Rabu, 09 Januari 2013

DIARY TERAKHIR

Tiga bulan...... Aku melangkah lesu keluar dari ruang dokter.Dengan hati kacau pula.Memangnya siapa dokter itu? Dia bukan tuhan,tapi bisa-bisanya dia membual dan memvonis umurku hanya tinggal tiga bulan.Aku sakit parah? Kanker otak!!! Aku terhenti.Kepalaku serasa berputar. Aku memang sering merasakan sakit seperti sekarang, tapi aku selalu mengabaikannya dan menganggapnya sebagai imbas dari kelelahan. Kadang aku juga menganggapnya sebagai anemia ringan. Tapi hasil diagnosa dokter ternyata berbeda dengan apa yang ku pikirkan. Apa yang harus aku lakukan ? batinku kalut. Pandangan mataku juga mulai berkabut. Rupanya kelenjar air mataku sudah penuh dan siap ingin mengalirkan tangis. Orang-orang disekitarku menatapku dengan pandangan aneh.Mungkin iba melihat air mata yang kini mulai berjatuhan bak gerimis di wajahku. Adilkah ini Tuhan? tanyaku dalam hati. Bukan, batinku menentang. Ini bukan masalah keadilan , Rin! Ini tentang takdir. Tuhan yang telah menuliskannya, manusia mana yang bisa menolaknya?Bukankah keterbatasan manusia hanya berusaha dan berdoa ? Sampai di situ otakku berhenti dan tak berpikir lagi. Toh percuma berpikir terlalu jauh.Hanya akan memperparah penyakitku saja. Lantas sekarang bagaimana??? Apa aku harus mengatakan tentang ini pada semua orang dan mengharap belas iba mereka. Termasuk pada Gio juga? Entahlah, aku tidak tahu. Sekarang aku hanya ingin pulang dan merebahkan punggungku di atas tempat tidur.Meski mungkin aku takkan bisa memejamkan mataku malam ini....... ************** Coretan-coretan tanganku diatas buku diary tak serapi tiga hari yang lalu. Juga tak ada nama Gio disana. Padahal selama dua tahun terakhir ini nama cowok itu tak pernah absen menghias lembar-lembar diary milikku. Mungkin besok aku akan menuliskannya kembali disana..... Gio datang! Cowok itu tampak sempurna dengan balutan sweater biru ditubuhnya. Seperti biasa ia menebarkan salam hangat kepada setiap orang yang ditemuinya. Tak terkecuali padaku. Ah, tapi kenapa hatiku tak merasa begitu gembira melihat senyumnya kali ini? "Hai Rin..." sapanya manis. Kusambut hanya dengan senyum kaku. Berteman dengan Gio selama dua tahun menumbuhkan perasaan khusus dihatiku. Sikapnya yang hangat dan penampilan sederhana telah membuatku menjatuhkan hati padanya. Dia juga yang telah membuatku rajin mengisi buku diary. Coretan puisi, lagu semua melukiskan perasaanku terhadapnya. " Lagi ngapain? " tanya Gio." Nulis diary ?" tebaknya kemudian. Aku mengangguk. Mengiyakan tebakannya. " Ohhh....." ia manggut-manggut melihat jawabanku. Berada sedekat ini dengan Gio membuat hatiku tak karuan. Tapi tiga bulan lagi aku akan pergi jauh dan takkan bisa melihat Gio . Juga sapa hangat dan senyum manisnya. Aku akan kehilangan itu semua.Oh Tuhan,kenapa mesti aku? Padahal aku belum mengatakan semua perasaanku padanya. Aku buru-buru memasukkan diary milikku ke dalam laci meja. Biarlah perasaanku tersimpan disana, diantara lembar-lembar buku diary. Mungkin sampai aku tiada nanti.... *************** Huh...... Aku hanya bisa mendengus kesal. Aku merasa seperti terjebak di dalam penjara. Kamar rumah sakit lengkap dengan bau obat-obatan yang membuatku mual tak ubahnya seperti penjara buatku. Kenapa aku mesti menghuni ruangan ini jika pada akhirnya aku akan mati? Mati.........Ah, kata itu sangat menakutkan buatku. Aku takut kehilangan semuanya. Aku tidak dapat membayangkan aku menghilang dari dunia ini.Aku takut..... Mama datang. Digenggamannya ada sebuah benda milikku, diary. Ia meletakkan benda itu di atas meja lantas duduk di tepi ranjang. Ia tampak lelah namun di sembunyikannya di balik senyum. " Mama sudah mengurus pengunduran dirimu dari sekolah seperti permintaanmu, " ucapnya datar. Aku tak menyahut dan hanya menatap wajah mama. Wanita itu tampak tegar, padahal ia akan kehilangan putrinya. Sama sekali tak tampak kekecewaan di matanya . " Apa mama akan baik-baik saja?" aku bertanya lirih. Namun mama tersenyum. Ia meraih kepalaku dan mendekapnya. Tanpa kalimat. Tapi aku bisa merasakan beban yang kini tengah mendera batinnya. " Maafkan Rin , ma...." tandasku. Untuk semuanya, batinku menambahkan. ***************** Aku menutup diary milikku usai menuliskan beberapa kalimat disana. Tentang kemoterapi yang ku jalani hari ini. Semua melelahkan, namun terpaksa ku jalani. Demi mama ..... Bintang-bintangpun tampak mengintip dari balik jendela. Mungkin saja mereka sedang resah menunggu kedatanganku. Karena setahuku orang yang telah meninggal akan menjadi bintang. Mungkin saja itu hanya dongeng untuk anak-anak, atau mungkin juga benar. Aku sadar tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Entah esok, lusa atau minggu depan aku akan pergi untuk selamanya. Aku sudah pasrah dan melepaskan semua, harapan, impian, cita-cita juga Gio. Cowok sederhana dan hangat yang padanya ku jatuhkan hatiku. Ia adalah cinta pertama sekaligus terakhir ku. Meski ia tak pernah ku miliki walau hanya sehari saja. Cukup aku, Tuhan dan diary yang tahu tentang perasaanku. {08 Januari 2013}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar