Apaan?"tanya Alika cepat.
"Loe tuh cewek kayak berandalan aja. Balapan liar malam-malam begini. Harusnya tuh,loe bobok manis di atas kasur pake masker bengkoang biar cantik besok pagi. Biar cowok-cowok pada kelepek-kelepek liat wajah halus loe. Kasian tuh mata loe, kayak mata panda gitu,"olok Rio.
Alika tak berkutik kali ini. Mungkin lain kali ia akan membalas olokan Rio. Karena ia harus segera pulang sebelum ayahnya murka padanya.

$$$$$$

Sial,maki Alika bertubi-tubi dalam hati. Pasalnya Bu Sofia mengadakan ulangan Biologi mendadak tanpa pemberitahuann sebelumnya.
Ia menyadari kelemahannya dalam bidang mata pelajaran ini, ditambah lagi ia jarang mencatat pelajaran dan juga semalam ia sama sekali tak menyentuh buku Biologi.
Gadis itu celingak-celinguk mencari sasaran contekan. Tya juga ikut ulangan jam kedua. Siapa yang bisa dimintai bantuan? batinnya bingung.
Aha! Kan ada Robby,batinnya riang.
Cowok itu kan pandai dalam pelajaran. Ia juga selalu masuk rangking tiga besar dikelas. Ditambah lagi, sepertinya Robby menaruh simpati pada Alika. Kenapa tidak memanfaatkan situasi ini, batin Alika mengatur strategi.
Alika menoleh kearah Robby sambil memberi kode rahasia pada cowok itu. Aih, tapi kenapa si Rio yang justru menoleh padanya.
Rio tersenyum sinis. Menertawakan kondisi Alika yang terjepit. Dari raut wajahnya Rio sudah bisa menyimpulkan jika gadis itu tengah kebingungan mencari bantuan.
Alika mendengus. Sebal pada cowok itu. Gara-gara Rio ia tidak belajar sama sekali. Karena cowok itu menantangnya balapan semalam.
"Alika!"
Teriakan Bu Sofia membuat gadis itu tersentak kaget. Pasti guru itu sudah mencurigai gerak geriknya sejak tadi. Dasar nasib apes, batinnya mengeluh.
"Kerjakan ulanganmu sendiri,"suruh Bu Sofia terdengar tegas dan lantang.
"Ya, bu,"sahut Alika enggan. Terdengar berat.

$$$$$$
"Gimana ulangannya Ka?"tanya Robby sembari menghampiri Alika yang tengah sibuk makan gorengan di bangku kantin.
Alika masih tampak kesal dengan kejadian tadi. Makanya gadis itu memasang tampang juteknya pada Robby yang ia pikir sengaja pura-pura tidak mengetahui kode rahasia yang ia kirimkan tadi.
"Biasa aja,"sahut Alika cuek.
"Tapi loe bisa ngerjainnya kan?"desak Robby lagi.
"Ya gitu deh,"sahut Alika lagi masih dengan nada cueknya.
Tepat disaat itu Rio dengan gaya angkuhnya tiba-tiba mendekat ke arah mereka.
"Rob, loe suka sama mata panda ini ya?"tanya Rio seraya menunjuk ke arah Alika. Tanpa basa-basi sama sekali.
Robby dan Alika serentak kaget dan mendelik pada Rio yang super usil itu.
"Hei, maksud loe apa?"bentak Alika geram.
Rio cekikikan melihat kemarahan yang telah bersarang dalam diri Alika. Rasanya ia sangat puas telah menyalakan api kemarahan pada diri gadis itu.
"Loe kan si mata panda. Emang loe nggak nyadar kalo lingkaran dibawah mata loe tuh udah parah banget.Makanya kalo malem tuh tidur dirumah. Jangan kelayapan kayak kelelawar,"sindir Rio dengan nada sinis.
"Dasar Rio jelek!"maki Alika seraya mencubit lengan cowok itu kuat-kuat. Membuat Rio menjerit kesakitan.
"Loe tuh cewek apa cowok sih, "gerutu Rio seraya menahan sakit.
"Rasain loe!"
Alika langsung melenggang pergi dari kantin tanpa mengucapkan basa-basi sepatahpun pada mereka.
Robby baru menyadari sesuatu sekarang. Ternyata Alika dan Rio sangat dekat melebihi dugaannya selama ini. Padahal semua tahu mereka bermusuhan. Namun Robby mencium sesuatu yang mencurigakan dibalik permusuhan itu. Sesuatu yang hanya mereka berdua ketahui.
Padahal Robby ingin mengungkapkan perasaannya pada gadis itu....

$$$$$$$

"Tya mana sih,kok lama banget,"gumam Alika sembari menatap ke arah koridor. Pasalnya lima menit yang lalu Tya pamit pergi ke toilet yang berada di ujung koridor, tapi sampai sekarang anak itu belum nongol juga. Padahal mereka telah janjian akan melihat pertunjukan Raisa siang ini sepulang sekolah. Tapi jika Tya tidak segera kembali mereka bisa terlambat pergi ke pertunjukan penyanyi favorit Alika itu.
"Alika,"
Alika mendapati seorang gadis cantik berdiri dihadapannya. Zaskia....
"Lagi nungguin siapa?"sapa Zaskia ramah.
"Lagi nunggu Tya,"sahut Alika seraya tersenyum."Loe belum pulang?"
Gadis itu menggeleng.
"Oh ya, loe liat Rio nggak? Gue mau ngembaliin buku Fisika punya dia nih. Apa enaknya gue nitip aja ke loe, loe nggak keberatan kan?"tanya Zaskia cepat.
Alika tergagap dan belum sempat menjawab pertanyaan Zaskia. Tapi buku Fisika milik Rio telah berpindah cepat ke tangannya.
"Thanks banget ya, Ka!"teriak Zaskia seraya melambaikan tangannya dari kejauhan. Gadis itu telah kabur duluan sebelum Alika memberikan persetujuannya.
Huft....
Alika hanya bisa menghela nafas meluapkan kekesalannya. Eh, tapi kenapa buku Fisika milik Rio ada pada Zaskia? Apa mereka berdua pacaran?
"Alika!"teriakan Rio yang tiba-tiba membuat Alika langsung terloncat kaget.
"Rio!"teriak Alika kesal. Tangannya menimpuk punggung cowok itu secepat kilat."Mau bikin jantung gue copot ya?"
"Abisnya loe bengong didepan kelas sih. Ntar kesambet jin baru tahu rasa loe,"olok Rio bercanda..
"Loe tuh jinnya. Emangnya loe nggak bisa nggak ngusilin orang sehari aja,"gerutu Alika kesal.
Tepat disaat itu Tya datang dengan langkah terbirit-birit.
"Sorry Ka, perut gue mules banget tadi,"lapor Tya sebelum Alika bertanya."Kayaknya gue nggak bisa ikut deh. Gue takut mencret di jalan,"ucap Tya setengah berbisik. Karena ada Rio disebelahnya.
"Tapi gue udah beli tiketnya nih, gimana dong? Masa nggak bisa ditahan sih?"Alika tampak sedih mendengar rencana mereka pergi ke pertunjukan Raisa batal gara-gara Tya terkena diare.
"Loe ngajak Rio aja,gimana?"tawar Tya tak kurang akal. Ia mendorong tubuh Rio kedepan Alika.
"Ada apaan sih?"tanya Rio bingung.
"Masa gue harus nonton bareng Rio sih,"gerutu Alika.
"Nonton apaan sih?"lagi-lagi Rio seperti orang linglung.

$$$$$$$

Could it be love.. Could it be love..
Could this be something that i never had..
Bibir Alika terus bergumam menirukan lantunan suara merdu Raisa yang tengah beraksi diatas panggung. Membuat Rio yang berdiri disampingnya terheran-heran melihat gadis itu. Alika nyaris hafal semua lagu yang dinyanyikan Raisa. Ternyata gadis mata panda yang biasa berkata kasar padanya itu punya sisi lembut juga, batinnya.
"Loe suka banget sama Raisa ya?"tanya Rio saat pertunjukan telah selesai dan mereka sedang dalam perjalanan pulang.
"He em,"sahut Alika sambil menganggukkan kepalanya.
"Kenapa?"desak Rio.
"Loe tuh aneh. Ngefans sama penyanyi kan hal yang biasa. Ngapain mesti ditanya segala,"timpal Alika sewot.
Duh nih anak, ditanya baik-baik malah sewot,batin Rio sambil geleng-geleng kepala.
"Oh ya,"tiba-tiba saja Alika teringat sesuatu hal."Emang loe sama Zaskia pacaran?"tanya gadis itu penasaran.
Rio sedikit kaget mendengar pertanyaan Alika.
"Kenapa? Loe jealous ya?"tanya Rio setengah menggoda.
"What?!"seru Alika dengan nada dibuat-buat."Gue jealous sama loe?Amit-amit deh. Yang naksir gue tuh pada ngantri. Loe belum tahu ya?"ucap Alika dengan nada angkuhnya.
"Kalo nggak jealous kenapa nanya?"desak Rio lagi.
"Tadi Zaskia nitip buku Fisika loe ke gue.Kali aja loe pacaran sama dia,"ucap Alika.
"Oh..."gumam Rio."Kemarin dia minjem buku itu sama gue. Punya dia ketinggalan dirumah,"papar Rio menjelaskan.Seolah takut kalau Alika salah paham padanya.
"Tapi kenapa dia minjem ke loe? Bukan ke orang lain atau ke gue?"gumam Alika seperti sedang berpikir.
"Yaah... Mana dia berani minjem ke loe. Tampang loe sangar gitu,"sindir Rio sengaja memancing kekesalan Alika.
"Atau jangan-jangan dia naksir sama loe...."
"Bisa jadi,"sahut Rio setengah bergumam."Kalo loe mau, loe juga boleh kok, ikut ngantri..."
"Ih, males banget,"sahut Alika sambil nyengir.

$$$$$$$

"Alika, balapan yuk,"
Kenapa suara Rio terdengar aneh di telepon, batin Alika heran.Dia mengajak balapan tapi kenapa nada suaranya seperti itu?
"Ogah,"sahut Alika ketus.
"Kenapa?"tanya Rio heran.
"Gara-gara loe, gue dimarahi abis-abisan sama papi gue. Gue nggak boleh keluar malem dan izin menyetir gue dicabut. Semua ini karena loe,tahu nggak?"
Rio tertawa cekikikan mendengar penjelasan Alika. Tapi ia berusaha menahannya agar gadis itu tidak bertambah marah padanya.
"Gue denger sekarang setiap malem polisi merazia jalanan karena sering ada balapan liar . Kalo gue ketangkep gue pasti dibunuh papi gue,"imbuh Alika lagi.
"Iya, gue juga denger,"sahut Rio kemudian."Eh,ulangan Biologi kemarin loe dapet nilai berapa?"
"Dapet kursi kebalik. Loe sendiri?"
"Gue dapet lima."
"Ternyata loe nggak pinter-pinter amat ya,"ucap Alika sembari tergelak.
"Tapi masih mendingan dibanding loe,"ucap Rio membela diri.
"Yeah, gue cuman nggak beruntung aja waktu itu. Coba kalo Robby ngasih contekan pasti gue dapet nilai delapan atau minimal tujuh,"
"Gue lihat kayaknya si Robby naksir loe deh,"timpal Rio."Lumayan kan punya pacar pinter pasti setiap ulangan dia ngasih contekan,"imbuhnya kemudian.
"Males ah,"sela Alika terdengar enggan."Gue nggak suka cowok pinter. Ntar gue keliatan begonya dong."
"Emang sih loe bego,"timpal Rio diiring gelak tawa yang keras.
"Loe tuh yang bego,"maki Alika kesal. Tuh cowok malam-malam begini meneleponnya hanya untuk memakinya. Dasar tukang usil yang kurang kerjaan,makinya dalam hati
"Loe udah tidur?"tanya Rio setelah beberapa saat tidak ada sahutan dari Alika.
"Hm...."Alika hanya bergumam pelan.
"Ya udah, gue tutup teleponnya."
Rio menutup telepon. Alika pasti sudah terlalu mengantuk sekarang,batinnya.

$$$$$$$$

"Ah sial!"umpat Rio kesal. Cowok itu hanya bisa tertegun melihat tangannya terkena bekas permen karet yang menempel di pegangan pintu mobilnya. Pasti ini kerjaan si Alika, batinnya menduga.
Dan benar saja, Alika tersenyum geli dari balik tembok saat melihat rivalnya terkena ulahnya. Gadis itu buru-buru mendekat ke mobil Rio sembari berlagak pura-pura tidak berdosa.
"Ada apa Rio?"tanya Alika berbasa-basi.
"Loe kan yang ngerjain gue?"seru Rio langsung menuduh gadis itu.
"Ngerjain apa?"tanya Alika masih berakting.
"Loe yang nempelin permen karet ke mobil gue kan? Ngaku aja deh,"suruh Rio memaksa.
"Kok loe nuduh gue sih? Mana bukti dan saksinya?"tantang Alika.
"Bener loe pingin tahu buktinya? Kita ke ruang monitor untuk melihat cctv-nya sekarang. Apa loe berani?"
Mati gue,batin Alika terjebak.
"Kenapa diem? Bener kan loe pelakunya?"desak Rio seraya menarik ujung rambut Alika yang tergerai panjang.
"Awww..."jerit Alika kesakitan."Loe tega banget ke gue. Gue kan cewek, Rio. Please, lepasin dong,"ratap Alika memohon.
"Makanya jangan usil,"ucap Rio seraya melepaskan rambut Alika.
"Sekali-sekali nggak pa pa dong,"seru Alika sembari menendang kaki Rio dengan keras. Seketika membuat Rio menjerit kesakitan.
"Dasar..."gerutu Rio tertahan karena gadis itu telah lebih dulu kabur dari hadapannya.
Alika melambaikan tangannya seraya tertawa penuh kemenangan.

$$$$$$$

Rio berdiri resah didepan pintu kelas. Matanya celingak-celinguk mengawasi siswa siswi yang baru saja tiba disekolah. Tampaknya ia sedang menunggu seseorang. Namun sosok yang ditunggunya belum juga muncul. Padahal jam nyaris menunjuk angka tujuh. Apa dia akan terlambat hari ini?
"Tya!"
Gadis yang disebut namanya itu menoleh begitu mendengar ada seseorang yang memanggilnya.
"Loe dateng sendiri?"tegur Rio kemudian saat melihat Tya sendirian. Biasanya ada Alika disampingnya. Tapi kali ini tidak ada Alika disana.
"Ya sendirian -lah. Emang napa?"pancing Tya. Rupanya ia mencium sesuatu yang mencurigakan pada diri Rio.
"Mana si mata panda?"tanya Rio kaku.
"Mata panda? Maksud loe Alika?"tanya Tya pura-pura bego.
"Ya, maksud gue dia,"sahut Rio tergagap.
"Dia nggak masuk hari ini. Yang gue denger dia masuk rumah sakit kemarin sore,"papar Tya membuat Rio langsung menunjukkan ekspresi terkejut.
"Sakit apa?"tanya Rio.cepat dan penasaran.
Tya terdiam sesaat.
"Kayaknya dia sakit parah deh,"ucap Tya."Mungkin sejenis kanker atau tumor. Gue nggak tahu persis. Alika paling jarang sakit selama ini, kalau dia masuk rumah sakit berarti penyakitnya parah,"imbuhnya dengan mimik serius.
"Yang bener?"desak Rio setengah panik.
Tya mengangguk cepat dan tegas. Seperti terhipnotis. Namun gadis itu tersenyum begitu melihat Rio buru-buru pamit pergi dari hadapannya.
"Dasar cowok aneh,"gumamnya sendirian.

$$$$$$$$

Rio mondar-mandir didepan kamar dimana Alika sedang dirawat. Rupanya cowok itu segera meluncur ke rumah sakit setelah mendapat info dari Tya bahwa Alika sedang sakit.
Cowok itu sedang resah sekaligus gugup. Kata Tya tadi, Alika sakit parah. Entah kanker atau tumor. Bukankah kedua penyakit itu sama-sama ganas dan mematikan? Bagaimana jika Alika....
Ah, tidak boleh, gumamnya. Alika tidak boleh mati!
Beberapa saat kemudian Rio memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan Alika yang kebetulan kosong.
Gadis itu tampak tergolek lemah dan tertidur pulas. Jarum infus tengah menancap kuat di tangannya.
Kasihan dia, batin Rio seraya mendekat. Ia memperhatikan raut wajah gadis itu lamat-lamat.
"Loe sakit apa Ka?"tanya Rio seperti bergumam lirih.
Namun Alika tak diam dan tak terusik oleh suara Rio. Tidurnya terlalu pulas.
Rio mendesah berat. Sebenarnya tadi pagi ia sengaja menunggu kedatangan Alika untuk membalas dendam atas perbuatannya kemarin. Karena Alika telah menaruh permen karet di handle pintu mobilnya. Tapi siapa sangka gadis itu malah jatuh sakit seperti ini.
"Maafin gue ya, Ka,"ucap Rio kemudian."Selama ini gue udah keterlaluan sama loe. Gue menyesal dengan semua yang gue lakuin sama loe. Kalo gue tahu loe sakit, hari ini gue nggak akan berniat balas dendam atas kejadian kemarin. Sekali lagi maafin gue ya, Ka,"imbuh Rio penuh penyesalan.
Tapi Alika masih bergeming. Diam tanpa bergerak sama sekali.
Lalu ucap Rio lagi..
"Gue...."entah kenapa cowok itu tiba-tiba terbata."Sebenarnya gue sayang sama loe, Ka. Gue nggak pingin kehilangan loe. Loe harus sembuh,"tandas Rio jujur.
Jadi, selama ini Rio menyimpan perasaan yang begitu mendalam untuk Alika?
"Berisik!!"
Rio terhenyak mendengar teriakan yang tiba-tiba keluar dari bibir Alika. Cowok itu melongo melihat Alika yang tiba-tiba terbangun.
"Kalo loe berisik mana bisa gue tidur?"seru Alika bernada kesal.
"Loe....."Rio tergagap melihat reaksi Alika yang tak terduga itu.
"Apa loe bilang tadi?"tanya Alika setelah mengingat sesuatu."Loe sayang gue? Sejak kapan?"
Rio ternganga mendengar pertanyaan Alika. Jadi gadis itu tidak tidur dan mendengar semuanya?
"Apaan? Gue nggak bilang apa-apa kok,"elak Rio sambil menghindari tatapan mata Alika.
"Hei, gue denger semuanya kok. Loe bilang sayang gue dan nggak pingin kehilangan gue. Bener kan?"desak Alika mengejar pengakuan cowok dihadapannya.
"Nggak kok....."
"Rio....."Alika menarik lengan Rio agar cowok itu menatapnya."Kenapa mesti malu mengakui perasaan loe? Gue juga sayang loe kok....."
"Yang bener? Sumpah?"tanya Rio spontan dan tak percaya.
Alika mengangguk yakin.
"Iya,"sahut gadis itu mantap."Tapi ngomong-ngomong siapa yang ngasih tahu loe kalo gue ada disini?"
"Tya,"sahut Rio cepat."Dia bilang loe sakit parah.Sebenernya loe sakit apa sih?"
"Gue cuma kena maag kok. Tapi papi maksa gue untuk opname. Papi tuh emang terlalu khawatir,"
"Berarti Tya udah ngebohongi gue dong,"ucap Rio setelah sadar.
"Ya. Tapi kenapa loe mau?"
"Sialan,"gumam Rio menggerutu. Sementara Alika hanya bisa cekikikan melihat reaksi Rio.
Setelah mengetahui anak mereka saling jatuh cinta, Sandoro dan Darmawan sepakat mengakhiri perseteruan mereka selama ini. Dan juga mereka sepakat menjalin kerja sama bisnis dan kekeluargaan.....

Selasa, 10 September 2013

curse of the wolf


Semasa hidupnya ayahmu adalah seorang pemburu makhluk-makhluk mistis. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu dia membunuh seekor serigala jadi-jadian. Dari peristiwa itulah semua kutukan berawal....
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, makhluk mistis itu mengutuk ayahmu. Ia bersumpah bahwa seluruh keturunan ayahmu akan mewarisi kutukan manusia serigala.
Tepat disaat malam bulan pertama setelah perayaan ulang tahun ke-17 keturunannya, ia akan berubah menjadi serigala jadi-jadian yang buas dan mampu membunuh siapapun yang di inginkannya. Tak ada satupun yang bisa menghentikan kutukan itu kecuali kematian.....

@@@@@@

Perayaan ulang tahunku yang ke-17 telah berlalu seminggu yang lalu.......
Tanganku gemetar. Keringat dingin perlahan mengalir membasahi keningku. Dan kakiku tak berhenti mondar-mondar di samping tempat tidur. Sesekali mataku menengok ke arah jendela. Kearah bulan yang tampak kian membulat sempurna diatas gunung.
Apa kutukan itu akan berlaku pada diriku, sedang aku seorang wanita? Pertanyaan itu terus-menerus berputar dikepalaku. Membuat perasaanku was-was dan gelisah.
Oh Tuhan,kumohon jangan terjadi....
Deg! Mataku tertegun menatap kearah jendela. Bulan purnama tampak jelas tergantung dilangit. Terang benderang tanpa segumpal awan yang menghalangi cahayanya. Jika kutukan itu benar menimpaku, kukira inilah saatnya aku berubah.
Aku tak berkutik. Diam tanpa pergerakan. Menunggu dengan gelisah teramat sangat apa yang hendak terjadi pada diriku.
Dua detik kemudian aku merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi padaku.
Seluruh tubuhku mendadak terasa panas dan seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum. Sakit luar biasa.
Disaat itulah dari permukaan kulitku muncul bulu-bulu kasar tebal dan panjang memenuhi seluruh tubuhku.Kukuku juga tumbuh meruncing tajam dan memanjang. Wajahku juga berubah menebal dan gigi-gigiku tumbuh besar dan runcing.
Aku telah berubah. Kutukan itu telah terbukti padaku.
Tidakkk!!!!

@@@@@@

Aku baru saja menutup lokerku saat George menghampiriku. Aku hendak berpura-pura tidak melihatnya tapi sudah terlambat.Ia telah lebih dulu menghadang langkahku.
"Kemana saja kau tiga hari ini?"cecarnya cepat."Kau bolos tanpa izin, tidak membalas pesan juga tidak mengangkat telepon. Ada apa sebenarnya? Apa kau sakit?"
Aku mengangkat dagu dan menatap pemuda itu.
"Maaf,aku....."kalimatku terputus.
"Kau memakai contact lens?"timpalnya membuatku tercekat.
Aku sedang tidak memakai contact lens seperti yang ia bicarakan. Tapi kenapa ia bertanya seperti itu. Apa ada yang berbeda dengan mataku?
"Emily...."tegurnya pelan."Ada apa denganmu? Apa kau sakit? Wajahmu pucat, honey,"
Aku tertegun sendirian. Aku pasti tampak berbeda setelah malam itu. Semua karena kutukan sialan itu.
"Aku baik-baik saja, George,"tandasku lirih.
"Kau tampak aneh, Em,"ujarnya seraya terus mengamati raut wajahku yang sedang berusaha menghindarinya.
"Aku hanya kelelahan,"ucapku."Tidak perlu berlebihan mencemaskanku."
"Baiklah,"sahutnya."Tapi harus berjanji untuk banyak beristirahat."
"Ya."
"Sebenarnya aku sangat mencemaskanmu karena beberapa hari yang lalu ditemukan mayat didekat hutan. Sepertinya orang itu diserang binatang buas. Aku takut terjadi sesuatu denganmu. Terlebih kau tinggal sendiri. Jika kau melihat sesuatu yang mencurigakan kau harus cepat menghubungiku. Kau dengar itu?"
Aku terperanjat mendengar penuturan George. Apa berita itu ada hubungannya denganku?
"George!"teriakan Jessie membuyarkan keterkejutanku. Gadis itu menghampiri kami dan seperti biasa ia bersiap meluncurkan rayuannya pada George.
"Apa kau mau mengantarku pulang George?"tanya Jessie sembari menggamit lengan George manja. Gadis itu terang-terangan ingin merebut George dariku.
"Maaf, aku harus mengantar Emily. Kau tahu kan kami sedang pacaran. Jadi sebaiknya kau cari orang lain saja untuk mengantarmu,"tolak George seraya menepis tangan gadis itu darinya.
Namun entah mengapa kali ini aku sama sekali tidak merasa cemburu ataupun sakit hati melihat Jessie yang secara terang-terangan merayu George.Kehadiran gadis itu malah menyadarkanku bahwa aku dan George harus segera mengakhiri hubungan kami. Karena aku bukan Emily yang dulu lagi. Aku bukan manusia seperti dirinya. Aku manusia terkutuk!
"Antarkan dia George,"suruhku sejurus kemudian."Aku bisa pulang sendiri,"imbuhku sembari membalikkan tubuh hendak berlalu dari hadapan mereka.
"Emily!"seruan itu terdengar seiring cekalan tangan George pada lenganku. Mencegahku meneruskan niat untuk pergi.
Aku terpaku dipijakan kedua.
"Apa aku tidak salah dengar?"cecar George marah."Aku lebih suka kau menampar gadis itu daripada menyuruhku mengantarnya pulang. Kau aneh Emily. Apa kau sadar itu?!"bentak George. Ia mengguncang bahuku pelan
Aku hanya mendesah tanpa mengeluarkan kalimat apapun. Kalaupun aku mengatakan permasalahanku padanya, belum tentu ia akan mempercayai ucapanku.
"Aku tidak mengerti denganmu,"sentak George kemudian."Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Em?"
"Aku sudah lelah, George,"tandasku lirih."Aku ingin mengakhiri hubungan kita."
"Apa?"George tampak kaget dan sangat terpukul mendengar pengakuanku."Kau ingin putus?"ulangnya.
"Ya,"sahutku pendek.
"Tapi kenapa tiba-tiba saja kau ingin putus? Kita tidak pernah bertengkar selama ini. Atau aku telah menyakitimu tanpa kusadari?"desaknya.
"Sudah kubilang aku lelah denganmu, George...."
"Baik,"sahutnya cepat."Jika itu maumu. Kita putus dari sekarang,"tandas George dengan raut kecewa.
Aku hanya tertegun menatap kepergiannya. Rasanya aku ingin menangis saat itu dan berteriak memanggilnya. Namun tidak bisa. Mulutku seperti terkunci.
Maaf George, aku melakukan semua ini demi kebaikanmu.
Aku berbalik pergi sesaat setelah itu. Dengan sejuta rasa kecewa dan penyesalan.

@@@@@@

Aku mengamati seraut wajah pucat yang terpantul dicermin riasku. Wajah itu tampak berbeda dari sebulan yang lalu.
Pucat tanpa ekspresi. Seperti tak ada darah yang mengalir didalam sana. Bola mata berwarna cokelat yang kusuka telah berganti warna menjadi hijau. Rambut hitam panjangku juga mulai berubah warna kemerahan. Kusut tanpa tersentuh sisir.
Inilah diriku yang sekarang. Makhluk setengah manusia setengah serigala.
Aku telah kehilangan segalanya karena kutukan sialan itu. Diriku, masa depan, harapan dan juga George. Padahal aku sangat mencintainya....
Dalam sebulan ini telah ditemukan tiga mayat di tepi hutan. Mereka mengalami kejadian yang sama. Seperti diserang binatang buas.
Aku takut kematian misterius mereka bertiga akibat perbuatanku. Karena saat aku berubah wujud aku kehilangan kesadaran dan akal sehatku.Aku kehilangan perasaan dan naluriku sebagai manusia. Aku bukanlah diriku saat itu.
Kenapa semua ini mesti terjadi pada diriku? Kenapa kutukan itu mesti ada?
Brakk!!
Cermin dihadapanku seketika retak saat aku menghantamnya dengan kepalan tanganku. Darah segar keluar dari punggung jari jemariku.
Apa aku harus mati demi menghentikan kutukan itu?

@@@@@@

Angin dingin berhembus ke wajahku manakala langkahku menapaki jalan setapak menuju hutan pinus. Senja hampir saja bergulir dan aku malah bepergian ke tempat seperti itu hanya untuk menghilangkan kegelisahan pikiranku.
Aku merasa semakin terasing dari duniaku sendiri. Teman, sahabat dan kekasih. Semua sudah hilang. Kian jauh harus kutinggalkan. Meski aku tak ingin menjauh tapi langkah kakiku harus tetap bergerak pergi. Apapun yang terjadi.
"Hei, kau mau pergi kemana?"
Teguran itu serta merta menghentikan langkahku. Aku menoleh dan mendapati seorang kakek tua menegurku.
"Aku hanya ingin pergi jalan-jalan,"sahutku pelan.
"Apa kau belum mendengar berita yang beredar? Ada hewan buas yang berkeliaran di hutan itu. Sudah tiga orang yang menjadi korbannya. Sebaiknya kau pulang sekarang jika tidak ingin membuat keluargamu cemas. Apalagi malam sebentar lagi tiba,"papar kakek tua itu memberi nasihat.
"Ya,"sahutku pendek. Sekedar melepas basa-basi.
"Baiklah, cepat pulang,"pesan kakek itu sebelum beranjak pergi dari tempatnya.
Aku melanjutkan langkah kecilku masuk kedalam hutan meski senja berangsur tiba.

@@@@@@

Dua orang polisi mengetuk pintu rumahku pagi-pagi sekali. Padahal dingin masih menyelimuti seisi kota. Membangunkanku dari tidur panjang yang melelapkan.
"Apa kau pernah bertemu dengan orang ini?"tanya salah satu dari mereka seraya menunjukkan selembar foto padaku.
Aku sedikit terkejut saat mengetahui bahwa foto itu berisi gambar kakek tua yang kutemui senja kemarin di dekat hutan pinus. Apa terjadi sesuatu padanya?
"Dia ditemukan tewas tadi pagi di dekat hutan dengan luka cabikan di sekujur tubuhnya,"papar seorang lagi."Ada yang melihatmu masuk hutan kemarin sore.Apa kau bertemu dengannya atau kau tahu sesuatu yang mencurigakan disana? Misalnya kau mendengar suara-suara aneh semacam suara binatang buas?"
Aku terhenyak mendengar penuturan polisi itu. Lagi-lagi aku mencoba mengingat sesuatu yang terjadi setelah aku masuk kedalam hutan kemarin. Tapi tetap saja sama seperti biasa. Aku tak menemukan ingatan apapun didalam otakku.
"Tidak,aku tidak mendengar atau melihat sesuatu yang mencurigakan disana,"ucapku kemudian. Dengan sedikit terbata.
"Baiklah,jika kau tahu sesuatu jangan ragu untuk melapor pada kami. Kami pergi dulu,"pamit salah seorang dari mereka.
Aku tertegun melepas kepergian mereka seraya berpikir.
Apa benar aku pembunuh mereka semua? Tapi kenapa aku tidak ingat sama sekali. Oh Tuhan, kenapa ini bisa terjadi padaku? Aku ingin melepaskan kutukan ini dari tubuhku tapi bagaimana caranya?
Ternyata bukan saat bulan purnama saja aku berubah jadi binatang mengerikan itu.....
"Kau tidak apa-apa Emily?"
Aku tercekat mendengar teguran George. Membangunkan diriku dari lamunan kosong. Sejak kapan ia datang?
"Aku dengar kau masuk hutan saat kejadian itu,"ucapnya lagi."Tapi syukurlah kau selamat. Kau tahu, aku hampir mati mencemaskanmu."
"George...."
Aku terdiam saaat George meraih tubuhku kedalam pelukannya. Seolah kami tidak pernah memutuskan berpisah sebelum ini.
"Apa yang terjadi sebenarnya?"desak George setelah melepaskan pelukannya. "Kau tidak pernah masuk sekolah dan bahkan sekarang kau merubah penampilanmu. Ada apa denganmu Em?"
Aku menatap sepasang mata teduh milik George. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan yang sebenarnya padamu, George?batinku gusar. Kau atau siapapun pasti tidak akan percaya. Jika kau melihat kenyataannya pasti kau akan lari ketakutan...
"Emily...."
"Tidak George. Aku tidak bisa mengatakannya. Sebaiknya kau pergi jauh dari tempat ini,"suruhku kemudian.
"Kenapa aku harus pergi?"
"Pergilah dan jangan bertanya lagi,"kali ini aku mendorong tubuhnya menjauh lantas buru-buru menutup pintu rumahku.
Maafkan aku, George. Aku tidak ingin kau menjadi korbanku selanjutnya...

@@@@@@

Aku tertatih memasuki kekamarku seraya memegangi pundakku pada saat pagi buta. Entah kejadian apa yang baru saja ku alami.
Sepertinya tadi aku mengalami sebuah pertempuran hebat. Beberapa orang mengejarku seraya melepas tembakan bertubi-tubi ke arahku. Dan malangnya salah satu peluru itu menembus pundakku. Membuatku kehilangan banyak darah.
Aku mencari perban dan membalut lukaku sebisanya. Rasa sakit sebisa mungkin kutahan. Karena tidak mungkin aku pergi ke rumah sakit dengan membawa luka seperti ini.
Entah sudah berapa orang yang meninggal karena keganasanku. Mereka semua tak berdosa dan harus menanggung akibat dari kutukan sialan itu.
Tuhan, maafkan aku. Andai saja aku bisa menghilangkan kutukan ini. Atau bunuh saja aku agar aku terlepas dari kutukan sialan itu....
Tubuhku panas. Sepertinya luka itu telah terinfeksi dan membuatku terkena demam tinggi. Antara setengah sadar aku mendengar suara orang menggedor pintu rumahku dengan keras. Seperti ingin menerobos masuk kedalam rumahku dengan paksa. Siapa mereka?
Dengan langkah terhuyung aku bergerak menuju ke ruang depan.
Beberapa orang pria berdiri didepan pintu rumahku saat aku keluar untuk menengok apa yang sedang terjadi.
"Ada apa ini?"tanyaku sedikit gusar. Aku mengenali mereka adalah orang-orang yang mengejarku beberapa saat yang lalu.
"Kami sedang mengejar binatang buas. Dan kami melihat binatang itu masuk kemari. Apa kau melihatnya?"tanya salah seorang dari mereka. Ia membawa senapan panjang ditangannya.
"Apa serigala itu milikmu? Atau kau adalah serigala itu?"sela satu orang lagi. Matanya melotot mengamati pundakku.
Ah, sial. Perban itu tak mampu menahan aliran darah yang keluar dari luka tembak di pundakku.
"Jadi kau sendiri makhluk menjijikkan itu?!"
Sentakan itu membuatku tak berkutik. Mereka segera menyeret tubuhku dengan paksa dan membawaku pergi.
Tolong lepaskan aku,rintihku lemah. Seluruh tubuhku lemas dan rasanya aku kehilangan segenap tenagaku. Aku pingsan karena terlalu banyak kehilangan darah.

@@@@@@

"Maafkan ayah, Emily......."
Lamat-lamat aku mendengar suara ayah dalam mimpiku. Membuatku terjaga.
Aku mendapati tangan dan kakiku terikat rantai besi saat aku terbangun. Rupanya mereka telah mengurungku dalam sebuah penjara besi serta merantai tangan dan kakiku.
Mereka sudah tahu siapa diriku. Dan sebentar lagi mereka pasti akan membunuhku.
Aku sudah tahu ini akan terjadi cepat atau lambat. Toh ini semua sudah menjadi takdirku. Kematian adalah jalan terakhir yang menyudahi kutukan sialan itu. Dengan jalan itu pula aku akan terbebas dari rasa sakit luar biasa yang mendera tiap kali aku akan berubah wujud.
Tubuhku masih terasa sangat lemah. Nyaris tanpa daya. Tapi aku tak akan berusaha melarikan diri.
Aku sudah pasrah dengan apa yang akan menimpaku nanti.
Pikiranku terusik manakala telingaku menangkap suara aneh. Sepertinya terjadi sesuatu diluar sana. Entah apa.....
Antara setengah sadar aku melihat seekor binatang besar dan buas menyerbu masuk kedalam ruangan itu dengan membabi buta.
Lantas dengan cakarnya yang tajam binatang itu membuka pintu jeruji besi lantas mematahkan rantai yang mengikat tangan dan kakiku.
Siapa dia?batinku dalam kegamangan. Apa benar ia ingin menyelamatkanku?
Aku pingsan lagi sesudah kejadian itu. Namun aku tahu binatang buas itu membawaku pergi dari tempat itu.

@@@@@@

Aku terbangun beberapa waktu kemudian. Namun kali ini bukan didalam jeruji besi. Tak ada rantai yang mengikat tangan dan kakiku.
Aku terbaring diatas sebuah tempat tidur dengan selimut tebal yang menutupi tubuhku. Pundakku juga tampak telah diobati oleh seseorang. Tapi siapa gerangan?
"Kau sudah bangun?"
Aku tercekat begitu mendengar teguran yang tak asing itu. George?? Apa yang ia lakukan disini?
"Kenapa kau ada disini?"tanyaku hendak bangkit. Namun ia segera mencegah perbuatanku.
"Kau masih terluka, Emily,"ucapnya."Dua hari ini kau pingsan dan demam tinggi."
"Apa sebenarnya yang terjadi, George? Dan dimana ini?"cecarku tak sabar manakala aku sudah mengingat semua kejadian yang menimpaku.
"Kita sedang berada di motel 30 mil di utara kota,"jawabnya. Membuatku kaget setengah mati.
"Kau membawaku lari sejauh ini?"tukasku cepat."Lantas siapa makhluk itu?"
George menghela nafas sejenak. Tampaknya ia ragu ingin mengatakan sesuatu.
"Apa makhluk itu adalah....."tebakanku terhenti.
Namun George mengangguk. Ia mengiyakan tebakanku.
"Iya Emily. Makhluk itu memang aku,"akunya jujur.
Aku terhenyak kaget.
"George, kau....."
Sepertinya aku kehabisan kata-kata. Aku sama sekali tidak menduga jika George yang kucintai ternyata sama denganku.
"Maafkan ayahku Emily. Gara-gara dia kau harus menanggung semua ini,"ungkapnya.
"Jadi ayahku yang membunuh ayahmu?"tanyaku masih kurang yakin. Langsung disambut anggukan olehnya."Sejak kapan kau tahu hal ini?"tanyaku kembali.
"Sejak awal aku sudah tahu. Maka dari itu aku mendekatimu. Aku ingin menebus kesalahan ayahku,"
"Apa maksudmu?"tanyaku bingung."Jadi kau mendekatiku hanya karena kutukan itu. Bukan karena kau menyukaiku?"
"Bukan itu maksudku, Emily,"
"Kenapa kau melakukan itu padaku, George? Bukan kau yang harus bertanggung jawab atas semua yang telah menimpaku. Kau dengar itu?"timpalku bernada kesal. Aku merasa dikecewakan olehnya.
"Emily,"
"Lupakan semuanya!"seruku seraya bangkit dari atas tempat tidur.
"Tunggu, Emily!"cegahnya sembari menghadangku."Kita sama Emily. Maka dari itu aku ingin membagi hidupku denganmu."
Aku menatap George tajam.Kurasa aku paham maksud perkataannya.
"Dengar,"ucapku."Apa yang ingin kau bagi denganku? Pengalaman menjadi binatang buas yang menyeramkan atau pengalaman membunuh orang yang tidak berdosa dengan sadis? Apa George?!"teriakku keras.
Aku mencekal kerah mantel milik George kuat-kuat. Untuk melampiaskan kekecewaan yang telah mengendap dalam hatiku.
"Kau tahu kan rasanya berubah wujud menjadi makhluk menjijikkan itu,"lanjutku kemudian."Aku hampir mati menahan rasa sakit saat itu, George. Aku hampir gila. Kau tahu itu?!"seruku marah.
"Ya aku tahu,"sahutnya pelan. Pria itu melepaskan tanganku dari kerah mantelnya perlahan. Lantas ia meraih kepalaku dan merengkuhnya kedalam dadanya yang hangat. Disanalah aku menumpahkan tangis kemudian.

@@@@@@

Udara bertambah dingin saat mobil yang dikemudikan George meluncur dengan kecepatan sedang menuju ke utara.Jalanan sepi dan mulai menggelap. Jajaran pohon pinus tampak mengelilingi jalanan yang kami lewati.
Entah kemana George akan membawaku. Mungkin ia ingin pergi jauh ke kutub utara.
"Kau lapar?"tanya George memecah keheningan.
"Tidak,"gumamku lirih. Tanpa menoleh sedikitpun.
Namun tiba-tiba saja George menjulurkan tangannya ke dahiku. Mungkin ia mengira aku masih demam.
"Kau masih marah?"tanyanya lagi. Sepertinya ia sangat mencemaskan kondisiku.
"Untuk apa marah,"sahutku masih dengan bergumam.
"Tapi kenapa kau terus menatap keluar jendela?"desaknya mengejar penjelasanku.
Aku mendesah berat. Enggan menjawab.
"Apa kau menyesali semua yang telah terjadi?"lagi-lagi ia mendesakku.
"George,kumohon..."aku menoleh akhirnya."Jangan bertanya apapun lagi padaku. Bukankah aku berjanji akan menuruti semua perkataanmu. Jadi kumohon jangan bertanya apapun lagi,"tandasku.
Aku kembali membuang pandangan keluar jendela sembari mengingat ucapan George saat kami hendak meninggalkan motel dua jam yang lalu.
Bahwa ia akan selalu menjaga dan melindungiku. Ia juga berjanji akan mengajariku untuk mengendalikan diri saat akan berubah wujud. Kami akan membagi hidup dan cinta. Suka, duka, sakit dan luka. Kami akan membagi semua itu berdua. Jauh di penghujung utara negeri ini.

@@@@@@
Dua tahun kemudian George Junior hadir kedunia. Melengkapi hidupku dan George. Menghadirkan keceriaan dan kebahagiaan di rumah mungil kami.
Namun ada satu hal yang terus mengusik pikiranku. Apa malaikat kecil kami juga akan mengalami hal yang serupa dengan orang tuanya? Apa ia akan berubah menjadi makhluk mengerikan itu setelah ia genap berusia 17 tahun???