Minggu, 17 Mei 2015

NIGHTMARES


Tidak.Jangan kembali dan menambah goresan luka yang bahkan belum sembuh...

Kenapa kau datang?batinku tertegun.Sedang tanganku masih erat mencengkeram pegangan pintu.
Bibirku terkunci rapat saat laki-laki itu memaksa menerobos masuk kedalam kamar kost-ku.
"Apa seperti ini suasana hatimu sekarang?"hardiknya emosi.Tangannya menunjuk kearah tempat tidurku yang tak karuan.Barang-barang yang berantakan membuatnya sempurna untuk dikatakan mirip kapal yang pecah.
"Apa harus seperti ini hidup orang yang sedang patah hati?"ia menghardik lagi."Kenapa kau tidak mencoba untuk hidup normal seperti orang lain?"
Kalimatnya benar-benar menusuk.Memangnya siapa yang telah membuatku seperti ini?Bukankah dia sendiri?
"Cukup Rey!"teriakanku cukup kencang untuk membangunkan seisi penghuni rumah kos ini.Kepalaku seperti ingin meledak saat ini juga.
Laki-laki itu berhasil,batinku.Datang padaku dan membuat suasana hatiku yang sudah kacau bertambah kacau.Sepagi ini pula.
"Apa maumu sebenarnya?Apa belum cukup kau melukai hatiku?"tanyaku sedikit mencoba meredam emosi.
Laki-laki yang kupanggil Rey itu bergerak mendekat.
"Aku tidak pernah bermaksud melukai hatimu,"ucapnya pelan."Aku hanya tidak mau kau hidup seperti ini hanya karena meratapi orang sepertiku."
Aku tersenyum pahit.
"Ini hidupku Rey, dan apapun yang kulakukan bukanlah urusanmu,"tandasku datar."Bukankah istrimu lebih berhak untuk kau urusi?"sindirku sinis.
Rey tampak tercekat usai mendengar ucapanku.Mungkin dalam pikirannya aku tak akan pernah bicara sekasar itu padanya.Tapi aku tidak semanis yang pernah ia kenal dulu.
"Kau sendiri tahu kalau kami dijodohkan..."
"Oh..jadi kau ingin bilang kalau kau tidak bersalah?"potongku segera.
Rey mendesah.Mungkin geram dan kesal mendengar ocehan ngawur yang terlontar dari mulutku.
"Aku hanya ingin kau menjalani hidupmu dengan baik.Bukan seperti sekarang..."
"Persetan dengan hidupku!"teriakku nyalang.Aku marah dan nyaris melempar gelas yang tergeletak disudut meja.Tapi urung.Kupikir aku bukan gadis sebrutal itu.
"Aku tidak akan tenang kalau kau masih menjalani hidup seperti ini,"tandasnya kemudian.
"Apa gunanya?"balasku mulai melemah.
Aku sudah kehilangan satu-satunya laki-laki yang kucintai.Karena dia aku bertahan hidup.Dan tanpa dirinya aku tidak akan sanggup menjalani hidup normal seperti sebelumnya.
"Karena kau belum mencobanya,"sahut Rey.Tangannya meraih bahuku perlahan.
Aku tak menyahut.Hanya menggeleng pelan.
"Diluar sana pasti ada seseorang yang bisa mencintaimu melebihi cintaku padamu.Temukan orang itu..."
Untuk apa?batinku bergolak.Aku tidak mau siapapun.Aku hanya ingin Rey...
"Pergilah Rey,"ucapku sejurus kemudian.Tanganku mendorong lengannya pelan."Tidak ada gunanya menyuruhku sesuatu yang sama sekali tidak ingin aku lakukan,"tandasku.
Sorot mata Rey tampak menatapku iba.Tampaknya ia enggan beranjak pergi.Tapi aku terus mendorong tubuhnya keluar dari kamarku.
Ah Rey...aku terlalu mencintai laki-laki itu sampai-sampai aku menutup mataku untuk segala hal selain tentangnya.Dan aku seperti orang gila saat benar-benar kehilangan dirinya.Oh Tuhan...
$$$$$
Huh...aku mendengus geram.Saat aku menoleh keseberang jalan tiba-tiba ada Rey diujung sana.Bukan itu saja.Akhir-akhir ini ia sering mengawasiku dari kejauhan.Ia mirip penguntit saja.
Terkadang aku mendapatinya berdiri diluar gedung kantor dimana aku bekerja.Sehingga saat melongok keluar jendela aku sudah pasti akan mendapati sosoknya sedang berdiri dibawah pohon seraya mengawasi kantorku.Saat aku berdiri dihalte bus sekalipun ia akan tampak mengawasiku entah itu diseberang jalan atau beberapa meter dari tempatku berdiri.
Lama-lama aku merasa terganggu dengan keberadaannya yang kerap muncul disekitarku.Mirip hantu saja.
Ini membuatku semakin kesal.Bagaimana aku bisa melupakannya sedang ia selalu berada disekelilingku.Mengawasiku dengan tatapan aneh.Bukankah ia ingin aku hidup normal seperti orang lain?Tapi jika begini terus lama-lama aku bisa gila.
"Hentikan Rey,"desisku sembari melempar map keatas meja.Lantas buru-buru menuruni tangga darurat kelantai satu.Aku sudah tidak tahan dengan semua ini,batinku geram.Aku ingin melabrak Rey dan memakinya habis-habisan kali ini.
Lho...mana Rey?batinku bingung.Aku mengawasi sekeliling.Baru saja aku melihat Rey berdiri disini sesaat sebelum aku turun dari lantai tiga.Kemana perginya laki-laki itu?Kenapa begitu cepat?Jangan-jangan ia tahu bakalan aku labrak karena seminggu terakhir ini ketahuan menguntit segala aktifitasku.
Apa yang ia mau sebenarnya?batinku seraya menendang kaleng bekas didepan sepatuku.Hhhh...laki-laki itu benar-benar membuatku gila!
$$$$$
Rey...pekikku kaget.Laki-laki itu telah berdiri didepan pintu kamar kost-ku.Selarut ini.
Wajahnya tampak pucat.Ia kelihatan tak sehat.
"Aku mencemaskanmu,"ucapnya begitu melihatku datang.
"Aku pergi dengan teman-temanku tadi,"sahutku enteng.Kupikir ia terlalu berlebihan berkata seperti itu.Aku sudah terbiasa hidup dan pergi kemana-mana sendirian.
"Teman yang mana?"cecarnya seraya mengikuti langkahku masuk kedalam kamar.
Aku melotot padanya.Apa itu begitu penting baginya.Kami sudah lepas hubungan dan apapun yang aku lakukan adalah bukan tanggung jawabnya.
"Kenapa akhir-akhir ini kau sangat mempedulikan hidupku?"desakku setengah berteriak."Kau bahkan mengikuti kemanapun aku pergi.Sebenarnya apa maumu hah?"
"Aku hanya ingin memastikan kau menjalani hidupmu dengan baik,"jawab Rey tenang.
Begitukah?batinku seraya tersenyum sinis.
"Apa dengan cara mengawasi semua aktifitasku seperti itu?"balasku."Kau malah membuatku terganggu,apa kau sadar itu?"
Rey terdiam.Tak membalas omelanku sama sekali.
Aku merebahkan punggungku ke atas tempat tidur.Persetan dengan Rey yang masih tertegun disudut kamar.Menatap kearahku dengan tatapan kosong.Entah apa yang ia pikirkan sekarang.Masa bodoh!
Entah mengapa aku menjadi kesal padanya.Kemana cinta dan kerinduan yang selama ini kusimpan rapi didalam hatiku?
$$$$$
Aku terjaga saat tangan dingin milik Rey menyentuh keningku perlahan.Laki-laki itu masih belum pergi?batinku seraya melihat jam dinding yang sudah menunjuk angka dua.
"Apa setiap malam kau mengigau seperti itu?"tanya Rey saat tahu aku terbangun karenanya.
Aku mengigau?tanyaku dalam hati.Bahkan aku sama sekali tidak menyadarinya.
"Aku tidak tahu Rey,"balasku lirih.Rasa kantuk tiba-tiba hilang begitu saja ketika kudengar suara Rey.
Andai saja setiap malam ia bisa menemaniku seperti sekarang.
"Hentikan Dis..."
Tangan Rey menahan tubuhku yang hendak merapat padanya.Kenapa? Padahal sudah sedekat ini dan aku nyaris mencium bibirnya.
Yeah, aku tahu.Pasti karena statusnya yang sudah menjadi milik wanita lain.Aku hanya bisa tersenyum pahit memikirkannya.
"Siapa yang kau cintai?Aku atau..."
"Kenapa bertanya seperti itu?"potong Rey cepat.
"Apa aku tidak boleh tahu perasaanmu?"aku balas bertanya.
Rey tak menyahut.Laki-laki itu mendaratkan kecupan lembut dikeningku.
"Rey..."
Entah darimana datangnya mendadak perasaanku tak karuan.Darahku seperti mendidih.Perasaan janggal yang hanya aku rasakan saat didekat Rey.
Aku tak bisa menguasai diri dan menyerang tubuh Rey dengan luapan emosional yang membabi buta.Cinta atau nafsu???
$$$$$
Aku mengetuk kepalaku sendiri.Bodoh!
Aku pasti sudah gila malam itu,makiku dalam hati.Apa yang telah aku lakukan bersama Rey saat itu?Ini tidak bisa dipercaya.Aku telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku.
Tapi aku sangat mencintai Rey...
Bagaimana selanjutnya?Aku tidak tahu.
"Ada yang mencarimu,"suara Callista diujung sambungan telepon membuat pemikiranku beku.Jangan sampai urusan Rey ikut-ikutan mengganggu pekerjaanku,batinku sembari melangkah ke arah lobby kantor.Seorang klien telah menunggu...
Langkahku mendadak berhenti.Seorang wanita yang tengah duduk disofa diruang lobby tersenyum melihat kedatanganku.
Oh tidak...Jangan-jangan wanita itu mencari Rey kesini.Pasti dia telah mengetahui semuanya tentang perselingkuhan kami.Mungkin juga tentang peristiwa beberapa malam lalu.Antara aku dan Rey...
"Hai,"sapa wanita itu ramah.Wanita yang notabene istri sah Rey.Posisi yang seharusnya aku sandang sekarang.
Aku balas tersenyum dan mencoba duduk sesantai mungkin seraya mempersiapkan kalimat-kalimat penyangkalan jika wanita itu menuduhku macam-macam.
"Aku Winda,"ucapnya memperkenalkan diri.Dan aku sudah tahu,batinku cepat.
"Kenapa mencariku?"tanyaku langsung pada inti percakapan.
Aku tidak mau membuang sia-sia jam kerjaku hanya untuk bicara dengan rivalku.
"Aku hanya ingin tahu keadaanmu,"jawabnya tenang.
"Seperti yang kau lihat,"sahutku seraya tersenyum."Aku sehat."
"Syukurlah..."
Yeah,mungkin aku harus sedikit berakting jika aku baik-baik saja.
"Kenapa tidak datang?"tanya Winda memecah lamunan kecilku.
Ke pernikahan mereka berdua? Mana mungkin aku datang?Aku bisa mengacaukan semuanya jika aku ada disana.
"Aku sibuk..."ujarku kemudian.Bohong.
"Bahkan untuk melihat Rey yang terakhir kali kau juga tidak mau?"desak Winda membuatku bingung.
"Maksudmu apa?"tanyaku sama sekali tak mengerti.
Winda mendesah panjang.Ia menatap sayu kearahku yang masih bingung.
"Rey mengalami kecelakaan dua minggu yang lalu,"tandasnya membuatku tersentak seketika."Dia mengalami koma setelah itu.Dan tiga hari yang lalu dia menghembuskan nafas yang terakhir,"paparnya sesingkat mungkin.
Aku kaget namun masih sempat tersenyum kaku.
"Seminggu yang lalu aku bertemu dengan Rey,"ucapku kemudian.Untuk menyangkal pemaparan wanita itu.
"Dimana?"tanya Winda cepat.
"Dia mendatangiku.Bahkan dia selalu mengikuti kemanapun aku pergi.Dan tiga hari yang lalu kami..."ucapanku terputus.Tidak mungkin aku mengatakan padanya kalau aku dan Rey bercinta malam itu.
"Aku mengatakan yang sebenarnya Dis,"tandas Winda mencoba meyakinkanku.Tatapan matanya juga jujur.
"Rey telah meninggal Dis.Aku bisa membawamu ke makamnya,"imbuh Winda mempertegas pemaparan sebelumnya.
"Tidak, Rey masih hidup Win.Aku benar-benar bertemu dengannya dan dia baik-baik saja.Hanya saja..."
"Hanya apa?"desak Winda tampak penasaran.Dan aku berusaha mengingat sosok Rey yang kutemui saat itu.
"Tangan Rey dingin.Wajahnya juga pucat.Bahkan pelukannya sama sekali tak sehangat biasanya..."ucapku setengah bergumam.
Sepasang mata milik Winda melotot kearahku.Tak percaya.
Aku terhenyak sendiri.Jika Winda tak bohong, lantas siapa yang kutemui saat itu?Siapa yang telah bercinta denganku malam itu?Rohnya Rey ataukah hantu?
Tidak!!!
$$$$$
Rey...
Aku tergagap dan langsung terbangun dari tidur.Peluh dingin menetes dari ujung keningku.
Tak ada siapa-siapa.Bahkan Rey sekalipun.Tentu saja.Karena dia telah pergi untuk selamanya.
Aku tertegun diatas tempat tidurku.Mungkin ucapan Rey kala itu benar.Aku selalu mengigau saat tidur.
Entah sejak kapan aku juga kurang yakin.Tapi pasti sejak Rey menikah dengan Winda.
Pagi tiba tanpa kusadari.Kupikir aku hanya tergolek diatas tempat tidur semenjak terjaga beberapa jam yang lalu.Entah dimana kesadaranku akhir-akhir ini.
Uhhh...mendadak perutku mual.Aku terburu berlari kekamar mandi dan mengeluarkan cairan dari dalam perutku.
Ada apa denganku?Kenapa tubuhku bereaksi tidak normal seperti ini?
Kepalaku juga terasa pusing.Tubuhku lemas.
Oh Tuhan,pekikku panik.Bukankah ini sindrom morning sickness??
Tidak mungkin! Kehadiran Rey saat itu hanya halusinasi.Sama sekali tidak nyata.Tidak mungkin aku hamil karena kejadian yang terjadi diluar logika pikiran.
Rey sudah meninggal dan kejadian itu tidak benar-benar nyata.Pasti seperti itu.Iya...
Tapi kenapa fisikku bertentangan dengan batinku? Aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku.Terutama ada perubahan yang perlahan terlihat meski samar-samar.
Perutku tampak sedikit gemuk dan dadaku lebih berisi dari sebelumnya.Padahal aku jarang sekali makan.
Tubuhku rebah ke pintu kamar mandi.Semua yang telah terjadi antara aku dan Rey malam itu satu-satu berkelebat memenuhi ruang dipikiranku.
Kenapa Rey? Kenapa kau tega melakukan ini padaku? Kalau kau ingin pergi,pergi saja.Tak usah meninggalkan sesuatu bagian dari dirimu.Cukup kenangan manis antara kita, jangan lebih dari itu.
Atau bawa aku besertamu.Tapi jangan jadi mimpi buruk untukku.Aku tidak akan sanggup menanggungnya Rey...