Selasa, 05 Februari 2013

THE EYES

Kecelakaan itu telah merenggut sepasang  penglihatan Giska....

Semua orang turut  bersedih. Orang tua, kakek dan nenek, juga kerabat  Giska sangat prihatin atas  perihal yang menimpa gadis enam belas tahun itu. Padahal gadis itu sangat  manis  dan lincah. Dimana ia berada  pasti ada keceriaan yang  ia tularkan.

Tapi seminggu  kemudian, kabar  mengejutkan datang. Seorang dokter spesialis mata mengatakan ada  seseorang yang bersedia mendonorkan kedua kornea matanya untuk Giska. Kabar ini sangat  menggembirakan   Giska dan keluarganya.Namun sayangnya si pendonor tidak ingin diketahui identitasnya.

Operasi berjalan tanpa kendala. Akhirnya penglihatan   Giska kembali seperti semula. Keceriaan itu juga telah kembali pada dirinya. Harapan dan semangat  semakin terpancar dari sorot mata barunya.

"Jaga mata itu baik-baik, Gis... "ucap  dokter  menyampaikan  pesan dari sang  pendonor  misterius itu.

Giska berjanji akan menjaga mata itu baik-baik dan tak lupa ia mengucapkan banyak terima kasih kepada  pemilik mata itu.

Semenjak  memiliki mata baru, ada yang berubah pada diri Giska. Gadis itu mulai menyukai kegiatan membaca. Ia mulai mengumpulkan buku-buku, terutama novel   bertema cinta. Disamping itu ia juga rajin membaca buku pelajaran.Meski hal  ini tampak aneh, tapi kedua orang tua Giska merasa bersyukur karena sebelum ini Giska  tergolong anak yang sedikit malas belajar. Mungkin si pemilik mata sebelumnya adalah  seorang kutu buku. Tapi bukankah itu bagus untuk Giska?


#######

Sepulang dari sekolah , Giska kerap mampir di toko buku atau perpustakaan. Kadang bersama teman-temannya, tapi siang ini Giska sendirian. Gadis itu memasuki toko buku seperti biasa. Mencari novel terbaru untuk dibaca akhir pekan nanti...


Sedang sibuk-sibuknya mencari novel, tanpa sengaja Giska menubruk punggung seseorang. Dan seperti sepenggal kisah dalam novel, ia dan cowok itupun berkenalan. Mula-mula bertanya nama, lantas saling bertukar nomor telepon.Tampaknya sebuah hubungan selalu menarik jika diawali dengan tanpa kesengajaan seperti itu.


Nama cowok itu Didan. Seorang mahasiswa jurusan ilmu hukum Trisakti semester lima. Berpostur tinggi dan berkulit sawo matang. Penampilannya rapi dan sederhana. Tampaknya hatinya baik , menilik sikapnya yang ramah dan sopan.


Giska langsung terpukau pada sosok dihadapannya. Ia merasakan ada getaran aneh yang menjalari tubuhnya manakala melihat cowok itu. Seolah-olah ada sesuatu yang menusuk jantungnya saat menatap kedalam mata bening Didan.


Sejak itulah mereka mulai dekat. Makan, nonton, pergi menjelajah isi toko buku sampai diskusi musik sering mereka lakukan berdua.Menambah keakraban keduanya. Membuat Giska semakin menyukai sosok kedewasaan pada diri Didan. Dan ia semakin meyakini bahwa apa yang selama ini ia rasakan untuk Didan adalah cinta.


"Mata kamu bagus Gis..."puji Didan pada suatu siang. Mereka berdua tengah melepas penat usai mengunjungi perpustakaan kota.


Giska yang semula hendak menuang es cendol ke dalam mulutnya urung melakukan keinginannya semula. Gadis itu malah diam tertegun seraya menatap ke jalan. Entah kenapa tiba-tiba saja ia merasa aneh dengan sanjungan Didan. Bukan ia tidak suka pada pujian itu, tapi jika cowok itu tahu kalau mata itu bukan miliknya, apa Didan masih akan memujinya? batin Giska gundah.


"Sorot mata kamu mengingatkan aku pada seseorang..."ucap Didan kemudian. Dan tiba-tiba saja dinding hati Giska retak. Didan hendak menceritakan tentang kekasihnyakah? tanya Giska cemas.


"Siapa? Kekasih Kak Didan?"tanya Giska kaku. Namun ia masih mencoba tersenyum untuk menutupi rasa cemburu yang mulai menyeruak dalam hatinya. Mungkin saja selama ini Didan hanya menganggapnya sebagai adik, apalagi sampai saat ini cowok itu belum pernah menyatakan cintanya, batin Giska pedih.Gadis itu mulai menyadari kemungkinan-kemungkinan yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya.


Didan tersenyum pahit sebelum menuturkan kisahnya pada Giska.


"Namanya Kayla..."tutur Didan memulai kisahnya." Dia gadis yang cantik dan lembut. Dia sangat suka membaca novel. Sama sepertimu. Kami sempat berpacaran selama dua tahun.Tapi....." Didan tak melanjutkan kalimatnya. Sepertinya cowok itu menyimpan kenangan yang buruk tentang gadis bernama Kayla itu.


"Tapi apa Kak?"sela Giska. Penasaran.


"Tepatnya enam bulan yang lalu tiba-tiba saja Kayla memutuskanku tanpa alasan yang pasti. Dan setelah itu dia menghilang begitu saja. Tanpa pesan dan tanpa jejak. Dia seperti hilang ditelan bumi. Teman-temannya juga tidak ada yang tahu kemana dia pergi." Didan menghela nafas panjang. Tampaknya cowok itu masih sangat terpukul dengan kepergian Kayla yang begitu mendadak. Pasti sulit baginya menerima kehilangan orang yang dicintainya.


Giska hanya terpekur mendengar pengakuan Didan. Ternyata kebersamaan mereka selama ini hanyalah obat kesepian Didan belaka. Saat bersama Giska hanya bayangan Kayla yang ada di pelupuk mata Didan. Didan mau berteman dengan Giska hanya karena sorot mata gadis itu mirip sorot mata Kayla. Karena mereka sama-sama suka novel. Bukan karena diri pribadi Giska, tapi karena ada sebagian dari diri Kayla yang ia temukan dalam Giska. Padahal Giska terlanjur menjatuhkan hati pada Didan.....


########

Giska melangkah gontai sepulang sekolah. Padahal matahari bersinar terik siang ini, tapi ia tidak peduli. Ia terus menjejakkan kakinya kejalanan yang berdebu. Pikirannya sedang kacau...


Sebenarnya ia sangat merindukan cowok itu.Tapi penuturan Didan tentang gadis bernama Kayla itu telah meruntuhkan segala kepercayaan diri yang ada padanya. Apalah arti dirinya bila dibandingkan dengan gadis itu. Melihat cara Didan saat menyebut nama gadis itupun Giska sudah bisa menebak berapa dalam cintanya untuk Kayla. Lantas untuk apa Giska berharap pada cowok yang masih terobsesi pada mantan kekasihnya.Sementara ia juga tidak mau dimiripkan dengan gadis itu.


Semenjak seminggu yang lalu Giska mulai menjauh dari Didan. Perlahan namun pasti. Sms, telepon atau ajakan-ajakan Didan untuk pergi berburu novel mulai ia abaikan dengan dalih yang dibuat-buat. Sibuk mengerjakan tugas sekolah atau menemani mami pergi ke salon atau apalah. Yang penting ia bisa menghindar dari Didan. Toh Giska juga bukan pacar Didan.


Langkah Giska terhenti tepat didepan sebuah gedung megah. Ditempat itulah ia pernah mendapat perawatan pasca kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Entah mengapa mendadak ia ingin pergi menemui dokter yang telah mengoperasi matanya. Giska ingin bertanya tentang identitas pendonor misterius itu.Mungkin ia akan menemukan jawaban atas misteri sorot mata yang Didan bilang mirip dengan Kayla. Atau ia malah akan sia-sia saja pergi kesana...


######

Giska hanya bisa mendengus kesal saat keluar dari ruangan dokter spesialis mata. Percuma saja memaksa dokter itu agar mengungkap identitas si pendonor. Melanggar kode etik sebagai dokter,begitu ucapnya.


Giska masih berdiri tak jauh dari ruang praktek dokter itu. Matanya berkeliling menatap sekitar. Ia baru menyadari perutnya terasa melilit pedih. Lapar. Apa ia harus makan di kantin rumah sakit? batinnya. Yang benar saja!


"Kayla..."


Giska tercekat saat mendengar seseorang meneriakkan sebaris nama gadis yang mirip dengan mantan kekasih Didan. Gadis itu membalikkan tubuhnya. Dan tampaklah dokter mata itu keluar dari ruang prakteknya untuk menyambut seorang gadis tuna netra. Gadis itu cantik dan bertubuh langsing. Hanya satu saja kekurangannya.....


Giska terkesima. Serentetan kisah tentang mantan kekasih Didan tiba-tiba saja melintas dalam benaknya. Ia mulai menebak-nebak . Giska mendekat sekedar untuk mencuri dengar.....


"Bagaimana kabarmu? Apa matamu baik-baik saja?"tanya dokter itu pada gadis yang ia panggil Kayla itu.

"Aku baik-baik saja dok" sahut Kayla sembari tersenyum."Oh ya, bagaimana kabar anak itu? Apa dia baik-baik saja?"

"Dia baik.Malah dia baru saja dari sini. Dia bertanya tentang kamu."jelas dokter itu.


"Benarkah?'tanya Kayla antusias."Apa dokter mengatakan sesuatu padanya?"

"Tidak."jawab dokter itu pendek."Sebagai dokter kami dilarang melanggar kode etik, kau tahu itu kan. Jadi kau tidak usah khawatir identitasmu terbongkar."

"Syukurlah......"ucap Kayla tampak bernafas lega."Untung saja anak itu baik-baik saja dan mendapatkan penglihatannya kembali. Aku tidak dapat membayangkan jika terjadi sesuatu dengan anak itu."

"Tapi kau telah mengorbankan segalanya demi anak itu, Kay..."

"Karena aku yang telah menabraknya Dok..... Lebih baik aku yang menanggung semua karena aku yang bersalah."tandas Kayla setengah ngotot.

"Tapi apa kau harus melepas Didan juga?"

Tubuh Giska luruh jatuh ke atas lantai dibalik tembok. Air mata gadis itu sudah berderai bak hujan. Apa yang ia dengar tadi adalah jawaban yang selama ini ia cari. Ternyata Kayla-lah yang telah menabraknya sehingga ia kehilangan penglihatannya. Dan ia juga yang telah mendonorkan matanya untuk menebus rasa bersalahnya pada Giska. Sementara tangan-tangan ajaib takdir telah mempertemukannya dengan Didan, kekasih Kayla yang sengaja ia campakkan karena gadis itu akan kehilangan penglihatannya. Oh Tuhan....... tangis Giska tak terbendung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar