Senin, 18 Februari 2013

MY BOYFRIEND IS A VAMPIRE

Aneh....
Setiap istirahat tiba aku selalu melihat cowok itu duduk disana . Di dekat tembok belakang sekolah. Dengan posisi yang sama dan sebuah buku tebal selalu ada dalam genggaman tangannya. Padahal tempat itu sangat sepi dan sedikit kumuh. Disana ada beberapa tanaman perdu  berbunga  ungu yang sedikit mempermanis tempat itu.

Aku baru melihat cowok itu  tiga hari yang lalu, persis saat aku mulai masuk di sekolah ini. Saat itu  aku  hanya bermaksud berkeliling lingkungan sekolah untuk  sedikit menyesuaikan  diri  dengan tempat ini. Tapi keberadaan cowok itu di belakang  sekolah cukup menyita perhatianku. Kupikir aneh mendapati seseorang di belakang sekolah dengan sebuah buku tebal di tangannya. Apa kebiasaan seperti itu tidak terdengar membosankan?

Entah kenapa aku ingin mendekat kesana dan sedikit berbincang dengan cowok itu....

"Hai...."sapaku pada cowok misterius itu. Mencoba bersikap hangat dan ramah.

Cowok itu menghentikan kegiatannya membaca. Lantas mendongakkan dagunya untuk menatapku. Barulah aku bisa melihat seraut wajah pucat dan sepasang mata berwarna cokelat gelap tengah menatapku dengan tatapan heran. Oh..mungkin saja sikapku lancang mengganggu kesibukan orang lain, batinku bersalah.

"Maaf..."ucapku cepat. "Mungkin aku mengganggumu....."

Namun apa yang kudapati jauh dari dugaanku. Cowok itu menggeleng perlahan. Mengisyaratkan bahwa perlakuanku tidak cukup dikatakan mengganggunya. Melegakan hatiku.

"Boleh aku duduk?" tanyaku kemudian. Langsung disambutnya dengan sebuah anggukan kecil. Aku mengambil tempat duduk tak jauh darinya.

"Sedang membaca buku apa?" tanyaku seraya melirik sampul buku didalam genggaman tangannya.

"Cuma buku sejarah."jawabnya sembari memperlihatkan sampul buku yang tengah dibacanya."Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Apa kamu siswa baru disini?" tanya cowok itu lebih lanjut.

Aku mengangguk.

"Aku sudah menduganya."sahutnya datar.

"Kenapa? Apa aku terlalu mencolok sebagai orang asing?"

Ia tersenyum pahit. "Karena tidak ada seorangpun siswa di sekolah ini yang mau menegurku apalagi duduk bersebelahan denganku seperti ini." tandasnya terdengar aneh. Kenapa? batinku bertanya. "Tidak ada seorangpun yang mau berteman dengan orang aneh sepertiku."

"Kurasa kamu bukan orang aneh..."ucapku.

Ia menderaikan tawanya. Membuatku menyadari bahwa ia punya senyum yang manis.

"Kamu lihat wajahku kan?"tanyanya seraya menunjuk wajah pucatnya. "Semua orang mengatakan aku monster yang kekurangan darah. Apa kamu tidak takut suatu saat aku menghisap habis darahmu?"

Aku tertawa mendengar ucapannya. Kurasa cowok itu punya selera humor yang tinggi. Ternyata ia tidak sekaku penampilannya.

"Sepertinya kamu orang yang menyenangkan. Mereka tidak mau berteman denganmu karena mereka tidak tahu itu."ucapku kemudian.

Ia hanya tersenyum tipis mendengar ucapanku . Tak berkomentar lagi.

"Aku Mica. Kamu?" tanyaku seraya mengulurkan jabat tanganku padanya.

Ia tampak ragu menerima uluran tanganku.Tapi akhirnya ia menyambutnya juga." Reo."ucapnya.

"Mulai sekarang kita berteman?"

"Apa kamu yakin?" tanya Reo. Sepasang mata cokelatnya menatapku tak percaya. Namun aku segera mengangguk yakin. Kupikir orang sepertinya butuh teman....

^^^^^^^^^^^

Aku dan Reo berteman sejak hari itu. Setiap hari kami menghabiskan jam istirahat berdua di belakang sekolah. Kami membaca buku, berdiskusi dan belajar bersama. Aku banyak bertanya padanya tentang pelajaran yang tidak ku kuasai. Dan Reo yang satu tingkat diatasku ternyata punya otak yang jenius.

Aku sering berpikir banyak hal tentangnya. Senyumnya, sorot matanya yang sayu juga sikapnya yang hangat. Tanpa sadar aku mulai mengaguminya, bahkan aku merindukannya saat jauh dari Reo. Aku rasa aku jatuh cinta pada Reo. Namun aku tidak tahu bagaimana perasaan Reo padaku. Apa dia juga mencintaiku?

"Aku tidak suka kamu terlalu dekat dengannya."

Aku menoleh mendengar suara Nick. Raut wajahnya tenang dan pandangannya masih fokus ke depan kemudi.

"Maksudmu Reo?"tanyaku memastikan. Dan Nick mengiyakan dengan sebuah anggukan saja. "Kami hanya berteman , Nick." tandasku kemudian. Mencoba untuk meyakinkannya. Namun tampaknya aku tidak pandai mengelabuinya.

"Tapi aku tidak melihatmu menganggapnya sebagai teman."sahut Nick. "Matamu tidak bisa berbohong. Kamu menyukainya kan?"desak Nick berusaha memojokkanku.

"Nick....."
,
"Kamu pindah kesini karena kita akan menikah setelah kamu lulus nanti, apa kamu lupa hal itu?"potongnya cepat. Ia menghentikan mobil dengan mendadak , membuatku kaget. Untung saja aku selalu memakai safety belt ,kalau tidak apa jadinya.....

Nick marah. Aku melihat amarah terlukis jelas di wajahnya. Tapi ia masih bersikap tenang seperti biasa.

"I love you , honey....."ucapnya kemudian. Masih seromantis biasanya. " Kita berdua memang dijodohkan , dan aku sadar tidak mudah membuatmu mencintaiku. Tapi jangan berbuat seperti ini padaku."ucapnya membuatku merasa bersalah.

Aku memang menyukai Reo dari awal bertemu dengannya. Tapi apa aku tega mencampakkan tunanganku demi seseorang yang biasa ku temui dibelakang sekolah yang selalu sibuk dengan buku tebal di tangannya. Aku tidak punya hati untuk menyakiti Nick....

"Dia tidak baik untukmu ." ucap Nick kemudian. Aku tercekat mendengarnya . Karena rasa cemburu ia bisa berkata seperti itu padaku.

"Dia baik padaku , Nick. Dia juga sering mengajariku mata pelajaran yang tidak aku kuasai...."

"Jadi sekarang kamu membelanya?! Karena kamu sudah jatuh cinta padanya?!" teriak Nick.

"Nick!!!" aku balas berteriak. Amarahnya turut memancing emosiku. Aku buru-buru keluar dari mobil Nick . Lama-lama aku muak berada disana dengannya. Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki. Tak peduli teriakannya memanggil namaku........

^^^^^^^^^

Hembusan angin mempermainkan ujung rambutku.........

Reo sibuk mengerjakan pekerjaan rumah Fisika milikku. Dan aku hanya terdiam di sebelahnya sembari menatap wajah pucatnya dari sisi samping. Ia benar-benar membuatku kehilangan akal akhir-akhir ini. Kenapa Tuhan? batinku.

"Sudah selesai..." ucapan Reo membuatku kelabakan. Tangannya menyodorkan kembali buku fisika milikku. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Reo . Rupanya ia memergokiku yang sedang memperhatikannya.

"Oh.. Aku..... aku...." kenapa bibirku jadi kaku seperti ini?

"Ada apa Mica?" tanya Reo lagi.

"Tidak apa-apa..."sahutku cepat. Aku buru-buru memeriksa buku Fisika milikku untuk memeriksa hasil pekerjaannya. Apa tingkahku begitu mencurigakan?

Namun tiba-tiba Reo menarik tanganku dengan paksa. Dan kejadian itu berlangsung begitu singkat. Saat ia mendaratkan bibirnya di pipiku........

"Maaf...."ucapnya cepat. Giliran Reo yang salah tingkah sekarang. "Aku tahu kamu menyukaiku..."tandasnya membuatku tercekat. Ternyata begitu mudah membaca gerak-gerikku. Bahkan Nick pun tahu apa yang kupikirkan.

"Apa kamu juga menyukaiku?"tanyaku sedikit ragu. Aku takut ia tidak menyukaiku.

Reo menganggukkan kepalanya. Begitu melegakan hatiku. Aku senang. Ternyata perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi raut wajah Reo tampak tak begitu gembira.

"Tapi kita tidak boleh saling menyukai, Mica..." tandasnya lirih. Kenapa? batinku bertanya. "Karena kita berbeda....." ucapnya seolah tahu apa yang sedang kupikirkan.

"Kita berbeda? Apa maksudmu? Apa karena status sosial atau karena ....."aku menggantung kalimatku. Aku bingung harus menebak apa.

Reo menghela nafas berat.
"Aku tidak bisa menjelaskannya..."

Aku tersenyum pahit.
"Bagaimana aku bisa mengerti kalau kamu tidak mengatakannya?" desakku.

Reo terdiam. Tak menyahut ucapanku. Entah apa yang ia pikirkan sekarang.

"Baik. " ucapku seraya bangkit dari tempat dudukku. "Lebih baik kamu tidak mengatakannya. Agar aku lebih cepat membunuh perasaan ini..."

"Mica!!" ia berteriak sembari menarik lenganku dengan cepat. "Jangan berkata seperti itu padaku. Kumohon..." kini ia mendekap tubuhku dengan erat. Tapi aneh. Kenapa tubuhnya begitu dingin?

"Apa kamu sakit?" tanyaku sedikit cemas.

"Aku tidak sakit.."sahutnya. "Inilah diriku yang sebenarnya. "

"Maksudmu apa? Aku tidak mengerti..."aku melepaskan tubuh Reo perlahan lantas menatap kedua matanya yang bersinar redup. Ia masih sepucat saat pertama kali aku melihatnya. Mungkinkah ia sedang sakit parah?

"Apa kamu percaya ada vampir di dunia ini?"tanya Reo kemudian. Membuatku ingin tertawa.

"Jadi kamu ingin mengatakan kalau kamu adalah seorang vampir?"tanyaku sembari tergelak.

"Aku tidak sedang bercanda."tegasnya.

"Ini tidak lucu, Reo." aku hendak melangkah pergi namun tertahan oleh cekalan tangan Reo. Tampaknya ia benar-benar serius dengan ucapannya dan ingin aku percaya.

"Aku tidak pernah mengatakan ini pada siapapun, kecuali padamu." tandasnya seraya menatapku lekat-lekat. "Karena kamu adalah satu-satunya orang yang tidak menganggapku aneh. Karena kamu adalah cinta pertamaku......"

Aku terhenyak dan hampir tidak bisa menahan berat tubuhku lagi. Sorot mata Reo sangat jujur dan tidak tersirat kebohongan sama sekali. Jadi.... mau tidak mau aku harus mempercayainya. Begitukah?

"Tidak , Reo."sangkalku. "Ini tidak masuk akal sama sekali. Ini konyol..."

"Tapi ini adalah kenyataan. Kamu harus percaya padaku......"

"Tapi aku mencintaimu Reo..."

"Aku juga."sahutnya. "Tapi ada sebuah dinding tebal diantara kita, dan kita tidak akan pernah bisa menghancurkan dinding itu. "

"Apa tidak ada cara lain?" pertanyaanku langsung disambut gelengan kepala oleh Reo.

"Kodrat kami adalah berburu manusia. Karena kami bisa melangsungkan hidup dengan minum darah. " tandas Reo. Ia terdiam beberapa waktu lamanya. " Sebaiknya mulai sekarang kamu menjauhiku ...."

"Tidak Reo. Aku tidak bisa...."

^^^^^^^^^

Ada sebuah dinding tebal yang berdiri kokoh diantara aku dan Reo.....

Reo tidak masuk hari ini. Ada apa dengannya? Apa ia mulai membentangkan jarak diantara kami berdua ? Tapi kenapa secepat ini ?

"Mica...."

Aku ternganga takjub. Baru saja aku berpikir tentang Reo , tiba-tiba saja ia muncul didepan jendela kamarku dari balik semak-semak.

"Aku tahu kamu merindukanku..."ucapnya sembari tersenyum. "Karena itu aku datang."

"Benarkah?" sambutku gembira. "Kamu bisa mendengar pikiranku?"

"Itu kelebihan kami."tandasnya. "Aku benar-benar merindukanmu........" Reo meraih tubuhku dan mendekapnya erat. Membuatku nyaris tak bisa bernafas.

"Aku tidak bisa bernafas, Reo....."keluhku mencoba melepaskan diri dari dekapan Reo. Tapi Reo malah mempererat pelukannya dan apa yang ia lakukan padaku? Oh Tuhan....! Reo menggigit leherku !

Aku berusaha memberontak sekuat tenaga agar lepas darinya.Tapi tubuhku kian melemah. Tenagaku berangsur habis. Disaat itulah Reo baru melepaskanku.

Aku mundur beberapa langkah ke belakang. Aku melihat darah segar menghiasi ujung bibir Reo.Ia menyeringai saat melihatku jatuh tersungkur ke tanah. Sementara dari leherku masih mengucurkan sisa-sisa darah yang masih tersimpan dalam tubuhku. Perlahan-lahan pandangan mataku mulai kabur. Dan aku juga mulai kehabisan tenaga.

"Reo........"hanya sebaris nama itu yang terucap dari bibirku sebelum aku benar-benar tak bisa membuka mataku lagi..............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar