Jumat, 30 September 2016

ORANGE STRAWBERRY chapter 2


"Maiko,dia kakakmu?Dia tampan sekali..."
"Dia sudah punya pacar belum?"
"Maiko,nanti ke kantin yuk.Aku yang traktir deh..."
"Maiko,kamu kelihatan cantik hari ini..."
Bla bla....


Maiko hanya tertegun menatap wajah teman-teman sekelasnya yang tiba-tiba mengerubuti mejanya.Bertanya aneh-aneh.Padahal selama ini tidak ada satupun yang bersikap baik pada Maiko.Semuanya bersikap acuh dan tak begitu peduli pada Maiko.
Hal itu mengingatkan Maiko pada saat duduk dibangku sekolah dasar.Maiko pernah menjadi salah satu korban bullying teman-temannya hanya karena Maiko berbeda.Ia tak seperti orang Indonesia kebanyakan.Gen dari ayahnya begitu dominan dalam dirinya.Kadang Maiko berharap dilahirkan sebagai orang Indo bukan campuran antar etnis yang berbeda.Itulah alasan terbesar kenapa Maiko membatasi dirinya dari pergaulan.Gadis itu hanya ingin melindungi hatinya agar tak terluka kembali.
Dan apa yang ayah ketahui tentang hal itu?Bahkan ayahnya pergi saat Maiko masih berumur lima tahun.Dan ia tak pernah kembali sampai Maiko memasuki usia remaja.Kemana ayah selama ini saat ia butuh figur seorang ayah dalam hidupnya?Dan ayah juga mengambil kak Ryu dari hidup Maiko.Padahal hanya kak Ryu satu-satunya orang yang bisa diandalkan Maiko selain oma.
Maiko benci ayah...
Maiko beranjak dari tempat duduknya untuk melarikan diri dari teman-temannya yang sok ingin tahu itu.
Gadis itu merasakan dadanya berdegup tak karuan.Kenapa?
"Maiko!"
Gadis itu menoleh dan mendapati senyum Quinna merekah manis untuknya.
Quinna?batin Maiko gusar.Quinna adalah salah satu cewek cantik,kaya dan populer disekolah.Dan selama Maiko sekelas dengannya,baru sekali ini Quinna mengajaknya ngobrol.Modus?
"Kenapa duduk sendirian disini?"tegur Quinna sok manis.Dan Maiko sudah tahu alasannya.
"Kenapa nggak gabung sama genk-ku?"tawar Quinna mencurigakan."Aku baru tahu kalau kamu ternyata juga orang kaya,Mai,"sambung Quinna sembari tergelak."Kamu pintar menyembunyikan identitasmu tahu nggak?"
Maiko menelan ludah.
Genk Quinna terdiri dari member anak orang kaya,cantik dan populer.Dan sekarang ia ingin mengajak Maiko bergabung.Mustahil!
"Maaf,tapi aku nggak tertarik,"sahut Maiko dingin.
Quinna terkejut sesaat.Tawaran untuk masuk genk Quinna adalah merupakan sebuah anugerah dan Maiko menanggapinya dengan dingin.Apa Maiko memang orang seperti itu.
"Oh baiklah,"sahut Quinna kemudian."Kamu nggak usah terlalu cepat mengambil keputusan.Kamu bisa memikirkannya dulu kok..."
Quinna pergi setelah itu.
Maiko melenguh.Dunianya sekejap berubah karena kehadiran kak Ryu.
Ini tidak adil buatnya.

#####

"Kenapa kakak muncul lagi dalam kehidupanku?"tanya Maiko tanpa menoleh.Ia hendak memaksa untuk pulang sendiri tadi,tapi Ryu pastinya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Ryu tersentak mendengar pertanyaan adiknya.Tidak senangkah Maiko bisa bertemu dengan dirinya?Seberapa dalam rasa kecewa yang ia tanggung sendirian itu?
"Kamu nggak senang kakak kembali?"Ryu membalasnya dengan pertanyaan.
"Kalau kakak nggak muncul disekolah,mereka pasti nggak akan bertanya macam-macam padaku.Aku merasa nggak nyaman dikelas sejak kakak muncul kemarin,"tandas Maiko bersungut-sungut.
Ryu tersenyum.Jadi karena itu?batinnya geli.
"Memang seberapa populer aku dikelasmu?"goda Ryu seraya menoleh kearah adiknya.
Huh...Maiko hanya mendengus.
"Kita mau kemana?"tanya Maiko saat mobil Ryu tak berbelok kejalan menuju rumah mereka.
"Kita mau jalan-jalan,"sahut Ryu cepat."Kita ke salon,beli pakaian,sepatu,tas.Pokoknya apapun yang ingin kamu beli.Kamu cantik Mai.Tapi kamu kurang memperhatikan penampilanmu.Kakak paling nggak suka melihatmu berdandan tomboy seperti itu.Kamu harus berubah,Mai,"tutur kak Ryu panjang.
Hah?Maiko menoleh kaget.Kak Ryu ingin merubah penampilannya?Tidak!
"Aku paling nggak suka membuang uang,"ucap Maiko kemudian.Ia memang tak seperti gadis kebanyakan yang memprioritaskan penampilan.Shopping di hari libur dan pergi ke salon kecantikan secara rutin.
Maiko lebih memilih tidur ketimbang sibuk mengagumi pakaian-pakaian di mal.
"Kenapa?Bukankah ayah dan aku selalu mengirimi kamu uang?"tanya Ryu heran."Atau jangan-jangan kamu nggak memakai uang itu sepeserpun?Benarkah itu Mai?"
Maiko terdiam.
"Dasar keras kepala,"ucap Ryu geram.Ia mengepalkan tangan menahan emosi."Sampai kapan kamu akan menyiksa aku dan ayah seperti ini?Jawab Mai!"
Teriakan Ryu terdengar keras.Saat itu juga Ryu menginjak rem tiba-tiba .Mobil itu berhenti mendadak setelah terlebih dulu menepi di pinggir jalan.
Maiko terkejut sekaligus ketakutan melihat luapan emosi kakaknya.Ryu tak pernah marah.Tapi sekali ia marah akan sangat menakutkan.
"Mai...kakak tahu mungkin kamu butuh waktu.Maafin kakak ya,"ucap Ryu beberapa menit kemudian.Setelah hening lama.
Tangan Ryu mengusap kepala Maiko dengan lembut.Ia sangat menyayangi Maiko dan tak akan tega memarahi adiknya.Sebesar apapun kesalahan Maiko.
Maiko bergeming.Gadis itu tertunduk semenjak tadi.Sebutir air jatuh dari ujung matanya.Sedingin dan sekeras apapun hati Maiko,ia tetaplah seorang adik yang rapuh.

#####

Ryu menyesap kembali teh melati buatan oma sembari menikmati pemandangan langit sore dari atas balkon kamarnya.
Angin yang berhembus membawa kenangan masa kecilnya bersama Maiko.Rupanya waktu begitu cepat berlalu.Maiko tumbuh dengan baik menjadi seorang gadis remaja yang cantik.
Sebesar apapun kebencian Maiko pada ayah,Ryu percaya jika didalam hati Maiko menyimpan secercah kerinduan pada ayah.Ia tak membenci gen yang diwariskan ayah.Ia mencintai segala sesuatu yang berhubungan dengan Jepang,hanya saja ada dinding yang ia bangun sendiri untuk membatasi dirinya dengan ayah.
Hanya Maiko sendiri yang mampu menghancurkan dinding itu...
"Apa kabar ayahmu Ryu?"
Ryu baru tersadar dari lamunan sorenya saat mendengar teguran oma.Wanita tua itu meletakkan toples berisi kismis keatas meja.
Kismis?gumam Ryu takjub.
"Maiko sangat suka makan kismis.Entah sejak kapan ia makan makanan itu.Dia selalu membeli itu setiap oma mengajaknya ke supermarket,"tutur oma menjelaskan.
Ryu mengerti.Ada begitu banyak hal yang tidak diketahui oleh ayah dan dirinya tentang diri Maiko.Dan ayah menjadi seperti seorang pengecut karena tak berani menemui Maiko.Mungkin itulah yang membuat Maiko membenci ayah.
"Ayah baik-baik saja Oma,"ucap Ryu.Membalas pertanyaan oma yang sempat terputus oleh perbincangan lain.
Oma mendesah berat.
"Oma telah bersalah telah memisahkan kalian,"ujar oma setengah bergumam.
Ryu tersentak.Nyaris tak percaya akan ucapan yang baru saja dilontarkan oma.Sebuah penyesalankah?
"Oma merasa kasihan pada Maiko,"ucap oma lagi."Anak itu sangat kesepian.Dia selalu sendirian dan tidak punya teman.Saat kamu pergi ke Jepang,anak itu sering menangis sendirian didalam kamarmu.Dia pasti merasa sangat kehilangan dirimu kala itu.Tapi sayangnya dia tidak mau mengatakan perasaannya pada oma.Dan oma begitu bodoh karena tidak bisa membaca pikirannya,"oma menghentikan penuturannya untuk menghela nafas panjang.Sementara itu Ryu tekun mendengarkan penuturan oma.
"Maiko bukan lagi anak yang ceria seperti dulu,"lanjut oma kemudian.Setelah ia merasa jeda yang ia berikan cukup untuk memberi ruang pada Ryu untuk merenungkan ucapan oma.
"Oma ingin kamu mengembalikan kebahagiaan Maiko,"ungkap oma kemudian.
Ryu tercenung.Dia tidak tahu jika Maiko separah itu.Adiknya yang sedikit tomboy tak sekuat yang terlihat diluar.Hatinya sedang terluka.Dan Ryu harus mengobatinya.
"Kupikir Maiko nggak sebenci itu pada ayah,"sahut Ryu."Jauh didalam hatinya dia menyimpan kerinduan yang mendalam untuk ayah,"sambungnya.
Oma menatap lurus kearah Ryu.Sepasang matanya menyiratkan pertanyaan benarkah.
"Bagaimanapun juga didalam darahnya mengalir darah ayah,"tutur Ryu kembali."Maiko nggak bisa mengingkari hal itu."
"Bawa ayahmu kesini,"tandas oma membuat Ryu terjingkat.Selama ini oma melarang ayah untuk ke Indo,tapi sekarang...
"Oma..."
"Oma pikir sudah saatnya kalian berkumpul lagi."
Ryu menarik nafas lega.Izin sudah keluar dari bibir oma,tinggal meyakinkan ayah untuk datang.Sementara Maiko?Mungkin sedikit sulit untuk mencairkan gunung es didalam hati adiknya.


To be continued....












Tidak ada komentar:

Posting Komentar