Kamis, 06 November 2014

WHEN WEREWOLF FALLING IN LOVE

"Kenapa baru pulang?"
Shane menyambut kedatangan Samantha dengan pertanyaan.Cowok bermata cokelat nan teduh itu membentangkan daun pintu lebar-lebar untuk adik kesayangannya.
Samantha tak lantas menyahut.Hanya terbatuk kecil.Hawa dingin diluarlah yang membuat tenggorokannya sedikit bermasalah.Pipinya juga tampak beku.
"Harusnya kau menelpon biar aku menjemputmu.Lagipula jarak dari sini ke perpustakaan kan lumayan jauh,"ujar Shane sembari menutup pintu lantas menyusul langkah-langkah gontai Samantha.
"Sam!"
Gadis berambut ikal itu urung menaiki tangga.Ia berbalik dan menatap Shane demi teriakan Shane yang memanggil nama pendeknya.
Samantha mendesah, lalu...
"Aku lelah dan ingin istirahat"
Hanya baris kalimat itu yang meluncur pelan dari bibir tipis Samantha.Lantas kakinya meneruskan langkah yang sempat terhenti tadi.
Shane hanya tertegun usai menatap Samantha yang menghilang dibalik pintu kamarnya. Sesungguhnya cowok itu sangat mencemaskan keadaan Samantha. Terlebih setelah kejadian dua tahun silam.Dimana sebuah kecelakaan maut telah merenggut nyawa kedua orang tua mereka.Dan hanya Samantha yang selamat kala itu.Sedang Shane tidak ikut bersama mereka karena harus mengerjakan tugas dari sekolah bersama kawan-kawannya.
Samantha shock atas kejadian naas itu.Gadis itu benar-benar sangat terpukul harus kehilangan kedua orang tuanya saat ia masih berusia remaja.
Keceriaan dan senyum manis yang biasa menghias wajahnya perlahan memudar.Samantha yang semula hangat dan periang berubah menjadi pribadi pendiam dan tertutup.Sikapnya berubah dingin terhadap siapapun.Tak terkecuali pada Shane.
Gadis itu bisa seharian tinggal didalam kamar hanya untuk tidur dan membaca buku.Ia jarang bergaul dan nyaris tak pernah berbelanja seperti kebanyakan gadis lain.Tapi untungnya ia masih memiliki Shane yang dengan sabar dan setia merawat serta memperhatikan dirinya.Shane-lah pengganti ayah dan ibu bagi Samantha.Disamping perannya sebagai kakak tentunya.
Setiba dikamar,Samantha meletakkan tasnya diatas meja, melepas mantel dan langsung duduk terpekur ditepian tempat tidur.
Setumpuk buku diatas meja belajar menjadi pusat perhatiannya meski hanya sebentar.Lantas ia melepas kacamata minusnya dan meletakkannya diatas meja.Maka tampaklah wajah Samantha yang manis tanpa kacamata.
"Kau sudah makan?"
Tiba-tiba Shane menyeruak masuk kedalam kamar Samantha tanpa sepatah kata permisipun.Ditangannya terdapat nampan berisi makan malam dalam porsi tak banyak.
Nampan itu Shane letakkan diatas tempat tidur persis disamping tempat Samantha duduk.
"Apa kau baik-baik saja?"tanya Shane sembari memperhatikan raut wajah adiknya yang tampak sedikit beku.Ia menyibakkan rambut yang menutup sebagian dahi Samantha.
"Aku baik-baik saja,"sahut Samantha lirih.
"Kalau begitu makanlah.Jangan biarkan perutmu kosong.Udara diluar terlalu dingin,"ucap Shane penuh perhatian.
Samantha menuruti perintah kakaknya.Perlahan ia menyantap makanan yang disiapkan kakaknya.
Namun suara gemerisik diluar sedikit mengganggu ketenangan mereka berdua. Shane bangkit dan bergegas melihat keluar jendela diikuti oleh Samantha.
"Ada apa kak?" tanya Samantha yang berdiri dibelakang tubuh kakaknya.Namun Shane diam dan masih fokus untuk menajamkan penglihatannya keluar jendela.
Dibelakang rumah mereka memang banyak ditumbuhi semak belukar dan pepohonan.Kondisi disana sangat tidak terawat akhir-akhir ini karena Shane terlalu sibuk kuliah dan merawat Samantha.
Tiba-tiba sekelebat bayangan hitam melintas dari balik semak-semak.Tak begitu jelas wujudnya.Karena cahaya bulan terlalu redup dan tak cukup membantu penglihatan mereka berdua.
"Apa itu Kak?"bisik Samantha ketakutan.Kedua tangannya mencengkeram lengan sweater milik Shane.
"Aku juga tidak tahu,"sahut Shane.Cowok itu buru-buru menutup tirai dan menyuruh Samantha untuk kembali ketempatnya semula.
"Apa desas desus tentang manusia serigala itu benar?"bisik Samantha pelan.Tangannya masih mencengkeram lengan sweater kakaknya.
Shane menggeleng.
"Tidak ada bukti tentang itu,"sahutnya."Karena itu aku khawatir kalau kamu pulang malam dan sendirian."
Samantha tak menyahut.Ia mulai melepaskan tangannya perlahan.
"Habiskan makananmu dan pergilah tidur lebih awal,"suruh Shane beberapa saat kemudian.
Cowok itu mengusap kepala Samantha sebentar lantas pergi meninggalkan kamar Samantha....
$$$$$
Samantha segera menutup pintu loker miliknya seusai memasukkan beberapa buah buku disana.Gadis itu melirik sebentar kearah pemilik loker yang berada tepat disamping tubuhnya.Seseorang yang baru saja ia lihat pertama kali.
Cowok itu menoleh pada Samantha dan langsung mengembangkan senyum tipis untuk menyapa pada tetangga nya.Sedang Samantha tak membalas dengan sikap yang sama.
Setelah dua minggu tak ada empunya, akhirnya loker itu sekarang ada pemiliknya juga,batin Samantha .Meskipun cowok itu tak berkacamata seperti pemilik sebelumnya, namun ia pasti akan bernasib sama seperti dengannya.
Setiap siswa baru yang tampak lemah dan polos tidak akan luput dari ancaman Dean,cowok paling berkuasa disekolah ini.Cowok itu tidak akan segan-segan melakukan bullying pada siswa yang tampak menyebalkan dimatanya.Dan pemilik loker sebelumnya juga pindah karena tidak tahan dengan tekanan Dean.
"Hai.."
Samantha menoleh setelah mendengar sapaan halus dari tetangga barunya.
Cowok itu tampak tersenyum hangat.
"Namaku James.Tapi kau bisa memanggilku Jamie,"ucap cowok itu memperkenalkan diri.Sebelah tangan kanannya tampak mengulur kearah Samantha.
Gadis itu tertegun sebentar.Namun tangannya mulai bergerak perlahan untuk menyambut uluran tangan Jamie.
"Samantha,"balas gadis itu lirih.
"Oh..nama yang indah,"sahut Jamie seraya mengembangkan senyum termanisnya.
Namun disaat yang bersamaan seorang cowok bertubuh tinggi besar nan berambut merah datang dan mengacaukan perkenalan teman baru itu.
"Siapa anak baru ini?Apa dia mengganggumu?"tanya cowok itu kepada Samantha.
Dia adalah Dean.Satu-satunya cowok yang paling ditakuti disekolah ini.Tapi ia bersikap sangat baik kepada Samantha.Ia bahkan overprotective terhadap gadis itu.Karena secara tidak langsung kakak Samantha mempercayakan keselamatan gadis itu padanya.Shane melakukan hal itu dengan maksud ingin menjodohkan keduanya.
Namun Samantha hanya mendengus kesal.Gadis itu jengah dan membalikkan tubuhnya untuk menghindar dari situasi tersebut.
"Sam.."Dean berusaha mengejar langkah gadis yang ia sukai itu.
Tangan Dean mendarat dipundak Samantha dengan maksud mencegah langkah gadis itu.
Samantha menghentikan langkahnya juga.Karena terpaksa.Dean memaksa gadis itu untuk membalikkan tubuh.
"Kenapa bersikap sedingin ini padaku?"desak Dean dengan nada kesal.Matanya sedikit melotot.Jika orang lain yang bersikap sedingin ini padanya, Dean pasti tidak akan tinggal diam.
"Apa yang kau inginkan dariku?"Samantha membalasnya dengan pertanyaan pula.
"Aku ingin kau memperlakukanku sebaik mungkin.Karena aku kekasihmu Sam,"tandas Dean.Suaranya lebih rendah dari sebelumnya.
Samantha mendesah.Bukan dia yang menginginkan hubungan ini.Melainkan kakaknya.
"Apa dengan bersikap baik padamu, kau akan berhenti melakukan kebiasaan burukmu menyakiti anak-anak disekolah ini?"Samantha sedikit memicingkan matanya.
"Tentu,"sahut Dean cepat."Asal kau mencintaiku, aku akan melakukan semua keinginanmu,"tandas Dean tegas.
Samantha menatap tajam kearah Dean dengan kesal.Dean yang menyebalkan...
Gadis itu membalikkan tubuh dan bergegas melangkah menjauh dari hadapan Dean.
"Sam! Mau kemana?"teriak Dean.Langkahnya kini mulai menjajari Samantha.
"Ke perpustakaan,"jawab Samantha kesal.
"Kita harus bicara..."
"Aku sibuk..."
"Itulah yang membuat aku harus bersusah payah mengejarmu.Kau tahu itu?!"
Dean menghentikan gerakan sepatunya.Ia membiarkan gadis yang ia cintai berlalu pergi kearah perpustakaan sendirian...
$$$$$
Perpustakaan cukup sepi.Dan tenang.Hanya beberapa gelintir manusia yang tampak betah membaca disana.
Samantha bergerak menyusuri rak buku demi mencari buku yang diinginkannya.Gadis itu tampak sibuk sendiri, bahkan saat sahabatnya datang ia masih belum menyadarinya.
"Sedang mencari buku ini?"
Samantha sedikit kaget saat mendengar seseorang menegurnya.
Ed telah berdiri disampingnya seraya menunjuk sebuah buku berjudul Mitology kepada Samantha.
Samantha tertegun melihat judul buku yang dipegang sahabatnya sesama anggota perpustakaan.
"Bagaimana kau tahu?"gumam Samantha seraya serta merta merebut buku itu dari tangan Ed lantas dengan gerak lincah membuka-buka isinya.
Ed tersenyum tipis.
"Tentu saja aku tahu,"sahut Ed bangga."Apa kau juga penasaran mengenai desas desus manusia serigala itu?"tanya Ed serius.
"Hmm..."gumam Samantha bermaksud mengiyakan.Gadis itu sibuk dengan bacaannya setelah berpindah mencari tempat duduk disudut perpustakaan.
"Sejauh ini memang belum ada korban tapi ada saksi yang melihat manusia serigala itu berkeliaran dihutan.Entah orang itu bicara yang sebenarnya atau dia hanya membuat sensasi belum ada yang tahu pasti,"tutur Ed membahas tentang buku yang dibaca Samantha.Karena buku itu ada hubungannya dengan desas desus yang akhir-akhir ini berkembang dikota mereka.
Samantha belum menyahut.Gadis itu masih sibuk dengan bacaannya.
"Menurutmu bagaimana?"Ed bertanya kali ini.Tentang pendapat Samantha perihal manusia serigala itu.
Gadis itu menggeleng.Tanda tak punya pendapat apapun.
"Tapi makhluk jadi-jadian itu akan berubah wujud pada tanggal 14, 15, 16 kalender bulan.Dan akan mencapai puncak kekuatan magisnya pada malam 15 saat bulan purnama penuh.Saat itu ia akan mencari korban,"ucap Ed mengulang kalimat yang ia ingat dari buku.
"Apa makhluk itu benar-benar ada?"Samantha hanya bergumam pada dirinya sendiri tanpa bermaksud bertanya pada Ed.Semalam ia dan Shane juga melihat bayangan hitam dibelakang rumah mereka.Tapi bukan berarti bayangan hitam itu adalah manusia serigala kan?Bisa saja itu pencuri atau Nyonya Rossie,tetangga mereka yang aneh itu.
"Kau mau pulang sekarang?"tawar Ed beberapa saat kemudian.Karena hari sudah menjelang senja dan seharusnya mereka sudah pulang sejak tadi.
"Baiklah,"sahut Samantha.Gadis itu bangkit dari tempat duduknya lantas mengembalikan buku yang baru saja dibacanya ke rak semula.
"Harusnya kita makan burger dulu sebelum pulang,"tandas Ed.Kini keduanya melangkah berjajar keluar dari perpustakaan.
"Hentikan kebiasaan burukmu.Apa kau mau menjadi obesitas karena terlalu sering makan burger,"olok Samantha seraya menepuk pundak Ed.
Ed memang tak terlalu gemuk .Untuk ukuran tinggi dan berat badan,cowok itu masih dikatakan ideal.
Ed tertawa kecil mendapat pukulan dari sahabatnya.
"Aku hanya makan burger sekali seminggu..."
Langkah keduanya terhenti.Sosok Dean telah berdiri beberapa jengkal dari tempat mereka berada.
Tatapan mata Dean tajam.Dan Samantha sangat hafal pada tatapan mata itu.Cowok itu sedang kesal.Ia pasti cemburu pada Ed.Padahal sudah puluhan kali Samantha menyatakan jika dirinya dan Ed hanyalah sahabat.
"Aku pulang dulu Ed.Bye,"Samantha buru-buru pamit pada Ed.Tanpa menunggu balasan, ia pun segera menghampiri Dean lantas menyeret lengan cowok itu sebelum ia bertambah marah dan melakukan tindak kekerasan pada Ed.
"Berapa kali harus kukatakan jangan dekat-dekat dengan dia.Aku tidak suka Sam,"tegas Dean sesaat setelah Samantha melepaskan cekalan tangannya pada lengan Dean.Mereka telah sampai pada ditempat parkir.Persis disamping motor milik Dean.
"Aku dan Ed bersahabat.Berapa kali aku harus mengatakan itu,"balas Samantha mulai terpancing emosinya.
"Apa kau tidak merasakan jika dia menyukaimu?"tanya Dean.
Samantha tersenyum pahit.Kecemburuan Dean yang teramat sangat pada dirinya pasti sudah meracuni otaknya, batin Samantha.
"Naiklah,"suruh Dean kemudian.Cowok itu telah menaiki motornya."Shane pasti marah jika aku mengantarmu pulang terlambat."
$$$$$
"....seorang laki-laki ditemukan tewas di tepi hutan semalam dengan tubuh penuh luka.dugaan sementara menyebutkan ia dibunuh oleh binatang buas...."
Shane buru-buru mematikan radio mobilnya.Namun perbuatannya malah mengundang reaksi Samantha yang duduk disebelahnya.
Gadis itu menatap Shane yang kembali sibuk dengan kemudi.
"Apa itu perbuatan manusia serigala Kak?"tanya Samantha pelan.Gadis itu sedikit menyimpan rasa takut dalam dirinya mengingat ia dan Shane pernah melihat bayangan hitam dibelakang rumah mereka.
"Jangan berpikir macam-macam,"sentak Shane.Tampaknya ia enggan membahas perihal itu.
Samantha bergeming.Tak bertanya atau berkomentar apapun.Namun otaknya terus berpikir tentang berbagai kemungkinan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit akhirnya mobil yang mereka tumpangi tiba didepan sekolah Samantha.
"Hati-hati Sam!"teriak Shane manakala adik kesayangannya itu bergerak turun dari mobil.Gadis itu hanya menoleh lantas melanjutkan langkahnya menuju ke kelas.
Namun Samantha dikejutkan dengan pemandangan diruang loker.Dean tampak berbincang dengan Ed.Raut mukanya kesal dan mungkin saat ini ia sedang mengancam Ed.Pasti karena rasa cemburu yang berlebihan.
"Dean!"Samantha bergerak menghampiri Dean dan Ed.
Sontak Dean terkejut mendengar teriakan Samantha.Cowok itu buru-buru melepaskan kerah jaket yang membalut tubuh Ed.
Samantha hanya menatap tajam kearah Dean.Tanpa kalimat.Gadis itu sudah jenuh harus berbicara panjang lebar pada Dean tentang kebiasaan buruknya.Ia sudah terlalu dewasa untuk memahami ucapan Samantha.
"Pergilah Ed,"Samantha menoleh pada Ed dan menyuruhnya pergi.
Ed tergagap.Cowok itu berlalu pergi sesuai permintaan Samantha.
"Sam!"teriak Dean sembari menyentuh pundak gadis yang dicintainya itu.Karena Samantha hendak pergi dari hadapannya.
"Apa yang kau inginkan dariku?"tanya Samantha malas.Bahkan ia enggan untuk berbalik dan menatap wajah Dean.
"Cintamu,"sahut Dean cepat."Apa bisa?"
Samantha mendesah.
"Bagaimana jika tidak?"sahut Samantha memancing.Dengan nada kesal pula.
"Sam!"pekik Dean.Tangannya bergerak mencengkeram lengan Samantha kuat-kuat.
Kedua matanya melotot karena amarah tiba-tiba saja meluap didadanya.
Samantha mencoba berontak.Tapi tangan Dean terlalu kuat untuk dilawan.
"Lepaskan dia!"tegur seseorang yang melihat kejadian itu.Dean dan Samantha serempak menoleh karena terkejut.
Jamie?batin Samantha kager.Cowok itu adalah pemilik loker persis disebelah loker miliknya.
"Tidak adil rasanya memperlakukan seorang gadis seperti itu,"tandas Jamie kalem.
Dean melepaskan tangan Samantha sejurus kemudian.Cowok itu beralih menatap Jamie.
"Kau anak baru disini kan?"hardik Dean berupaya mengingat sosok itu."Kau belum mengenalku rupanya."
Jamie tersenyum.
"Maaf...aku memang belum mengenalmu,"tandas Jamie tenang.
Dean menyeringai.Sinis.
"Ini tanda perkenalan kita,"ucap Dean seraya melayangkan sebuah pukulan kearah Jamie.
Buk!
Jamie kaget dan mundur beberapa langkah kebelakang.Kontan saja semua yang berada ditempat itu beralih menatap mereka berdua.Termasuk Samantha.
"Dean!"jerit Samantha keras."Apa yang kau lakukan?"Gadis itu hendak menolong Jamie yang kini tengah sibuk mengusap darah yang keluar dari ujung bibirnya.Namun tangan Dean dengan cepat menyambar lengan Samantha dan menyeret gadis itu pergi dari ruang loker dengan paksa.
$$$$$
Dean hanya bisa menatap punggung Samantha tanpa pernah bisa menyentuhnya.Gadis itu tampak sedang memperhatikan keterangan dari guru mengenai bab partikel dan atom.Sementara Dean yang duduk persis dibelakangnya sama sekali tak bisa memusatkan perhatiannya.Karena pikirannya selalu tertuju pada gadis manis yang duduk membelakanginya itu.
Dean baru saja menyadari keegoisannya.Cowok itu menyesal telah menyakiti hati Samantha dengan menyakiti orang-orang disekitar gadis itu.Semua berawal dari kecemburuannya yang teramat sangat pada gadis itu. Ada apa denganku,batin Dean.Kepalanya yang sama sekali tidak gatal digaruknya berulang.Mengapa ia mencintai Samantha dengan cara yang begitu egois dan overprotective.
Uh..guru menyebalkan itu telah menutup sesi pelajaran tanpa mendapat perhatian dari Dean sama sekali.
Dan tiba-tiba saja teman-temannya sibuk membicarakan berita heboh semalam.Tentang seseorang yang tewas ditepi hutan dengan luka bekas cabikan binaang buas disekujur tubuhnya.Konon makhluk mistis manusia serigala-lah pelakunya.
Berita bohong apa lagi ini,batin Dean kesal.
Dean tak tahan lagi.Cowok itu berdiri dan langsung menghampiri tempat duduk Samantha.Ia menarik sebuah kursi dan duduk tepat dihadapan gadis itu.
Samantha yang tengah sibuk membereskan buku-bukunya terkejut dengan kedatangan Dean yang tiba-tiba itu.
"Maafkan aku..."ucap Dean lirih.Menunjukkan penyesalan atas kelakuannya selama ini.
Sementara itu Samantha tak menyahut dan pura-pura sibuk mengemasi buku-bukunya.
"Sam..."Dean meratap kali ini."Aku melakukan semua itu karena aku terlalu mencintaimu.Dan aku tidak mau kehilanganmu..."
"Kau egois dan kekanak-kanakan,"desis Samantha kesal."Itulah kenapa aku tidak pernah bisa menyukaimu.Mengerti?"tandasnya kesal.
"Aku tahu,"timpal Dean cepat."Aku janji aku akan merubah sifat burukku.Tapi jangan mengabaikanku Sam."
Samantha tak menyahut.Hanya menatap beku kearah Dean.Tampaknya ia sangat lelah menghadapi sosok Dean.Harusnya Shane-lah yang patut disalahkan atas semua ini.
"Kau mau pulang sekarang?"tanya Dean ketika Samantha bangkit dari kursinya."Atau kau mau ke perpustakaan?Aku bisa menunggumu sampai kau selesai,"tawar Dean tak seperti biasanya.
Samantha menggeleng pelan.
"Aku mau pulang.Aku lelah..."tandasnya lirih.
"Aku akan mengantarmu,"ucap Dean tangkas.
"Aku bisa pulang sendiri..."
"Tidak Sam,"sahut Dean cepat."Meski kita masih bersitegang,tapi aku tidak akan pernah membiarkanmu pulang sendirian.Apa kau tidak takut akan desas desus manusia serigala itu?"
Samantha mendengus.
"Ayolah Sam..."
"Aku lelah denganmu Dean,"ucap Samantha malas."Biarkan aku pulang sendiri."
"Tapi Sam..."
Dean berusaha mencegah kepergian gadis itu,tapi Samantha telah lebih dulu menghindar.
"Ed!"
Samantha berteriak memanggil Ed yang tepat saat itu lewat didepan kelas Samantha.
"Apa kau bisa mengantarku pulang?"pinta Samantha yang langsung disambut anggukan oleh Ed.
Sementara Dean tak bisa berbuat apapun kali ini.Ia telah berjanji akan merubah sikapnya pada Samantha.Tak mungkin ia mengingkari janjinya sendiri.
Ia hanya bisa membiarkan Samantha pulang diantar Ed...
$$$$$
"Darimana saja Sam?"
Sepasang mata milik Shane melotot tajam kearah Samantha yang baru saja melangkah masuk rumah.
Samantha terkejut mendapat teguran semacam itu dari kakaknya.Dan yang lebih tak menggembirakan adalah ada Dean disamping Shane.Apa yang ia lakukan disini,batin Samantha.
"Ini sudah malam,Sam.Dan kau tidak tahu betapa cemasnya aku dan Dean..."
"Bukankah aku sudah kembali dengan selamat,"tandas Samantha datar.Gadis itu hendak melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
"Sam..."Shane mencoba merendahkan suaranya kali ini."Aku harus pergi malam ini.Temanku mengalami kecelakaan dan aku harus menjenguknya dirumah sakit.Itulah kenapa aku menyuruh Dean kesini.Agar ia bisa menjagamu selama aku pergi,"tutur Shane mengungkapkan maksud kedatangan Dean.
Samantha membalikkan tubuh.Ia sedikit tak percaya mendengar ucapan kakaknya.
"Apa kakak yakin?"sentak Samantha."Apa dia tidak akan berbuat sesuatu padaku?"
"Sam..."kali ini Dean maju."Aku memang egois tapi aku tidak akan berbuat sesuatu padamu,"ucapnya berusaha meyakinkan Samantha.
Gadis itu melenguh.
"Siapa yang akan percaya,"gumamnya geram.
"Aku harus pergi sekarang,"potong Shane cepat.Cowok itu menyambar kunci mobil dari atas meja."Jaga dia baik-baik Dean..."
Shane menepuk pundak Dean sebelum pergi.Tampaknya ia sangat terburu-buru.
"Aku tidak tahu kenapa kakakku sangat mempercayaimu,"gumam Samantha.Lebih tepatnya menggerutu kesal.
Dean tak menyahut.Cowok itu mulai belajar untuk bersabar menghadapi Samantha.Terlebih setelah ia berbincang dengan Shane beberapa menit yang lalu.Menyinggung soal diri Samantha dan trauma yang dialami gadis itu.
"Kau mau makan?"tawar Dean kemudian.Bersikap manis."Aku bisa membuatkanmu sesuatu."
Samantha menggeleng malas.Gadis itu bergegas menaiki tangga.Sengaja menjauhkan diri dari Dean.
Samantha melepaskan jaket dari tubuhnya begitu tiba dikamar.Meletakkan tas dan melepas kacamata minusnya.
Beberapa jam terakhir ini ia dan Ed menghabiskan waktu berdua di perpustakaan.Membaca buku kegemaran masing-masing seraya sekali membahas berita-berita terhangat yang tengah mencuat akhir-akhir ini.
Gadis itu nyaris tertidur ketika mendengar ketukan dipintu kamarnya.Pasti Dean,batinnya kesal.
"Aku membuatkanmu makanan"ucap Dean yang tiba-tiba masuk meski belum mendapat persetujuan dari Samantha.
"Aku tahu ini bukan menu makan malam,tapi ibuku paling suka membuat omelet sosis keju untuk sarapan,"ucapnya seraya meletakkan nampan diatas meja.
"Aku tidak lapar,"sahut Samantha malas.
"Tapi kau harus makan Sam,"ucap Dean."Loh, kenapa jendelanya dibiarkan terbuka,"Dean bergerak menuju kearah jendela lantas menutup daun jendela begitu tahu keadaan itu.
Samantha bangkit juga dari tempat tidurnya.
"Kenapa kau tidak pulang saja,"gumamnya kemudian.Sembari menatap lurus kearah Dean.
"Sebaiknya kau makan dulu.Jika Shane sudah kembali aku akan pulang,"tandas Dean seraya membantu menyenduk makanan untuk Samantha.
"Aku tidak lapar Dean,"tolak Samantha.Namun Dean tak putus asa.Cowok itu memaksa Samantha untuk membuka mulutnya dan insiden itu terjadilah.
Ting!
Sendok ditangan Dean melayang dan jatuh kelantai seketika.Samantha menepis tangan Dean sampai sendok itu terbang di udara.
Dean sangat terkejut dan tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.
Sedang Samantha terdiam.Gadis itu hanya menatap Dean yang buru-buru mengambil sendok dari atas lantai dengan rasa bersalah.
Tapi Dean tidak marah.Cowok itu bergegas pergi kedapur dan mengambil sendok yang baru untuk Samantha.
Kali ini Samantha mengalah.Gadis itu mulai menyantap makan malam buatan Dean.Tanpa kalimat sepatahpun.Dean juga sama sekali tak berkomentar.
Piring dihadapan Samantha telah kosong beberapa menit kemudian.Dean merasa bahagia omelet sosis keju buatannya dilahap habis oleh Samantha.Tampaknya gadis itu menyukai masakannya.
"Lain kali aku akan membuatkan omelet sosis keju..."
Ucapan Dean terhenti.Dari kejauhan malam terdengar suara binatang buas.Mirip dalam film horor.Menakutkan sekaligus menyayat hati.
Samantha terkesiap.Gadis itu mencengkeram lengan Dean dengan gerak refleks.Seperti yang pernah ia lakukan pada Shane.
Entahlah...Suara itu sangat mencekam buatnya.Tiba-tiba ia teringat akan buku yang ia baca kemarin tentang manusia serigala.Konon makhluk itu semula adalah manusia yang dikutuk oleh penyihir jahat.Dan setiap bulan muncul, ia akan mengalami perubahan fisik secara bertahap.Sampai ia mencapai wujud sempurna sebagai manusia serigala pada malam bulan purnama penuh.Dan betapa tersiksanya manusia yang mengalami hal itu.
"Sam..."
Dean menepuk-nepuk punggung Samantha.Mencoba menyadarkan gadis itu dari ketakutannya.
"Kau baik-baik saja?"tanya Dean seraya mengamati raut wajah Samantha yang tampak pucat.
Samantha tersadar dan langsung melepaskan cekalan tangannya pada Dean.
"Aku baik-baik saja,"gumamnya lirih.
"Benarkah?"Dean tampak tak percaya pada ucapan Samantha.
Gadis itu menggumam lirih.Tak jelas.
"Kau mau tidur sekarang?"tanya Dean beberapa saat kemudian."Aku akan berjaga dibawah."
Samantha setuju dan Dean meninggalkan kamar gadis itu setelah memastikan kondisi Samantha baik-baik saja.
Malam bergulir kian larut dan Samantha menjadi semakin gelisah dalam tidurnya.Kebiasaannya bermimpi buruk datang lagi malam ini.Nafasnya seperti tercekik.Sementara diluar sana suara lolongan binatang buas itu kembali terdengar,menembus mimpi buruk Samantha.
Owhh...
Samantha terbangun dari tidurnya tiba-tiba.Nafasnya tersengal-sengal.Seperti habis berlari jauh.Gadis iti bersimbah keringat dingin.
Malam ini terasa sangat mencekam.Tak seperti malam sebelumnya.Apa suara binatang buas dan buku mitology itu telah menghantui pikirannya sampai-sampai tembus dalam mimpi seperti ini.
Samantha bergerak turun dari tempat tidurnya lantas melangkah kearah jendela.Gadis itu membuka daun jendela perlahan.Agar udara dingin masuk kedalam kamarnya yang terasa gerah.
Gadis itu kaget setengah mati.Bahkan untuk membuka matapun ia terlalu takut.
"Ada apa Sam?!"
Dean menghambur cepat kedalam kamar itu dan mendapati Samantha berdiri kaku didepan jendela seraya memegangi kedua telinganya rapat-rapat.Sedang kedua matanya terpejam.Gadis itu tampak sangat ketakutan.
"Sam!"
Dean mengguncang kedua bahu gadisnya kuat-kuat untuk menyadarkannya.
Samantha membuka kedua matanya dan mendapati Dean telah berada dihadapannya.Tubuhnya masih gemetar,bahkan saat ia menjatuhkan diri ke pelukan Dean.Gadis itu terisak pelan.
Sementara Dean hanya bisa menepuk-nepuk punggung Samantha tanpa bertanya.Untuk saat ini Samantha pasti tidak bisa ditanya.Maka ia hanya perlu menenangkan gadis itu sampai rasa takutnya benar-benar hilang.
$$$$$
Shane tampak terkejut begitu tiba dirumah dan mendapati Dean keluar dari kamar Samantha sepagi ini.
"Apa yang kau lakukan pada adikku?"
Sepasang mata milik Shane melotot kearah Dean yang juga sama terkejut melihat kepulangan Shane.
Cowok itu nyaris mencekal kerah jaket milik Dean jika saja Samantha tidak muncul tiba-tiba.
"Semalam Samantha ketakutan dan aku tidak tahu apa penyebabnya,"ungkap Dean singkat.
Mata Shane beralih kepada Samantha.Cowok itu beralih mendekati adiknya.
"Apa yang terjadi semala?Kau mimpi buruk lagi?"tanya Shane mencecar.Cepat.
Shane sangat hafal kebiasaan adiknya.Jika ia bermimpi buruk atau takut terhadap sesuatu ia pasti akan minta ditemani.
"Sam..."tegur Shane melihat adiknya yang malah tertegun sendirian.
Samantha menggeleng lambat.Namun matanya menerawang kosong.
Shane mendesah.Samantha tidak akan mudah menceritakan apa yang menimpa dirinya.Gadis itu lebih memilih menyimpan perasaannya sendirian.Padahal akhir-akhir ini Samantha baik-baik saja dan tidak ada keluhan berarti tentangnya.
"Bicaralah Sam,"paksa Shane mulai tak sabar."Aku tidak bisa menolongmu kalau kau diam seperti ini."
Samantha menatap kakaknya lekat-lekat.Sepasang mata gadis itu mulai berkaca-kaca.
"Aku...aku melihat makhluk itu,"ucap Samantha terbata.Masih ada sedikit rasa takut menyelimuti dirinya.
"Apa?!"pekik Dean dan Shane serentak.
"Makhluk apa maksudmu?"tanya Shane penasaran.
Samantha memejamkan mata sebentar.Masih terlukis jelas di benaknya sekelebat bayangan berwajah seram dan berbulu lebat itu.Oh...makhluk itu benar-benar manusia serigala seperti dalam buku mitology yang ditunjukkan Ed padanya.
Tangis Samantha pecah.Shane buru-buru merangkul tubuh gadis itu.Menyesali semua yang telah dilihat adiknya semalam.Padahal Samantha tidak serapuh ini sebelumnya.
"Aku takut dia akan membunuhku..."gumam Samantha tak begitu jelas.
Shane mengusap rambut adiknya perlahan dengan maksud menenangkan hati gadis itu.
Shane memberi isyarat pada Dean agar cowok itu pulang beberapa saat kemudian.Sementara ia menenangkan hati Samantha...
$$$$$
"Kau baik-baik saja?"
Teguran itu terdengar bersamaan dengan tepukan pelan yang mendarat dipundak Samantha.
Gadis itu spontan menoleh dan mengangguk pelan.Rupanya Jamie,si tetangga lokernya yang telah menegur Samantha.
Kepalanya memang sempat berputar tadi untuk beberapa detik lamanya,tapi Samantha masih baik-baik saja.
"Benar kau baik-baik saja?"ulang Jamie tak yakin.Bola matanya bergerak menelusuri wajah Samantha yang tampak pucat.Beku.
Sekali lagi Samantha mengangguk.Lantas gadis itu buru-buru menutup laci lokernya.
"Sam..."
Samantha dan Jamie serempak menoleh.Dan Dean telah berdiri dibelakang mereka dengan sorot mata aneh.
"Apa kau sakit?"tanya Dean tanpa mempedulikan Jamie yang berada disebelah Samantha.Cowok itu hanya fokus pada Samantha saja.
Samantha menepis tangan Dean yang mencoba menyentuh pipinya.
"Aku baik-baik saja,"ucap Samantha lirih.
"Kau sakit Sam,"tandas Dean yang seolah-olah tahu bagaimana kondisi gadis itu."Aku antar pulang sekarang."
"Aku ingin ke perpustakaan Dean..."
Dean menghela nafas panjang.
"Kau perlu istirahat,Sam.Untuk apa kau pergi ke tempat itu?Apa kau ingin menemui cowok itu lagi?Bukankah sudah aku katakan aku tidak suka kau dekat-dekat dengannya."
Samantha mendengus kesal.
"Sampai kau akan berhenti mencemburuiku hah?"tanya Samantha kesal."Aku hanya ingin pergi ke perpustakaan bukan ke tempat lain.Apa kau perlu sekhawatir itu?"
Jamie yang menyaksikan perdebatan itu perlahan mengundurkan diri dari ruang loker.Cowok itu merasa canggung jika harus melihat pertengkaran sepasang kekasih.
"Apa kau tidak tahu betapa lelahnya aku menghadapi sikapmu yang overprotective itu.Aku muak Dean.Sebaiknya kita mengakhiri semuanya sampai disini,"tandas Samantha mengejutkan.
Dean kaget.Cowok itu langsung shock mendengar keputusan Samantha.
"Tapi aku melakukan semua itu karena aku terlalu menyayangimu Sam.Karena kau adalah cinta pertamaku dan aku tidak rela jika kau dekat-dekat dengan cowok lain,sementara kau lebih mementingkan sahabatmu ketimbang aku,"tandas Dean berusaha mencari perhatian Samantha.
Samantha hanya bisa tersenyum pahit.
"Karena kau sangat menyebalkan,"gerutu Samantha kesal.Gadis itu melangkah meninggalkan Dean yang kini hanya bisa tertegun menatapnya.
"Sam tunggu!Aku akan mengantarmu pulang!"teriak Dean seraya menyusul langkah-langkah kecil Samantha.
$$$$$
Tubuh Samantha gemetar.Kepalanya juga terasa ikut berputar.Seperti berdiri dalam batas antara alam nyata dan mimpi.Berita yang baru saja didengarnya seperti kilatan petir yang menyambar telinganya bertubi-tubi.
Ed telah menjadi korban keganasan makhluk buas entah manusia serigala jadi-jadian atau apalah itu semalam.
Seluruh penghuni sekolah sudah mengetahuinya karena berita menghebohkan semacam itu pasti akan cepat menyebar seperti wabah virus mematikan.Dan Samantha-lah yang paling bersedih atas berita itu.Karena Ed-lah satu-satunya sahabat yang ia miliki.Ed-lah yang selalu mengajaknya bicara dan berdiskusi disaat gadis itu diam dan tidak ingin bicara dengan siapapun.Ed-lah yang paling memahami dan mengerti bagaimana Samantha sebenarnya.
Tidak,batin Samantha.Ed tidak boleh mati,jerit batinnya menangis.Saat ini Samantha tengah meluncur kerumah sakit dimana Ed dirawat.Yang ia dengar keadaan Ed kritis.Oh Tuhan,selamatkan dia...
Kaki-kaki Samantha berlari menyusuri koridor rumah sakit.Hatinya cemas bercampur takut.Mulutnya tak henti mengucapkan doa demi keselamatan Ed.
Dua orang polisi yang berjaga diluar kamar Ed, mencegah langkah Samantha .Siapapun tidak boleh masuk,kecuali dokter dan suster yang menangani pasien begitu ucap salah satu dari mereka.
Meski Samantha bersikeras mencoba menerobos masuk,tapi tetap saja gagal.Polisi itu teguh pada tugasnya dan tidak bisa diganggu gugat.
Samantha terduduk lemas Air matanya sudah meleleh sejak tiba dirumah sakit.Bagaimana keadaan Ed?Apa ia bisa diselamatkan?Siapapun juga selamatkan Ed...
"Samantha?"
Gadis itu mendongak dan mendapati Dean mengulurkan tangannya.Samantha mencoba berdiri dengan bantuan Dean.
"Kau baik-baik saja?"tanya Dean seraya mengusap air mata yang telah membasahi pipi gadisnya.
Samantha hanya menggumam.Tak jelas.
"Dia koma,"ungkap Dean memberitahu kondisi Ed.Seperti informasi yang ia dapat dari seorang perawat yang kebetulan ia temui di lorong rumah sakit.
"Tubuhnya penuh luka cabikan binatang buas.Polisi belum tahu binatang apa yang menyerangnya semalam,"beritahu Dean kemudian.
"Tapi dia akan selamat kan?Dia tidak akan mati kan?"cecar Samantha seperti panik.Gadis itu mirip orang linglung.
Dean tak tahan lagi melihat gadisnya.Ia tampak kacau seperti itu.Ia meraih pundak gadis itu dan membiarkan air mata Samantha tumpah didadanya.
"Aku tidak tahu Sam,"gumam Dean seraya mengusap punggung Samantha.
Tiba-tiba Samantha mendorong tubuh Dean dengan kasar.Sikapnya aneh.Ia bahkan telah berhenti menangis.
"Atau jangan-jangan kau adalah manusia serigala itu?"desak Samantha mengejutkan."Bukankah kau adalah orang yang punya alasan kuat untuk membunuh Ed.Karena kau membenci Ed.Kau adalah manusia serigala itu kan?!"teriak Samantha keras sehingga kedua orang polisi serta orang-orang yang kebetulan lewat menatap aneh pada Samantha.
"Apa kau sudah gila?!"Dean balas berteriak.Cowok itu merasa canggung pada orang-orang disekitarnya,karena Samantha menuduhnya seorang manusia serigala."Sadar Sam!"kedua tangan Dean mengguncang tubuh Samantha.
"Apa aku tampak seperti makhluk jadi-jadian?"tanya Dean sejurus kemudian.Sepasang matanya mengarah tajam pada Samantha.
Samantha tak berkutik mendapat tatapan seperti itu.Ia hanya menuduh secara asal pada Dean.Karena emosi dan kesedihannya terlampau dalam.
Samantha luluh.Ia pernah kehilangan kedua orang tuanya dan sekarang ia tak mau kehilangan sahabat terbaiknya...
$$$$$
Samantha gelisah diatas tempat tidur.Sesekali ia menatap kearah jendela yang tertutup rapat.Ia masih ingat betul makhluk yang ia lihat dua malam lalu.Makhluk itu berwajah seram mirip binatang anjing,mungkin serigala.Berbulu hitam lebat tapi ia berjalan layaknya manusia biasa.
Ah...ingatannya beralih pada Ed.Padahal Ed-lah yang paling antusias mencari informasi tentang makhluk itu,tapi justru ia yang menjadi korbannya.
Konon makhluk itu mencari korban hanya pada malam 15 kalender bulan,tapi bukankah beberapa malam yang lalu juga ada korban yang jatuh,batinnya menerawang.
Kasihan Ed,bahkan sampai saat ini ia belum sadarkan diri.
"Samantha!"
Suara Shane terdengar keras memecah keheningan malam.Nadanya seperti panik.Samantha bergegas turun dari tempat tidur lantas berlari keluar.
Gadis itu nyaris terloncat karena terkejut melihat siapa yang sedang terkapar dilantai ruang tamu.
Ya Tuhan,Dean!pekiknya kuat-kuat seraya menghambur kearah Shane yang berusaha menolong Dean yang telah bersimbah darah.Tubuhnya penuh luka bekas cabikan binatang buas.
"Cepat panggil ambulans!"teriak Shane panik.
Untuk beberapa detik Samantha tertegun namun ia segera menuruti perintah kakaknya.
"Dia datang dan langsung jatuh pingsan,"tutur Shane menceritakan kejadian yang sebenarnya.
"Bangun Dean,"Samantha sudah terisak disamping tubuh Dean.Ia mengguncang tubuh cowok itu pelan.
Tak lama kemudian ambulans datang dan Dean segera dilarikan kerumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan.
"Dia bodoh,kenapa tidak langsung pergi kerumah sakit.Kenapa malah kesini,"gumam Shane sedih.Cowok itu mendekap tubuh adiknya yang tak henti menangis menanti ruang ICU terbuka.
Kemarin Ed,sekarang Dean,lantas besok siapa lagi,keluh Samantha,Kenapa orang-orang yang dekat dengannya menjadi korban.Aku telah salah menuduh Dean sebagai makhluk itu,batin Samantha menyesal.
Dokter keluar satu jam kemudian dan mengabarkan kondisi Dean yang kritis.Ia masih belum sadar.Namun luka yang yang dideritanya tak separah Ed Dan kemungkinan selamat masih diatas 70 persen.
Samantha hanya bisa tertegun disamping tubuh Dean yang terbalut perban disana sini.Selang infus menancap ditubuhnya.
Pasti dia sangat kesakitan sekarang,batin Samantha sedih.Gadis itu hanya bisa menggenggam jemari Dean yang sama sekali tak bergerak.Biasanya tangan itu yang mencengkeram lengannya saat ia hendak pergi dari hadapan Dean.Tapi tangan itu lemah tak berdaya sekarang.
Dean yang suka cemburu berlebihan padanya,yang selalu overprotective dan melarangnya bergaul dengan cowok-cowok disekolah.Tanpa disadari Samantha, gadis itu mulai rindu dengan perlakuan-perlakuan Dean seperti itu.Ia merasa nyaman saat diperlakukan istimewa oleh Dean...
Tanpa sadar Samantha tertidur pulas disamping tubuh Dean.Sedang tangannya masih menggenggam jemari Dean.
Sementara Shane hanya bisa mengelus rambut ikal milik adiknya seraya berdoa untuk kesembuhan Dean...
$$$$$
"Sam..."
Seperti ada yang sedang memanggilku,batin Samantha.Tapi siapa? Kenapa suaranya begitu lemah?Suara itu terdengar kembali beberapa detik kemudian,barulah Samantha tersadar dari tidurnya.
Gadis itu terjaga.Ia baru sadar jika masih menggenggam tangan Dean,tapi sepertinya keadaan berbalik sekarang.Tangan itulah yang kini menggenggam jemari Samantha.
"Kau sudah sadar?"bisik Samantha sembari menatap wajah Dean.
Dean tampak tersenyum meski wajahnya masih tampak pucat.
"Syukurlah,"ucap Samantha langsung memeluk tubuh Dean seketika.
"Aww...sakit Sam,"rintih Dean.
"Maaf,"ucap Samantha seraya melepaskan tubuh Dean.Gadis itu sudah tak menunjukkan kesedihannya lagi.
"Aku senang kau ada disini saat aku terbangun,"ucap Dean bahagia.Akhirnya ia tahu sekarang bagaimana perasaan Samantha terhadap dirinya.Gadis rapuh itu ternyata mencintainya!
"Sebenarnya apa yang terjadi semalam?"tiba-tiba Shane menengahi drama kecil itu.Ia penasaran dengan kejadian yang menimpa Dean.
Dean menceritakan apa yang dialaminya semalam.Saat itu ia baru saja mengantar Samantha pulang kerumah.Dan saat ia meluncurkan motornya,tiba-tiba ia diserang oleh sesosok aneh mirip manusia serigala seperti yang digambarkan Samantha pagi itu.Tubuhnya besar dan berbulu lebat.Wajahnya mirip anjing,mungkin serigala.Bertaring dan berkuku panjang.Namun ia berjalan tegak layaknya manusia dan ia berekor.
Yeah,dia sempurna untuk dikatakan sebagai manusia serigala.Namun samar-samar masih terlihat wajah manusia pada dirinya.Mungkin saat itu bukan lagi tanggal 15 kalender bulan.Jadi wujudnya tidak sempurna sebagai manusia serigala.
"Jadi makhluk itu benar-benar ada,"gumam Shane lirih.Akhirnya ia percaya,meskipun pada awalnya ia sempat ragu.Dan ia bersyukur Dean selamat.Tapi makhluk itu masih menjadi ancaman yang sangat menakutkan bagi siapa saja selama ia masih berkeliaran ditempat itu.
$$$$$
Samantha terkantuk-kantuk disamping Shane yang tengah sibuk memegang kemudi usai menjaga Dean seharian ini.
Gadis itu kaget dan nyaris terlompat dari jok andai saja ia tidak memasang seat belt ditubuhnya.Karena tiba-tiba Shane menginjak rem.
"Ada apa Kak?"tanya Samantha bingung.Ia menoleh dan mendapati Shane menatap panik kedepan mobil mereka.
Ya Tuhan!pekik Samantha terkesiap.Didepan mobil mereka tampak sosok aneh itu.Manusia serigala!
Makhluk itu berdiri mengawasi Shane dan Samantha dengan tatapan tajam penuh dendam dan amarah.Namun makhluk itu tak seseram malam sebelumnya.Bulu-bulu diwajah dan tangannya tak setebal biasanya.Bahkan ia lebih mirip manusia ketimbang makhluk jadi-jadian itu.
Peristiwa itu terjadi hanya beberapa detik lamanya.Entah kenapa tiba-tiba makhluk itu pergi hanya dengan satu kejapan mata saja.
"Kemana dia?"gumam Shane celingak celinguk mencari makhluk itu.
"Ayo pergi Kak!"teriak Samantha yang sudah ketakutan setengah mati.
Shane segera menginjak pedal gas sesuai dorongan Samantha.Berharap makhluk itu tidak mengejar.
Begitu sampai didepan rumah mereka 20 menit kemudian,mereka bisa bernafas lega.Makhluk itu tidak menunjukkan tanda-tanda menguntit mobil yang mereka tumpangi.
"Cepat masuk dan kunci semua pintu dan jendela,"perintah Shane sembari mematikan mesin mobil sebelum turun.
Samantha mengangguk cepat.Gadis utu mengikuti perintah kakaknya.
"Aaarrrggghh!"
Samantha terperangah.Suara Shane begitu keras terdengar dan menyakitkan di telinganya.Samantha menoleh dan mendapati kakaknya tengah mengerang kesakitan.Jaket yang dikenakannya tampak robek pada bagian pundak dan mengeluarkan darah!
Manuasia serigala itu telah menyerangnya dengan tiba-tiba persis saat Shane keluar dari mobil.
"Kak!"
Teriakan Samantha lantang.Dan itu malah memancing reaksi manusia serigala itu untuk mengarahkan matanya kepada Samantha.
Samantha gusar.Rautnya pucat.Makhluk itu kini beralih mendekatinya setelah memastikan Shane telah roboh ketanah.
Samantha gemetar ketakutan.Gadis itu terpojok pada tembok pagar sekarang.Sementara manusia serigala itu kian mendekat padanya.
Nafas Samantha terasa kian sesak.Bahkan untuk bergerakpun ia sudah tak bisa.Tubuhnya seperti membeku karena terbelenggu rasa takut.
Makhluk itu kian mendekat.Ia mencondongkan wajah seramnya ke wajah Samantha yang sudah memutih karena pucat.Bahkan jarak tubuh mereka nyaris lekat sekarang.
Samantha terdiam.Nyaris tak bernafas saat sepasang mata merah milik manusia serigala itu menelusuri wajah Samantha dengan beringas.Seakan siap mencabik-cabik wajah manis dihadapannya.
Nafasnya yang panas berhembus kewajah Samantha.
Oh Tuhan,jika aku mati karena makhluk ini sekarang juga,lakukanlah...doa Samantha pasrah dengan mata terpejam.
Tapi untuk beberapa sekian detik makhluk itu diam tanpa berbuat sesuatu yang menyakiti Samantha sama sekali.
Gadis itu heran dan segera membuka matanya.Ketakutan yang menyelimuti dirinya semakin menjadi saat jemari berbulu hitam serta berkuku panjang itu mulai membelai rambutnya yang tergerai lepas.
"Sam..."gumam makhluk itu dengan suara berat membuat Samantha terhenyak kaget.
Gadis itu meneliti seraut wajah menyeramkan dihadapannya.Mencoba menelusuri wajah itu dalam wajah manusia.Ia berusaha mengingat siapa-siapa saja temannya yang paling mirip dengan makhluk itu.Tapi ia tak berhasil.
"Si..siapa kau?"gumam Samantha terbata.Masih dalam ketakutan.
"Hentikan semua perbuatanmu Ron!"
Sebuah teriakan menghentikan semuanya.Samantha menoleh dan mendapati Jamie sedang membawa senapan yang mengarah ketubuh manusia serigala itu.Namun gadis itu beralih lagi menatap makhluk dihadapannya.
"Ron??"ulangnya tak percaya.Ron adalah tetangga lokernya yang telah pindah beberapa minggu lalu.Gadis itu semakin tak mengerti dengan semua misteri ini.
"Dia adalah sepupuku,Sam,"ungkap Jamie sembari mendekat.Namun ia berhenti pada satu titik dan menjaga jarak aman dari makhluk jadi-jadian yang ternyata adalah Ron itu.
"Apa?"gumam Samantha kaget.
"Jangan gila Ron!"teriak Jamie kembali.Samantha baru menyadari jika Ron yang masih berwujud manusia setengah serigala itu hendak menciumnya.Namun tangan Samantha segera mendorong tubuh makhluk yang ternyata berkali-kali lipat tenaganya itu sehingga Samantha tak bisa mencegahnya.
Bang!
Satu tembakan lepas keudara.Jamie memperingatkan Ron agar tidak bertindak lebih jauh lagi pada Samantha.Dan berhasil.
"Dia tidak pernah mencintaimu Ron,"tandas Jamie kemudian."Kamu hanya salah satu orang yang menyukai Samantha.Dan tolong hentikan perbuatanmu menyakiti semua orang didekat Samantha hanya karena keegoisanmu.Aku tahu kau terluka atas tindakan Dean padamu,dan kekecewaanmu pada Ed yang lebih akrab dengan Samantha. Tapi kakak Samantha tidak bersalah,Samantha juga,"tutur Jamie panjang.Mencoba membuka pikiran sadar Ron dalam wujud mengerikan itu.Semoga sisi manusia masih melekat pada dirinya.
Samantha mengerti.Misteri itu terkuak separuh sekarang.
"Ron dan aku adalah bagian dari kutukan itu Sam,"ungkap Jamie beberapa saat kemudian."Semula aku datang untuk membalaskan sakit hati Ron pada Dean.Tapi setelah melihatmu aku berpikir ulang tentang rencana kami.Kau begitu polos dan aku bisa melihat sisi kelam hidupmu.Dan aku mengurungkan niatku setelah tahu kalau Dean benar-benar mencintaimu,"lanjut Jamie mengungkap rahasianya.
Samantha hanya bisa tercengang mendengar mendengar pengakuan Jamie.Ini benar-benar mengejutkan sekaligus membingungkan baginya.
Tiba-tiba saja manusia setengah serigala itu mengalami perubahan wujud secara dramatis.Bulu-bulu diwajahnya menghilang perlahan,juga ditangannya. Dalam beberapa detik saja tampaklah Ron dihadapannya.Menggantikan sosok makhluk jadi-jadian itu.
"Ron..."bisik Samantha gemetar.Bayangan Ron yang super pendiam itu berkelebat dibenaknya.Ron yang setiap hari bertemu dengannya diruang loker dan hanya mengangguk pelan saat mereka berpapasan itu ternyata punya sisi yang mengerikan dalam dirinya.
"Maafkan aku Sam..."ucap Ron terbata.Lirih. Nyaris seperti gumaman.
"Tapi kenapa kau melakukan itu padaku Ron?"Samantha mulai terisak.Tangan kanannya memukul dada Ron dengan keras."Kenapa mesti menyakiti orang-orang disekitarku?Kenapa bukan aku saja yang kau bunuh?"sesal gadis itu.
"Maafkan aku Sam,"ulang Ron lagi."Saat itu aku tidak bisa mengendalikan sisi hewani dalam diriku.Aku bukanlah diriku saat aku berubah wujud.Dan itu sangat menyakitkan buatku,"ucap Ron terdengar memilukan.
Samantha tahu.Ia pernah membaa itu di buku.
"Ayo kita pergi Ron!"
Teriakan Jamie mengakhiri percakapan mereka.Cowok itu segera menyeret tubuh Ron pergi menjauh.
"Aku berjanji akan menghilang selamanya dari kehidupanmu!"
Teriakan Ron masih bisa didengar dengan jelas oleh Samantha.Kedua orang itu telah menghilang dibalik kegelapan malam dengan cepat.
Samantha lemas dan jatuh terduduk diatas tanah.Keningnya basah sementara wajahnya bersimbah air mata.Berbagai peristiwa muncul bergantian di ingatannya.Membuat gadis itu hanya bisa mengerang pilu.
"Kau baik-baik saja Sam?"
Samantha tersadar oleh teguran Shane.Cowok itu mengusap pipi adiknya yang basah.
"Hm,"gadis itu mengangguk."Kakak baik-baik saja?"ia ganti bertanya.
"Ya.Untungnya lukaku tidak terlalu parah."
"Tapi kita harus kerumah sakit sebelum luka itu terinfeksi..."
$$$$$

Kamis, 09 Oktober 2014

PERJODOHAN ROMANTIS


Maura masih tak bergerak. Gadis berseragam putih abu-abu itu bahkan tidak ingin menyentuh benda-benda dihadapannya. Koleksi novel terbaru yang terpajang rapi didalam rak toko buku. Padahal dirinyalah yang mengusulkan pada Radit untuk mampir di toko buku sepulang sekolah. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja gadis itu malah tidak bersemangat untuk mencari novel kesukaannya.
Maura menatap ke seberang. Pada cowok yang tengah sibuk melihat-lihat majalah otomotif. Seperti ada sesuatu yang ia lamunkan tentangnya. Cowok berkulit putih dan berpostur tinggi. Wajahnya lumayan tampan. Nyaris sempurna. Dialah Radit. Kekasih Maura.
Sebenarnya bukan keinginan Radit atau Maura sendiri mereka berpacaran seperti sekarang. Tapi karena mereka telah dijodohkan. Tepatnya semenjak tiga bulan yang lalu.
Kakek Radit dan Maura adalah sahabat baik sejak kecil. Saking baiknya hubungan mereka berdua, sampai-sampai suatu hari mereka sepakat untuk menjodohkan putra putri mereka kelak. Tapi sayangnya anak-anak mereka berjenis kelamin sama.Mereka terlahir sebagai laki-laki. Maka perjodohan itu batal terlaksana. Tapi rupanya mereka telah menyiapkan rencana cadangan. Yakni mereka sepakat untuk menjodohkan cucu-cucu mereka.
Hasilnya Maura dan Radit-lah korban dari kesepakatan yang sempat gagal itu. Tapi bukannya menentang, Maura malah menerima kesepakatan itu begitu saja. Tanpa syarat.
Alasannya?
Sejak pertama melihat Radit, Maura merasa langsung jatuh hati pada cowok itu. Selain penampilannya yang kalem dan tampak baik itu, ternyata Radit bersekolah di sekolah yang sama dengan Maura. Reputasi Radit di sekolah juga baik. Meski tak begitu populer dan prestasinya juga tidak menonjol, Radit termasuk siswa yang bersih. Tidak terlibat dengan kasus-kasus yang sering dialami siswa lain. Semisal bolos atau tawuran. Itulah kenapa Maura merasa Radit adalah cowok yang sesuai dengan tipenya.
Raditpun tampaknya menerima perjodohan itu tanpa pertentangan. Tapi Maura tidak tahu alasannya sama sekali tentang itu.

Kembali ke toko buku....
Maura masih menatap ke arah Radit. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cowok itu. Ia baik. Dan ia juga melakukan perannya sebagai pacar Maura. Mengantar jemput gadis itu ke sekolah atau kemana Maura ingin. Saat akhir pekan Radit juga kerap mengajak Maura jalan-jalan atau nonton bioskop. Tapi permasalahannya Radit melakukan semua itu seolah seperti sebuah kewajiban terhadap Maura. Tanpa ada perasaan gembira atau menikmati semua yang mereka lak
ukan berdua. Saat Radit mengajak Maura makan, bahkan nyaris tak ada obrolan sama sekali diantara keduanya. Radit hanya akan bicara jika Maura yang bertanya atau jika ia ingin mengajak Maura pulang.
Dan saat usai menonton film, tak ada pembahasan sama sekali tentang film yang baru saja mereka tonton. Dan yang lebih parah lagi, saat menonton film komedi sekalipun, Radit bahkan tidak tersenyum apalagi tertawa.
Cowok itu begitu dingin dan datar. Seolah tak punya ekspresi untuk menunjukkan suasana hatinya. Ia pendiam dan cenderung misterius. Maura tidak tahu apa yang cowok itu pikirkan saat mereka menghabiskan waktu bersama-sama.
Namun Maura pernah melihat Radit berkumpul bersama teman-temannya di sekolah. Maura melihat perbedaan yang mencolok dalam diri cowok itu. Radit yang selalu dingin berubah menjadi pribadi yang hangat dan menyenangkan. Bahkan ia sanggup tertawa lepas dan bercanda seperti manusia biasa lainnya.
Maura hampir-hampir tak mengenali Radit saat itu. Radit yang berada di ujung matanya dan Radit yang setiap hari menjemputnya kesekolah seperti dua pribadi yang berbeda jauh. Apa Radit bersikap sedingin itu hanya saat bersama Maura saja? Karena ia tak menyukai Maura?
Sebenarnya seperti apa pribadi Radit yang sebenarnya? Kenapa ia menjadi pribadi yang lain saat bersama Maura?
"Udah ketemu bukunya?"
Maura tergagap saat dipergoki oleh teguran Radit. Ia tidak menyangka jika Radit akan mengoyak lamunannya dengan cara seperti itu.
"Udah,"sahut Maura cepat. Gadis itu buru-buru menyambar sebuah novel persis dihadapannya dengan kecepatan super.
"Yuk pulang,"ajak Radit kemudian. Cowok itu bergegas melangkah menuju ke meja kasir.
Sementara Maura masih tegak di tempatnya berdiri. Ia baru menyadari kelakuan bodoh yang baru saja ia lakukan. Mengambil novel secara acak karena gugup adalah sebuah kesalahan terbodoh yang pernah ia lakukan.
Bagaimana tidak, Maura mengambil novel yang salah. Tidak seharusnya ia mengambil novel detective dihadapannya, tapi harusnya ia mengambil novel disebelahnya. Novel remaja bertema cinta.
Hufft.
Gadis itu buru-buru mengejar langkah Radit ke kasir.....

Mata pelajaran terakhir dibatalkan karena gurunya sedang sakit. Bagi para siswa ini adalah sebuah anugerah terindah karena mereka bisa bolos sekolah. Tapi ini sebuah dilema bagi Maura. Gadis itu bingung. Apa ia harus pulang kerumah sekarang ataukah ia akan rela menunggu selama dua jam sampai kelas Radit usai. Tapi jika ia harus menunggu Radit selama itu, apa ia tidak akan tampak seperti orang tolol?
"Nggak pulang Ra?"tegur Poppy, sahabat Maura yang kebetulan sebangku dan satu geng dengannya. Tampaknya Poppy melihat kebimbangan itu karena Maura masih belum beranjak dari bangkunya.
"Ya, aku juga mau pulang nih,"sahut Maura. Ia pura-pura sibuk mengemasi buku-bukunya.
"Tapi kok kayaknya males gitu,"celutuk Poppy."Jalan-jalan yuk,"ajak Poppy kemudian.
"Kemana?"tanya Maura ogah-ogahan.
"Ke mal. Aku dengar Afgan mau tampil di acara musik live. Bukannya kamu suka banget sama dia?""rayu Poppy semanis mungkin.
"Yang bener?"tanya Maura tampak antusias.Binar matanya mulai cerah bercahaya."Tapi gimana kalau Radit nyariin?"Tanya Maura ragu.
"Emang kamu mau nungguin dia selama dua jam? Udah, sms aja dia. Bilang kalau kamu pulang duluan. Beres kan?"timpal Poppy memberi solusi.
Poppy benar, batin Maura. Gadis itu buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Tapi sebelum ia sempat mengirim sms untuk Radit, Poppy telah menyeret tangannya keluar dari kelas.
Mungkin tak apa tak memberi tahu Radit, ia pasti tahu jika kelas Maura telah usai tanpa mata pelajaran terakhir, batin Maura.
Gadis itu baru menyadari, tiga bulan bersama Radit tidak cukup menyenangkan buatnya. Bahkan gara-gara perjodohan itu, Maura nyaris kehilangan kebersamaannya bersama Poppy. Persahabatan yang telah mereka jalin selama dua tahun ini sedikit merenggang karenanya. Dan pergi bersama Poppy seperti ini telah mengembalikan diri Maura kembali seperti tiga bulan lalu. Bebas lepas dan gembira. Itulah yang Maura rasakan. Berbeda sekali saat ia bersama Radit.
Maura dan Poppy menonton acara musik di mal sepulang sekolah hingga sore. Baru mereka pulang kerumah setelah berburu kuliner siomay Bandung dan spagheti favorit Maura.

Maura menggigit ujung pensilnya. Seperti biasa saat ia melamun atau bingung memikirkan sesuatu. Padahal soal nomor satu belum ia selesaikan tapi pikirannya sudah pergi mengembara entah ke dimensi dunia mana.
Maura mengira Radit akan menginterogasinya pagi ini atas peristiwa kemarin. Bahwa Maura pulang duluan tanpa mengirim sms atau meneleponnya. Bahkan Radit sama sekali tidak bertanya apapun pada Maura . Cowok itu menjemput Maura seperti biasa.Tanpa percakapan sama sekali.
Apa mungkin Radit sudah tahu jika Maura pulang duluan karena mata pelajaran terakhir kosong? Tapi kenapa ia tidak bertanya apapun? Paling tidak ia harus bertanya pada Maura, kenapa tidak memberi kabar jika pulang duluan. Atau jika perlu, Radit sedikit memarahi Maura atas masalah kecil itu. Nyatanya tidak.Radit sama sekali bereaksi apapun.
Yang Maura inginkan hanyalah perhatian dari Radit, meski itu hanya sedikit. Atau paling tidak, ia harus tahu kabar Maura sekarang, sedang apa dan dimana. Tapi hal sekecil itupun tidak pernah ia lakukan. Pacar macam apa itu?
Oh, Maura lupa. Status mereka kan hanya sebatas formalitas saja. Tanpa arti sama sekali bagi Radit. Pasti seperti itu. Karena Radit sama sekali tidak menyukai Maura. Maka dari itu ia bersikap pasif dan dingin seperti itu.
Baiklah jika seperti itu, batin Maura. Maura pun akan bersikap sama.Toh untuk apa berpura-pura menjalin hubungan jika sama sekali tak ada cinta untuk Maura. Kelak Maura sendiri yang akan terluka.Lagipula pernikahan yang dimulai dengan cara seperti itu tidak akan membuahkan rasa bahagia.
"Pop, ntar ke mal lagi yuk,"ucap Maura sesaat kemudian. Usai lamunannya berhenti.
Poppy yang sedang sibuk mengerjakan soal, menoleh ke arah sebelahnya dengan dahi berkerut.
"Mau ngapain? Kemarin kan udah,"sambung Poppy.
"Aku pingin shopping nih,"ucap Maura beralasan.
"Kan ada Radit? Kenapa nggak minta diantar dia?"
"Nggak enak belanja bareng cowok. Lagian kita kan udah lama nggak shopping bareng,"sahut Maura.
"Boleh juga. Tapi gimana dengan Radit? Emang dia nggak marah?"
Maura menggeleng.
"Oke deh, tapi kamu harus nraktir aku di Hokben. Setuju?"
Hufft....gerutu Maura. Belum-belum sudah ditodong traktiran, batinnya.
"Ya deh,"sahut Maura pasrah.
"Asyik,"seru Poppy kegirangan.

Lagi-lagi Radit bersikap sama. Pasif.
Cowok itu seperti sengaja membiarkan Maura pulang sekolah duluan tanpa memberi kabar pada Radit. Ia tidak marah,bahkan bertanyapun tidak ia lakukan.
Maura jenuh atas sikap acuh Radit. Gadis itu merasa kecewa berat pada cowok itu. Radit benar-benar tidak peduli padanya. Ia baru berpikir jika perjodohan mereka adalah sebuah kesalahan fatal.
Maura ingin berhenti. Ia ingin mengakhiiri semua sebelum terluka lebih dalam lagi. Tak ada gunanya mempertahankan hubungan yang tidak dilandasi rasa cinta sama sekali.
Maura mulai menjaga jarak dengan Radit mulai saat itu. Bahkan ia selalu kabur setiap pulang sekolah, meski setiap pagi Radit masih rutin menjemputnya. Maura sering pergi jalan-jalan bersama teman-temannya, entah itu ke mal, berburu makanan enak , kebioskop atau nonton konser musik.
Maura lebih menikmati hidupnya sekarang. Ketimbang bersama Radit. Ia bisa bergembira, tertawa sepuasnya tanpa perlu merasa terbebani oleh keberadaan Radit. Namun kegembiraan itu akhirnya terkoyak juga.
Saat itu hari telah menggelap. Maura baru saja tiba dirumah. Dan ia langsung disambut kemarahan ayahnya.
"Darimana?"hardik ayahnya.Tampaknya ia siap melancarkan kemarahannya pada Maura.
"Dari jalan-jalan bareng teman,"sahut Maura sedikit takut.
"Jalan-jalan?"ulang ayahnya sambil mengerutkan kening. "Kamu tahu, Radit nungguin kamu seharian ini. Tapi kamu malah nggak pulang-pulang. Mau kamu apa sebenarnya?"bentaknya kemudian.
"Radit kesini?" tanya Maura tak percaya.
"Iya, dia nungguin kamu,"tiba-tiba ibu Maura muncul dan menyela pembicaraan itu."Harusnya kamu nggak berbuat seperti itu. Apa kalian sedang bertengkar?"
Maura menggeleng pelan. Ia menjadi seperti orang linglung mendengar penuturan orang tuanya.
Radit datang kesini dan menungguku? batin Maura heran. Tidak biasanya ia berbuat seperti itu....

Pagi ini Radit juga mendiamkan kejadian kemarin. Maura dan Radit pergi kesekolah tanpa pembahasan sama sekali. Seperti biasa. Inilah yang membuat Maura semakin lama semakin muak pada cowok itu. Ia tak ubahya seperti patung yang tak punya perasaan.
Setidaknya ia bisa bertanya pada Maura pergi kemana ia kemarin. Tapi Radit tidak melakukannya. Ini benar-benar mengherankan Maura.
Sebenarnya hati Radit terbuat dari apa?
Saat istirahat tiba, Maura mengirimkan pesan singkat pada Radit agar menemuinya di belakang gedung lab kimia. Gadis itu ingin bicara empat mata dengan Radit.
"Aku ingin mengakhiri hubungan kita,"tandas Maura memulai perbincangan mereka.Langsung pada pokok pembahasan.
"Kenapa?" tanya Radit.Ia tampak kaget mendengar keputusan Maura.
Maura menghela nafas panjang. Cowok ini bego atau tolol sih, batinnya kesal. Harusnya ia bisa membaca situasi yang terjadi diantara mereka berdua.
"Karena kita nggak cocok,"sahut Maura datar. "Sebenarnya aku udah capek pacaran denganmu,"lanjut Maura lebih jelas.
Radit terdiam. Mungkin ia belum ingin menyela ucapan gadis dihadapannya.
Dan Maura pun melanjutkan kalimatnya karena Radit seolah memberinya kesempatan untuk mengungkapkann isi hatinya.
"Aku udah capek dengan semua ini. Kamu begitu dingin dan aku merasa menjadi seperti orang bodoh saat didekatmu. Kita nggak bicara dan kita nggak saling mencari tahu satu sama lain. Kita seperti dua orang asing bahkan saat berdua sekalipun.
Aku nggak tahu seperti apa dirimu yang sebenarnya. Kamu menjadi pribadi yang lain saat bersama teman-temanmu. Dan kamu menjadi seperti ini saat bersamaku. Mungkin itu karena kamu nggak nyaman bersamaku. Aku bisa mengerti itu,"tutur Maura panjang. Gadis itu menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Aku nggak bisa hidup dengan orang yang nggak peduli denganku. Dan aku nggak mau bertahan lebih lama lagi. Aku ingin mengakhirinya sekarang juga sebelum melangkah lebih jauh lagi. Kamu juga menginginkan hal yang sama kan?"
Mata Maura tampak berkaca-kaca. Gadis itu tak bisa menyembunyikan kesedihan dan rasa kecewa yang selama ini dipendamnya. Tapi ia harus mengatakan semua itu pada Radit walau ia akan terluka sekalipun.
"Aku pernah terluka sebelum ini,"kali ini Radit mulai angkat bicara. Matanya menatap ke arah Maura. "Aku pernah dikhianati oleh gadis yang kucintai. Aku terluka dan aku menutup hatiku rapat-rapat sejak itu. Karena aku nggak mau terluka untuk yang kedua kalinya. Itulah kenapa aku bersikap dingin sama kamu. Karena aku takut jatuh cinta dan akhirnya terluka. Hatiku sangat rapuh, Ra. Kamu nggak tahu itu kan?"
Maura terhenyak mendengar penuturan Radit yang benar-benar mengejutkan dirinya itu. Benarkah seperti itu?
"Aku sempat membenci semua cewek, karena aku menganggap mereka semua sama. Tapi beberapa hari terakhir ini hatiku mulai goyah. Aku mulai cemas saat kamu selalu pulang duluan. Kupikir kamu udah menemukan cowok lain. Tapi akhirnya aku tahu kamu melakukan itu karena kamu kecewa sama aku. Aku minta maaf atas semua sikapku selama ini,"ucap Radit melanjutkan kalimatnya.
"Jadi sekarang kamu udah sadar kalau kamu udah menyakiti hatiku?" tanya Maura kesal.
"Aku minta maaf,"ulang Radit. "Aku nggak tahu kalau kamu akan terluka karena sikapku."
"Aku sayang kamu, Dit,"tandas Maura kemudian."Bahkan sejak pertama kita bertemu, aku udah suka sama kamu."
"Yang bener Ra?"tanya Radit ternganga. Tak percaya.
Maura mengangguk pelan.
"Tapi kenapa kamu mau dijodohkan denganku kalau kamu benci semua cewek? Bukankah kamu bilang takut terluka?"tanya Maura.
"Memang aku menyetujui perjodohan itu. Karena aku ingin membalas sakit hatiku. Mungkin dengan membuat seseorang menderita saat bersamaku aku akan merasa puas. Nyatanya nggak. Aku malah merasa bodoh setelah menyadari sesuatu."
"Sesuatu?"tanya Maura bingung.
"Ya,"sahut Radit. "Bukankah aku udah bilang kalau hatiku rapuh. Aku nggak bisa melihat seseorang di sampingku terluka karena sikapku."
"Harusnya kamu menyadari hal itu sejak dulu,"timpal Maura kesal.
"Kamu benar. Aku memang bodoh dalam hal ini. Maafkan aku. Aku nggak akan membuatmu merasa terabaikan lagi sekarang. Karena aku juga sayang kamu....."

Rabu, 08 Oktober 2014

GOODBYE ROMANCE (korean version)


"Jangan ditutup!!!"
Yoon Hee berteriak keras tepat disaat pintu gedung teater nyaris menutup. Gadis itu telah mencoba berlari sekencang mungkin agar bisa mengejar waktu. Tapi malangnya, ia terlambat meski hanya dua detik saja. Dan pintu gedung teater itu telah tertutup untuk selamanya.
"Paman, tolong buka pintunya,"seru Yoon Hee belum menyerah. Tangannya mengepal dan menggedor pintu gedung teater. Tapi tetap saja perbuatannya tidak bisa merubah apapun.
Gadis itu jatuh lemas ke atas lantai. Menangisi penyesalan.
"Semua sudah terlambat,"isaknya berlinang air mata."Aku tidak bisa melihat drama musikal itu..."gumamnya.
Padahal ia sangat menginginkan melihat drama musikal ini. Tapi semua sudah terlambat.
"Nona, apa yang sedang kau lakukan disini?"tegur seorang pria berpakaian rapi.
Yoon Hee menghentikan tangisnya dan mendongak untuk melihat siapa gerangan yang telah menegurnya.
"Anda bicara padaku?"tanya yoon Hee linglung.
Pria itu tersenyum.
"Tentu saja,"sahutnya segera."Memangnya ada orang lain lagi disini?"

********

Beberapa menit kemudian Yoon Hee dan pria itu telah berpindah tempat kesebuah coffee shop yang t
erletak di seberang jalan gedung teater.
"Jadi kau terlambat datang dan pintu gedung telah ditutup?"ulang pria itu setelah Yoon Hee menceritakan persoalan yang tengah dihadapinya.
"Begitulah,"sahut Yoon Hee seraya meneguk Americano hangat. Wajah gadis itu tanpa semangat sama sekali.
Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Tampaknya ia sangat paham akan apa yang menimpa gadis yang baru saja dikenalnya itu.
"Apa kau sangat ingin melihat drama musikal itu?"tanya pria itu lebih jauh.
"Hm,"sahut Yoon Hee seraya menganggukkan kepalanya.
"Kenapa?"lagi-lagi pria itu mengajukan pertanyaan.
"Karena aku sangat mengidolakan Kyu,"jawab Yoon Hee dengan sepasang mata berbinar cerah.
"Kyu Hyun?"tanya pria itu ingin memastikan.
"Iya, Kyu Hyun,"tegas Yoon Hee.
Namun pria itu malah mendelikkan matanya. Seperti meragukan pernyataan gadis dihadapannya.
"Apa kau tahu jika Kyu Hyun itu adalah artis paling tidak berbakat di Korea ini? Suaranya biasa saja, aktingnya juga jelek. Dan satu lagi dia kurang ekspresif saat menyanyi. Apa kau tahu itu?" pria itu menatap gadis dihadapannya lekat-lekat.
"Apa maksudmu?"Yoon Hee berseru sedikit keras. "Kau menjelek-jelekkan Kyu? Itu sama saja menjelek-jelekkanku. Lagipula Kyu tidak seburuk itu. Suaranya bagus. Lagu-lagunya juga bagus. Dia juga tampan. Memang apa yang kurang darinya?"tanya Yoon Hee ngotot.
"Hei, kenapa kau semarah itu?"sentak pria itu kesal."Kau seperti mengenalnya saja,"gerutunya.
"Aku memang mengenalnya,"sahut Yoon Hee cepat.
"Apa?!"pria itu kaget mendengar pengakuan gadis itu."Kau mengenal Kyu?"ulangnya ingin memastikan.
"Iya, aku mengenalnya. Dulu,"aku Yoon Hee. Tak sengotot tadi.
Pria itu terbahak.
"Jangan berbohong. Mana mungkin Kyu punya teman masa kecil sepertimu?"
"Terserah, kau mau percaya atau tidak...."
"Baik, baik. Aku percaya,"tukas pria itu. Mendadak ponsel pria itu berdering . Dan beberapa menit kemudian....
"Aku harus pergi sekarang,"pamit pria itu."Oh ya, jika suatu saat aku bertemu Kyu apa yang ingin kau katakan padanya?"
"Kau? Orang sepertimu mana mungkin bertemu Kyu,"ledek Yoon Hee sembari meledakkan tawanya.
"Heh, kau meragukanku?"tanya pria itu kesal. "Sudahlah, aku harus pergi sekarang. Mana nomor teleponmu?"
"Kenapa aku harus memberikan nomor teleponku padamu?"
"Jangan cerewet,"bentak pria itu seraya merebut ponsel Yoon Hee lantas ia menuliskan nomor ponselnya disana."Ini nomor teleponku. Jangan dihapus. Kau ingat itu?"
"Menyebalkan,"gerutu Yoon Hee. Pria itu meninggalkan coffee shop setelah mengembalikan ponsel Yoon Hee.

********

"Kyu!!"
Pria yang disebut namanya itu terperangah melihat orang yang memanggilnya didepan pintu.
"Kak Jung Ha!"pekik Kyu Hyun seraya menghambur ke arah pria yang dipanggilnya dengan sebutan kak Jung Ha. Ia memeluk pria itu dengan hati girang.
"Apa kabar Kak? Sudah lama kita tidak bertemu. Kemana saja kakak selama ini?"cecar Kyu Hyun tak sabar. Ia segera menyeret Jung Ha ke kursi.
"Kenapa? Kau merindukanku?"balas Jung Ha dengan nada datar.
"Ah kakak ini...."
"Aku baru saja keliling Eropa. Mencari pengalaman bisnis,"tutur Jung Ha."Oh ya, kudengar kau ikut drama musikal kemarin. Tapi sayang aku tidak sempat melihat."
"Baik. Semua berjalan lancar. Harusnya Kak Jung Ha melihatku kemarin. Mau kopi?"tawar Kyu Hyun seraya berjalan ke dapur.
"Boleh,"
Jung Ha adalah kakak kelas Kyu Hyun sewaktu mereka SMA. Mereka dekat dan menjalin hubungan baik hingga sekarang meski Kyu Hyun telah menjadi artis terkenal di Korea selatan.
"Apa kau punya teman masa kecil?"
Kyu Hyun menoleh. Lantas menggeleng.
"Aku tidak terlalu ingat dengan masa kecilku. Yang aku ingat saat berumur 12 tahun aku pindah ke Seoul. Tapi sebelum itu tidak ingat apa-apa. Kenapa Kak JungHa tiba-tiba bertanya seperti itu?" Kyu Hyun menyodorkan cangkir kopi kepada Jung Ha.
"Kemarin aku bertemu dengan seorang gadis. Dia bilang dia mengenalmu semasa kecil. Dan apa kau tahu, dia marah saat aku bilang kau artis paling tidak berbakat di Korea ini. Suaramu biasa-biasa saja, aktingmu buruk dan kau tidak ekspresif saat menyanyi,"tutur Jung Ha.
"Kak Jung Ha bilang seperti itu padanya?"protes Kyu Hyun dengan kedua mata melotot.
"Kenapa? Aku bicara benar kan?"Jung Ha balik tanya.
"Keterlaluan!"maki Kyu Hyun geram. Ia mencubit lengan Jung Ha sehingga membuat pria berusia 30 tahun itu menjerit kesakitan.
"Kau ini....."gerutu Jung Ha kesal. Ia mengelus-elus lengannya yang masih terasa sakit.
"Mungkin saja dia salah seorang fansku,"gumam Kyu Hyun kemudian. "Kakak sendiri tahu kan bagaimana ulah para fans. Mereka tidak segan-segan menguntit kemanapun idola mereka pergi. Menyusahkan saja,"keluh Kyu Hyun. Ia menyandarkan kepalanya ke atas pangkuan Jung Ha seperti anak kecil.
"Kau benar,"sahut Jung Ha dengan bergumam pula.
"Memang Kakak punya fans?"celutuk Kyu Hyun.
"Tentu saja,"balas Jung Ha pelan."Eh, aku punya nomor telepon gadis itu. Kau mau menghubunginya?"
"Untuk apa,"sahut Kyu Hyun malas.
"Kau tidak lapar? Bagaimana kalau kita pesan pizza? Tapi kau yang harus traktir,"
"Kakak yang lapar kenapa aku yang harus bayar?"protes Kyu Hyun bersungut-sungut.
"Kau kan artis, dan uangmu banyak,"
"Baiklah, baik....."

********

"Kau masih ingat padaku?"
Yoon Hee tertegun menatap pria di hadapannya.
"Kau adalah paman yang di gedung teater itu kan?"tebak Yoon Hee sekenanya.
"Apa aku tampak setua itu?"tanya pria itu seraya melototkan sepasang matanya."Panggil aku kakak. Kak Jung Ha. Itu namaku."
Beberapa menit yang lalu Jung Ha menelepon Yoon Hee dan minta bertemu. Kebetulan Yoon Hee baru saja keluar dari rumah sakit saat Jung Ha muncul.
"Aku Yoon Hee. Kim Yoon Hee,"tandas Yoon Hee menyebutkan nama dan marganya.
"Apa yang sedang kau lakukan disini? Kau sakit?"tanya Jung Ha. Sepertinya mereka lebih cepat akrab.
"Tidak, aku tidak sakit. Aku hanya menjenguk teman. Ya, menjenguk teman,"sahut Yoon Hee terbata."Kakak sendiri kenapa menghubungiku?"tanya Yoon Hee mengalihkan topik perbincangan.
"Aku bosan. Tidak ada yang bisa diajak bicara, lalu aku teringat padamu,"jawab Jung Ha seraya mengedipkan sebelah matanya.
Yoon Hee gelagapan. Apa maksud orang ini? batinnya.
"Apa kau tidak lapar? Bagaimana kalau kita mencari restoran sushi disekitar sini?"

*******

"Benar bukan kau yang sakit?"ulang Jung Ha saat ia dan Yoon Hee menikmati makan siang mereka.
"Apa?"Yoon Hee tersentak. "Tentu saja bukan. Apa aku tampak seperti orang sakit?"
Jung Ha menjawab pertanyaan Yoon Hee hanya dengan satu gelengan kepala.
"Oh ya, kemarin aku pergi kerumah Kyu Hyun. Aku bercerita sedikit tentangmu, tapi tampaknya dia tidak ingat sama sekali tentang masa kecilnya. Apa kamu benar-benar teman masa kecilnya?"tanya Jung Ha kemudian.
"Tentu saja,"sahut Yoon Hee cepat. Meski mulutnya penuh dengan makanan."Kami pernah berteman sewaktu kecil. Aku tidak tahu jika dia sudah melupakanku."
"Sebenarnya kenapa kau sangat ingin bertemu dengannya? Apa jangan-jangan kau ingin mendekatinya karena dia terkenal atau kau ingin ikut terkenal seperti dia?"tanya Jung Ha menebak-nebak.
"Apa aku tampak orang seperti itu?"
"Lantas?"pancing Jung Ha kemudian.
"Kurasa bukan hal yang penting,"tandas Yoo Hee pelan.
"Hei, bagaimana aku bisa membantumu jika kau tidak mau mengatakannya?"timpal Jung Ha tak sabar.
"Benarkah kau bisa membantuku?"tanya Yoon Hee tak percaya.
"Kau meragukan kemampuanku?"tanya Jung Ha kesal. Baru kali ini ada orang yang meragukan kemampuan Kim Jung Ha,batinnya kesal.
Yoon Hee nyengir.
Namun setelah berpikir sejenak akhirnya gadis itu mulai bercerita tentang masa kecilnya bersama Kyu Hyun.
"Kami berteman sejak kecil. Kami selalu bermain bersama-sama dan nyaris tak pernah terpisah. Saat musim dingin tiba kami akan membuat boneka salju dan menamainya dengan nama kami masing-masing. Dan saat musim semi datang kami berlarian dibawah pohon sakura dibelakang sekolah. Bahkan saat aku diganggu anjing tetangga, Kyu-lah yang mengusir anjing itu. Kami telah berjanji untuk selalu bersama-sama, tapi nyatanya dia pergi. Dia juga telah melupakanku dan juga janjinya,'"papar Yoon Hee mengenang masa kecilnya bersama Kyu Hyun.
"Janji? Maksudmu janji apa?'tanya Jung Ha dengan kening berlipat.
"Bukan janji apa-apa,"ucap Yoon Hee menghindar.
"Hei, katakan janji apa,"seru Jung Ha memaksa.
"Janji untuk menikah denganku. Tapi aku tidak datang untuk menagih janji itu. Aku hanya ingin bertemu dengannya sekali saja. Itupun sudah cukup bagiku,"tandas Yoon Hee menjelaskan maksudnya.
"Apa Kyu semanis itu saat kecil? Aku tidak bisa membayangkan wajahnya saat anak-anak,"gumam Jung Ha pelan.
"Dia memang manis,"sahut Yoon Hee dengan tersenyum. Ada binar cerah terpantul dari sepasang mata sempitnya.
"Kalau kau bertemu dengannya apa yang akan kau lakukan?"tanya Jung Ha. Ia tampaknya semakin tertarik dengan cerita Yoon Hee.
Yoon Hee tersenyum kembali.
"Aku akan memintanya menjadi pacarku sehari saja. Setelah itu matipun aku bersedia. Tapi aku tahu itu tidak mungkin,"ucap Yoon Hee seraya menerawang ke depan.
"Aku akan mewujudkannya untukmu,"
"Apa?!"Yoon Hee terperangah mendengar ucapan Jung Ha."Jangan bercanda,"
"Bagaimana jika aku benar-benar bisa mewujudkannya? Apa kau punya imbalan besar untukku?"
"Imbalan apa maksudmu? Aku tidak punya sesuatu untuk diberikann padamu,"
"Ada. Aku minta itu,"ucap Jung Ha seraya menunjuk sebuah boneka Tweety yang menggantung di ujung tas Yoon Hee.
"Kau meminta ini?"tanya Yoon Hee tak yakin.
"Benar. Bagaimana?"sahut Jung Ha sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Tapi ini barang murahan...."
"Kau mau apa tidak?"
"Baiklah kalau begitu...."

********

Beberapa hari kemudian Jung Ha mengajak Kyu Hyun bertemu di arena squash. Kebetulan Kyu Hyun sedang tidak ada kegiatan.
"Tumben Kak Jung Ha mengajakku main squash,"ucap Kyu Hyun seraya mengayunkan raketnya ketika bola datang kearahnya.
Kyu Hyun paling tahu jika Jung Ha malas berolahraga. Makanya dia sedikit merasa heran.
"Aku melarikan diri dari Presdir Kim,"seru Jung Ha."Squash seribu kali jauh lebih baik dari duduk dan mendengarkan presentasi yang membuatku mengantuk,"imbuh Jung Ha membuat Kyu Hyun tersenyum.
"Presdir tahu kau disini?"sahut Kyu Hyun kemudian.
'Tidak,"jawab Jung Ha cepat."Jika dia tahu dia pasti akan membunuhku,"
Beberapa menit saja Jung Ha meminta istirahat. Peluhnya bercucuran membasahi kening dan kerah tshirtnya.
"Nama gadis itu Yoon Hee,"tandas Jung Ha usai meneguk botol minumannya. Ia melirik ke arah Kyu Hyun sekilas.
Kyu Hyun mengerutkan dahinya. Tak mengerti maksud ucapan Jung Ha.
"Maksud Kakak siapa?'tanya Kyu Hyun ingin tahu.
"Gadis yang mengaku teman masa kecilmu,"sahut Jung Ha."Apa kau tahu apa yang dia katakan tentang kalian dimasa kecil? Dia bilang kalian sangat dekat. Bahkan kau pernah berjanji akan menikah dengannya."
Kyu Hyun terbahak mendengar pernyataan Jung Ha.
"Kakak percaya apa yang gadis itu katakan? Dia pasti seorang penipu Kak. Mungkin saja dia ingin memanfaatkanku saja,"tandas Kyu Hyun.
"Aku tidak tahu. Tapi sepertinya gadis itu berkata jujur,"ucap Jung Ha.
"Aku tidak percaya,"sahut Kyu Hyun."Aku bahkan sama sekali tidak ingat masa kecilku."
"Apa kau pernah mengalami kecelakaan sewaktu kecil?"
"Mana mungkin. Selama ini aku jarang sekali sakit, apalagi masuk rumah sakit."
"Ya sudah kalau begitu. Aku harus kembali ke kantor sekarang. Aku takut Presdir Kim mencariku,"ucap Jung Ha seraya bangkit dari tempat duduknya.
"Harusnya Kak Jung Ha dijodohkan saja,"
"Apa kau bilang? Dasar kau ini....."

*********

"Dokter berapa lama sisa waktuku?"
Yoon Hee menatap Dokter Jung yang baru saja memeriksa kondisinya. Gadis itu merasa akhir-akhir ini tubuhnya semakin melemah. Dia sering merasa mual dan beberapa kali pingsan dalam beberapa minggu terakhir ini. Pasti kanker itu telah mengganas didalam tubuhnya.
Dokter Jung mendesah berat. Tampaknya ia enggan untuk mengatakan hasil diagnosanya pada Yoon Hee.
"Dokter...."tegur Yoon Hee."Apa tiga bulan?"
"Yoon Hee...."dokter itu urung menjawab.
"Aku tidak apa-apa dokter..."tandas Yon Hee pelan.
Yoon Hee kembali berbaring dan membiarkan dokter Jung pergi. Gadis itu hanya menghela nafas panjang setelah itu.
Kala itu Yoon Hee berumur 15 tahun saat sebuah kebakaran menghanguskan rumahnya. Tak ada satupun benda yang bisa diselamatkan. Bahkan orang tuanya meninggal dalam musibah itu. Dan tinggallah Yoon Hee sendirian didunia ini. Tanpa saudara.
Tak lama setelah itu sepasang suami istri dari Seoul mengadopsi Yoon Hee.
Yoon Hee yang telah kehilangan semangat hidup seperti menemukan sebuah cahaya terang manakala ia tahu Kyu Hyun, teman masa kecilnya tinggal di kota itu dan telah menjadi artis terkenal.
Tapi malang bagi Yoon Hee, gadis itu divonis mengidap leukimia sesaat setelah ia mengetahui kabar tentang Kyu Hyun. Dan umurnya tinggal beberapa bulan saja. Karena itulah ia sangat ingin bertemu dengan Kyu Hyun meski untuk yang terakhir kalinya.
Tapi masih adakah waktu tersisa untuknya?
Yoon Hee berjalan limbung meninggalkan kamarnya meski tubuhnya lemah dan dokter telah menyuruhnya untuk istirahat. Dan tanpa sadar ia menubruk seseorang.
"Maaf..."ucap Yoon Hee pelan.
"Yoon Hee??"
Gadis itu menatap sosok yang ditubruknya.
"Kak Jung Ha?"ucap Yoon Hee terbata. Ia kaget menatap pria itu. Ia tak menyangka bisa bertemu dengan pria itu di rumah sakit.

*********

"Ternyata susah sekali bertemu denganmu,"keluh Jung Ha seraya menguntit langkah Kyu Hyun keluar dari ruang latihan.
"Kak Jung Ha sekarang tahu sendiri kan, betapa sibuknya menjadi seorang artis,"sahut Kyu Hyun. Ia mengusap keringatnya menggunakan sebuah handuk kecil. Lantas meneguk air mineral setelah mengambil tempat duduk.
"Makanya aku tidak mau menjadi artis,"cetus Jung Ha mengikuti perbuatan sahabatnya.
"Ada apa kakak mencariku?"tanya Kyu Hyun kemudian.
"Gadis itu sakit,"tandas Jung Ha sungguh-sungguh.
"Siapa yang sedang kakak bicarakan?"tanya Kyu Hyun bingung.
"Yoon Hee, teman masa kecilmu. Dia sakit parah, Kyu. Mungkin umurnya tidak akan lama lagi," tutur Jung Ha mencoba meraih simpati Kyu Hyun.
"Sebenarnya apa maksud Kakak mengatakan ini padaku? Apa Kakak ingin aku mengasihani dia hanya karena dia mengaku sebagai teman masa kecilku?"Kyu Hyun tampak tak suka mendengar penuturan Jung Ha."Jika seperti itu maka semua orang akan melakukan cara yang sama untuk bisa bertemu dengan idolanya. Berpura-pura sakit hanya untuk bisa berkencan dengan seorang pria. Cara yang licik...."
Jung Ha tertegun mendengar ucapan Kyu Hyun.
"Ini bukan seperti dirimu,"gumam Jung Ha."Gadis itu benar-benar sakit, Kyu. Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya saat menjenguk ayah di rumah sakit. Dia tidak mau mengatakan penyakitnya, tapi aku mencari informasi dari dokter yang merawatnya. Dia sakit leukimia, Kyu,"tutur Jung Ha menjelaskan.
"Lantas apa yang kakak inginkan dariku? Menemuinya sebagai teman sedang aku sama sekali tidak mengingatnya? Itu yang kakak inginkan? Aku tidak punya waktu untuk melakukan hal semacam itu Kak,"tandas Kyu Hyun.
"Cho Kyu Hyun!"teriak Jung Ha keras."Aku tidak menyangka kau bisa berkata sekejam itu. Gadis itu hampir mati dan dia hanya minta bertemu denganmu sekali saja, bukan meminta sisa hidupmu. Apa kau tidak bisa mengabulkannya?"
Kyu Hyun mendesah panjang.
"Orang tua kandungnya meninggal saat rumah mereka kebakaran,"imbuh Jung Ha kemudian."Apa kau tidak kasihan sama sekali padanya?"
"Aku masih harus latihan lagi,"Kyu Hyun bangkit dari kursinya lantas bergegas meninggalkan Jung Ha yang terus menerus menatapnya dengan tatapan heran.
"Kyu!"teriakan itu kosong tanpa balasan reaksi. Kyu Hyun tak menoleh lagi sampai menghilang dibalik pintu.

********

Yoon Hee menoleh tatkala mendengar pintu kamarnya terkuak perlahan. Gadis itu terpana mendapati sesosok tubuh berdiri kaku didepan pintu. Hampir saja ia meragukan penglihatannya.
"Kau datang?"gumamnya masih dengan tak percaya.
Kyu Hyun mendekat ke tempat tidur Yoon Hee.
"Ya, aku datang,"sahut Kyu Hyun datar."Apa kau senang?"
"Tentu...."
"Kenapa kau melakukan ini padaku?"tukas Kyu Hyun cepat."Apa kau sangat terobsesi dengannya sampai sekarang?"
"Kyu...."
"Yoon Hee!"teriak Kyu Hyun lantang."Sadarlah! Aku bukan Kyu Joong. Kakakku itu sudah mati 12 tahun yang lalu. Dan kau yang menyebabkan dia meninggal. Apa kau sudah lupa hal itu?!"seru Kyu Hyun lagi.
Yoon Hee tersentak kaget. Seolah-olah teriakan Kyu Hyun tadi baru saja menyadarkannya dari mimpi buruk.
"Orang yang menjadi temanmu dimasa kecil bukan aku, melainkan kakakku, Kyu Joong,"ucap Kyu Hyun beberapa menit kemudian. Kali ini nada suaranya tak setinggi tadi."Kalian selalu bersama-sama saat itu. Tapi sebuah kecelakaan terjadi dan menyebabkan dia meninggal. Dan apa kau masih ingat, dia menyeberang jalan saat itu karena kau berteriak memanggilnya. Setelah kejadian itu kau tak berhenti menangis. Maka dari itu kami pindah ke Seoul. Agar kau bisa melupakan kenanganmu bersamanya. Karena wajah kami sangat mirip,"
Yoon Hee tertegun mendengar penuturan Kyu Hyun. Perlahan-lahan ia mulai mengingat semua kejadian itu.
"Kyu Joong...."gumam Yoon Hee. Air matanya mulai berjatuhan ketika menyebut sebaris nama itu.
Dia teringat kembali kejadian itu. Dimana sebuah truk besar menghempaskan tubuh Kyu Joong ke atas jalanan. Dan seketika kepalanya berlumuran darah. Kejadian itu persis didepan mata Yoon Hee.
Tidakkkk!!!!!!!!

********

Kondisi Yoon Hee semakin memburuk setelah hari itu dan disuatu pagi di musim dingin, gadis itu pergi untuk selamanya. Menyisakan cerita pahit utuk orang-orang disekitarnya. Tak terkecuali Jung Ha dan Kyu Hyun.
"Aku tak menyangka jika cerita sebenarnya seperti itu,"gumam Jung Ha sembari menatap sebuah pigura besar berisi gambar Yoon Hee yang terpajang ditengah ruangan."Dia gadis yang polos dan manis. Aku merasa kasihan padanya,"Jung Ha bergumam lagi.
Kyu Hyun tersenyum pahit mendengar ucapan Jung Ha.
"Kurasa dia telah menemukan apa yang dia cari selama ini,"sambung Kyu Hyun.
"Kau benar,"tandas Jung Ha.
Kedua sahabat itu melakukan penghormatan untuk yang terakhir kali sebelum pergi dari tempat itu.
Cinta sejati pasti akan menemukan jalan untuk menemukan pemiliknya.......

BUTTERFLY IN THE WINTER (fiksi korea)


Musim dingin yang dingin...
Ji Hyun masih melemparkan pandangannya kosongnya keluar sisi jendela. Menatap ke arah pohon-pohon yang tampak berlari disepanjang perjalanan pulang dari makam.
Sementara Jin Sung mengemudikan mobil yang mereka tumpangi lambat-lambat. Tanpa perbincangan sepatahpun.
Keduanya larut dalam pikiran masing-masing.......

Tok! Tok!
Jin Sung membuka pintu kamarnya sesaat setelah ia mendengar seseorang mengetuknya. Pria itu melihat Ji Hyun berdiri kaku didepan pintu kamarnya tengah malam begini. Wajahnya sedikit pucat dan tampak lelah. Sedangkan matanya masih bengkak seperti siang tadi.
"Aku tidak bisa tidur,"gumam Ji Hyun lirih.
"Masuklah,"suruh Jin Sung mempersilahkan adik perempuannya untuk masuk kedalam kamarnya.
"Boleh aku tidur disini?"tanya Ji Hyun meminta izin kakaknya sebelum melangkah masuk.
Jin Sung sedikit kaget mendengar permintaan adiknya. Namun akhirnya ia mengangguk dan meluluskan permintaan Ji Hyun.
Ji Hyun pasti masih sangat berduka atas kematian ayah mereka. Raut wajah gadis itu masih semendung tadi siang.

Sepuluh tahun yang lalu.....
Ji Hyun yang saat itu masih berusia sepuluh tahun berkunjung ke Jinan bersama ayahnya untuk mengadakan kegiatan amal di sebuah panti asuhan. Saat itu adalah pertama kalinya Jin Sung bertemu dengan mereka. Dan entah kenapa ayah Ji Hyun tiba-tiba mendekat dan bertanya padanya.
"Namamu siapa nak?"Tanya ayah Ji Hyun kala itu.
"Park Jin Sung,"jawab Jin Sung sedikit ketakutan.
"Berapa umurmu?"ttanya ayah Ji Hyun kembali.
"Dua belas tahun."
"Apa kau mau ikut ke Seoul dan menjadi putra paman?"tawar ayah Ji Hyun tak terduga.
Dan anak laki-laki itu mengangguk begitu saja tanpa berpikir lebih dulu.
Dan sejak itulah Park Jin Sung diangkat menjadi anak oleh ayah Ji Hyun. Sekaligus menjadi kakak laki-laki Ji Hyun.
Ji Hyun dan Jin Sung cepat sekali akrab. Mereka sering menghabiskan waktu bersama-sama. Sehingga ikatan batin itu lebih mudah terjalin antara keduanya.

"Aku tidak suka musim dingin....."
Gumaman Ji Hyun memaksa Jin Sung kembali membuka mata. Ia sempat berpikir jika Ji Hyun telah tertidur. Nyatanya belum.
"Kenapa?"balas Jin Sung sembari menoleh ke arah Ji Hyun yang sedang terbaring di sebelahnya."Bukankah musim dingin tahun lalu kita sangat bergembira. Kita pergi ke resort ski dan menghabiskan malam disana dengan bercerita. Kau juga mengajakku pergi ke spa umum hanya untuk makan telur rebus. Kau selalu bilang ingin seperti teman-temanmu yang menghabiskan liburan musim dingin di spa umum karena mereka tidak punya uang untuk pergi liburan."
Ji Hyun mendesah pelan manakala mendengar penuturan Jin Sung.Ia seperti di ingatkan kembali tentang kenangan-kenangan itu.
"Apa kau ingin kita pergi ke resort ski besok?'tawar Jin Sung kemudian. Berharap tawarannya terdengar menarik di telinga adiknya. Mungkin juga akan sedikit mengurangi kesedihan hatinya.
"Aku tidak mau,"balas Ji Hyun lirih.
"Atau kita melihat drama musikal saja? Aku dengar ada pertunjukan Yunho pekan depan. Bukankah kau sangat menyukainya?"tawar Jin Sung mengutarakan idenya. Memberi penawaran yang lebih bagus lagi pada Ji Hyun.
"Aku lebih menyukai kakak dari siapapun juga,"ucap Ji Hyun.
Jin Sung mendesah pelan usai mendengar pernyataan adiknya. Ia bisa memahami sikap Ji Hyun. Gadis itu pasti masih sangat berduka usai kehilangan ayahnya.Tapi Jin Sung tidak mau membiarkan adiknya berlarut-larut dalam kesedihan terlalu lama.
"Sekarang tidurlah, aku akan tetap disini untuk menjagamu,"ucap Jin Sung seraya mengecup kening Ji Hyun dengan lembut. Kasih sayang yang ditunjukkan seperti itu mungkin sedikit akan bisa membantunya untuk bangkit dari kesedihan.

Ji Hyun terbangun dari tidurnya pagi ini. Namun tempat tidur disisinya kosong. tak ada Jin Sung disana.
"Kakak..."
Ji Hyun turun dari tempat tidur lantas bergegas mencari keberadaan kakaknya. Namun ketika sampai di ruang tamu gadis itu menghentikan langkahnya karena terkejut.
Dua orang polisi bertandang ke rumahnya pagi ini. Dan tampaknya mereka sedang menginterogasi kakaknya.
"Apa yang mereka lakukan disini?"
Tiba-tiba saja Ji Hyun menyeruak ke ruang tamu dan mengejutkan orang-orang disana.
"Mereka datang kesini hanya untuk bertanya,"sahut Jin Sung.
"Ya Nona,"timpal salah seorang polisi itu."Kami datang untuk melakukan penyelidikan. Kami menduga kematian Tuan Kang tidak wajar. Bisa saja dia dibunuh oleh seseorang,"ulasnya kemudian.
"Apa?"sela Ji Hyun berseru."Tidak. Itu tidak benar. Ayahku meninggal dengan sangat wajar. Dia jatuh dari tangga dan kepalanya membentur lantai. Itulah penyebab ayahku meninggal. Kalian jangan bicara macam-macam. Sebaiknya kalian cepat pergi dari sini. Aku tidak mau melihat kalian datang kerumah ini lagi."
Gadis itu sengaja melontarkan kalimat bernada mengusir pada polisi itu. Ia mulai terbakar emosinya setelah mendengar pernyataan mereka.
"Tapi Nona..."
"Kubilang pergi!"teriak Ji Hyun kalap. Jin Sung ikut kaget melihat perubahan sikap adiknya.
"Sebaiknya tuan-tuan pergi sekarang. Aku akan datang ke kantor polisi nanti,"ucap Jin Sung menengahi suasana tegang itu.
"Baiklah..."
"Sekali lagi kami minta maaf,"ucap Jin Sung seraya mengantar polisi itu keluar rumah.
"Kenapa kau bersikap seperti itu, mereka kan hanya...."
"Apa kakak juga berpendapat kalau ayah telah dibunuh?"tanya Ji Hyun memotong pembicaraan Jin Sung setelah polisi itu pergi.
"Bukan begitu..."
"Ayah sudah meninggal. Kenapa mesti diungkit lagi? Biarkan dia tenang disana,"timpal Ji Hyun masih bernada emosi.
"Kakak tahu apa yang kau rasakan,"sahut Jin Sung mencoba menenangkan adiknya.
"Jika kakak tahu, kenapa kakak membiarkan polisi itu masuk kerumah kita?"
"Tenanglah, kakak hanya melakukan apa yang seharusnya kakak lakukan. Dia adalah ayah angkat kakak. Jika dia meninggal karena dibunuh, itu akan menjadi beban untukku. Aku akan merasa sangat berdosa jika pembunuh itu belum ditemukan,"ucap Jin Sung.
"Tapi aku tidak suka mereka masuk dan mengusik ketenangan rumah ini..."
"Kakak mengerti. Tenanglah..."Jin Sung mengusap kepala Ji Hyun. Agar gadis itu merasa lebih tenang.

"Astaga! Ji Hyun!"teriak Jin Sung kaget. Pria itu mendapati adiknya telah duduk di atas tempat tidurnya. Padahal ia baru saja keluar dari kamar mandi dan masih bertelanjang dada.
Namun Ji Hyun diam. Tak bergerak. Meski ia melihat Jin Sung kebingungan dipergoki dalam keadaan seperti itu.
"Kenapa kau disini?"tanya Jin Sung usai memakai piyama mandinya. Ia heran melihat Ji Hyun yang sedang tertegun dan menatap kosong kearah dinding. Wajahnya tampak pucat. Beku. Padahal ruangan itu hangat.
"Apa kakak tahu kenapa aku tidak suka musim dingin?"tanya Ji Hyun terdengar lirih.
Jin Sung hanya menggeleng mendengar pertanyaan adiknya. Ji Hyun tampak aneh. Tak seperti biasanya.
"Aku seperti menjadi kupu-kupu saat musim dingin tiba,"ucap Ji Hyun kemudian."Perjalanan hidupku seakan berhenti saat itu.Tapi saat musim semi tiba aku harus bangkit menjadi pribadi yang lain. Yag sama sekali tidak aku suka."
Jin Sung tertegun mendengar penuturan Ji Hyun. Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba ia bicara seperti itu? Ia seperti orang lain.
"Saat umurku enam tahun, aku sering melihat ayah dan ibu bertengkar,"lanjut Ji Hyun."Ibu sering pergi keluar rumah saat ayah sedang pergi bekerja. Ibu mengabaikan dan membiarkanku tumbuh tanpa perhatiannya. Suatu hari ayah tahu kelakuan ibu. Ayah marah dan mengancam ibu dengan perceraian. Belakangan aku tahu ibu telah berselingkuh dengan pria lain.
Dan suatu pagi dimusim dingin, aku mendapati ibu tidak bergerak sama sekali meski aku sudah membangunkannya.Dia meninggal setelah meminum obat yang aku tidak tahu apa itu. Mulut ibu berbusa.
Aku sangat takut dan tidak bicara pada siapapun hingga empat tahun setelah kejadian itu. Tapi aku mulai berubah ketika ayah membawa kakak pulang kerumah. Aku memulai hidup baru setelah itu. Dan aku sangat bahagia kakak ada disini bersamaku,"urai Ji Hyun panjang.
Jin Sung menyimak baik-baik penuturan adik angkatnya itu.Mungkin ia tahu seberapa dalam luka yang pernah Ji Hyun rasakan.
"Aku menyukai kakak,"ucap Ji Hyun tiba-tiba."Bukan sebagai kakak. Tapi sebagai pria dewasa. Aku ingin menikah dengan kakak."
Jin Sung terperanjat. Ia melotot kaget dan tak percaya.
"Apa yang baru saja kau katakan?"tanya Jin Sung masih dengan ekspresi kaget."Kau menyukaiku? Itu tidak benar,Ji Hyun. Kita adalah saudara. Meski bukan saudara sebenarnya, tapi aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri. Lagipula aku sudah menganggap ayahmu sebagai ayahku sendiri."
"Kak, aku mencintaimu lebih dari siapapun. Aku tahu ini terdengar tidak masuk akal, tapi...."
"Cukup!"seru Jin Sung."Sebaiknya kita hentikan pembicaraan ini. Perasaanmu tidak akan merubah apapun. Kita akan tetap menjadi saudara,"tegasnya.
"Tidak!"seru Ji Hyun."Aku telah mempertaruhkan segalanya untuk memperjuangkan cintaku. Bahkan aku telah membunuh ayah untuk bisa memilikimu."
Jin Sung terhenyak kaget mendengar pernyataan Ji Hyun. Ia menatap seraut wajah Ji Hyun dengan ekspresi takjub. Raut wajah pucat dan beku yang selalu ia lihat dimusim dingin itu masih tetap sama. Tanpa dosa.
"Benarkah yang kau katakan itu?"tanya Jin Sung terbata. Bibirnya gemetar."Kau yang membunuh ayah?Tapi kenapa kau melakukan itu?"
"Karena ayah tidak akan pernah mengizinkan aku menikah dengan kakak. Maka dari itu aku mendorongnya didepan tangga,"ungkap Ji Hyun mengejutkan.
"Ya Tuhan,"gumam Jin sung tampak menyesal."Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau tega membunuh ayahmu sendiri? Apa aku sudah gila, Ji Hyun?!"teriak Jin Sung lantang seraya mengguncang pundak Ji Hyun kuat-kuat.
Namun gadis itu diam. Tanpa perlawanan. Ekspresinya masih beku. Tanpa dosa. Bagaimana bisa gadis sepolos itu tega mengakhiri hidup ayahnya sendiri hanya demi cinta??

Musim dingin yang beku telah berganti dengan musim semi yang indah. Bunga-bunga sakura di Jinan juga mulai bermekaran. Menghiasi sepanjang jalan disana.
Jin Sung melangkah lambat. Matanya bergerak menatap sekeliling. Mencari cari kenangan masa lalu yang pernah ia tinggalkan di tempat itu.
Ia tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan kecil. Konon ia ditinggalkan didepan pintu panti asuhan saat usianya masih tiga hari. Dan sampai detik ini ia tidak mengetahui siapa orang tua yang telah tega membuang dirinya.
Ia datang kembali kesana untuk berkunjung. Sekaligus sedikit mengenang masa kecilnya sebelum Tuan Kang berbaik hati mengangkat dirinya sebagai anak. Namun sayang, ayah angkatnya harus berakhir dengan tragis. Ia meninggal di tangan putrinya sendiri.
Ji Hyun...
Ternyata Jin Sung tidak tahu banyak tentang kepribadian adik angkatnya itu. Yang selama ini ia tahu gadis itu masih polos dan belum dewasa. Tapi ternyata dibalik itu tersimpan misteri yang tersembunyi.
Ji Hyun mencintainya. Sejak kapan, Jin Sung juga tidak pernah tahu.Jin Sung juga menyayanginya Entah itu cinta atau bukan.
Mungkin ia akan menunggu. Atau bahkan mungkin tidak. Karena lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menanti. Dalam rentang waktu itu akan ada banyak hal yang terjadi. Entah siapa yang akan ia temui nanti. Tapi ia akan tetap menyayangi Ji Hyun tak peduli apa yang telah ia perbuat.
Kasihan Ji Hyun...
Kasihan kupu-kupu itu harus terkurung didalam ruangan berpintu besi. Padahal musim semi telah datang. Dan harusnya ia bermertafosa menjadi pribadi yang baru.....

Broken Past


"Kita sudah sampai...." Suara ayah menyadarkanku yang sedang dirundung lamunan panjang. Taksi yang kami tumpangi rupanya telah berhenti tepat didepan sebuah rumah berlantai dua. Rumah yang lumayan bagus...
"Kau tidak mau turun?"tegur ayah kemudian. Karena aku belum juga beranjak dari tempat dudukku.
Aku tak menyahut.Hanya mendesah pelan lantas dengan enggan bergerak keluar taksi. Seperti permintaan ayah.
Setelah membayar argo taksi aku tak langsung mengikuti langkah ayah memasuki rumah itu. Aku hanya berdiri seraya menatap rumah yang tampaknya tidak asing buatku itu. Sepertinya aku pernah ketempat ini sebelumnya. Tapi aku tak sepenuhnya yakin. Mungkin ini hanya semacam de javu saja...
"Kau tidak mau masuk?!"
Huhhh... Teriakan ayah memaksaku mendesah kesal. Lagi. Sampai kapan dia akan berhenti berteriak seperti itu?batinku geram.
Aku menyeret travel bag milikku dengan langkah gontai masuk kedalam rumah baru kami.
"Kamarmu ada dilantai atas.Kalau kau tidak suka kau boleh tukar..."
Aku menggeleng cepat.Tampaknya kamar dilantai atas terdengar lebih menarik ketimbang penawaran ayah.
Aku menemukan sebuah kamar kosong dilantai atas.Sebuah ranjang bertingkat,sebuah lemari pakaian dan sepasang meja kursi belajar telah tersedia disana.
Aku meletakkan bawaanku lantas meneliti kesekeliling. Tampaknya kamar itu lama tak terpakai meski mungkin rutin dibersihkan tiap beberapa waktu sekali.
"Kau suka kamarmu?"tegur ayah nyaris membuatku terloncat karena kaget.
"Dad..."keluhku kesal. Apa dia sudah lupa kalau aku punya kecenderungan jantung lemah?
"Ayah tidak suka kau memanggil ayah seperti itu,"sahut ayah cepat."Kita sekarang di Indo,Drey.Bukan di Amerika.Dan satu lagi.Mulai hari ini ubah penampilan dan gaya bicaramu.Ganti warna rambut merahmu itu dengan warna hitam.Jangan gunakan bahasa Inggrismu disini.Juga satu lagi,ayah tidak mau melihatmu memakai celana pendek maupun tank top. Apa kau mengerti?"
Aku mendesis geram.Kenapa semenjak tiba disini ada begitu banyak peraturan yang ia buat untukku?
"Audrey...ayah mohon jangan membebani ayah dengan bersikap seolah ayah ini musuhmu.Hanya kau satu-satunya milik ayah didunia ini.Ayah melakukan semua ini karena ayah mencintaimu..."
Ayah mendekat lantas membelai kepalaku dengan lembut.
"Istirahatlah...Penerbangan tadi pasti membuatmu jetlag.Biar ayah yang membereskan kamarmu nanti..."
Ayah meninggalkan kamarku setelah terlebih dulu melempar senyum untukku.
Beberapa detik kemudian aku merebahkan tubuh diatas tempat tidur.Aaahh... rasanya tubuhku kaku dan punggungku penat. Aku juga harus menyesuaikan diri dengan perbedaan waktu disini dengan di Amerika. Tapi ada yang tak beres didalam kamar ini. Yeah...ranjang bertingkat itu harus diganti dengan ranjang biasa. Ayah pasti akan mengabulkan permohonanku.
$$$$$
Aku terbangun ditengah malam buta.Kening dan punggungku telah basah oleh keringat. Kenapa malam ini terasa begitu panas?Ataukah tubuhku saja yang belum bisa beradaptasi dengan cuaca disini.
Aku terpaksa turun dari ranjangku karena rasa haus tengah menggerogoti kerongkonganku.Sedang dapur berada dilantai bawah.Uhhh...sebenarnya aku malas untuk melakukan hal ini.
Dengan langkah berat ditambah lagi mataku yang masih mengantuk aku menuruni tangga menuju lantai bawah. Namun begitu menyelesaikan anak tangga terakhir,kakiku yang telanjang serasa menginjak sesuatu mirip cairan.
Oh God...batinku tercekat. Apa ini?tanyaku dengan tubuh gemetar.
Apa ini benar-benar darah...?
Aku melihat kakiku telah berwarna merah begitu juga lantai yang tengah kupijak sekarang.Semua berwarna merah darah!!
Ooohhhh....aku nyaris pingsan saat itu juga.Namun aku tak bisa lari ataupun berteriak.Suaraku hanya bisa tercekat di tenggorokan.Dad...help me!
"Audrey!Sedang apa kau disitu?"
Aku tertegun kaku.Ayah datang tepat disaat aku benar-benar sedang membutuhkannya.
"I see..."kalimatku terputus.Mendadak darah dikakiku lenyap begitu saja tanpa bekas.Dilantai juga tidak kutemukan bekasnya sama sekali. Kemana hilangnya darah itu?Kenapa disaat ayah muncul tiba-tiba saja darah itu hilang...
"I'm thirsty Dad..."hanya kalimat itu yang akhirnya keluar dari bibirku.Kupikir tak mungkin aku mengatakan apa yang baru saja kulihat pada ayah.Bukan tidak mungkin ia menganggapku membual saja karena ingin kembali ke Amerika dengan mengatakan hal tidak masuk akal semacam itu.
"Apa perlu ayah temani?Kebetulan ayah juga haus,"sahut ayah kemudian.Kedengaran melegakan di telingaku.
$$$$$
Kejadian malam itu masih melekat dibenakku.Bukan itu saja.Aku mengalami hal-hal aneh setelah itu.Cat kuku,parfum,alat-alat make up milikku terkadang berpindah tempat dengan sendirinya.Padahal aku tak pernah memakai benda-benda itu semenjak tiba dirumah ini.Dan aku bahkan tidak menyentuhnya sama sekali tapi anehnya benda-benda itu berkurang isinya. Tidak mungkin ayah yang memakainya juga tidak mungkin orang lain yang menggunakannya karena kami hanya tinggal berdua saja dirumah ini.Lantas siapa yang melakukannya?Adakah makhluk lain yang tak kasat mata tinggal dirumah ini?
Hiii...bulu kudukku seketika berdiri jika memikirkan hal itu.Tapi tak mungkin aku bisa tinggal disini jika terus menerus dihantui makhluk halus itu.Aku ingin kembali ke Amerika....
Aku nyaris tak bisa memejamkan mata manakala sesekali terdengar derit dari arah ranjang tepat diatas tubuhku.Seolah ada yang sedang berbaring disana dan tengah menggeliat.Sampai kapan aku harus merahasiakan ini dari ayah?
"Audrey..."
Aku tergagap mengetahui kedatangan ayah.
"Kau belum tidur?"tegurnya kemudian.Kubalas hanya dengan gelengan kepala."Kau sudah makan?"tanya ayah kembali.
Aku menggeleng kembali.
"Wajahmu pucat Drey.Apa kau sakit?"tanya ayah sembari meraba keningku."Kita ke rumah sakit sekarang..."
"No!"teriakku lantang.Sedangkan tangan ayah kutepis dengan paksa."Im ok Dad!Don't worry 'bout me!"
Aku benar-benar benci mendengar kata rumah sakit.Entah sudah berapa kali aku keluar masuk tempat itu.Mungkin sudah ratusan kali.Dan aku sudah bosan jika harus ketempat itu lagi.
"Im just wana go home Dad..."aku mencoba memperbaiki kalimatku kali ini.Meredam emosi yang sempat meledak beberapa detik yang lalu.
Ayah tertegun sejenak usai mendengar ucapanku.
"Home?"ulangnya seperti tak percaya."This is your home Drey.Indonesia is home."
"But I hate this place Dad.I think I have something bad bout Indo.Like bad memories.But I dont know what is it...."ucapku pelan.Untuk mengetuk pintu hati ayah.
"Jangan mulai berhalusinasi lagi Audrey,"sentak ayah setengah geram. "Kau tahu ayah tidak suka kau melakukan atau membicarakan hal-hal aneh.Jadi berhentilah merengek seperti anak kecil.Atau kau mau ayah antar ke rumah sakit?!"bentak ayah membuatku kaget seketika.
Aku terdiam lantas membuang pandangan ke atas lantai.Aku paling benci jika ayah sudah mulai berteriak seperti ini.
"Apa anorexia belum cukup membuatmu kapok masuk rumah sakit?Tifus, insomnia lalu apalagi sekarang...?"teriak ayah kembali."Ayah sudah bangkrut Audrey. Jadi mengertilah kondisi ayah sekarang. Kita tidak mungkin kembali ke Amerika meski sebenarnya ayah juga sangat ingin pergi kesana.Karena ibumu juga dimakamkan disana. Tapi sekarang kita tidak punya apa-apa lagi kecuali rumah ini. Ayah mohon mengertilah..."
Sepasang mata milik ayah berkaca-kaca. Dan keadaan itu cukup mampu membungkam mulutku.Meski batinku belum siap untuk menerima kondisi ayah tapi kebisuanku mungkin adalah ekspresi kepasrahanku.
"Makanlah Drey.."ucap ayah kemudian."Ayah tidak ingin kamu jatuh sakit."
Aku tak menyahut.Namun ayah dengan sigap membimbingku keluar dari kamar menuju ke ruang makan.
$$$$$
"Hei!"
Teriakan itu menghentikan pergerakan tanganku yang hendak menuang isi keranjang sampah kedalam bak sampah didepan rumah.
Seorang pemuda tanggung tampak tersenyum seraya melihatku.Pastilah ia yang menyapaku tadi.Pemuda itu tampak berdiri dibalik pagar rumah sebelah.Mungkin saja ia tetanggaku yang belum kukenal semenjak aku tiba disini.Karena seminggu ini aku nyaris tidak pernah keluar rumah sama sekali. "Lama tidak berjumpa kau banyak berubah Dy,"sapanya seraya tersenyum.Sikapnya seolah-olah ia sudah mengenalku sejak lama.Padahal aku baru bertemu dia kali ini.Siapa dia?
Pemuda itu tertawa renyah melihat sikap acuhku.
"Kau benar-benar tidak mengenaliku?"tanyanya seraya menunjuk hidung."Pastilah ingatanmu sangat buruk sampai-sampai kau tidak ingat sahabat kecilmu.Padahal sejak kita kanak-kanak sampai kelas lima kita selalu bersama-sama.Itu baru tujuh tahun yang lalu Dy,bagaimana jika kita berpisah selama dua puluh tahun.Ck ck aku tidak bisa membayangkannya... Pastilah kau sama sekali tidak bisa ingat. Atau jangan-jangan Amerika telah membuatmu lupa segalanya.Lihat saja penampilanmu sekarang bahkan kau sudah seperti orang bule..."
"Stop it!"potongku cepat.Aku tidak tahan lagi mendengar ocehan makhluk dihadapanku ini yang sama sekali tidak kukenal.
"Lihatlah, bahkan cara bicaramu sudah sangat kebarat-baratan..."
Aku melenguh kesal.Aku sama sekali tidak bisa mengingat apapun. Atau jangan-jangan ia hanya berpura-pura mengenalku...
"Amerika benar-benar sudah merubahmu menjadi orang lain Audy,"ucapnya lagi.Menghentikan niatku untuk segera pergi dari tempat itu.
Aku membalikkan badan dan menatap pemuda itu.
"Kau pasti salah orang.Aku bukan Audy,"ucapku tegas.
Namun pemuda itu malah balik menertawakan ucapanku.
"Apa?"tanyanya seraya melotot."Bahkan kau sudah mengganti namamu.Astaga...Dan apa kau juga sudah melupakan asal usul dan masa lalumu?"
"Maaf,mungkin yang kau maksud bukan aku.Aku benar-benar tidak mengenalmu sebelum ini.Jadi biarkan aku pergi sekarang...."
Aku tercekat saat pemuda itu tiba-tiba mencekal lenganku.
"Audy!"teriaknya."Beginikah caramu memperlakukan sahabatmu sendiri?Atau jangan-jangan peristiwa itu membuatmu mengalami trauma separah ini?"
Aku mengernyitkan dahi.Tak mengerti arah pembicaraan pemuda itu.
"Peristiwa apa?"gumamku pelan.
"Saat saudara kembarmu Aida meninggal kau sangat terpukul sampai-sampai kau tidak mau bicara sama sekali.Kau jatuh sakit setelah itu.Sampai beberapa minggu kau tidak juga kunjung sembuh.Dan akhirnya ayahmu membawamu ke Amerika.Apa kau sama sekali tidak mengingat peristiwa itu?"
Aku menggeleng pelan.
"Kau pasti salah.Aku tidak punya saudara..."
"Oh Tuhan..."desis pemuda yang belum ku ketahui namanya itu.Sepasang matanya menatapku kasihan. "Lalu apa yang kau ingat tentang masa kecilmu?"
Sebenarnya aku ingin segera pergi dan menghindari pemuda itu.Namun pertanyaannya tak bisa begitu saja kuacuhkan.
Masa kecil? batinku terhenyak.Aku tertegun lama dan menyadari satu hal.Bahwa tak ada satupun kenangan masa kecil yang tersimpan didalam memori otakku.Aku tidak ingat sama sekali.Aku hanya ingat aku dibesarkan di Amerika dan orang tuaku berasal dari Indonesia yang selalu mengajarkan budaya Indonesia.Bahasa Indo yang selalu dipakai dirumah.Namun aku lebih suka mengikuti budaya orang Amerika.
"Tidak adakah satupun ingatan yang tersisa tentang masa kecilmu?"tegurnya kemudian.
"Apa yang membuatmu yakin kalau aku adalah Audy teman masa kecilmu?"tanyaku beberapa detik kemudian.Menguji keyakinan pemuda itu.
"Tahi lalat disudut bibirmu..."
Aku tersenyum.Bermaksud menertawakan jawaban pemuda itu.
"Semua orang disini mengenal ayahmu,"imbuhnya kemudian.
Benarkah aku Audy seperti dugaannya?batinku gamang.Pemuda itu sangat yakin dengan pikirannya sementara aku sendiri sama sekali tidak ingat masa kecilku.
"Ceritakan tentang diriku,"ucapku beberapa saat kemudian."Semuanya...."
$$$$$
"Kenapa menatap ayah seperti itu?"tegur ayah begitu aku menghambur masuk kedalam rumah.Laki-laki itu tampak terkejut seraya meletakkan gelas minumnya.
"Kamu sakit Drey?"tanya ayah seraya mendekat ke arahku."Wajahmu pucat."
Aku menggeleng cepat.
"Apa ayah bisa memberitahuku sesuatu?"tanyaku kemudian."Tentang diriku,"lanjutku. Aku menghela nafas sejenak.
"Siapa diriku sebenarnya?Apa benar aku adalah Audy dan Aida adalah saudara kembarku yang telah meninggal?"lanjutku kemudian.
Wajah ayah menunjukkan perubahan.Laki-laki itu tampak terkejut mendengar pertanyaanku.
"Bicara apa kau ini?"sentak ayah tampak tersinggung.
"Katakan saja yang sebenarnya,"paksaku tak sabar.
"Siapa yang mengatakan itu padamu?"cecar ayah mulai terpancing.
"Ayah tidak perlu tahu,"balasku tak kalah cepat."Katakan saja yang sebenarnya.Tidak mungkin ayah bisa menyembunyikan sesuatu dariku selamanya bukan?"
"Itu tidak benar Audrey"sangkal ayah kemudian.Namun tak membuatku percaya begitu saja.
"Kenapa ayah menutupi sesuatu dariku?Bukankah aku berhak mengetahui tentang diriku?"
"Tidak ada yang ayah sembunyikan Audrey..."
"Kau pembohong!"teriakku kesal.
"Audrey!!"
Sebuah tamparan keras melayang cepat kepipiku seiring teriakan laki-laki itu.
Uhh... Aku merasakan pipiku terasa panas seketika.Tamparan ayah sudah cukup membuat hatiku terluka dan sakit hati.
"Kenapa kau lakukan itu padaku?!"teriakku nyaris terisak.
"Maafkan ayah Audrey..."sesal ayah hendak memperbaiki suasana.Namun aku segera menghindari tangannya yang ingin menyentuhku.
Aku hanya butuh penjelasan,bukan pertengkaran semacam ini.Apa begitu sulit baginya mengungkapkan sesuatu yang mestinya kuketahui.
"I hate you Dad!"aku berteriak seraya berlari meninggalkan tempatku berdiri menuju tangga.
"Audrey!"
Teriakan itu tak kuhiraukan.Aku hanya ingin cepat meninggalkan ruangan itu dan bersembunyi dibalik pintu kamarku seraya menangis.Tapi begitu aku nyaris sampai diujung anak tangga terakhir tiba-tiba saja kakiku terpeleset dan kehilangan pijakan.Tubuhku oleng dan peristiwa itu terjadi begitu saja.
Tubuhku berguling diatas anak tangga selama beberapa detik sebelum akhirnya berhenti dilantai bawah.Dan malangnya kepalaku yang menyentuh lantai terlebih dulu.
Kepalaku sakit parah dan mungkin darah telah mengucur disana.Aku tak bisa melihat apa-apa kecuali gelap.Aku tak sadarkan diri...
$$$$$
Yeah...Finally I found myself!
Aku berhasil menemukan hampir seluruh memoriku yang sempat hilang selama tujuh tahun terakhir.Setelah aku terbangun dari koma selama empat hari usai insiden di tangga kala itu akhirnya aku bisa mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Kau sudah sadar Drey?"tegur ayah tampak gembira.Ia pasti senang bisa melihatku sadar kembali.
Tapi aku bukanlah Audrey....
Aku adalah Audy seperti kata pemuda disebelah rumah kami. Ayah telah mengganti namaku setelah kami tiba di Amerika.Bukan itu saja,ayah juga telah merubah segalanya.Seluruh hidupku telah berubah semenjak itu....
"Kau baik-baik saja sayang?"tegur ayah kembali.Namun aku masih bungkam meski aku dalam kondisi baik.Hanya kepalaku saja yang masih terasa sakit.Pasti benturan itu sangat keras.Tapi tak separah yang diderita Aida kala itu.Hingga menyebabkan ia mengalami pendarahan hebat sehingga ia tak terselamatkan.
Oh Tuhan,jeritku dalam hati.Insiden itu kembali terlintas dibenakku.Saat aku mendorong tubuh saudariku itu hingga jatuh terguling diatas tangga yang menyebabkan kepalanya membentur lantai dan tiba-tiba saja darah menggenang disana.
Itulah awal mula kejadian-kejadian ganjil yang kualami semenjak tiba dirumah itu.Aida mendatangiku untuk menghantuiku.Mungkin juga untuk menagih penyesalanku atas kematiannya.Dan aku baru menyadarinya setelah ingatanku kembali.
Pantaslah aku mengalami hal-hal gaib beberapa hari terakhir ini.
Maafkan aku Aida....
"Bicaralah Drey.Jangan diam seperti ini.Jangan membuat ayah takut.Apa yang kau ingin akan ayah penuhi.Kita akan pergi ke Amerika jika kau mau...."
Aku masih bungkam.Peristiwa seperti ini pernah terjadi beberapa tahun silam.Saat Aida meninggal untuk beberapa bulan aku tak bicara sama sekali.Kali ini aku juga enggan untuk bicara meski ayah merayuku dengan iming-iming pergi ke Amerika.
Aku terlalu takut.Bayangan Aida tampak jelas berdiri disudut ruangan sedang memperhatikanku dengan tatapan kosong.
"Audrey..."
Aku meronta sekuat tenaga saat ayah hendak menyentuh tanganku.Entah apa yang membuatku tiba-tiba bersikap seperti orang kesurupan.Seolah-olah ayah hendak menyakitiku.
"Audrey!Kau kenapa?!Aku ayahmu nak.Sadarlah...."ucap ayah berusaha menenangkanku.Tapi aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri.Sampai akhirnya ayah memanggil dokter untuk meminta bantuan.
"Apa yang terjadi?"tanya seorang dokter yang tiba-tiba saja muncul.
"Dia mengamuk Dok..."lapor ayah cepat.
Namun dokter itu tak segera bertindak.Ia malah menatap ayah untuk beberapa lama.
"Apa gejalanya sama dengan beberapa tahun silam?"tanya dokter yang ternyata adalah kenalan ayah.
Ayah mengangguk.
"Jiwanya labil untuk saat ini.Saya akan memberinya obat penenang,"tandasnya seraya menyuntikkan cairan ke lenganku.Membuatku harus menahan rasa sakit.
Obat itu cepat bereaksi ditubuhku.Namun samar-samar aku masih bisa mendengar percakapan mereka sebelum akhirnya aku benar-benar tertidur.
Tidak!batinku lirih.Aku tidak sakit.Aku tidak mengalami gangguan jiwa seperti yang mereka bicarakan.Mereka salah.Aku hanya ketakutan karena aku melihat bayangan Aida disudut kamar.Dan itu membuatku tak sanggup berkata-kata.
Seolah-olah ia ingin mengajakku pergi bersamanya...