Senin, 22 Juli 2013

BUKU HARIAN DI (DI'S DIARY)


Aku menemukan diary itu terselip dibelakang jajaran novel di rak perpustakaan sekolah. Semula aku pikir itu hanya kerjaan anak-anak kelas 11 yang suka iseng. Namun nyatanya benda itu memang sengaja di letakkan disana. Mungkin agar suatu saat nanti ada seseorang yang menemukan dan membaca isinya. Dan orang itu adalah aku.
Dan malam ini aku mulai membaca diary misterius itu.......

December,10/2010
Dear my diary......
Ada sebuah pertanyaan yang mengganggu pikiranku malam ini. Tapi aku tidak menemukan jawabannya. Bahkan di langit-langit kamarku juga tak ada. Mungkin pertanyaan ini terlalu mudah bagi orang lain.Tapi sulit bagiku.
Pertanyaan itu tiba-tiba datang saat aku melihat seorang teman diantar kekasihnya pergi ke sekolah. Ia seumuran denganku. Tapi ada yang berbeda antara aku dengannya. Di usiaku yang menginjak 17 tahun aku belum pernah pacaran. Aku juga belum pernah ditembak seorang cowok.
Diary, apa itu normal? Atau aku yang terlalu kuper dan tertutup sehingga tidak ada seorang cowokpun yang tertarik padaku?
Aku memang kurang cantik dan tidak pandai bergaul. Benar itu jawabannya kan?
Mungkin juga aku belum siap dengan semua itu.

Kisah cinta seperti apa yang kau inginkan terjadi dalam hidupmu......?

December, 15/2010
Diary....
Hari ini aku jatuh pingsan saat upacara bendera. Ini untuk pertama kalinya. Biasanya aku baik-baik saja.
Entah kenapa aku merasa akhir-akhir ini ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhku.
Kau tahu, terkadang hidungku mengeluarkan darah tiba-tiba. Mungkin aku terlalu sibuk belajar dan tubuhku kelelahan.
Aku ngantuk. Lain kali aku mengunjungimu lagi...

December, 22/2010
Hari ini ada perayaan hari ibu di sekolah. Kami mengadakan acara pentas seni dan bazaar murah. Aku membeli beberapa buah novel terjemahan yang sudah di diskon 50%. Murah bukan?
Tapi aku sedikit merasa sedih. Kau tahu kan ibuku meninggal saat aku berumur 2 tahun. Aku tidak bisa mengucapkan selamat hari ibu padanya secara langsung. Aku hanya bisa membacakan doa untuknya.
Aku sangat sedih, diaryku....
Kenapa Tuhan mengambil ibuku begitu cepat?

January,4/2011
Diary.....
Hari ini aku jatuh pingsan lagi di sekolah. Aku dilarikan ke rumah sakit.
Dokter belum tahu penyakitku. Ia menyarankan aku untuk menjalani tes darah.
Sebenarnya aku sakit apa? Seberapa parah?
Aku hanya takut tidak bisa mengikuti ujian nasional beberapa bulan lagi karena sakit.

January,12/2011
Aku sudah menjalani tes darah beberapa hari yang lalu. Dan hari ini dokter memberikan hasilnya. Apa kau tahu aku sakit apa?
Diary, aku mengidap leukimia. Dan penyakitku sudah parah. Bahkan dokter sudah memvonis umurku tidak lama lagi. Entah 8 atau 6 bulan lagi. Sudah terlambat untuk melakukan operasi.
Aku menangis sejadi-jadinya setelah tahu hal itu. Aku sangat sedih dan menganggap Tuhan tidak adil padaku. Ia telah mengambil ibuku yang belakangan aku baru tahu ia mengidap penyakit yang sama.
Ia juga merenggut ayah dari tanganku. Ayah pergi mencampakkan aku.
Kenapa nasibku semalang ini?

January,30/2011
Dear diary....
Aku sudah menerima takdirku belakangan ini. Aku yakin apa yang telah digariskan Tuhan pastilah yang terbaik buatku. Aku mencoba belajar sabar dan tegar. Meski akhir-akhir ini aku merasa semakin lemah namun aku mencoba untuk selalu tersenyum.


February,15/2011
Diaryku.....
Aku tahu tak akan bertahan. Tapi aku sangat sedih hari ini.
Seharian ini aku berpikir. Tentang hidupku. Aku pernah bertanya, kisah cinta seperti apa yang kau inginkan terjadi dalam hidupmu?
Mungkin aku tidak akan pernah bisa menjawabnya. Seumur hidupku aku belum pernah jatuh cinta dan belum pernah dicintai. Menyedihkan bukan?
Jadi, untuk apa aku bertahan. Aku tidak mau sembuh. Karena aku hadir atau tidak didunia inipun sama saja. Toh tidak akan ada yang merasa kehilangan diriku. Aku juga tidak akan merasa berat meninggalkan dunia ini....

February,28/2011
Hari ini aku mengunjungi perpustakaan seperti biasa. Dan apa kau tahu, aku melihat seorang cowok yang sedang tekun membaca sebuah novel di pojokan perpustakaan. Novel itu adalah novel favoritku. Aku sudah membacanya tiga kali.
Novel itu bercerita tentang seorang gadis yang berjuang hidup demi laki-laki yang ia sukai. Padahal ia tahu laki-laki itu tidak pernah menyukainya. Tampak seperti orang bodoh bukan?
Untuk pertama kalinya aku melihat seorang cowok membaca novel itu dengan serius. Aku merasa bahagia saat melihatnya. Entah kenapa aku merasa begitu.


March,7/2011
My diary....
Aku bertemu cowok itu lagi di perpustakaan. Tanpa sengaja. Ia tersenyum padaku saat kami nyaris bertubrukan di depan rak novel.
Tapi sayang kami tidak sempat berkenalan. Mana mungkin ada yang tertarik dengan orang sepertiku.
Lagipula aku akan mati sebentar lagi.


March,10/2011
Nama cowok itu Morgan. Nama yang indah bukan?
Aku bertemu dengannya dihalte depan sekolah. Kami sempat ngobrol meski hanya beberapa menit.Itupun sudah cukup membuatku gembira.
Ternyata ia orang yang sangat menyenangkan. Juga ramah dan hangat.
Ia juga suka membaca novel sepertiku. Ia bilang punya banyak koleksi novel dan ia bersedia meminjamiku.
Diary.....
Untuk pertama kalinya aku ingin bertahan hidup lebih lama. Karena Morgan.....


March,14/2011
Aku menyukainya!
Diaryku, aku menyukai Morgan. Sungguh, aku benar-benar menyukainya.
Untuk pertama dan terakhir kalinya, akhirnya aku menemukan seseorang dalam hidupku.
Dialah cinta pertama sekaligus terakhir dalam hidupku. Aku bahagia. Tuhan memberi kesempatan padaku bertemu dengan seseorang yang kusukai sebelum aku mati.
Aku tahu ini tak mungkin. Bahkan untuk mengatakan suka padanya sekalipun.
Andai ada sedikit keajaiban......

March,28/2011
Hi my diary.....
Aku berubah pikiran. Aku sengaja mulai menjauh darinya. Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu alasannya.
Tubuhku semakin hari semakin rapuh. Aku tidak mampu bertahan lebih lama lagi.
Minggu depan aku akan mengundurkan diri dari sekolah diam-diam. Aku tidak akan memberitahu Morgan maupun yang lain.
Biarlah rasa suka ini ku pendam sendiri sampai aku tidak ada lagi di dunia ini.

Di loves Morgan......


Aku menutup diary misterius itu setelah membaca isinya sampai habis.
Di? Jadi nama pemilik diary itu berinisial Di? Tapi gadis itu bernasib malang. Ia mengidap penyakit mematikan itu dan karenanya ia tidak bisa mengatakan cinta pada orang yang ia sukai. Cinta pertama dan terakhirnya. Kasihan.....
*******

"Whaaaattt?!!"seru Tito kaget."Loe mau nyari pemilik diary yang loe temuin di perpus? Loe udah gila, Be. Loe kan tahu dia bilang umurnya nggak lama lagi. Pasti sekarang dia udah nggak ada lagi di dunia ini,"celutuk Tito lagi.
"Gue tahu,"sahutku cepat."Gue cuma ingin tahu identitas cewek itu. Gue juga pingin nyari Morgan untuk menyampaikan perasaan cewek itu ke dia."
Tito tersenyum pahit. Menertawakan keinginanku.
"Apa keinginan gue terlalu berlebihan?"tanyaku usai melihat reaksinya.
"Nggak sih,"cetusnya pendek. Sepasang mata Tito menerawang ke arah lapangan basket yang ramai oleh anak-anak yang sedang latihan. "Terus, loe mau nyari dia kemana?"tegur Tito datar.
Aku mendesah pelan.
"Karena itu gue nyari loe. Gue butuh bantuan loe,"sambungku kemudian sembari menepuk pundaknya.
Tito menoleh. Seperti takjub mendengar ucapanku.
"Udah gue duga, ujung-ujungnya pasti gue,"ujarnya berkeluh kesah.
"Karena cuma loe sobat gue, To,"sahutku sembari tersenyum manis. Berusaha meluluhkan hati cowok berkaca mata minus itu.
Tito menghela nafas berat. Tampaknya ia mulai mempertimbangkan permintaanku.
"Loe minta bantuan apa dari gue? Apa loe ingin gue nyolong buku arsip sekolah?"tanyanya.
Aku menggeleng. Kupikir tidak perlu se-ekstrim itu untuk menelusuri identitas Di.
"Gue rasa kita langsung mencari keberadaan Morgan,"tandasku serius. "Kita bisa mencari alumnus sekolah ini untuk mencari tahu tentang Morgan. Dari Morgan kita bisa menelusuri identitas Di. Menurut loe gimana?"tanyak meminta pertimbangan Tito.
Tito terdiam beberapa saat. Mungkin sedang berpikir.
"Oke,"sahutnya kemudian."Ide loe boleh juga.Gue bisa ngelacak keberadaan si Morgan secepatnya. Tapi gue minta bayaran sebagai detektif. Gimana?"
"Hmmm... dasar mata duitan,"olokku."Emang loe mau minta bayaran berapa?"tawarku.
"Lima ratus ribu."
"Gila loe! Loe mau ngerampok gue?"aku bersungut-sungut mendengar permintaannya.
Tito terbahak mendengar makianku.
"Kalau begitu tiga ratus ribu. Gimana?"tawarnya kemudian.
"Nggak! Biar gue aja yang nyariin si Morgan,"aku berlalu dari samping Tito dengan hati kesal.
"Bella! Tungguin dong!"teriak Tito seraya mengejar langkahku."Oke deh, gue nggak akan minta bayaran."
Aku menghentikan langkah begitu mendengar ucapannya.
"Bener loe nggak minta bayaran?"tanyaku ingin memastikan.
"Iya,"sahutnya seraya mengatur nafasnya yang terengah-engah usai mengejar langkahku.
Aku tersenyum.
"Nah, gitu dong...."
********

Penelusuran Tito selama seminggu akhirnya membuahkan hasil juga. Setelah melakukan wawancara dengan para alumnus sekolah kami, akhirnya kami berhasil melacak keberadaan Morgan.Alamat rumah juga kampusnya telah kami ketahui. Dan siang ini aku dan Tito mulai melakukan misi utama kami sepulang sekolah.
"Bener ini rumahnya?"gumamku seraya mengamati sebuah rumah berlantai dua. Lumayan juga rumahnya, batinku.
Beberapa saat kemudian pintu gerbang terbuka dan munculah seorang asisten rumah tangga.
"Kalian cari siapa?"tegurnya seraya mengamati perawakan kami dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kami mau cari Morgan. Apa dia ada?"tanyaku cepat.
"Oh, Mas Morgan lagi kuliah. Paling sebentar lagi juga pulang,"jawabnya."Kalau kalian mau nunggu silakan."
Aku dan Tito memutuskan untuk menunggu Morgan pulang. Sekalian mencari minum gratis. Dan setengah jam kemudian seorang cowok berjaket cokelat datang. Dialah Morgan.
Aku menjelaskan maksud kedatangan kami sesingkat mungkin namun jelas.
"Aku emang sempat mengenalnya tapi nggak lama. Mungkin sekitar sebulan. Dan aku nggak tahu kenapa tiba-tiba dia menghilang. Mungkin dia pindah sekolah,"tutur Morgan saat aku menanyakan tentang Di.
"Saat itu dia sakit,"jelasku."Dan dia tahu umurnya nggak lama lagi, maka dari itu dia mengundurkan diri dari sekolah. Dan dia sempat menuliskan perasaannya dalam buku diary yang dia selipkan di rak perpus sekolah,"imbuhku lagi.
Aku mengambil diary milik Di dan menyerahkannya pada Morgan.
"Dia menyukaimu, tapi karena dia sadar nggak mungkin hidup lebih lama lagi dia hanya bisa menuliskan perasaannya dibuku itu,"ucapku.
Morgan tampak kaget mendengar keteranganku. Dia tersenyum tipis.
"Hanya karena ini kalian datang jauh-jauh menemuiku?"tanyanya."Kurasa dia salah paham dengan sikapku. Aku hanya menganggapnya sebagai teman, nggak lebih. Saat melihatnya di perpus aku bisa menilai gadis itu sangat pendiam dan mungkin saja dia nggak punya teman. Karena itu aku mencoba mengajaknya ngobrol. Aku nggak tahu kalau dia punya perasaan padaku,"ungkap Morgan seraya menerawang ke jalanan.
Aku dan Tito hanya tertegun mendengar penuturan Morgan. Jadi begini akhirnya hasil penelusuran kami? Morgan hanya menanggapi hal ini dengan dingin. Sama sekali tidak ada ketertarikan pada Di. Seolah pekerjaan kami sia-sia.
"Sebenarnya siapa nama cewek itu?"tanya Tito tiba-tiba.
"Diana,"sahut Morgan datar.
Kasihan gadis itu, batinku kecewa.
*********

"Nggak ke kantin Be?"tegur Tito sambil menepuk pundakku."Loe lagi ngelamun ya?"
Aku mendesah pelan.
"Gue ngerasa kecewa banget,To. Gue nggak bisa bayangin kalau gue jadi Di,"tandasku. "Seumur hidup dia belum pernah dicintai dan mencintai. Sekali jatuh cinta ternyata bertepuk sebelah tangan. Dan dia meninggal di usia muda," imbuhku lagi.
"Udahlah Be, jangan dipikirin. Nasib orang beda-beda. Mungkin sekarang Di udah bahagia di surga,"sahut Tito.
Aku tak menyahut karena masih larut dalam khayalan Di.
"Be,"sentak Tito kemudian."Kalau gue perhatiin akhir-akhir ini loe beda banget."
Aku sedikit heran mendengar kalimat Tito.
"Apanya yang beda? Gue masih sama kayak yang kemarin kok,"belaku.
"Nggak Be, loe beda semenjak dari rumah Morgan,"timpal Tito ngotot.
"Masa sih?"tanyaku penasaran.
"Ya,"tukasnya cepat."Tiba-tiba aja loe jadi pendiam dan gue perhatiin loe sering banget ngelamun. Dan lagi ngapain loe masih menyimpan diary itu di tas loe?"
"Loe tahu sendiri kan, Morgan nggak mau nyimpen diary itu..."
"Iya, tapi bukan berarti loe harus membawanya kemanapun loe pergi,"cetus Tito dengan nada kesal."Gue takut......"kalimat Tito mengambang.
"Takut apa?"
"Nggak, lupain aja,"sahut Tito cepat."Gue pergi ke kantin dulu."Tito buru-buru kabur dari hadapanku. Menyisakan tanda tanya besar dalam benakku. Tentang ketakutannya...
*******

Aku menatap sebuah cermin besar dihadapanku. Seraut wajah terlukis dengan samar disana. Wajahku. Namun entah kenapa aku merasa begitu asing dengan wajahku sendiri.
Benarkah ucapan Tito kemarin? Bahwa Di telah merasuki diriku? Semua kelakuan dan tingkahku bukan mencerminkan diriku yang biasanya.
Sesungguhnya aku merasa ada sesuatu yang aneh denganku. Aku merasa ada sebuah kekuatan misterius mengendalikan pikiran dan perbuatanku sehingga aku sering melakukan seseuatu diluar kebiasaanku.
Aku masih ingat, dua hari yang lalu aku mendatangi kampus Morgan. Aku sempat berbincang dengannya, namun aku tidak ingat sedikitpun dengan apa yang kubicarakan dengannya.
Sebenarnya apa yang terjadi denngan diriku? Benarkah Di telah merasuki diriku seperti ucapan Tito?
"Loe harus membuang diary itu jika ingin lepas dari Di,"ucap Tito kemarin. Ia bahkan hendak merebut benda itu dengan paksa dari tasku, tapi aku mempertahankannya mati-matian.
Aku tidak bisa membuang diary itu. Sayang jika benda itu dibuang begitu saja. Bukankah itu benda yang sangat berharga bagi Di. Diary itu adalah curahan hati Di. Perasaan Di tertumpah disana seluruhnya. Bagaimana aku bisa membuangnya begitu saja.
Di......
Siapa sebenarnya dirimu? Apa yang kau rasakan saat itu akupun bisa merasa. Hidup yang terlalu singkat, tanpa cinta tanpa harapan.
Namun aku yakin dimanapun kau berada saat ini, kau sudah mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah kau dapat dalam hidupmu.
Seraut wajahku nampak menyunggingkan senyum. Bukan, bukan aku yang sedang tersenyum. Tapi Di......
*******

Aku menatap ke arah kerumunan mahasiswa yang baru saja keluar dari gerbang kampus.
Mataku bergerak kesana kemari mencari sesosok tubuh seorang laki-laki. Padahal matahari bersinar terik memanggang kulit. Tapi tak sedikitpun menggoyahkan niatku.
Itu Morgan,batinku girang. Aku hendak berlari menghampirinya, namun saat aku hendak bergerak tiba-tiba saja ada seseorang yang menahan tubuhku.
"Kamu siapa?"gumamku kaget.
"Kamu? Sejak kapan loe nyebut kata kamu, bukan loe?"Tito tersenyum pahit."Sadar Be! Di udah menguasai diri loe. Loe harus membuang diary itu secepatnya."
Aku tertegun menatap Tito.
"To, Di bukan orang jahat, dia hanya ingin mengatakan perasaannya pada Morgan. Dan gue hanya ingin membantunya,"tandasku membela diri.
"Hanya membantunya?"ulang Tito dengan nada tinggi."Loe udah ngebiarin diri loe dikuasai olehnya, Be. Sadar Be, Di udah mati. Mati!"teriakan Tito menggema disekitar telingaku.
Aku tak bisa membalas.
Tito tiba-tiba merebut tasku secepat kilat. Aku tak sempat mencegahnya.
" Dimana benda itu, Be?"tanya Tito gusar. Ia telah memeriksa isi tasku dan tidak menemukan benda yang ia cari.
"Kenapa?"sahutku bertanya."Apa kamu nggak menemukan apa yang kamu cari?"aku melotot ke arahnya.
"Bella?????"
Aku tersenyum sinis. Menertawakan kebodohannya.
"Aku Di, bukan Bella,"
"Apa??"Tito nampak tercengang. "Be, sadar!"teriak Tito tiba-tiba dengan lantang. Tangan kanannya menyambar pipiku secepat kilat dua detik kemudian. Membuatku kaget dan terpaksa mundur beberapa langkah.
"Tito! Loe apa-apaan sih?"seruku kesakitan.
"Bella, ini loe kan?"desak Tito sambil mengguncang bahuku kuat-kuat."Sorry, gue cuman pingin nyadarin loe...."
Aku menepis tanganTito perlahan. Jadi Di menampakkan diri lagi melalui diriku?
*******

Nyala api mulai membakar lembar-lembar kertas ditanganku. Memburamkan goresan tinta diatasnya lantas mengubahnya menjadi lembaran-lembaran hitam.
Buku harian Di.....
Akhirnya aku sendiri yang memusnahkan benda itu. Meski aku sangat tidak ingin melakukannya tapi aku harus. Orang yang sudah pergi dari dunia sudah punya tempat sendiri di atas langit.
Pergilah Di......
Tuhan pasti sudah menyiapkan sebuah kebahagiaan untukmu. Dan kau tidak akan kekurangan cinta disana.
Panas! Kenapa seluruh tubuhku mendadak kepanasan? Seperti terbakar rasanya.
Aku menggeliat gusar.
"Bella, kamu ingin membakar kamarmu sendiri?!"
Aku tersadar oleh teriakan ayah. Seprei diatas tempat tidurku telah dilalap api seluruhnya. Nyaris mengenai tubuhku.
Untung saja ayah datang tepat pada waktunya. Kalau tidak......
Ayah bergegas menyeret tubuhku keluar lantas ia berlari ke kamar mandi untuk mengambil ember. Sementara aku hanya bisa tertegun menatapnya tanpa berbuat sesuatupun.
Di telah pergi. Bersama terbakarnya lembar-lembar buku harian miliknya. Selamat jalan Di.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar