Senin, 19 September 2016

Another Broken Heart (part 1)


Aku melempar tubuh ke atas tempat tidur usai melepas sepatu high heels milikku dan meninggalkannya begitu saja diatas lantai.
Kepalaku sedikit berdenyut dan membuatku malas untuk sekedar berganti pakaian.
Oh Tuhan, kenapa rasa sakit didadaku belum juga mereda,batinku setengah sadar.Samar-samar aku mendengar seseorang melangkah masuk kedalam kamarku.Siapa?
Kakak?
Aku terbangun seketika saking terkejutnya.Kak Theo telah berdiri didepan pintu kamarku dan aura negatif segera menyesaki kamar itu secepat mungkin.
"Jane!"
Aku berusaha bangkit dengan kekuatan yang tersisa.Meski denyutan dikepalaku bertambah parah.Namun aku masih setengah sadar kala itu.
"Jadi seperti ini kelakuanmu semenjak aku tidak ada?!"teriakan itu terdengar mengerikan dari apapun didunia ini.
Aku tak menjawab.Keadaanku sekarangpun sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya.
Kak Theo berangsur cepat kearahku.Ia mendekat dan menarik lenganku dengan paksa.Laki-laki itu menyeretku kekamar mandi persis seperti yang pernah ia lakukan beberapa tahun yang lalu saat aku masih anak-anak.
Ia menjatuhkanku disudut kamar mandi tepat dibawah shower.Dan detik berikutnya air segera berjatuhan dari lubang shower mengguyur tubuhku.
Aku mendekap tubuhku yang menggigil kedinginan.Sementara kak Theo berdiri tak jauh dan menatapku dalam diam.
Aku tak protes.Bahkan sejak kecil aku tak pernah melakukannya.Setiap aku melakukan kesalahan kak Theo akan menghukumku dengan cara yang sedikit kejam.Bahkan hukuman itu masih berlaku meski kami sudah sama-sama tumbuh dewasa sekarang.
Setengah jam kemudian...
Kak Theo membentangkan selimut tebal keatas tubuhku yang telah terbaring diatas tempat tidur.Meringkuk menahan dingin.Sedang Kak Theo duduk di tepi tempat tidur.Menatapku dengan pandangan tidak wajar.Sedikit tajam.
"Jadi seperti ini sikapmu selama kakak tidak ada?"tanya Kak Theo dengan suara parau.
Aku mengerjap beberapa kali.Anehnya aku tak pernah menangis meski telah mendapat hukuman keras darinya.
Aku masih diam.Belum menjawab atau membela diri.
"Mau jadi apa kau kelak?!"tandas Kak Theo sedikit keras."Apa kakak pernah mengajarimu untuk berpakaian seperti ini, mabuk-mabukan...lalu apa lagi hah?!"
Aku tak bereaksi.Masih.
"Kemana saja kakak dua tahun ini?"gumamku akhirnya."Setelah ayah dan ibu bercerai,kakak juga pergi.Aku tidak punya siapa-siapa untuk bersandar,bahkan kekasihkupun mengkhianatiku.Rasanya aku ingin mati saja..."
Kak Theo mendesah.Berat.Setengah menyesal tampaknya.
"Kakak mendapat tawaran kerja,"balas kak Theo membuatku bertanya-tanya.
Air mataku mendadak meleleh.Kenapa?
"Kakak seorang gangster?"tanyaku tanpa menatapnya.
"Jane..."
"Bilang saja Kak,"tandasku.Seolah tanpa emosi.Seolah aku sudah tahu.
"Ini bukan seperti yang kau bayangkan..."
Aku tersenyum pahit.
"Aku sudah terbiasa kecewa dengan orang disekitarku,"gumamku kemudian.
"Jane,percayalah padaku.Aku bukan seorang gangster,"tandas kak Theo mencoba meyakinkanku.
"Jangan sentuh aku!"aku berteriak sembari menepis tangan kak Theo yang hendak mengusap air mata yang meleleh dipermukaan pipiku.
"Jane...maafkan aku."
"Aku mau tidur,"ucapku seraya menutup wajahku dengan selimut.Pengusiran paling kasar yang pernah kulakukan padanya.
Entah berapa lama kak Theo duduk disana untuk menungguku terlelap.Kebiasaan yang tidak pernah berubah sampai sekarang.

$$$$$

Aku membuka mata setelah entah berapa lama tertidur.Tampaknya sedikit lebih lama karena tampaknya matahari telah cenderung berada disudut barat.
Aku sakit.Demam.Pasti efek hukuman ala militer yang kak Theo berikan padaku semalam.
"Kau sudah bangun?"sapa kak Theo.Ia membawakan baskom berisi air dan handuk untuk mengompres keningku.
"Tak usah pedulikan aku,"sahutku berangsur menghadap sisi lain.
"Berhentilah dari pekerjaanmu,"tandas kak Theo acuh dengan ucapanku sebelumnya.Ia tetap mengompres keningku meski dengan paksa."Aku tidak suka orang lain melihat tubuhmu seperti itu."
"Kenapa?"tentangku cepat."Agensi model itu satu-satunya tempat yang menerimaku apa adanya.Aku menemukan keluarga dan teman disana.Kakak tidak pernah tahu kan betapa kesepiannya diriku?Kakak juga tidak peduli kan?"
"Jane!"teriak kak Theo keras. Bahkan ia masih memanggilku dengan nama tokoh dalam komik favoritku,bukan dengan namaku yang sebenarnya.Namaku adalah Thessa.
"Kak!"aku bangkit dan balas teriak."Kenapa tiba-tiba kakak sangat mencemaskanku? Selama ini aku hidup dengan baik meski tidak ada kakak.Lantas sekarang kakak ingin mengatur hidupku,begitukah mau kakak?!"
Kak Theo mendesah.Dia pasti tidak menyangka aku bisa jadi pemberontak seperti ini.Jane yang dulu ia kenal bukanlah Jane yang sekarang dihadapannya.
Kak Theo merengkuhku pada detik berikutnya.Tangannya mengusap kepalaku dengan lembut.
"Maafkan kakak selama ini,"tandasnya terdengar menyesal."Kakak memang bersalah.Tidak seharusnya kakak meninggalkanmu..."
Aku melepaskan tangan kak Theo dari tubuhku.
"Sudahlah,"sahutku malas.Aku membaringkan tubuhku kembali dan mengabaikan kak Theo.
"Makanlah,"suruh kak Theo kemudian.
"Aku tidak lapar,"gumamku lirih.
"Jane..."
"Jangan panggil aku dengan nama itu!"teriakku geram.
Kak Theo tampak kesal.Namun ia masih berusaha menahan diri.
Kak Theo diam ditempat.Seperti berpikir tentang banyak hal.Entah apa.

$$$$$

Plung...
Sebuah bola basket masuk kembali kedalam ring.Lagi dan lagi.
Kak Theo paling mahir dalam hal ini.Dia adalah jago basket sejak dulu.Dan permainan memasukkan bola basket kedalam ring seperti ini sangat mudah baginya.Sedang buatku sangat membosankan dengan menontonnya saja.
"Kau tidak mau main?!"teriak Kak Theo ketika permainannya selesai.
Aku menggeleng malas.
Kami sudah ratusan kali pergi ke tempat game zone macam ini.Bahkan sejak kecil kami selalu menghabiskan akhir pekan disana.
"Kau mau es krim?"tawar kak Theo seraya mendekat.Peluhnya tampak menetes dari kening."Atau kau mau kubelikan boneka?Bukankah kau suka panda?"
"Kak hentikan!"seruku geram."Kita bukan anak kecil lagi..."
Kak Theo terhenti.
"Aku tahu,"sahutnya cepat.Ia mengambil tempat duduk didekatku."Apa kau tahu,kehidupan orang dewasa sangat rumit.Dan kehidupan anak-anaklah yang paling membahagiakan.Bebas,lepas tanpa ada beban.Dan aku ingin merasakan kehidupan itu sekali lagi.Sehari ini saja,"tandasnya datar.Sepertinya ia menyimpan banyak sekali rahasia.
Aku menyodorkan botol air mineral yang sejak tadi kupegang.
Ucapan kak Theo benar.Tapi ucapannya malah membuatku bertanya-tanya.Apa yang dihadapinya sekarang?Kenapa tampak sedikit sulit?
"Aku lapar.Yuk cari makan..."
Aku belum menyahut.Namun kak Theo telah menyeret tanganku duluan.
Kami makan pizza sesudahnya.Lantas mencicipi banana cake kesukaan kak Theo.Kami nonton dan mencairlah hatiku perlahan-lahan...

$$$$$

"Jane!Coba ini,"kak Theo menyodorkan sendok ke ujung mulutku.Laki-laki itu sedang memasak sup jagung.Sementara aku sibuk mengiris bawang didekatnya.
Aku segera menyesap cairan diatas sendok itu usai meniupnya.Mengandalkan indera perasaku.
"Ini enak Kak,"aku nyaris berteriak karena girang.
"Benarkah?"sahut Kak Theo tak percaya.Ia pun bergegas mencicipi hasil masakannya sendiri."Iya kau benar,"ucapnya kemudian.Ia tampak bersemangat.
Hahaha...kami terbahak bersama.
Sungguh,ini adalah saat-saat paling membahagiakan sejak orang tua kami bercerai dan mereka menghilang entah kemana.Aku ingin bisa seperti ini lebih lama lagi.
"Kak...sebenarnya apa yang kakak lakukan selama ini?"tanyaku hati-hati.Saat itu sup telah diangkat dari atas kompor.
"Kak..."
"Kau percaya kan pada kakakmu ini?"tanya kak Theo kemudian.
Aku mengangguk meski merasa ragu.
"Kakak tidak melakukan kejahatan apapun atau menyakiti siapapun.Kau paham?"kak Theo memegang kedua bahuku.
"Sejak kapan kakak menyembunyikan rahasia dariku?"tanyaku tak terima.
Kak Theo tak menyahut.Hanya menghela nafas.Kenapa kak?Katakan...
Ting tong!
Suara bel menghentikan semuanya.
Aku bergegas pergi untuk membuka pintu.Mungkin saja pihak agensi model tempatku bekerja mengirim seseorang untuk mengunjungiku.Karena aku mengajukan cuti mendadak dengan alasan sakit.
"Mana Theo?!"
Seorang laki-laki bertubuh tinggi atletis dan berkaca mata hitam berdiri didepan pintu dan langsung menanyakan kak Theo.Sementara dibelakangnya berdiri empat atau lima orang,semacam bodyguard.Mereka berpakaian setelan jas dan rapi.
"Kalian siapa?"tanyaku yang mendadak ketakutan.Aku punya firasat buruk tentang mereka.
"Ada apa Jane?"kak Theo telah berdiri dibelakangku.Namun ia segera merubah posisi kami.Ia maju dan menghalangi tubuhku dari orang-orang asing itu.
"Oh..kau bersembunyi disini rupanya?"tanya laki-laki berkacamata itu sembari menyeringai."Kembalilah atau kau akan menyesal."
Aku bingung.Pikiranku berhamburan kemana-mana.Ini seperti adegan film action.Semacam gangster atau apalah istilahnya.
"Aku tak bisa kembali bos,"sahut kak Theo."Aku harus merawat adikku.Dia sedang tidak sehat."
Apa-apaan ini?batinku semakin bingung.
"Begitukah?"orang yang disebut kak Theo "bos" itu mengamatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki."Apa kau baik-baik saja Jane?"kali ini ia bertanya padaku.
Namun kak Theo segera menarikku kebelakang tubuhnya.
"Saya mohon..."kak Theo memohon.Kenapa ia seperti orang lemah?Setahuku kak Theo bukan orang selemah itu.Untuk melindungikukah?Sebenarnya siapa orang-orang itu?Dan apa hubungannya dengan kak Theo?
"Baiklah,"ucap si bos."Aku memberimu waktu untuk berpikir kali ini.Tapi aku tidak mau mendengar jawaban yang mengecewakan.Kau mengerti?"
Kak Theo tak tampak menjawab.Namun orang-orang itu bergegas pergi tanpa ada konflik sama sekali.Mungkin belum saatnya.
"Kau baik-baik saja?"kak Theo berbalik dan kedua telapak tangannya mendarat dipipiku.Aku hanya mengangguk kecil dalam kebingungan.

$$$$$

Kak Theo mengemasi pakaianku setelahnya.Tanpa bicara.Tanpa penjelasan.
Yang jelas ia berniat mengajakku lari.Entah melarikan diri dari apa atau siapa.
Kami menaiki bus yang aku sendiri tidak tahu kemana.Aku tadi tidak sempat membaca tujuan bus yang tertulis didepan.
Kak Theo terpejam disampingku selama dalam perjalanan.Bahkan kami tidak sempat berbincang sejak tadi.Tapi aku tahu kak Theo tidak tidur.Ia pasti sedang berpikir tentang banyak hal.
Aku sangat ingin mengajukan pertanyaan.Tapi entah kenapa begitu sulit.Aku takut.Takut pada jawaban yang akan dilontarkan kak Theo melukai perasaanku.
Aku mulai terkantuk-kantuk saat senja mulai tampak meremang.Namun bus yang kami tumpangi belum juga tiba ditempat tujuan.Aku sudah lelah dan perutku sedikit mual.
Kak Theo bisa membaca situasiku.Ia menarik kepalaku agar bersandar di pundaknya.Ia tahu jika aku benci melakukan perjalanan jauh seperti ini.
Aku terbangun saat bus berhenti disebuah terminal yang tak begitu ramai.
Dan sialnya aku muntah saat hendak turun dari bus.Kepalaku berputar dan perutku seperti diaduk-aduk.Sial...
Seorang laki-laki seumuran kak Theo menyambut kami.Singkatnya kak Theo membawaku kerumah temannya.Itu kesimpulanku.Aku bahkan tak tahu siapa teman kak Theo yang satu ini.
Aku hanya mengikuti kak Theo tanpa bertanya sama sekali.Asal aku bisa bersama kak Theo,aku sudah merasa bahagia.

$$$$$

Keadaanku lebih baik saat aku terbangun dari tidur.Saat itu sudah pagi dan aku baru sadar kejadian yang telah kualami bersama kak Theo.
"Kau sudah bangun?"
Teman kak Theo datang bersama aroma daun teh yang menguap dari dalam cangkir yang ia bawa.Semangkuk bubur ia letakkan diatas meja disebelah tempat tidurku.
"Minumlah, setelah itu makan bubur,"suruhnya.
"Dimana kak Theo?"tanyaku dilanda kecemasan.Firasatku mengatakan hal buruk tentangnya.
"Dia..."
Aku bergegas bangkit dan mencari keberadaan kak Theo diberbagai sudut rumah itu.Namun kosong.Bahkan jejak kak Theo tidak ada sama sekali disana.
Aku tertegun didepan pintu keluar.Aku baru sadar jika rumah itu berada diatas sebuah bukit.Semacam vila.Dan aku baru menyadarinya sekarang karena saat tiba dirumah ini aku setengah tak sadar.Dan gelap telah menutup semuanya saat itu.
"Theo pergi."
Aku berbalik dan mendapati teman kak Theo sedang menghadapku dengan wajah datar dan serius.
Apa yang baru saja ia katakan?
"Kemana?"tanyaku dengan bibir gemetar.
"Aku tidak bisa mengatakannya.Theo tidak mengizinkan aku untuk mengatakannya padamu,"tandas teman kak Theo.
Tubuhku lemas.Kak Theo...
"Maaf Jane..."
Bahkan kak Theo memberitahu temannya nama "Jane" bukan namaku yang asli.
"Apa benar kak Theo seorang gangster?"tanyaku kemudian.
Teman kak Theo tak langsung menjawab.Ia tampak enggan membongkar rahasia temannya.Meski pada adiknya sendiri.
"Kumohon..katakan,"ucapku meminta.
Ia mendesah pelan.Lantas mengajakku masuk kedalam rumah.
"Aku akan menceritakan semua setelah kau makan,"ucapnya.Dan aku merasa dibohongi olehnya.
Aku menurut.Karena tak ada pilihan lain.

$$$$$

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar