Sebuah kepopuleran bisa mengubah segalanya, termasuk kepribadian seseorang. Termasuk Hans......... Nama Hans tiba-tiba saja menjadi bahan perbincangan publik. Televisi, radio, media cetak dan internet selalu diwarnai berita tentangnya. Seorang cowok berbakat yang mempunyai suara emas....... Semenjak Hans mengikuti audisi pencarian penyanyi yang diadakan sebuah label rekaman, dari situlah semua berawal. Hans terpilih untuk menyanyikan sebuah single baru, dan lambat laun namanya mulai dikenal publik. Lagu dan suara Hans banyak disukai. Dan dalam waktu sekejap saja popularitasnya melesat bagai roket. Tawaran menyanyi dalam acara-acara musik mengalir deras padanya. Ia selalu sibuk bahkan kuliahnya juga terbengkalai...... ~~~~~~ Vinda mengemasi buku-buku di hadapannya. Langit tampak mulai menghitam. Perpustakaan sebentar lagi juga akan tutup. Gadis itu berangsur mengembalikan buku-buku ke dalam raknya semula. Dengan langkah ringan ia keluar dari perpustakaan lantas menuju kearah halte tak jauh dari tempat itu. Matanya menatap ke langit . Ke arah segerombolan awan berwarna pekat, yang sebentar lagi akan jatuh menjadi butiran-butiran hujan. Ia harus segera pulang sebelum hujan benar-benar turun dan membasahi tubuhnya. Namun mendadak ia teringat akan Hans. Biasanya ia dan Hans selalu pulang bersama. Menaiki bus yang sesak dan dipenuhi dengan berbagai macam aroma. Tapi sama sekali tak mengurangi keceriaan dan semangat dalam diri mereka. Vinda rindu saat-saat seperti itu. Ia rindu pada Hans. Pada canda dan tawa renyahnya. Sekian tahun bersahabat dengan Hans, sekalipun mereka tak pernah terpisah. Mereka selalu pergi berdua dan menghabiskan waktu bersama-sama. Dan Vinda merasa sangat kehilangan sosok Hans semenjak ia menjadi populer. Tapi Vinda juga ikut andil dalam masalah itu. Vinda sendiri yang memaksa Hans untuk ikut audisi meski cowok itu sudah menolak. Vinda menelan ludah. Titik gerimis mulai berjatuhan, padahal bus yang ia tunggu belum juga muncul.... Kini Hans mulai jauh darinya. Jadwal pentas dan wawancara yang padat membuat Hans tak punya waktu lagi untuk Vinda. Bahkan cowok itu juga jarang menderingkan ponsel Vinda, meski itu hanya sebuah pesan singkat "selamat malam". Dengan kepopuleran namanya pasti banyak gadis yang menyukai Hans. Dan jika Hans mau ia bisa mendapatkan gadis manapun yang ia suka. Yang lebih cantik, kaya dan sempurna. Vinda merutuki dirinya sendiri. Sepertinya hujan telah mengkontaminasi pikirannya. Kenapa ia bisa berpikir seperti itu tentang Hans? Sejak awal sampai sekarang tidak ada hubungan istimewa diantara mereka. Hubungan mereka tak pernah lebih dari sekedar sahabat. Mana mungkin Hans menyukai gadis kekanak-kanakan seperti dirinya. Jika Hans menyukainya pasti sejak dulu ia menyatakan cintanya. Tapi sampai sekarangpun sama sekali tidak ada pernyataan cinta yang terlontar dari bibir Hans untuknya. Dasar bodoh, makinya dalam hati. Kenapa pula ia mesti jatuh cinta pada sahabatnya sendiri? Dan tampaknya Hans juga mulai menjauh dari persahabatan yang mereka jalin selama lima tahun terakhir......... ~~~~~~ "Kuliah di luar negeri.......?"gumam Vinda. Gadis itu menemukan selembar brosur pendidikan luar negeri di atas meja kerja papanya. Ia melihatnya sekilas. Namun sebuah ide langsung terlintas di benaknya. Vinda buru-buru berlari ke teras dimana papa dan mamanya tengah menikmati senja disana. Ditemani seduhan teh hijau dan pai apel. "Pa.... Vinda ingin kuliah diluar negeri" ucap Vinda mengejutkan keduanya. Beberapa waktu yang lalu Vinda mati-matian menolak untuk kuliah diluar negeri, tapi tiba-tiba saja ia berubah pikiran. Ada apa dengan anak itu, batin kedua orang tuanya terheran-heran. "Apa kamu nggak salah Vin? Bukannya kamu nggak suka pergi jauh dari rumah."sahut mama Vinda. "Ah mama... Vinda kan pingin belajar mandiri. Lagian nggak semua orang punya kesempatan kuliah diluar negeri, betul kan Pa?" tanya Vinda mencari dukungan papanya. Disambut anggukan papanya. "Tapi dulu kamu menolak kuliah diluar negeri, kenapa berubah pikiran secepat ini?" desak mamanya. "Mama ini.... Setiap orang bisa berubah pikiran setiap saat kan?" Vinda membela diri. "Kamu yakin pada keputusanmu?" sela papa. "Hm" sahut Vinda cepat sebelum berubah pikiran lagi. "Tapi kamu harus janji untuk belajar sungguh-sungguh..."sambung papa meminta keseriusan putrinya. "Sip..." ~~~~~~ Vinda duduk resah di bangkunya sembari menatap lalu lalang orang-orang di bandara. Ia melihat ada pertemuan dan perpisahan yang terjadi di tempat itu. Sebagian untuk sementara dan mungkin sebagian lagi untuk selamanya. Sedang ia sendiri akan pergi untuk jangka waktu dua tahun ke depan. Semua bentuk perpisahan pasti sulit pada awalnya, namun akan menjadi hal biasa pada akhirnya. Gadis itu menghela nafas sejenak. Pesawat menuju Australia akan take off beberapa saat lagi dan ia harus segera bergegas. Ia akan pergi tapi dalam hatinya masih berharap jika Hans tiba-tiba saja datang dan mencegah kepergiannya. Lantas Hans akan mengatakan alasan kenapa ia tidak ingin Vinda pergi adalah karena ia mencintai Vinda. Sempurna sekali rencana Vinda. Tapi ini bukanlah sebuah drama. Dan Vinda bukanlah seorang sutradara yang bisa mengatur jalan cerita ini semaunya . Bodoh! maki Vinda dalam hatinya. Ia sudah membulatkan tekad untuk pergi keluar negeri untuk kuliah sekaligus melupakan perasaannya pada Hans. Tapi kenapa disaat ia hendak masuk kedalam pesawat hatinya terus bergumam tentang Hans. Tidak boleh! cegah batinnya. Ia harus konsisten pada rencana semula. Apapun yang akan terjadi nanti bisa ia lihat dua tahun mendatang............ ~~~~~~ Dua tahun kemudian....... Vinda baru saja tiba kemarin. Isi kopernya pun masih belum sempat dibongkar. Rasa penat masih mendera tubuhnya usai penerbangan lintas negara. Australia _ Indonesia....... " Apa kabar Vin?" tegur Hans tiba-tiba. Membuyarkan lamunan sorenya. Cowok itu telah berdiri di hadapannya dengan tampilan manis. Sebuah celana jeans hitam berpadu dengan sweater berwarna krem membalut tubuhnya. Vinda tersenyum kaku. Takjub akan kemunculan cowok itu. Ia sama sekali tidak menduga Hans akan menemuinya secepat ini. " Ba..Baik Hans." sahut Vinda kikuk. Kenapa tiba-tiba saja ia merasa canggung bertemu Hans. Dan ia juga mendapati separuh hatinya hancur manakala menyadari ia masih menyimpan perasaan untuk Hans. Saking canggungnya gadis itu hampir saja lupa untuk mempersilakan cowok itu untuk segera duduk. Namun ketika ia hendak mengambilkan minuman untuk Hans, cowok itu mencegahnya. " Kenapa saat itu kamu nggak bilang ingin pergi , Vin?' tanya Hans beberapa menit kemudian. "Sorry Hans......." tandas Vinda lirih. Gadis itu tertunduk menatap lantai teras. "Terus terang aku sangat kecewa, Vin... Tapi aku juga sadar, kegiatanku sangat padat waktu itu. Sampai-sampai aku nyaris melupakan persahabatan kita." ucap Hans seraya tersenyum pahit. Sahabat? Jadi Hans benar-benar tidak punya perasaan apapun untuknya, dan menganggap Vinda hanya sebatas sahabat? batin Vinda getir. "Bagaimana karirmu sekarang Hans? Kamu sudah mengeluarkan album?"tanya Vinda mengubah topik pembicaraan . Hans tertawa renyah. Membuat Vinda bertanya-tanya, apa pertanyaan yang ia ajukan pada Hans salah? "Aku nggak pernah merilis sebuah albumpun, Vin."tandas Hans datar. Membuat Vinda terhenyak. Selama kuliah di Australia ia sama sekali tidak pernah mengikuti perjalanan karir Hans melalui internet. 'Aku ikut audisi itu bukan karena keinginanku sendiri. Itu semua adalah keinginanmu. Kamu yang ingin aku menjadi seorang penyanyi, Vin. Kupikir untuk apa aku jadi penyanyi jika kamu malah pergi. Aku sudah melepaskan semua itu , Vin...." tutur Hans panjang. Tanpa ekspresi menyesal sama sekali. Vinda terbelalak mendengar pengakuan Hans. Ia tak percaya dengan apa yang Hans telah lakukan. Padahal tidak mudah untuk meraih kepopuleran seperti itu.... "Hans......" ucapan Vinda terpotong. "Aku baru sadar setelah kamu pergi Vin... Ternyata aku merasakan sesuatu yang sangat menyesakkan didalam dadaku saat kamu nggak ada disisiku. Tapi pastinya kamu nggak pernah merasakan hal yang sama. Buktinya kamu bisa hidup dengan baik diluar negeri. Aaahh....mungkin saja aku terlalu mendramatisir keadaan."Hans tergelak di ujung kalimatnya. Namun Vinda malah menganggap hal itu bukanlah sebagai sesuatu yang layak untuk di tertawakan. "Sejujurnya aku pergi karena aku takut kamu melupakanku Hans..."ujar Vinda pelan. Hans tercekat. Ia mengamati raut wajah gadis itu lekat-lekat. "Maksudmu?" tanya Hans tidak mengerti. "Aku takut kepopuleran membuatmu menjauh dariku Hans. Makanya aku pergi untuk membunuh perasaanku sendiri. Karena saat itu aku mulai merasa nggak mengenalmu lagi....." terang Vinda terbata. Hans tersenyum tipis. Ia tidak pernah menduga bahwa Vinda bisa berterus terang seperti itu padanya. Tentang perasaannya pada Hans.... "Aku nggak menyangka ternyata pendidikan di Australia bisa mengubahmu menjadi sedewasa ini." ucap Hans bermaksud menggoda. Karena wajah gadis itu tampak terlalu serius. "Hans!"teriak Vinda manja. Ia menepuk bahu Hans keras-keras hingga cowok itu meringis kesakitan. Ternyata sifat kekanak-kanakan itu masih melekat pada diri Vinda, tapi itulah yang membuat Hans senantiasa merindukan gadis itu. "Aku sayang kamu Vin....." tandas Hans jujur. Akhirnya pernyataan yang lama di pendamnya terucap sore itu. Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan........
Cerita-cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat,dan peristiwa hanyalah kebetulan semata.
Kamis, 31 Januari 2013
LOVE STORY
Senin, 28 Januari 2013
SEBENING CINTA UNTUK DANISA
Danisa tertegun seraya bersandar pada tembok belakang sekolah. Matanya menerawang kosong kedepan. Sementara itu Indra, teman dekatnya juga ikut-ikutan diam membisu seperti yang Danisa lakukan.
Berita tentang penangkapan papa Danisa telah menyebar luas bahkan menjadi headline news di hampir semua surat kabar ibukota. Mereka menuliskan "Seorang wakil rakyat terlibat kasus penggelapan dana...."
Danisa sangat terpukul melihat kenyataan. Seorang sosok ayah yang selalu menjadi panutannya selama ini ternyata adalah seorang koruptor!! Padahal ia sangat mengagumi jiwa kepemimpinan papanya, dan karena papanya pula ia bersedia mencalonkan diri sebagai kandidat ketua OSIS di sekolahnya. Tapi apa yang malah diperbuat oleh papanya disaat ia sudah resmi memangku jabatan itu?Papanya telah menghancurkan semunya. Ia telah mencoreng nama baik Danisa. Padahal ada begitu banyak ide dan program-program ekskul yang ingin ia wujudkan .
Dan semua siswa yang dulu mati-matian mendukungnya kini berbalik arah menghujatnya. Sanjung puji yang dulu kerap mampir di telinganya kini berubah menjadi cibiran dan cacian. Sorot mata tajam dan penuh penghinaan juga didapatnya dari semua siswa. Hanya Indra-lah satu-satunya orang yang masih bersedia bersimpati padanya. Danisa sangat berterima kasih pada sahabatnya itu....
"Gue akan mundur Ndra..." tandas Danisa lirih. Memecah kebisuan di belakang sekolah.
Indra tercekat mendengar keputusan gadis itu. Ia mengenal Danisa hampir dua tahun dan bukan sifat gadis itu untuk menyerah begitu saja. Gadis yang biasa berkuncir kuda itu selalu tangguh dan mandiri, tapi sekarang..........
"Apa lue akan menyerah begitu aja ? Soal bokap lue nggak ada hubungannya dengan lue Nis....." sahut cowok berkaca mata minus itu.
" Gue tahu Ndra."potong Danisa cepat. " Tapi lue lihat sendiri kan , gimana tanggapan semua siswa di sekolah kita? Mereka semua memojokkan gue. Dan cepat atau lambat mereka pasti akan menuntut pengunduran diri gue. Jadi, sebelum mereka melakukannya, gue akan mengundurkan diri. Bukankah itu akan lebih terhormat?" tutur Danisa panjang.
"Tapi mereka nggak bisa melakukan itu tanpa alasan Nis." ujar Indra mencoba mendebat pernyataan Danisa.
Tapi gadis itu malah tersenyum pahit . Ia tahu bahwa sebenarnya Indra hanya ingin membelanya.
"Mereka yang milih gue jadi ketua OSIS ,Ndra. Jadi mereka punya hak sepenuhnya untuk membatalkan dukungannya...."tandas Danisa.
Indra terdiam untuk beberapa waktu lamanya. Mencoba mencari cara untuk mengubah pemikiran Danisa.
" Tapi belum tentu bokap lue terlibat. Belum ada bukti-bukti yang memberatkannya kan?" tanya Indra kemudian.
Danisa menggeleng pelan.
" Tapi bukti itu pasti akan segera ditemukan , Ndra" ucap Danisa datar.
"Maksud lue?" tanya Indra tak mengerti. Alisnya tampak bertaut.
"Gue baru sadar... Selama ini keluarga gue hidup dalam kemewahan semenjak ayah jadi wakil rakyat. Bukankah itu salah satu petunjuk?"
Indra membisu mendengar pengakuan Danisa. Otaknya berputar. Berpikir........
***********
Mama Danisa terdiam. Matanya tampak basah usai Danisa mengajukan sebaris pertanyaan padanya.
"Mama tahu sesuatu kan? Mama tahu jika papa korupsi , tapi kenapa mama diam saja tanpa memperingatkan papa?" desak Danisa memojokkan posisi mamanya.
"Cukup Danisa!" teriak mamanya. Ia merasa hilang kesabaran karena terus didesak putrinya."Kamu tahu, apa yang papa lakukan juga demi kamu. Demi pendidikanmu. Tanpa papa melakukan itu kamu tidak akan bisa masuk sekolah elite. Bukankah kelak kamu juga ingin kuliah?"jelas mama Danisa mengungkapkan semuanya.
Danisa terhenyak mendengar pengakuan mamanya. Jadi semua yang tertulis di surat kabar itu benar adanya? Papanya adalah seorang koruptor!!
Mata Danisa basah. Air mata bening mulai berjatuhan ke atas pipinya. Ia ingin sekali mengingkari apa yang baru saja didengarnya. Tapi semakin ia mencoba, ia semakin tidak bisa menghindari kenyataan.
"Danisa nggak ingin sekolah di sekola elite, Ma. Danisa juga nggak ingin kemewahan jika didapat dengan cara seperti itu. Buat Danisa cukup kalian berdua. Karena kebahagiaan nggak semata diperoleh dari uang..."tandas Danisa di sela isaknya.
Mama Danisa terharu mendengar kalimat yang dilontarkan putrinya. Ia memeluk tubuh gadis itu lantas keduanya hanyut dalam tangis. Semua telah terjadi. Menyesalpun tak berguna....
*************
Gadis berseragam putih abu-abu itu berdiri kaku di atas podium. Lututnya gemetar dan serasa ingin goyah.Tapi ia harus berdiri disana untuk mengatakan sesuatu meski hanya dua menit. Sementara semua pasang mata tengah menatap ke arahnya, menunggu pernyataan sang ketua OSIS.
Danisa menghela nafas beberapa saat sembari berdoa. Sebelum akhirnya ia memulai pidato singkatnya. .
"Pagi ini saya berdiri disini untuk menyatakan pengunduran diri saya sebagai ketua OSIS." ucap Danisa langsung pada tujuannya." Mungkin saya tidak layak untuk menduduki jabatan itu, tapi saya sangat berterima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah mendukung saya selama ini. Saya minta maaf atas semua kekurangan yang ada pada diri saya....... Dan sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih" tandas Danisa mengakhiri pidato singkatnya. Gadis itu segera turun dari atas podium usai menyampaikan pengunduran dirinya.
Danisa tahu ia tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi untuk berdiri disana. Ia takut jika tiba-tiba saja air matanya tumpah disaat ia menyampaikan pidatonya di depan teman dan guru-gurunya. Padahal selama ini ia selalu tegar menghadapi persoalan apapun termasuk saat ia harus berkampanye untuk mendapatkan dukungan pada pemilihan ketua OSIS empat bulan yang lalu. Tapi semua kerja keras itu harus dilepasnya begitu saja. Tak ada gelar ketua OSIS lagi di pundaknya....
************
Mata Indra terbelalak begitu ia menghentikan motornya di depan rumah Danisa. Rumah itu telah disegel oleh polisi.
"Sial....."gumamnya kesal. Sudah dua hari Danisa tidak masuk sekolah tanpa izin, dan gadis itu pergi juga tanpa memberi kabar padanya. Nomor ponselnya pun juga tidak aktif. Teman-teman , tetangga tidak ada satupun yang tahu kemana Danisa pindah. Gadis itu benar-benar menghilang tanpa jejak.
Indra hanya bisa tertegun mengingat Danisa. Kasihan dia, gumamnya sendirian. Harusnya disaat seperti ini ia ada disisi Danisa untuk memberi dukungan moral padanya. Tapi kenapa ia malah menghilang begitu saja tanpa jejak. Padahal ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada gadis kuncir kuda itu. Sebuah perasaan yang selama dua tahun ini di pendamnya untuk gadis itu. Perasaan kasih yang bening untuk Danisa..............
Minggu, 27 Januari 2013
WINTER DREAM
Kamis, 17 Januari 2013
BASKET BOY
Selasa, 15 Januari 2013
MEMORY OF SENGGIGI
Minggu, 13 Januari 2013
CINDERELLA JATUH CINTA
Rabu, 09 Januari 2013
DIARY TERAKHIR
Tiga bulan......
Aku melangkah lesu keluar dari ruang dokter.Dengan hati kacau pula.Memangnya siapa dokter itu? Dia bukan tuhan,tapi bisa-bisanya dia membual dan memvonis umurku hanya tinggal tiga bulan.Aku sakit parah? Kanker otak!!!
Aku terhenti.Kepalaku serasa berputar. Aku memang sering merasakan sakit seperti sekarang, tapi aku selalu mengabaikannya dan menganggapnya sebagai imbas dari kelelahan. Kadang aku juga menganggapnya sebagai anemia ringan. Tapi hasil diagnosa dokter ternyata berbeda dengan apa yang ku pikirkan.
Apa yang harus aku lakukan ? batinku kalut. Pandangan mataku juga mulai berkabut. Rupanya kelenjar air mataku sudah penuh dan siap ingin mengalirkan tangis. Orang-orang disekitarku menatapku dengan pandangan aneh.Mungkin iba melihat air mata yang kini mulai berjatuhan bak gerimis di wajahku.
Adilkah ini Tuhan? tanyaku dalam hati. Bukan, batinku menentang. Ini bukan masalah keadilan , Rin! Ini tentang takdir. Tuhan yang telah menuliskannya, manusia mana yang bisa menolaknya?Bukankah keterbatasan manusia hanya berusaha dan berdoa ?
Sampai di situ otakku berhenti dan tak berpikir lagi. Toh percuma berpikir terlalu jauh.Hanya akan memperparah penyakitku saja. Lantas sekarang bagaimana??? Apa aku harus mengatakan tentang ini pada semua orang dan mengharap belas iba mereka. Termasuk pada Gio juga?
Entahlah, aku tidak tahu. Sekarang aku hanya ingin pulang dan merebahkan punggungku di atas tempat tidur.Meski mungkin aku takkan bisa memejamkan mataku malam ini.......
**************
Coretan-coretan tanganku diatas buku diary tak serapi tiga hari yang lalu. Juga tak ada nama Gio disana. Padahal selama dua tahun terakhir ini nama cowok itu tak pernah absen menghias lembar-lembar diary milikku. Mungkin besok aku akan menuliskannya kembali disana.....
Gio datang! Cowok itu tampak sempurna dengan balutan sweater biru ditubuhnya. Seperti biasa ia menebarkan salam hangat kepada setiap orang yang ditemuinya. Tak terkecuali padaku. Ah, tapi kenapa hatiku tak merasa begitu gembira melihat senyumnya kali ini?
"Hai Rin..." sapanya manis. Kusambut hanya dengan senyum kaku. Berteman dengan Gio selama dua tahun menumbuhkan perasaan khusus dihatiku. Sikapnya yang hangat dan penampilan sederhana telah membuatku menjatuhkan hati padanya. Dia juga yang telah membuatku rajin mengisi buku diary. Coretan puisi, lagu semua melukiskan perasaanku terhadapnya.
" Lagi ngapain? " tanya Gio." Nulis diary ?" tebaknya kemudian.
Aku mengangguk. Mengiyakan tebakannya.
" Ohhh....." ia manggut-manggut melihat jawabanku.
Berada sedekat ini dengan Gio membuat hatiku tak karuan. Tapi tiga bulan lagi aku akan pergi jauh dan takkan bisa melihat Gio . Juga sapa hangat dan senyum manisnya. Aku akan kehilangan itu semua.Oh Tuhan,kenapa mesti aku? Padahal aku belum mengatakan semua perasaanku padanya.
Aku buru-buru memasukkan diary milikku ke dalam laci meja. Biarlah perasaanku tersimpan disana, diantara lembar-lembar buku diary. Mungkin sampai aku tiada nanti....
***************
Huh......
Aku hanya bisa mendengus kesal. Aku merasa seperti terjebak di dalam penjara. Kamar rumah sakit lengkap dengan bau obat-obatan yang membuatku mual tak ubahnya seperti penjara buatku. Kenapa aku mesti menghuni ruangan ini jika pada akhirnya aku akan mati?
Mati.........Ah, kata itu sangat menakutkan buatku. Aku takut kehilangan semuanya. Aku tidak dapat membayangkan aku menghilang dari dunia ini.Aku takut.....
Mama datang. Digenggamannya ada sebuah benda milikku, diary. Ia meletakkan benda itu di atas meja lantas duduk di tepi ranjang. Ia tampak lelah namun di sembunyikannya di balik senyum.
" Mama sudah mengurus pengunduran dirimu dari sekolah seperti permintaanmu, " ucapnya datar.
Aku tak menyahut dan hanya menatap wajah mama. Wanita itu tampak tegar, padahal ia akan kehilangan putrinya. Sama sekali tak tampak kekecewaan di matanya .
" Apa mama akan baik-baik saja?" aku bertanya lirih. Namun mama tersenyum. Ia meraih kepalaku dan mendekapnya. Tanpa kalimat. Tapi aku bisa merasakan beban yang kini tengah mendera batinnya.
" Maafkan Rin , ma...." tandasku. Untuk semuanya, batinku menambahkan.
*****************
Aku menutup diary milikku usai menuliskan beberapa kalimat disana. Tentang kemoterapi yang ku jalani hari ini. Semua melelahkan, namun terpaksa ku jalani. Demi mama .....
Bintang-bintangpun tampak mengintip dari balik jendela. Mungkin saja mereka sedang resah menunggu kedatanganku. Karena setahuku orang yang telah meninggal akan menjadi bintang. Mungkin saja itu hanya dongeng untuk anak-anak, atau mungkin juga benar.
Aku sadar tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Entah esok, lusa atau minggu depan aku akan pergi untuk selamanya. Aku sudah pasrah dan melepaskan semua, harapan, impian, cita-cita juga Gio. Cowok sederhana dan hangat yang padanya ku jatuhkan hatiku. Ia adalah cinta pertama sekaligus terakhir ku. Meski ia tak pernah ku miliki walau hanya sehari saja. Cukup aku, Tuhan dan diary yang tahu tentang perasaanku.
{08 Januari 2013}
Langganan:
Postingan (Atom)