Rabu, 27 Februari 2013

TEARS IN THE RAIN


Pekat . Hanya gelap yang bisa ditangkap oleh kornea mataku. Namun senandung rinai hujan terdengar merdu di telingaku bak sebuah melodi patah hati . Pilu . Juga menyayat hati .
Rio berjalan lambat ke arahku . Dengan sebatang lilin yang sedang menyala didalam genggamannya . Nyala lilin itu tampak meliuk seperti pinggul seorang penari . Rio meletakkan batang lilin itu diatas meja , persis di dekat tempatku berdiri . Laki-laki itu memandangku sekilas lalu ikut menatap tetes-tetes hujan dibalik jendela kaca yang membentang dihadapan kami .
"Mungkin ada instalasi listrik yang tersambar petir ."gumamnya tanpa menoleh . Ia tampak sedikit menyesali kesialan kecil ini . Apa asyiknya liburan di vila jika hujan lebat begini , ditambah lagi listrik padam .
"Apa yang sedang kau pikirkan , Mey ?" tegurnya kemudian . Mengusik sikap pasifku . "Tentang Theo ?"tebaknya lagi . Kini sepasang matanya tertuju padaku . Menanti mulutku mengucapkan beberapa patah kata sebagai jawaban atas pertanyaannya .
Aku tak bisa mengingkari pikiranku sendiri . Aku memang sedang berpikir tentang Theo . Tentang kecelakaan maut yang merenggut kehidupan Theo . Dan menghancurkan separuh hati yang kupersembahkan untuk laki-laki bernama Theo .

"Saat itu hujan deras ."gumamku lirih . " Aku memaksanya untuk menjemputku meski aku tahu cuaca sedang buruk . Dia mengalami kecelakaan itu karena aku , Rio ." tandasku tak begitu gamblang . Sulit buatku mengulang cerita itu kembali . Aku tak mau menangis dihadapan Rio sekarang . Karena aku akan tampak rapuh nantinya .
"Semua orang tahu Theo mengalami kecelakaan karena cuaca , bukan karenamu . Jadi berhentilah menyalahkan diri sendiri ." tegasnya .
"Tapi dia tidak akan mengalami kecelakaan itu jika aku tidak memaksanya datang , Rio ." debatku ngotot .
" Lantas apa yang akan kau lakukan ? Menyesali kecelakaan itu sepanjang hidupmu ?"desaknya tampak geram .
"Bagaimanapun juga aku merasa bertanggung jawab......."
"Tanggung jawab ?"potong Rio cepat. "Apa ini yang kau sebut sebagai bentuk tanggung jawab ?!' seru Rio seraya menarik tangan kiriku dengan kasar . Lantas ia menyingkapkan ujung lengan sweaterku sehingga tampaklah sebuah bekas luka memanjang tergambar di pergelangan tangan kiriku . Bekas goresan pisau yang ku buat sendiri beberapa waktu yang lalu . Upaya bunuh diri yang gagal total karena tiba-tiba Rio muncul dan mencegahku menjemput mautku sendiri .
Aku menarik tanganku kembali dengan gerakan cepat . Rio menguak kembali kejadian itu untuk menyudutkan posisiku .
"Berjanjilah tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi , Mey ."ucapnya . "Theo juga pasti tidak ingin melihatmu seperti ini ."
Aku membisu . Biasanya Rio akan bicara panjang lebar tentang masalah ini , dan aku benci mendengar ceramahnya . Aku jenuh jika harus mendengar kata-kata bijaknya bak motivator profesional .
"Sebaiknya kau tidur ." suruh Rio beberapa menit kemudian . " Panggil aku jika butuh sesuatu . Aku ada di kamar sebelah ." Rio menepuk bahuku sebelum meninggalkan tempatnya berdiri .
Aku hanya mengangguk seraya menatap langkah-langkah Rio yang bergerak keluar dari kamarku .
######
Bayangan hitam itu hendak menyeret tubuhku dengan paksa .
"Ayo Mey , ikutlah denganku pergi...."
Tidak ! Aku tidak mau pergi , jeritku tertahan di tenggorokan . Aku berusaha melepaskan diri dari cengkeraman bayangan hitam itu dengan sekuat tenaga . Tolong aku Rio........
Aku terjaga dari tidurku . Mimpi buruk yang sama , gumamku sembari mengusap peluh yang membasahi keningku . Hampir setiap malam aku didatangi mimpi buruk yang sama . Membuatku ketakutan manakala hendak tidur .
Aku sudah lelah bermimpi . Dan aku ingin segera mengakhirinya . Tapi aku tidak tahu cara untuk menghentikannya .
Rupanya pagi telah datang . Sinar matahari pagi tampak menerobos kaca jendela hingga menyentuh ujung bantalku . Hari yang cerah setelah semalaman hujan mengguyur tanpa henti . Sisa-sisa lelehan lilin tampak teronggok diatas meja .
Dimana Rio ? Kenapa aku sama sekali tidak mendengar suaranya ? batinku seraya turun dari atas tempat tidur .
Kamar Rio tampak kosong ketika aku memeriksa ruangan di sebelah kamarku. Begitu juga kamar mandi dan ruang-ruang lain . Aku tak mendapati laki-laki itu dimanapun sudut vila ini . Juga bapak tua penjaga vila ini tak nampak batang hidungnya . Bahkan mobil Rio juga lenyap dari halaman vila .
"Rio!!!"
Tubuhku mulai gemetar manakala menyadari bahwa aku sendirian di tempat asing ini. Rasa takut mulai mengalir perlahan ke dalam dadaku . Detak jantungku juga mulai meningkat iramanya . Perasaan semacam ini pernah menderaku beberapa waktu yang lalu , tepatnya saat Theo pergi untuk selama-lamanya . Kecemasan yang teramat sangat hingga membuatku sesak nafas .
Kau dimana , Rio ? Kenapa meninggalkanku sedirian di tempat ini ? Apa kau sengaja melakukan ini padaku ?
Langkah kakiku terasa perih . Kaki-kaki telanjangku bersentuhan dengan kerikil tajam tanpa ku sadari . Mataku nanar mencari bayangan Rio di sela-sela kerumunan pohon teh yang berdiri di sekeliling tubuhku . Tapi aku tak jua mendapatinya disana .Meski aku sudah berteriak memanggilnya , tetap saja tak ada sahutan . Seolah ia benar-benar menghilang .
Oh.... Kakiku terantuk sebuah batu berukuran sedang . Aku terjatuh dan lututku menimpa sesuatu yang keras . Batu . Lututku langsung mengeluarkan cairan berwarna merah .
"Rio......" isakku sedih . Disaat seperti ini aku hanya ingin ia ada di sisiku .
Namun ternyata harapanku terkabul secepat ini .
"Mey , kau tidak apa-apa ?"
Aku mendongakkan wajahku . Rio telah ada dihadapanku tanpa terduga . Ia nampak cemas melihat keadaanku .
"Aku tadi pergi sebentar untuk membeli sesuatu . Kulihat kau masih tidur . Maaf jika membuatmu cemas ."ucapnya .
Aku menatap Rio dengan tatapan tak percaya . Aku hampir mati ketakutan karenanya . Bagaimana aku bisa mengalami perasaan semacam ini , padahal sebelumnya aku selalu mengabaikan keberadaan Rio . Apa yang salah dengan otakku ? Normalkah ini ? Ataukah kehadiran Rio perlahan menggeser posisi Theo dihatiku ? Jawaban mana yang benar ?
######
"Apa liburanmu menyenangkan ?"sambut mama seraya mengambil alih tas dari genggaman tanganku .
"Lumayan ." sahutku pendek . Aku tak begitu mempedulikan ucapan mama . Tubuhku sudah lelah dan ingin segera direbahkan di atas tempat tidur yang nyaman . Aku ingin segera tidur .
"Tidak makan dulu , Mey ?"seruan mama terdengar saat aku hendak membuka pintu kamarku .
" Tadi kami sudah makan di jalan ." jelasku .
Mama tak menyahut . Namun ia muncul dari balik pintu manakala aku hendak merebahkan tubuhku diatas tempat tidur .
" Mama lihat Rio sangat memperhatikanmu ." tandas mama membuatku sedikit canggung . Apa mama melihat Rio menciumku tadi sewaktu di depan rumah ? batinku .
"Mama dan papa sudah merestui hubungan kalian ."imbuh mama kemudian .
"Maksud mama....."
"Rio mencintaimu , Mey . "timpal mama . "Dan dia baik ."
"Tapi Ma , hubungan kami tidak seperti yang mama bayangkan ."elakku berusaha menghindari investigasi mama . Namun mama malah tergelak dengan pembelaanku yang pasti terdengar konyol di telinga mama .
" Mey , mulut memang pandai berbohong . Tapi hati pasti akan berkata jujur . Coba kau tanya hatimu sendiri ." cakap mama bijak .
Benarkah seperti itu ? Apa mulutku tadi telah mengeluarkan sebuah kebohongan ?
"Lupakan semua yang telah berlalu . Rio adalah orang yang tepat untukmu . Camkan perkataan mama . "
Mama tersenyum lantas bangkit dari tepian tempat tidurku .
Apa maksud mama yang sesungguhnya ? Ia tampaknya memaksaku dengan cara halus untuk menerima Rio . Tapi anehnya aku seperti terhipnotis dengan ucapan mama .
Sesungguhnya aku ingin lepas dari belenggu hitam masa lalu . Tapi apakah bayangan masa lalu akan membiarkanku lepas untuk memulai hidup yang baru ?
######
"Kenapa Rio lama sekali ?"gumamku seraya menatap nanar ke jalan . Sembari berharap mobil Rio segera muncul diantara para pengguna jalan . Apa dia tidak membaca pesan singkatku ?
Langit tampak gelap . Mendung berwarna kelabu tampak berkumpul di atas kepalaku . Sarat dengan volume air yang berkondensasi dan sebentar lagi akan tercurah ke bumi sebagai hujan . Dan aku tidak mau basah karena air hujan .
Ah , sial ! Baterai ponselku habis . Bagaimana aku bisa menghubungi Rio dalam keadaan seperti ini ?
Ada sesuatu yang baru saja kusadari tatkala mengingat Rio . Akhir-akhir ini aku selalu bergantung pada laki-laki itu . Ada masalah sekecil apapun pasti aku minta bantuan pada Rio . Sebentar-sebentar aku mengirimkan pesan singkat ke ponselnya padahal tidak penting. Rupanya pikiranku telah terkontaminasi oleh ucapan mama .
Hujan mulai turun . Tetes-tetes air mulai berjatuhan ke tanah . Tak cukup lama bertahan sebagai gerimis , karena tiba-tiba hujan deras telah menggantikannya . Sementara Rio belum juga muncul . Dan aku sudah jenuh berdiri di teras sebuah toko .
Mataku terus menatap ke jalan yang telah basah kuyup tertimpa air hujan . Aku sudah memikirkan kalimat-kalimat apa yang akan ku lontarkan pada Rio jika ia muncul nanti . Namun sesosok tubuh mendadak muncul dari balik derasnya hujan . Sesosok tubuh laki-laki tampak berjalan tertatih menuju ke arahku . Aku menajamkan penglihatanku untuk bisa menembus air hujan agar dapat mengenali sosok laki-laki yang tampaknya tidak asing buatku .
"Mey , ikutah denganku...."ucap laki-laki itu bersaing dengan riuh air hujan . Tangannya terulur hendak menggapai tanganku .
Theo ! jeritku tersadar . Laki-laki itu tampak kusut dan pakaiannya berlumuran darah . Ia tampak berdiri menantiku datang mendekat padanya .
"Bukankah selama ini kau ingin pergi ke tempatku , Mey ."tandasnya menyadarkan keterkejutanku . Ia melambaikan tangannya padaku .
Ada sebuah kekuatan misterius yang menggerakkan kakiku untuk bergegas melangkah ke arah Theo . Aku sudah kehilangan kontrol atas pikiranku sendiri. Lambaian tangan Theo begitu memikat hatiku . Padahal tadi aku sudah berniat tidak mau basah karena air hujan . Tapi aku sudah lupa dengan tekadku itu . Yang ada di pikiranku hanya Theo dan Theo . Ia datang untuk menjemputku dan inilah saat yang tepat untukku pergi untuk mempertanggungjawabkan semuanya .
"Awas Mey !!!"
Tiba-tiba saja ada seseorang yang menarik tubuhku dengan cepat . Dan dua detik kemudian aku tersadar telah berada dalam pelukan Rio .
"Apa kau gila ,Mey ?! Apa yang kau lakukan ? Bagaimana jika mobil tadi menabrakmu ?" seru Rio dibawah guyuran air hujan . Ia tampak sangat marah .
"Theo memanggilku . Dia ada disana dan sedang menungguku ,Rio ." ucapku terbata . Sementara ujung telunjukku mengarah ke seberang jalan .
"Theo?!"teriak Rio . "Itu hanya halusinasimu saja , Mey ! Pikiranmu yang telah menciptakan bayangan Theo . "tandasnya tegas .
Aku menatap Rio dengan pandangan penuh tanya . Sedang otakku berusaha bekerja mencerna ucapan Rio .
"Hapus dia dari pikiranmu, Mey . Bayangan Theo selalu muncul karena kau belum mengikhlaskan kepergiannya .Biarkan dia tenang disana tanpa terbebani olehmu ."
Aku seolah tersentak dari lamunan panjang manakala mendengar penuturan Rio . Aku tergagap begitu menyadari semuanya . Dan tiba-tiba saja mataku terasa perih . Kelenjar air mataku telah penuh dan siap tertumpah .
Aku meraih tubuh Rio kembali untuk mencurahkan air mataku .
Entah apa yang akan terjadi andai Rio tak datang tepat waktu . Aku berhutang nyawa padanya untuk kedua kali . Dan aku akan menyerahkan sisa hidupku padanya . Karena dia aku hidup , dan untuknya aku hidup .......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar