Jumat, 30 September 2016

ORANGE STRAWBERRY chapter 2


"Maiko,dia kakakmu?Dia tampan sekali..."
"Dia sudah punya pacar belum?"
"Maiko,nanti ke kantin yuk.Aku yang traktir deh..."
"Maiko,kamu kelihatan cantik hari ini..."
Bla bla....


Maiko hanya tertegun menatap wajah teman-teman sekelasnya yang tiba-tiba mengerubuti mejanya.Bertanya aneh-aneh.Padahal selama ini tidak ada satupun yang bersikap baik pada Maiko.Semuanya bersikap acuh dan tak begitu peduli pada Maiko.
Hal itu mengingatkan Maiko pada saat duduk dibangku sekolah dasar.Maiko pernah menjadi salah satu korban bullying teman-temannya hanya karena Maiko berbeda.Ia tak seperti orang Indonesia kebanyakan.Gen dari ayahnya begitu dominan dalam dirinya.Kadang Maiko berharap dilahirkan sebagai orang Indo bukan campuran antar etnis yang berbeda.Itulah alasan terbesar kenapa Maiko membatasi dirinya dari pergaulan.Gadis itu hanya ingin melindungi hatinya agar tak terluka kembali.
Dan apa yang ayah ketahui tentang hal itu?Bahkan ayahnya pergi saat Maiko masih berumur lima tahun.Dan ia tak pernah kembali sampai Maiko memasuki usia remaja.Kemana ayah selama ini saat ia butuh figur seorang ayah dalam hidupnya?Dan ayah juga mengambil kak Ryu dari hidup Maiko.Padahal hanya kak Ryu satu-satunya orang yang bisa diandalkan Maiko selain oma.
Maiko benci ayah...
Maiko beranjak dari tempat duduknya untuk melarikan diri dari teman-temannya yang sok ingin tahu itu.
Gadis itu merasakan dadanya berdegup tak karuan.Kenapa?
"Maiko!"
Gadis itu menoleh dan mendapati senyum Quinna merekah manis untuknya.
Quinna?batin Maiko gusar.Quinna adalah salah satu cewek cantik,kaya dan populer disekolah.Dan selama Maiko sekelas dengannya,baru sekali ini Quinna mengajaknya ngobrol.Modus?
"Kenapa duduk sendirian disini?"tegur Quinna sok manis.Dan Maiko sudah tahu alasannya.
"Kenapa nggak gabung sama genk-ku?"tawar Quinna mencurigakan."Aku baru tahu kalau kamu ternyata juga orang kaya,Mai,"sambung Quinna sembari tergelak."Kamu pintar menyembunyikan identitasmu tahu nggak?"
Maiko menelan ludah.
Genk Quinna terdiri dari member anak orang kaya,cantik dan populer.Dan sekarang ia ingin mengajak Maiko bergabung.Mustahil!
"Maaf,tapi aku nggak tertarik,"sahut Maiko dingin.
Quinna terkejut sesaat.Tawaran untuk masuk genk Quinna adalah merupakan sebuah anugerah dan Maiko menanggapinya dengan dingin.Apa Maiko memang orang seperti itu.
"Oh baiklah,"sahut Quinna kemudian."Kamu nggak usah terlalu cepat mengambil keputusan.Kamu bisa memikirkannya dulu kok..."
Quinna pergi setelah itu.
Maiko melenguh.Dunianya sekejap berubah karena kehadiran kak Ryu.
Ini tidak adil buatnya.

#####

"Kenapa kakak muncul lagi dalam kehidupanku?"tanya Maiko tanpa menoleh.Ia hendak memaksa untuk pulang sendiri tadi,tapi Ryu pastinya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Ryu tersentak mendengar pertanyaan adiknya.Tidak senangkah Maiko bisa bertemu dengan dirinya?Seberapa dalam rasa kecewa yang ia tanggung sendirian itu?
"Kamu nggak senang kakak kembali?"Ryu membalasnya dengan pertanyaan.
"Kalau kakak nggak muncul disekolah,mereka pasti nggak akan bertanya macam-macam padaku.Aku merasa nggak nyaman dikelas sejak kakak muncul kemarin,"tandas Maiko bersungut-sungut.
Ryu tersenyum.Jadi karena itu?batinnya geli.
"Memang seberapa populer aku dikelasmu?"goda Ryu seraya menoleh kearah adiknya.
Huh...Maiko hanya mendengus.
"Kita mau kemana?"tanya Maiko saat mobil Ryu tak berbelok kejalan menuju rumah mereka.
"Kita mau jalan-jalan,"sahut Ryu cepat."Kita ke salon,beli pakaian,sepatu,tas.Pokoknya apapun yang ingin kamu beli.Kamu cantik Mai.Tapi kamu kurang memperhatikan penampilanmu.Kakak paling nggak suka melihatmu berdandan tomboy seperti itu.Kamu harus berubah,Mai,"tutur kak Ryu panjang.
Hah?Maiko menoleh kaget.Kak Ryu ingin merubah penampilannya?Tidak!
"Aku paling nggak suka membuang uang,"ucap Maiko kemudian.Ia memang tak seperti gadis kebanyakan yang memprioritaskan penampilan.Shopping di hari libur dan pergi ke salon kecantikan secara rutin.
Maiko lebih memilih tidur ketimbang sibuk mengagumi pakaian-pakaian di mal.
"Kenapa?Bukankah ayah dan aku selalu mengirimi kamu uang?"tanya Ryu heran."Atau jangan-jangan kamu nggak memakai uang itu sepeserpun?Benarkah itu Mai?"
Maiko terdiam.
"Dasar keras kepala,"ucap Ryu geram.Ia mengepalkan tangan menahan emosi."Sampai kapan kamu akan menyiksa aku dan ayah seperti ini?Jawab Mai!"
Teriakan Ryu terdengar keras.Saat itu juga Ryu menginjak rem tiba-tiba .Mobil itu berhenti mendadak setelah terlebih dulu menepi di pinggir jalan.
Maiko terkejut sekaligus ketakutan melihat luapan emosi kakaknya.Ryu tak pernah marah.Tapi sekali ia marah akan sangat menakutkan.
"Mai...kakak tahu mungkin kamu butuh waktu.Maafin kakak ya,"ucap Ryu beberapa menit kemudian.Setelah hening lama.
Tangan Ryu mengusap kepala Maiko dengan lembut.Ia sangat menyayangi Maiko dan tak akan tega memarahi adiknya.Sebesar apapun kesalahan Maiko.
Maiko bergeming.Gadis itu tertunduk semenjak tadi.Sebutir air jatuh dari ujung matanya.Sedingin dan sekeras apapun hati Maiko,ia tetaplah seorang adik yang rapuh.

#####

Ryu menyesap kembali teh melati buatan oma sembari menikmati pemandangan langit sore dari atas balkon kamarnya.
Angin yang berhembus membawa kenangan masa kecilnya bersama Maiko.Rupanya waktu begitu cepat berlalu.Maiko tumbuh dengan baik menjadi seorang gadis remaja yang cantik.
Sebesar apapun kebencian Maiko pada ayah,Ryu percaya jika didalam hati Maiko menyimpan secercah kerinduan pada ayah.Ia tak membenci gen yang diwariskan ayah.Ia mencintai segala sesuatu yang berhubungan dengan Jepang,hanya saja ada dinding yang ia bangun sendiri untuk membatasi dirinya dengan ayah.
Hanya Maiko sendiri yang mampu menghancurkan dinding itu...
"Apa kabar ayahmu Ryu?"
Ryu baru tersadar dari lamunan sorenya saat mendengar teguran oma.Wanita tua itu meletakkan toples berisi kismis keatas meja.
Kismis?gumam Ryu takjub.
"Maiko sangat suka makan kismis.Entah sejak kapan ia makan makanan itu.Dia selalu membeli itu setiap oma mengajaknya ke supermarket,"tutur oma menjelaskan.
Ryu mengerti.Ada begitu banyak hal yang tidak diketahui oleh ayah dan dirinya tentang diri Maiko.Dan ayah menjadi seperti seorang pengecut karena tak berani menemui Maiko.Mungkin itulah yang membuat Maiko membenci ayah.
"Ayah baik-baik saja Oma,"ucap Ryu.Membalas pertanyaan oma yang sempat terputus oleh perbincangan lain.
Oma mendesah berat.
"Oma telah bersalah telah memisahkan kalian,"ujar oma setengah bergumam.
Ryu tersentak.Nyaris tak percaya akan ucapan yang baru saja dilontarkan oma.Sebuah penyesalankah?
"Oma merasa kasihan pada Maiko,"ucap oma lagi."Anak itu sangat kesepian.Dia selalu sendirian dan tidak punya teman.Saat kamu pergi ke Jepang,anak itu sering menangis sendirian didalam kamarmu.Dia pasti merasa sangat kehilangan dirimu kala itu.Tapi sayangnya dia tidak mau mengatakan perasaannya pada oma.Dan oma begitu bodoh karena tidak bisa membaca pikirannya,"oma menghentikan penuturannya untuk menghela nafas panjang.Sementara itu Ryu tekun mendengarkan penuturan oma.
"Maiko bukan lagi anak yang ceria seperti dulu,"lanjut oma kemudian.Setelah ia merasa jeda yang ia berikan cukup untuk memberi ruang pada Ryu untuk merenungkan ucapan oma.
"Oma ingin kamu mengembalikan kebahagiaan Maiko,"ungkap oma kemudian.
Ryu tercenung.Dia tidak tahu jika Maiko separah itu.Adiknya yang sedikit tomboy tak sekuat yang terlihat diluar.Hatinya sedang terluka.Dan Ryu harus mengobatinya.
"Kupikir Maiko nggak sebenci itu pada ayah,"sahut Ryu."Jauh didalam hatinya dia menyimpan kerinduan yang mendalam untuk ayah,"sambungnya.
Oma menatap lurus kearah Ryu.Sepasang matanya menyiratkan pertanyaan benarkah.
"Bagaimanapun juga didalam darahnya mengalir darah ayah,"tutur Ryu kembali."Maiko nggak bisa mengingkari hal itu."
"Bawa ayahmu kesini,"tandas oma membuat Ryu terjingkat.Selama ini oma melarang ayah untuk ke Indo,tapi sekarang...
"Oma..."
"Oma pikir sudah saatnya kalian berkumpul lagi."
Ryu menarik nafas lega.Izin sudah keluar dari bibir oma,tinggal meyakinkan ayah untuk datang.Sementara Maiko?Mungkin sedikit sulit untuk mencairkan gunung es didalam hati adiknya.


To be continued....












ORANGE STRAWBERRY chapter 1


"Maiko!"
Maiko mendongakkan kepala begitu suara Mister Simon terdengar lantang menyebut namanya.
"Ini pelajaran Biologi bukan pelajaran menggambar kamu tahu?!"hardiknya kasar.Kedua matanya melotot.Merah dan marah.
Maiko meletakkan pensil dengan malas.Gambar seorang gadis anime masih berupa sketsa diatas kertas putih didepannya.Dan Maiko terpaksa menutupnya demi redamnya emosi Mister Simon yang nyaris meledak itu.
Beberapa teman tampak berbisik disertai tawa kecil demi melihat insiden itu.Sementara yang lain acuh tak acuh.Karena kejadian serupa bukan kali ini saja terjadi.
Dan untungnya Mister Simon segera melanjutkan pelajaran sebelum jam istirahat tiba.

#####

Maiko tertegun menatap lapangan basket yang ramai.Gadis itu melenguh.Konsentrasinya pecah.Gambar anime yang sedianya ia selesaikan saat istirahat,batal diselesaikannya.Gara-gara suara ramai dari arah lapangan basket cukup mengganggu konsentrasi Maiko.Gadis itu butuh suasana tenang untuk menyelesaikan gambarnya.Dan tak ada tempat yang tenang disekolah ini.Sedang murid tidak diizinkan diam dikelas sementara jam istirahat berlangsung.
Perpustakaan?Maiko tak suka berada disana.Tempat itu dekat dengan tempat pembuangan sampah.Kalau tidak berbau busuk,pasti berbau asap pembakaran.Bukan pilihan yang bagus.
Gadis itu menutup buku gambarnya.Percuma dipaksa juga.Gambar itu tak akan selesai seperti yang diharapkan jika ia memaksakan diri.
Maiko lebih suka mengasingkan diri.Maka dari itu dia tidak punya teman.Dan memang ia tidak suka berteman.
Dua tahun sekolah ditempat ini ia bahkan baru menyadari jika ia sekelas dengan Benedict,satu-satunya cowok terpopuler di sekolah.Sebenarnya ada beberapa yang populer tapi tak sepopuler Benedict.Beberapa diantaranya bahkan se-genk dengan Benedict.
Dikelasnya yang sekarang juga ada Prilly,Quinna dan Anissa.Mereka adalah sederet nama cewek cantik nan populer disekolah.
Dan Maiko baru menyadari jika kelasnya begitu istimewa.Kemana saja kau selama ini Maiko bodoh?Kenapa kau baru menyadarinya sekarang saat kau butuh ketenangan untuk menggambar?

#####

Maiko melangkah gontai keluar dari kelas.Perutnya sempat bernyanyi sebentar tadi.Lapar.
Uh...gadis itu bergumam kecil saat bahunya ditabrak dari belakang.Sedikit sakit namun tak mengapa.
"Sorry..."
Hanya ucapan itu yang keluar dari bibir si penabrak.Benedict!
Payah,gumam Maiko kesal.
Maiko hanya bisa menatap punggung cowok itu tanpa bisa melempar makian atau apa.Hanya sekedar meluapkan kekesalan hatinya.
"Tunggu Ben!"
Maiko meringis.Kali ini bahunya tak selamat.Prilly,sang ratu kecantikan itu tampak buru-buru mengejar Ben.
Maiko sempat mendengar jika Prilly mengejar Benedict mati-matian,namun tampaknya Benedict tidak punya perasaan yang sama dengan Prilly.Semacam kasih tak sampai,begitu yang ia dengar secara tak sengaja dari teman-temannya.Karena Maiko tak suka bergosip!
Maiko melangkah lagi.Melanjutkan langkah gontainya.Perutnya sudah tak sabar ingin segera diisi nasi .
Namun langkah itu terpaksa berhenti didepan gerbang sekolah.
Seorang cowok tampan,tinggi,putih dan berpenampilan sempurna tampak melambai kearah Maiko.Sebuah kaca mata hitam menutupi area matanya dari sengatan matahari.Ia bersandar pada sebuah mobil mewah berwarna putih.
Sosok itulah yang membuat Maiko terpaksa menghentikan langkahnya.
Gadis itu sempat terkejut namun tak serta merta ia gembira.Ia malah memasang wajah cemberut.Masam.
Kenapa Maiko?

#####

Maiko melahap nasi soto didepannya dengan nikmat.Rasa lapar telah membuatnya gila.Waduh...
Ryu hanya menatap Maiko dengan tatapan takjub.Bagaimana mungkin seorang cewek bisa makan dengan kecepatan super seperti itu?Padahal makanan itu masih panas.
"Maiko!"Ryu memanggil nama Maiko dengan nada tinggi.
Maiko masih acuh.Gadis itu meneguk es teh usai menghabiskan satu porsi nasi soto.Bahkan Ryu belum menyentuh makanannya sama sekali.
"Sudah makannya?"tanya Ryu sedikit ketus.
Maiko mengangguk.Perutnya kenyang sekarang.
Ryu menggeleng-geleng heran.
"Kamu itu...kakakmu datang dari tempat yang jauh masa kamu nggak seneng sama sekali?Kita sudah lima tahun nggak ketemu loh..."ucap Ryu mengungkapkan rasa kekecewaannya.
Maiko terdiam sesaat.Ryu benar.Sudah lima tahun mereka tidak bertemu.Dan selama itu ia kehilangan sosok seorang kakak.Karena komunikasi diantara mereka tak begitu intens.
Maiko menatap wajah kakaknya yang sekarang sudah tampak dewasa.Ia tampan.Perpaduan gen yang sungguh sempurna.
"Kamu sudah besar Maiko..."
Maiko tersenyum.Untuk pertama kali dihadapan kakaknya.
"Kakak juga,"sahut Maiko lirih."Kakak sangat tampan.Pasti banyak cewek Jepang yang suka pada kakak,"sambungnya kemudian.
Ryu terbahak mendengar ucapan adiknya.
"Tebakanmu tepat,"sahutnya kemudian."Tapi aku nggak mau menikah sebelum kamu menikah."
"Kenapa?"Maiko mengerutkan alisnya.
"Kakak ingin kamu bahagia Maiko.Itu saja,"sahut Ryu.Tapi pasti bukan itu alasan sesungguhnya,batin Maiko.
"Apa ayah menyuruhmu untuk membawaku ke Jepang?"tanya Maiko kemudian.Pertanyaan itu memukul-mukul kepalanya semenjak pertama kali ia melihat Ryu datang ke sekolah.
Ryu menggeleng pelan.
"Aku yang ingin datang kesini.Kebetulan aku punya urusan bisnis dengan temanku disini,"jelas Ryu namun ditanggapi senyum dingin Maiko.
Maiko tak menyahut.Sampai matipun ia tak akan sudi pergi ke tempat kelahiran ayah kandungnya.
"Bahasa Indo kakak lancar banget,"ucap Maiko beberapa detik kemudian.Memecah ketegangan yang sesaat lalu muncul diantara keduanya.
Ryu tersenyum.
"Aku sering nonton sinetron Indo di internet.Makanya aku lancar berbahasa Indo.Lagian aku juga lahir disini.Sama sepertimu.Aku cinta Indo,Maiko."
Maiko ikut tersenyum.
"Tuh sotonya dimakan kak,"suruh Maiko kemudian.

#####

Tok tok...
Maiko meletakkan pensil dan segera menutup buku gambarnya sebelum Ryu menerobos masuk kedalam kamarnya.
"Lagi apa?"
Ryu membuka pintu kamar Maiko dan melongok kedalam.
"Ya ampun!"teriak Ryu sembari membuka pintu kamar Maiko lebar-lebar."Ini kamar atau kapal pecah sih?Kamu itu cewek Mai,bisa rapi dikit nggak sih?"Ryu mengeluarkan omelan begitu melihat isi kamar adiknya yang berantakan.
Maiko hanya nyengir karena ketahuan kamarnya berantakan.Dan itu tergolong parah.
"Nanti aku suruh Mbak Mi untuk membereskan..."
"Kok Mbak Mi sih?"protes Ryu.”Kenapa nggak kamu aja yang beresin?Ini kamar kamu kan,bukan kamar Mbak Mi,"ucap Ryu ngotot.
Maiko mendengus.Sewot.Selama ini tidak ada yang protes dengan kondisi kamarnya.Tidak oma sekalipun.
"Iya nanti aku beresin,"ucap Maiko akhirnya.Malas.
"Apa ini?Kamu bisa menggambar komik?"Ryu keburu melihat buku gambar milik Maiko.
Maiko berusaha merebut buku gambar miliknya,tapi Ryu sudah terlanjur melihat semua hasil karyanya.
Ryu menatap adiknya dalam-dalam.
"Ayah begitu merindukanmu Mai,"ucap Ryu sembari memegang bahu adiknya."Seberapapun besar kebencianmu pada ayah,dia tetap ayahmu.Sampai kapanpun."
"Kak..."Maiko berusaha melepaskan tangan Ryu dari atas bahunya.Tampak sekali jika ia tidak nyaman dengan topik pembicaraan Ryu.
"Maiko,"Ryu melepaskan tangannya dari atas bahu Maiko."Ayah tidak sepenuhnya salah.Kamu yang membuatnya terbebani rasa bersalah jika kamu terus bersikap seperti ini,"tandas Ryu meneruskan pembicaraan.
Maiko menghela nafas.Menghindari sorotan mata Ryu yang terus mengejarnya.
"Ibu dan ayah tidak pernah berniat untuk berpisah,Mai,"tandas Ryu menjelaskan."Saat itu ayah terpaksa harus pulang ke Jepang karena ibunya sakit.Dan beliau tidak bisa kembali kesini karena ibunya melarang.Kamu bisa membayangkan bagaimana perasaan ayah kala itu.Dia terjebak dilema,Mai."
Maiko hanya menatap kearah tembok.Bersikap seolah tak mendengar ucapan kakaknya.Seolah tak peduli.
"Dan..."lanjut Ryu kembali."Saat ayah ingin kembali lagi ibu telah meninggal dan oma melarang ayah untuk kembali kesini.Dan kamu juga menghukum ayah dengan kebencianmu,padahal ayah sangat merindukanmu."
Maiko bergeming.
"Maiko!Ryu!"
Maiko bersyukur dalam hati.Kedatangan oma merupakan sebuah pertolongan besar untuknya lepas dari topik pembicaraan tentang ayah.
"Kalian nggak makan?"tegur oma yang mendadak muncul diambang pintu."Oma sudah masak perkedel kentang kesukaan Maiko dan sayur bening kesukaan Ryu,"beritahu oma.
"Kamu masih suka perkedel kentang?"tanya Ryu seolah takjub.Dari kecil sampai sekarang Maiko masih menyukai makanan itu.Ayah juga.Dan karena di Jepang tidak ada perkedel,ayah sering membuatnya sendiri.Kata ayah,dulu ibu sangat sering membuatkannya perkedel.
Apa Maiko tahu hal itu?

#####

"Benar kamu nggak ingin ketemu ayah?"Ryu melirik Maiko yang duduk terdiam semenjak mereka meluncur kejalan raya.Gadis itu menatap kedepan.Kearah lalu lintas yang merayap padat di jam sekolah seperti sekarang.
"Kamu sadar nggak,kamu benar-benar mirip dengan ayah.Secara fisik dan psikologis kamu nyaris mewarisi semua sifat ayah.Ayah juga begitu keras kepala,dingin namun berhati lembut.Ayah..."
"Stop!"Maiko berteriak.Memotong percakapan kakaknya."Kakak bisa diam nggak?Aku ada ulangan hari ini,"ucap Maiko menahan geram.
Ryu diam sesuai permintaan adiknya.Sampai mereka tiba di gerbang sekolah,barulah Ryu membuka mulutnya
"Nanti aku jemput jam berapa?"tegur Ryu saat Maiko hendak membuka pintu mobil.
"Aku bisa pulang sendiri,"sahut Maiko sedikit ketus."Lagian selama ini aku terbiasa naik bis..."
Gerakan tubuh Maiko terhenti.Tangan Ryu telah mencekal lengannya.
"Apa kamu juga membenciku karena aku menerima tawaran ayah untuk sekolah di Jepang?Benarkah seperti itu Mai?"tanya Ryu memojokkan Maiko.
Maiko tak menyahut.Gadis itu membungkam mulutnya.
"Aku akan menjemputmu nanti siang,"Ryu melepaskan lengan Maiko beberapa detik kemudian.
Maiko beranjak dari tempat duduknya lantas membanting pintu mobil Ryu dengan keras.Bahkan ia tak sempat melihat ekspresi wajah Ryu yang begitu khawatir melihat dirinya.
Ryu merasa iba dengan keadaan adiknya.Sampai kapan Maiko mau membuka pintu hatinya untuk ayah dan dirinya?


To be continued....

































Rabu, 21 September 2016

Another Broken Heart (part 2)


Kak Theo adalah korban,begitu papar Rion,teman kak Theo.Ia terjebak dalam geng pengedar narkoba kelas kakap.Semula ia tak tahu jika pekerjaannya adalah kurir narkoba.Namun lama-lama ia tahu dan pada akhirnya ia ingin melepaskan diri dari jerat mereka.Tapi tak semudah itu melepaskan diri.Mereka mengejar kak Theo sampai dapat.Jika kak Theo tak mau kembali,maka ia harus dibunuh.
Begitu pemaparan singkat Rion.Dan aku mulai paham situasi yang dialami Kak Theo.
"Lantas dimana kak Theo sekarang?"tanyaku menyela.
"Dia pergi mencari perlindungan,"ungkap Rion."Ia akan kembali jika situasinya telah membaik."
Aku mengerti sekarang.Kak Theo ingin menyelamatkan diriku juga.Seperti dalam film aku bisa menjadi umpan untuk memancing kak Theo keluar dari persembunyiannya.
Huuftt...
Keluarga kami sudah pecah dari awal.Dan kak Theo terjebak dalam masalah sebesar ini.Dan aku sendirian.Kesepian memenuhi hatiku.Sama seperti saat ayah dan ibu pergi dulu.
"Kau menangis?"tegur Rion membuatku tersadar dari lamunan.
"Ah maaf,"sahutku terbata."Bolehkah aku sendirian sekarang?"tanyaku.Untuk menyuruhnya pergi.
"Baiklah,"sahut Rion."Jika kau butuh sesuatu panggillah aku.Aku ada diluar,ok?"
Aku mengangguk pelan.
Usai Rion pergi aku menumpahkan tangisku.Sudah lama aku tak menangis seperti ini.Dan ini sedikit melegakan dadaku.

$$$$$

Matahari mulai menyeruak dari balik bukit.Semburat jingga.Indah.Hangat.
Aroma embun pagi menyapa hidungku.Segar dan wangi.Dari kejauhan aku bisa melihat perkebunan teh.
Andai aku bisa menikmati pagi seperti ini bersama kak Theo.
Ah,terlalu banyak hal yang ingin kulakukan bersama kak Theo.
"Hei..."
Rion datang.Entah dari arah mana.Yang jelas tshirt sport-nya tampak basah karena keringat.Begitu juga dengan tangan dan kakinya.Basah.
Rion pastilah orang yang suka olah raga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
"Kau baik-baik saja?"tegurnya seraya mengusap keringatnya dengan memakai sebuah handuk kecil yang melingkar dilehernya.Ia melangkah mendekat ketempat aku berdiri.
"Aku baik-baik saja,"sahutku.
"Kau tak ingin ikut aku lari?"tawarnya."Olah raga akan sedikit membuatmu lebih baik,"tandasnya ramah.
"Aku sudah lebih baik,"aku mencoba tersenyum kecil.
Rion ikut tersenyum.Ia ikut duduk disebelahku.
"Kau pasti jarang olah raga,"ucapnya sok tahu."Kau tahu,tubuhmu lemah.Gampang sakit.Kau perlu sedikit latihan agar tubuhmu tidak rentan sakit."
"Aku tidak suka olah raga,"tandasku.
"Sudah kuduga,"sahut Rion sembari tergelak.Aku ikut tertawa.
"Tertawa juga bagus untukmu,"ucap Rion langsung membuatku terdiam.
"Tidak juga,"tandasku kemudian."Berkat kak Theo aku bisa kembali tertawa.Tapi aku kembali kehilangan tawa itu."
Aku menunduk dan nyaris menjatuhkan air mata.
Rion menepuk-nepuk punggungku.
"Semua akan baik-baik saja.Percaya padaku,"ucapnya menguatkan.
Aku mengiyakan.
"Haahh...aku lapar,"ucap Rion mengalihkan pembicaraan."Kau juga lapar kan?Mari kita buat sesuatu.Omelet sayuran kedengarannya enak,"Rion menarik tanganku masuk kedalam.
Laki-laki itu bersemangat sekali.Ia ramah dan sedikit lucu.Ia teman yang menyenangkan...

$$$$$

Jika diamati Rion orang yang sedikit aneh.Dia tinggal sendiri dirumah yang terpencil seperti ini.Tak punya pekerjaan.Kesehariannya hanya lari pagi, makan, tidur, memasak, terkadang dia berkutat lama dikamarnya.Setahuku ia sibuk dengan laptopnya.Mungkin ia bekerja lewat komputer saja.
Apa ia seorang hacker?Tidak mungkin!
"Sedang apa disini?"
Rion mendadak muncul didepanku.Untung saja aku hanya bengong didepan kamarnya dan bukan sedang mengintipnya didalam kamar.
"Ah...aku hanya ingin tahu,"ucapku gugup."Apa kak Theo sudah menghubungimu?"tanyaku kemudian.
Rion menggeleng.
"Bukankah setiap pagi kau menanyakan hal itu setiap kita sarapan.Dan kurasa pagi tadi kau sudah menanyakan hal itu.Apa kau lupa?Lagipula jika Theo menelpon aku pasti mengatakannya padamu,"cerocos Rion membuatku gelagapan.
Kenapa aku merasa bodoh dihadapannya. Ada apa denganku?
"Maaf,aku kan cuma ingin tahu,"ucapku pura-pura sewot.
Aku balik kanan dan langsung pergi dari hadapannya.
"Tunggu!"
Rion menarik ujung pakaianku dengan gerak refleks.
"Apa?!"
Rion tersenyum.
"Apa kau bisa membuatkanku kopi?Pakai kopi instan saja.Tinggal tuang dan kasih air.Gampang kan?"ucapnya bermanis muka.
Huh...
Aku mendengus.Namun aku pergi juga melaksanakan perintahnya.
Aku dimanfaatkan olehnya.

$$$$$

Pagi ini aku duduk dibelakang rumah.Tak seperti biasanya menikmati matahari terbit.Sembari memainkan ranting kering aku mengamati anak-anak kecil yang sedang berjalan menuju ke sekolah.
Ada semangat,riang,canda tawa dan harapan yang mengiringi langkah kecil mereka.Mengingatkanku pada masa kecil.
Aku dan kak Theo selalu bersama-sama saat pulang dan pergi sekolah.Ia akan menggandeng tanganku dan tidak akan membiarkan siapapun menggangguku.Terutama anak laki-laki yang suka jahil pada anak-anak perempuan.Bahkan kak Theo pernah berkelahi demi aku.Huh...
Dimana kak Theo sekarang?
"Kau disini rupanya?Kupikir belum bangun,"suara Rion mengganggu lamunan masa kecilku.
Seperti biasa,ia baru pulang dari lari pagi.
"Lain kali aku pasti mengajakmu lari pagi,"imbuh Rion kemudian.Ia mengacak rambutku perlahan.
"Aku tidak mau,"sahutku cepat.
Rion tertawa mendengar penolakanku.
"Oh iya,tadi malam Theo menelpon..."
"Dia bilang apa?Kenapa tidak memanggilku?"potongku cepat.
"Dia baik-baik saja,"sahut Rion tenang."Jangan cemas adik kecil..."
Aku melotot.Apa dimatanya aku ini adalah seorang anak kecil?Bukan sebagai gadis dewasa?
"Aku bukan anak kecil,"sahutku sewot.Aku bangkit dan bergegas masuk kedalam rumah.
Entah kenapa aku begitu kecewa mendengar ucapannya.Bahkan ia sempat tertawa tadi.


$$$$$

"Kau masih marah?"
Rion mengejutkanku dengan menyodorkan sepiring udang goreng crispy.
Aku menatapnya sebentar.Dan bertanya bagaimana dia bisa tahu makanan favoritku?namun sebatas dalam hati.
"Tumben masak ini,"gumamku dengan memasang tampang cemberut.
"Bukankah kau suka udang goreng?"
Pasti kak Theo yang membuka rahasiaku padanya.
"Apalagi yang dikatakan kak Theo tentang aku?"tanyaku penuh selidik.
"Hmm..."Rion menggeleng."Tak banyak."
Aku mengambil sebuah dan menyantapnya pelan-pelan.Aku sudah lupa kapan terakhir aku makan udang goreng.
"Kau tidak makan?"tanyaku pada Rion.
"Untukmu saja,"sahutnya.
"Baiklah,"balasku."Aku bersyukur jika harus menghabiskan makanan ini sendirian.Huh leganya..."
Rion tersenyum mendengar ucapanku.
Entah kenapa jantungku serasa berhenti berdetak saat menatapnya tersenyum seperti itu.Rasanya luka didalam hatiku terobati sudah.
"Kau sangat manis,pantaslah jika Theo sangat menyayangi adiknya,"ucap Rion membuatku berhenti mengunyah.Maksudnya?
"Benarkah aku semanis itu?"tanyaku seraya menyipitkan mata.
Rion terbahak.
"Tidak.Tidak semanis itu,"sahutnya menggoda.
Aku memukul bahu Rion.Huh,mencoba seakrab mungkin.
"Sebenarnya kau dan kak Theo teman yang seperti apa?"tanyaku mengalihkan pembicaraan.Ingin bertanya tentang pacar juga tapi aku sedikit takut. Nanti jawabannya malah membuatku kecewa.
"Emm.."Rion tampak berpikir sebentar."Kami dulunya rival.Kami menyukai gadis yang sama.Kami bersaing demi mendapatkan gadis itu.Dan kau tahu,lucunya gadis itu malah memilih orang lain.Bukan salah satu dari kami,"paparnya sembari tersenyum.Ia tampak sedikit menerawang ke masa lalu.
"Lalu?"tanyaku penasaran.
"Lalu kami mulai berteman baik sejak sama-sama patah hati,"ungkapnya.
"Apa kalian berdua homo?"celutukku polos.
"Ngawur!"cetus Rion seraya mengacak rambutku gemas.
Huh,menyebalkan.

$$$$$

"Jane...."
Lamat-lamat aku mendengar suara memanggilku.Suara laki-laki,tapi bukan kak Theo.
"Bangun Jane,ayo lari pagi,"suara Rion begitu mengusik tidurku.Laki-laki itu menyentil hidungku.Usil.
Aku terpaksa membuka mataku yang berat.
"Aku ngantuk Rion,kau pergi saja sendiri,"gumamku malas.
"Ayolah..."
Rion menarik selimutku dengan paksa.Membuatku terpaksa bangun.
Rion telah bersiap untuk lari pagi.Dan rupanya ia bersemangat sekali menggangguku untuk ikut lari bersamanya.Huh...
Lima belas menit kemudian...
"Ayo Jane,semangat!"
Hufftt...aku hanya bisa mendengus kesal.Pagi-pagi begini sudah disuruh lari pagi.Memangnya siapa dia?
"Jangan lambat!Lari dong!"Rion tak berhenti berteriak sejak tadi.Ia telah duluan beberapa meter dari tempatku.Bertolak pinggang seperti komandan yang sedang melatih anak buahnya.
Awas kau,geramku.
Aku berlari kearahnya dengan semangat balas dendam.Akan kupukul dia jika sudah dekat.
Duk.
Kakiku tersandung batu.Aku terjatuh dengan memalukan dihadapan Rion.Sial.
Lututku tergores dan mengeluarkan cairan berwarna merah.Darah.
"Jane!Kau baik-baik saja?"Rion berlari kearahku dengan segera.Ia memeriksa lukaku dengan iba.
Tanpa berkata apapun ia langsung mengangkat tubuhku.Diluar dugaan laki-laki itu menggendongku sampai rumah.
Ia mengoleskan obat merah kearas lukaku.Juga meniupnya dengan hati-hati.Persis dalam adegan drama Korea.
Romantis.
"Masih sakit?"
Aku tergagap.Lantas mengangguk seperti orang idiot.
"Istirahatlah,aku buatkan minuman untukmu,"ucap Rion seraya berlalu dari hadapanku.Laki-laki itu bahkan tak mengungkit kebodohanku sampai terjatuh tadi.
Ini salah Rion.Kalau saja ia tak memaksa lari bersamanya pasti aku tidak akan terluka seperti ini.Tapi dengan kejadian ini aku bersyukur.Apa yang terjadi tadi?Rion menggendongku?Iyaa Jane!Dan itu sangat romatis.Dan sesaat tadi kau adalah pemeran utama dalam drama!Hahaha..
"Hei,kok senyum-senyum sendiri?"teguran Rion membuatku tercekat.
"Siapa yang senyum-senyum?Aku hanya teringat sesuatu..."ucapku mengada-ada.
"Apa?"
"Rahasia,"aku tergelak kemudian.
"Huh dasar..."

$$$$$

Rion pamit untuk pergi ke kota.Ia harus membeli kebutuhan sehari-hari dan juga bahan makanan untuk kami.
Kenapa ia tak mengajakku?batinku curiga.Apa ia pergi menemui seseorang yang penting?Pacar?Istri?
Aku segera membuang pikiran negatif tentangnya.
Apa hubungannya denganku kalau ia punya seseorang yang spesial dihatinya.Untuk cemburupun aku tak berhak.Aku bukan siapa-siapa.Aku hanya seorang adik yang dititipkan kakaknya kepada seorang teman baik.
Huh...
Kak Theo kenapa kau belum memberi kabar?
Aku mendengar suara ketukan di pintu.Apa Rion sudah kembali?Jika itu benar dia,harusnya ia tak perlu mengetuk pintu.Apa kak Theo?
Aku menghambur keluar dari kamar dan melesat pergi keruang tamu.
Aku membuka pintu dengan bersemangat.
"Kak..."
Mulutku bungkam seketika.Bukan kak Theo yang kudapati didepan pintu.Tapi orang-orang yang sama yang pernah mengetuk pintu rumahku dan mengancam kak Theo.
Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaanku?
"Mana Theo?!"hardiknya keras."Cepat geledah rumah ini!"suruh laki-laki berkacamata yang pastilah pemimpin mereka.
Aku berdiri mematung saat orang-orang itu menerobos masuk rumah Rion.Aku mendengar suara-suara ribut.Mereka pasti telah memecahkan sesuatu didalam rumah.
"Tidak ada bos,"salah satu melapor pada laki-laki berkacamata itu.Ia tampak geram.
"Bawa dia!"
Tiba-tiba dua orang menyergapku dan menyeretku dengan paksa.Aku berusaha berontak namun kekuatanku tak bisa menandingi mereka.
Aku dipaksa masuk kedalam mobil.Lantas mereka membawaku entah kemana.
Kak Theo, Rion... Tolong selamatkan aku!

$$$$$

Aku disekap didalam sebuah gudang sempit.Kardus-kardus bertumpuk disamping kanan dan kiriku.Entah apa isinya.Tapi diruangan ini sangat pengap membuatku sesak nafas.
Aku terduduk disebuah kursi besi dengan tangan diikat.Dan sebuah plester melekat kuat dimulutku.Mengantisipasi jika aku berteriak.
Aku tidak tahu berapa lama aku disini.Mungkin sekitar tujuh atau delapan jam perkiraanku.Aku tak tahu persis.
Perutku sangat lapar.Apa Rion sudah tahu kalau aku diculik?
"Kau sudah bangun?"
Aku mendongak saat suara parau itu menegurku.Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar mengamatiku lamat-lamat.
Dia membuka plester dimulutku dengan paksa.Sakit.
"Katakan dimana Theo,"ucapnya seraya mendongakkan daguku dengan kasar.
"Aku tidak tahu,"sahutku sedikit geram.
Laki-laki itu menyeringai tajam.
"Kau tahu,Theo bisa membocorkan rahasia sindikat kami.Jika dia tidak datang kemari segera,berarti ada nyawa yang harus dilenyapkan.Dan kau tahu siapa yang harus kami lenyapkan?Kau!"tandasnya membuatku bergidik.
Sindikat gila,batinku.Mereka tak segan-segan membunuh orang.Dan aku adalah daftar orang yang harus dilenyapkan.Aaarrgghhh!
Air mata mulai menetes dari ujung mataku.Kak Theo...apa kau tahu bahwa adik kesayanganmu berada di ujung kematian?
"Kau takut ya?"ejek laki-laki itu menertawakanku.Ia menjambak rambutku kuat-kuat.
"Kenapa tak bunuh sekarang saja?"tanyaku sok menentang.Padahal aku takut setengah mati.
Plak!
Sebuah tamparan keras melayang ke pipiku.Membuatku kesakitan.Oh...
"Tenang saja,aku pasti akan membunuhmu tapi aku akan bersenang-senang denganmu terlebih dulu.
Ya Tuhan...jeritku dalam hati.Lebih baik aku mati saja.
Dor!
Sebuah suara tembakan mendadak terdengar.Laki-laki itu panik dan terdengar suara ribut-ribut sesudahnya.Laki-laki itu bergegas keluar dari gudang pengap itu.
Beberapa saat sesudahnya pintu gudang didobrak paksa dari luar.Seorang laki-laki berpakaian preman dan membawa sebuah pistol menghambur masuk usai memastikan ruangan itu aman.
Ia segera membebaskan aku dari tali yang mengikat tanganku erat.Beberapa orang masuk dan salah seorang diantaranya adalah Rion.
Untung dia tidak terlambat menyelamatkanku.

$$$$$

Aku terbangun.Sebuah jarum infus menancap kuat di punggung tanganku.Sakit.Badanku juga lemah.Tapi aku baik-baik saja.
"Kau sudah bangun Jane?"
Wajah kak Theo terlihat cerah.Membuatku terperangah.Aku ingin sekali bangkit dan memeluknya.
"Kemana saja kakak selama ini?"aku terharu dan ingin sekali menitikkan air mata.
"Maaf Jane,aku harus mengurus masalahku sendiri.Aku bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk meringkus sindikat itu.Maaf telah membuatmu cemas,"paparnya membuatku lega.
"Terus...dimana Rion?"tanyaku tanpa canggung.
"Aku disini adik kecil,"sahut Rion tiba-tiba muncul.Aku kecewa mendengar ia menyebutku adik kecil.Kenapa?
Seorang gadis cantik mendadak muncul dari balik punggung Rion lantas menggamit pinggang Rion dengan mesra.
Oh,dadaku berdegup kencang dan terasa sakit.Cemburu.
"Kak Theo,aku ingin pulang..."
"Tunggu hingga keadaanmu membaik."
"Tapi aku benci rumah sakit."
"Iya aku tahu,kau harus sabar..."
"Huh..."

(Tamat)












Senin, 19 September 2016

Another Broken Heart (part 1)


Aku melempar tubuh ke atas tempat tidur usai melepas sepatu high heels milikku dan meninggalkannya begitu saja diatas lantai.
Kepalaku sedikit berdenyut dan membuatku malas untuk sekedar berganti pakaian.
Oh Tuhan, kenapa rasa sakit didadaku belum juga mereda,batinku setengah sadar.Samar-samar aku mendengar seseorang melangkah masuk kedalam kamarku.Siapa?
Kakak?
Aku terbangun seketika saking terkejutnya.Kak Theo telah berdiri didepan pintu kamarku dan aura negatif segera menyesaki kamar itu secepat mungkin.
"Jane!"
Aku berusaha bangkit dengan kekuatan yang tersisa.Meski denyutan dikepalaku bertambah parah.Namun aku masih setengah sadar kala itu.
"Jadi seperti ini kelakuanmu semenjak aku tidak ada?!"teriakan itu terdengar mengerikan dari apapun didunia ini.
Aku tak menjawab.Keadaanku sekarangpun sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya.
Kak Theo berangsur cepat kearahku.Ia mendekat dan menarik lenganku dengan paksa.Laki-laki itu menyeretku kekamar mandi persis seperti yang pernah ia lakukan beberapa tahun yang lalu saat aku masih anak-anak.
Ia menjatuhkanku disudut kamar mandi tepat dibawah shower.Dan detik berikutnya air segera berjatuhan dari lubang shower mengguyur tubuhku.
Aku mendekap tubuhku yang menggigil kedinginan.Sementara kak Theo berdiri tak jauh dan menatapku dalam diam.
Aku tak protes.Bahkan sejak kecil aku tak pernah melakukannya.Setiap aku melakukan kesalahan kak Theo akan menghukumku dengan cara yang sedikit kejam.Bahkan hukuman itu masih berlaku meski kami sudah sama-sama tumbuh dewasa sekarang.
Setengah jam kemudian...
Kak Theo membentangkan selimut tebal keatas tubuhku yang telah terbaring diatas tempat tidur.Meringkuk menahan dingin.Sedang Kak Theo duduk di tepi tempat tidur.Menatapku dengan pandangan tidak wajar.Sedikit tajam.
"Jadi seperti ini sikapmu selama kakak tidak ada?"tanya Kak Theo dengan suara parau.
Aku mengerjap beberapa kali.Anehnya aku tak pernah menangis meski telah mendapat hukuman keras darinya.
Aku masih diam.Belum menjawab atau membela diri.
"Mau jadi apa kau kelak?!"tandas Kak Theo sedikit keras."Apa kakak pernah mengajarimu untuk berpakaian seperti ini, mabuk-mabukan...lalu apa lagi hah?!"
Aku tak bereaksi.Masih.
"Kemana saja kakak dua tahun ini?"gumamku akhirnya."Setelah ayah dan ibu bercerai,kakak juga pergi.Aku tidak punya siapa-siapa untuk bersandar,bahkan kekasihkupun mengkhianatiku.Rasanya aku ingin mati saja..."
Kak Theo mendesah.Berat.Setengah menyesal tampaknya.
"Kakak mendapat tawaran kerja,"balas kak Theo membuatku bertanya-tanya.
Air mataku mendadak meleleh.Kenapa?
"Kakak seorang gangster?"tanyaku tanpa menatapnya.
"Jane..."
"Bilang saja Kak,"tandasku.Seolah tanpa emosi.Seolah aku sudah tahu.
"Ini bukan seperti yang kau bayangkan..."
Aku tersenyum pahit.
"Aku sudah terbiasa kecewa dengan orang disekitarku,"gumamku kemudian.
"Jane,percayalah padaku.Aku bukan seorang gangster,"tandas kak Theo mencoba meyakinkanku.
"Jangan sentuh aku!"aku berteriak sembari menepis tangan kak Theo yang hendak mengusap air mata yang meleleh dipermukaan pipiku.
"Jane...maafkan aku."
"Aku mau tidur,"ucapku seraya menutup wajahku dengan selimut.Pengusiran paling kasar yang pernah kulakukan padanya.
Entah berapa lama kak Theo duduk disana untuk menungguku terlelap.Kebiasaan yang tidak pernah berubah sampai sekarang.

$$$$$

Aku membuka mata setelah entah berapa lama tertidur.Tampaknya sedikit lebih lama karena tampaknya matahari telah cenderung berada disudut barat.
Aku sakit.Demam.Pasti efek hukuman ala militer yang kak Theo berikan padaku semalam.
"Kau sudah bangun?"sapa kak Theo.Ia membawakan baskom berisi air dan handuk untuk mengompres keningku.
"Tak usah pedulikan aku,"sahutku berangsur menghadap sisi lain.
"Berhentilah dari pekerjaanmu,"tandas kak Theo acuh dengan ucapanku sebelumnya.Ia tetap mengompres keningku meski dengan paksa."Aku tidak suka orang lain melihat tubuhmu seperti itu."
"Kenapa?"tentangku cepat."Agensi model itu satu-satunya tempat yang menerimaku apa adanya.Aku menemukan keluarga dan teman disana.Kakak tidak pernah tahu kan betapa kesepiannya diriku?Kakak juga tidak peduli kan?"
"Jane!"teriak kak Theo keras. Bahkan ia masih memanggilku dengan nama tokoh dalam komik favoritku,bukan dengan namaku yang sebenarnya.Namaku adalah Thessa.
"Kak!"aku bangkit dan balas teriak."Kenapa tiba-tiba kakak sangat mencemaskanku? Selama ini aku hidup dengan baik meski tidak ada kakak.Lantas sekarang kakak ingin mengatur hidupku,begitukah mau kakak?!"
Kak Theo mendesah.Dia pasti tidak menyangka aku bisa jadi pemberontak seperti ini.Jane yang dulu ia kenal bukanlah Jane yang sekarang dihadapannya.
Kak Theo merengkuhku pada detik berikutnya.Tangannya mengusap kepalaku dengan lembut.
"Maafkan kakak selama ini,"tandasnya terdengar menyesal."Kakak memang bersalah.Tidak seharusnya kakak meninggalkanmu..."
Aku melepaskan tangan kak Theo dari tubuhku.
"Sudahlah,"sahutku malas.Aku membaringkan tubuhku kembali dan mengabaikan kak Theo.
"Makanlah,"suruh kak Theo kemudian.
"Aku tidak lapar,"gumamku lirih.
"Jane..."
"Jangan panggil aku dengan nama itu!"teriakku geram.
Kak Theo tampak kesal.Namun ia masih berusaha menahan diri.
Kak Theo diam ditempat.Seperti berpikir tentang banyak hal.Entah apa.

$$$$$

Plung...
Sebuah bola basket masuk kembali kedalam ring.Lagi dan lagi.
Kak Theo paling mahir dalam hal ini.Dia adalah jago basket sejak dulu.Dan permainan memasukkan bola basket kedalam ring seperti ini sangat mudah baginya.Sedang buatku sangat membosankan dengan menontonnya saja.
"Kau tidak mau main?!"teriak Kak Theo ketika permainannya selesai.
Aku menggeleng malas.
Kami sudah ratusan kali pergi ke tempat game zone macam ini.Bahkan sejak kecil kami selalu menghabiskan akhir pekan disana.
"Kau mau es krim?"tawar kak Theo seraya mendekat.Peluhnya tampak menetes dari kening."Atau kau mau kubelikan boneka?Bukankah kau suka panda?"
"Kak hentikan!"seruku geram."Kita bukan anak kecil lagi..."
Kak Theo terhenti.
"Aku tahu,"sahutnya cepat.Ia mengambil tempat duduk didekatku."Apa kau tahu,kehidupan orang dewasa sangat rumit.Dan kehidupan anak-anaklah yang paling membahagiakan.Bebas,lepas tanpa ada beban.Dan aku ingin merasakan kehidupan itu sekali lagi.Sehari ini saja,"tandasnya datar.Sepertinya ia menyimpan banyak sekali rahasia.
Aku menyodorkan botol air mineral yang sejak tadi kupegang.
Ucapan kak Theo benar.Tapi ucapannya malah membuatku bertanya-tanya.Apa yang dihadapinya sekarang?Kenapa tampak sedikit sulit?
"Aku lapar.Yuk cari makan..."
Aku belum menyahut.Namun kak Theo telah menyeret tanganku duluan.
Kami makan pizza sesudahnya.Lantas mencicipi banana cake kesukaan kak Theo.Kami nonton dan mencairlah hatiku perlahan-lahan...

$$$$$

"Jane!Coba ini,"kak Theo menyodorkan sendok ke ujung mulutku.Laki-laki itu sedang memasak sup jagung.Sementara aku sibuk mengiris bawang didekatnya.
Aku segera menyesap cairan diatas sendok itu usai meniupnya.Mengandalkan indera perasaku.
"Ini enak Kak,"aku nyaris berteriak karena girang.
"Benarkah?"sahut Kak Theo tak percaya.Ia pun bergegas mencicipi hasil masakannya sendiri."Iya kau benar,"ucapnya kemudian.Ia tampak bersemangat.
Hahaha...kami terbahak bersama.
Sungguh,ini adalah saat-saat paling membahagiakan sejak orang tua kami bercerai dan mereka menghilang entah kemana.Aku ingin bisa seperti ini lebih lama lagi.
"Kak...sebenarnya apa yang kakak lakukan selama ini?"tanyaku hati-hati.Saat itu sup telah diangkat dari atas kompor.
"Kak..."
"Kau percaya kan pada kakakmu ini?"tanya kak Theo kemudian.
Aku mengangguk meski merasa ragu.
"Kakak tidak melakukan kejahatan apapun atau menyakiti siapapun.Kau paham?"kak Theo memegang kedua bahuku.
"Sejak kapan kakak menyembunyikan rahasia dariku?"tanyaku tak terima.
Kak Theo tak menyahut.Hanya menghela nafas.Kenapa kak?Katakan...
Ting tong!
Suara bel menghentikan semuanya.
Aku bergegas pergi untuk membuka pintu.Mungkin saja pihak agensi model tempatku bekerja mengirim seseorang untuk mengunjungiku.Karena aku mengajukan cuti mendadak dengan alasan sakit.
"Mana Theo?!"
Seorang laki-laki bertubuh tinggi atletis dan berkaca mata hitam berdiri didepan pintu dan langsung menanyakan kak Theo.Sementara dibelakangnya berdiri empat atau lima orang,semacam bodyguard.Mereka berpakaian setelan jas dan rapi.
"Kalian siapa?"tanyaku yang mendadak ketakutan.Aku punya firasat buruk tentang mereka.
"Ada apa Jane?"kak Theo telah berdiri dibelakangku.Namun ia segera merubah posisi kami.Ia maju dan menghalangi tubuhku dari orang-orang asing itu.
"Oh..kau bersembunyi disini rupanya?"tanya laki-laki berkacamata itu sembari menyeringai."Kembalilah atau kau akan menyesal."
Aku bingung.Pikiranku berhamburan kemana-mana.Ini seperti adegan film action.Semacam gangster atau apalah istilahnya.
"Aku tak bisa kembali bos,"sahut kak Theo."Aku harus merawat adikku.Dia sedang tidak sehat."
Apa-apaan ini?batinku semakin bingung.
"Begitukah?"orang yang disebut kak Theo "bos" itu mengamatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki."Apa kau baik-baik saja Jane?"kali ini ia bertanya padaku.
Namun kak Theo segera menarikku kebelakang tubuhnya.
"Saya mohon..."kak Theo memohon.Kenapa ia seperti orang lemah?Setahuku kak Theo bukan orang selemah itu.Untuk melindungikukah?Sebenarnya siapa orang-orang itu?Dan apa hubungannya dengan kak Theo?
"Baiklah,"ucap si bos."Aku memberimu waktu untuk berpikir kali ini.Tapi aku tidak mau mendengar jawaban yang mengecewakan.Kau mengerti?"
Kak Theo tak tampak menjawab.Namun orang-orang itu bergegas pergi tanpa ada konflik sama sekali.Mungkin belum saatnya.
"Kau baik-baik saja?"kak Theo berbalik dan kedua telapak tangannya mendarat dipipiku.Aku hanya mengangguk kecil dalam kebingungan.

$$$$$

Kak Theo mengemasi pakaianku setelahnya.Tanpa bicara.Tanpa penjelasan.
Yang jelas ia berniat mengajakku lari.Entah melarikan diri dari apa atau siapa.
Kami menaiki bus yang aku sendiri tidak tahu kemana.Aku tadi tidak sempat membaca tujuan bus yang tertulis didepan.
Kak Theo terpejam disampingku selama dalam perjalanan.Bahkan kami tidak sempat berbincang sejak tadi.Tapi aku tahu kak Theo tidak tidur.Ia pasti sedang berpikir tentang banyak hal.
Aku sangat ingin mengajukan pertanyaan.Tapi entah kenapa begitu sulit.Aku takut.Takut pada jawaban yang akan dilontarkan kak Theo melukai perasaanku.
Aku mulai terkantuk-kantuk saat senja mulai tampak meremang.Namun bus yang kami tumpangi belum juga tiba ditempat tujuan.Aku sudah lelah dan perutku sedikit mual.
Kak Theo bisa membaca situasiku.Ia menarik kepalaku agar bersandar di pundaknya.Ia tahu jika aku benci melakukan perjalanan jauh seperti ini.
Aku terbangun saat bus berhenti disebuah terminal yang tak begitu ramai.
Dan sialnya aku muntah saat hendak turun dari bus.Kepalaku berputar dan perutku seperti diaduk-aduk.Sial...
Seorang laki-laki seumuran kak Theo menyambut kami.Singkatnya kak Theo membawaku kerumah temannya.Itu kesimpulanku.Aku bahkan tak tahu siapa teman kak Theo yang satu ini.
Aku hanya mengikuti kak Theo tanpa bertanya sama sekali.Asal aku bisa bersama kak Theo,aku sudah merasa bahagia.

$$$$$

Keadaanku lebih baik saat aku terbangun dari tidur.Saat itu sudah pagi dan aku baru sadar kejadian yang telah kualami bersama kak Theo.
"Kau sudah bangun?"
Teman kak Theo datang bersama aroma daun teh yang menguap dari dalam cangkir yang ia bawa.Semangkuk bubur ia letakkan diatas meja disebelah tempat tidurku.
"Minumlah, setelah itu makan bubur,"suruhnya.
"Dimana kak Theo?"tanyaku dilanda kecemasan.Firasatku mengatakan hal buruk tentangnya.
"Dia..."
Aku bergegas bangkit dan mencari keberadaan kak Theo diberbagai sudut rumah itu.Namun kosong.Bahkan jejak kak Theo tidak ada sama sekali disana.
Aku tertegun didepan pintu keluar.Aku baru sadar jika rumah itu berada diatas sebuah bukit.Semacam vila.Dan aku baru menyadarinya sekarang karena saat tiba dirumah ini aku setengah tak sadar.Dan gelap telah menutup semuanya saat itu.
"Theo pergi."
Aku berbalik dan mendapati teman kak Theo sedang menghadapku dengan wajah datar dan serius.
Apa yang baru saja ia katakan?
"Kemana?"tanyaku dengan bibir gemetar.
"Aku tidak bisa mengatakannya.Theo tidak mengizinkan aku untuk mengatakannya padamu,"tandas teman kak Theo.
Tubuhku lemas.Kak Theo...
"Maaf Jane..."
Bahkan kak Theo memberitahu temannya nama "Jane" bukan namaku yang asli.
"Apa benar kak Theo seorang gangster?"tanyaku kemudian.
Teman kak Theo tak langsung menjawab.Ia tampak enggan membongkar rahasia temannya.Meski pada adiknya sendiri.
"Kumohon..katakan,"ucapku meminta.
Ia mendesah pelan.Lantas mengajakku masuk kedalam rumah.
"Aku akan menceritakan semua setelah kau makan,"ucapnya.Dan aku merasa dibohongi olehnya.
Aku menurut.Karena tak ada pilihan lain.

$$$$$

Bersambung....

Minggu, 04 September 2016

I love you, I hate you...


Untuk pertama kalinya dalam hidup aku menemukan seorang pria yang begitu mengagumkan.Seseorang yang sanggup membuatku nyaris berhenti bernafas,mengganggu kestabilan denyut jantungku.Seolah waktu siap berhenti seketika itu juga saat aku menatapnya.Oh God, he's amazing for me!
"Hot chocolate with happines and ginger cookies for free,"ucap pria tampan berkemeja putih itu sembari meletakkan sebuah cangkir coklat panas kehadapanku.Juga beberapa keping kukis jahe.Sebuah celemek berwarna kuning gading menutup sebagian depan tubuhnya.Perfect!He's my type!
"Oh..."mulutku ternganga dibuatnya."Ginger cookies?"ulangku tak yakin.Kurasa aku tak tertarik dengan olahan yang berbahan dasar jahe.
"Yup,"sahutnya cepat dan ramah.Disertai senyum manis."Kado manis untuk pengunjung yang datang hari ini,"ucapnya menarik.
"Really?"tanyaku masih tak yakin."Apa cafe ini sedang berulang tahun?"
Dia menggeleng perlahan.Menebarkan sedikit pesona.Dan belum sepenuhnya pesona itu ia tebarkan.
"Hanya sedikit eksperimen kecil tadi,"jelasnya sembari tergelak kecil."Dan ketika kukis itu matang, kebetulan kau datang.And today is your lucky day.You're lucky girl,"ucapnya penuh bersemangat.
"And you're so sweet,"sambungku sembari menderaikan tawa.Kebahagiaan langsung meruah ke segenap penjuru hatiku.
"Try it,"suruhnya kemudian.
"Ok,"aku mencomot sekeping kukis jahe itu tanpa ragu.Tak peduli entah bagaimana nanti rasanya.
Aku mengunyahnya di detik-detik berikutnya.Sedikit memakai perasaan. Tapi eits..tunggu dulu!
"Ini enak!"ucapku hampir memekik kegirangan.
"Really!"pria itu melotot tak percaya padaku.
Aku mengangguk seperti robot rusak.
Pria itu tergelak kemudian.
"Yeah,I got it!"desisnya bersemangat."Akhirnya aku bisa membuat kukis itu dengan sempurna,"ucapnya penuh rasa syukur.
"You're great..umm,"ucapku memberi selamat.
"Dylan,"sahutnya cepat.Sepertinya dia tahu kalau aku sangat ingin menyebut namanya."My name's Dylan."
"Oh,nice,"sahutku terpana.
Dylan...
Nama yang bagus untuk sosok yang mengagumkan.Tinggi,putih,tampan,ramah,pandai memasak.Satu kata yang pas untuknya "perfect".
Tuhan,tolong jodohkan aku dengannya...doaku saat meninggalkan cafe itu satu jam kemudian.Meski aku ingin berlama-lama disana.Tapi Bianca,teman sekamarku menelpon berjuta-juta kali ke ponselku untuk mengabarkan kalau dia kelaparan dan ingin kubawakan sebungkus nasi goreng.Huh, merusak kebahagiaanku saja.

$$$$$

"Kau tahu siapa yang kutemui hari ini?"tanyaku sembari meletakkan bungkusan nasi goreng keatas meja yang langsung diserbu Bianca tanpa ampun.
"Dosen killer?Angga si jago panjat dinding? Bella si ratu kecantikan kampus? Atau pencuri yang maling dompetmu?"celutuk Bianca sekenanya.Mulut bawelnya belum sembuh juga.
"No!"sahutku kesal."He's more than Angga, Rangga or anyone else,"ucapku meredam amarah.Karena aku tak sabar ingin menceritakan tentang Dylan padanya.
"Trus?"tanya Bianca dengan mulut penuh.Gadis rakus itu melahap makanannya tanpa menawariku sedikitpun padahal aku yang membelikannya.Keterlaluan.
"Kamu tahu cafe Dream & Hope di sebelah gym kan?"tanyaku.
Bianca mengangguk dan cerita panjang lebar meluncur bebas dari mulutku tanpa henti.Bla bla bla...
Bianca meneguk minumannya setelah nasi goreng dihadapannya ludes.Barulah ia berkomentar.
"Are you sure you love him?"tanya Bianca penuh curiga.
"Absolutely yes,"sahutku yakin."He's my type Bi."
Bianca mendesah tak bersemangat.
"I think Angga or Rangga better than him,"cetus Bianca.
"Why?"aku bingung.
"Si Dylan itu terlalu sempurna buat kamu.So, pasti dia juga punya seseorang yang sama sempurnanya dengan dia.Mungkin dia udah punya kekasih diluar negeri atau kabar buruknya dia sudah menikah dan istrinya sedang hamil sekarang.Atau minimal dia sudah bertunangan dan sedang mempersiapkan sebuah resepsi pernikahan beberapa bulan lagi.Who knows?"
"Bianca!!!"
Aku melemparkan sebuah bantal ke wajah Bianca dengan cepat dan tanpa ampun.
"Hahahahahaha..."Bianca ngakak dan aku tidak memaafkannya kali ini.

$$$$$

Hot chocolate, ginger cookies and Dylan.Perpaduan kenangan yang sempurna.Ditambah lagi dengan alunan lembut tembang-tembang patah hati milik Adele menggema ke segenap penjuru cafe.Sore yang sendu dan tenang.
Aku lebih sering menghabiskan waktuku di cafe itu.Sembari mengerjakan tugas dari kampus dengan memanfaatkan sambungan wifi gratis ditambah lagi dengan penampakan indah disudut meja barista.Dylan dan seabrek kesibukannya meracik minuman untuk para pengunjung membuatku sesekali harus melirik kearahnya.Bukan sesekali tapi berkali-kali.Sikapnya yang ramah pada semua orang benar-benar membuatku jatuh hati pada pria itu.
Dan selama yang kutahu sampai detik ini tak ada seorang gadispun yang berlaku mencurigakan disekitarnya yang bisa disebut sebagai kekasih, istri ataupun tunangan Dylan.Itu semua hanya khayalan bodoh Bianca saja.Agar aku tak terlalu jatuh cinta pada Dylan.Huh...
"Hei..."
Pria tinggi tampan itu berdiri dengan mengagumkan dihadapanku dengan senyum terbaiknya."I think I have a new recipe, but not today."
Aku melongo dalam tiga detik lamanya demi mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini.
"What?Oh,sure..."sahutku kaku.Kupikir aku telah mendapat sedikit tempat istimewa dihatinya.Buktinya dia ingin aku mencicipi resep barunya.Mengagumkan bukan?
"Thanks,you're my special customer.And I promise about that,"ucapnya senang."But I'm sorry,I have to go now.You know I'm the busiest man at here,"gelaknya sebelum pergi.
Aku mengangguk pelan sembari mengikuti gerakan punggungnya yang bergerak kembali ke meja barista.Sebagai owner cafe ini Dylan adalah orang paling sibuk disini.Meski dia memiliki beberapa asisten tapi tampaknya dia lebih suka meracik minuman untuk pelanggannya dengan tangan sendiri.
Dan aku suka pria seperti itu...
"Dylan,I love you."
Tanpa sadar aku mengetikkan kalimat itu dilayar laptopku.Duh,betapa gilanya diriku.Aku merutuki diri sendiri dan buru-buru menghapus tulisanku sebelum ada yang berhasil mengintip kelayar laptopku.
Terima kasih Dylan,telah memberi kebahagiaan dalam hidupku akhir-akhir ini,bisikku saat berjalan pulang.Aku melangkah dengan ringan sembari menghirup nafas dalam-dalam.
Aku membaca sebaris tulisan di papan depan cafe.
Dream & Hope...and Dylan!

$$$$$

Gerimis mendadak turun satu persatu senja ini tepat disaat aku melangkah keluar dari perpustakaan.Membuat sebagian rambutku basah dan sweater milikku juga tak luput dari sasaran gerimis.Oh malangnya diriku...
Sebersit ide tentang coklat panas melintas dengan cepat di otakku.Betapa sempurnanya jika aku bisa menikmati secangkir coklat panas ditemani beberapa keping kukis serta si pemilik wajah tampan itu,Dylan.
Betapa briliannya pemikiran seperti itu.Atau aku bisa meminum sesuatu yang lain.Tentu saja aku harus meminta saran terbaik dari Dylan.Semisal lemon tea hangat atau jasmine tea atau apalah...
Aku ingin mencoba sesuatu yang lain sore ini.Tapi ups!
Langkah kakiku terhenti persis didepan pintu gerbang cafe yang tertutup.Aku kaget sekaligus patah manakala mengetahui cafe tutup hari ini.Dan buyarlah semua ide dikepalaku yang baru saja kusebut brilian tadi.
Tapi aku tidak mau kecewa demi melihat mobil Dylan terparkir didalam garasi.Pasti dia ada didalam sana,batinku menduga.Apa ia sakit?
Aku menyeruak masuk kedalam pagar cafe yang kebetulan tidak terkunci.Mungkin Dylan lupa menguncinya.
Dari balik kaca cafe aku melihat bayangan Dylan didalam sana.Dan aku bersyukur ia baik-baik saja.Tidak kurang suatu apa.Dan seperti biasa sebuah celemek kuning gading melekat ditubuhnya.
Sepertinya ia sedang sibuk melakukan sesuatu.Mungkin sedang membuat sesuatu yang sering dia sebut sebagai eksperimen kecil.So sweet..
Aku hendak mengetuk pintu cafe yang terbuat dari kaca bening namun urung saat seseorang yang lain mendadak muncul dari dalam.Seorang pria bertubuh sedikit berisi dari Dylan.Tak lebih tinggi dan tak lebih pendek.Mereka nyaris sama tinggi.Hanya saja kulitnya sedikit lebih gelap ketimbang Dylan.
Pria asing itu tersenyum dan mengajak Dylan mengobrol.Tapi aku tak mampu menangkap pembicaraan mereka berdua.Sepertinya bercanda tentang sesuatu.Tapi ada yang sedikit berbeda dari mereka.Saat pria asing itu meletakkan tangannya dipundak Dylan,aku merasakan sesuatu yang ganjil.Dan keganjilan itu semakin menjadi-jadi manakala pria asing itu merangkul dan mulai memeluk tubuh Dylan dengan mesra.
Oh God!
Aku membalikkan tubuhku secepat kilat saat pria asing itu mencium pipi Dylan.Dan gilanya,Dylan membalas hal yang sama pula!
Its craziest thing I ever seen!jeritku dalam hati.Dipenuhi dengan amarah yang berkobar-kobar.
Tanganku mengepal geram.Ingin rasanya aku menghancurkan pintu kaca itu dengan sekali pukul lalu merobohkan seluruh bangunan cafe itu sampai tak bersisa.Sampai rata dengan tanah.Lalu aku akan membantai kedua makhluk terkutuk itu sampai mati.
Aku bahkan rela masuk penjara karenanya.Dasar gay!Homo!
Aku menyumpah-nyumpah seperti orang gila.Kenapa ada orang macam itu hidup didunia yang indah ini?
Hot chocolate, ginger cookies...
Perutku mendadak menjadi mual saat mengingat kedua hal itu. Aku bahkan bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kakiku di cafe itu lagi.Never!Forever!
Aku melangkah pulang meski hujan deras mengguyur tubuhku.Mungkin air hujan sedikit bisa membasuh kekecewaan dan rasa sakit di hatiku.
Aku tak akan pernah menceritakan apa yang baru saja kulihat tadi pada Bianca.Biar cerita itu kupendam sendirian sampai aku mati.
Dan setelah ini aku akan mencari cinta yang lain.Angga or Rangga...
Yang jelas,Angga or Rangga better than him!