Jumat, 23 Desember 2016

JAM SEKOLAH (SCHOOL HOUR)


Naya terpekur dimejanya.Menatap kosong ke lembar-lembar buku Kimianya.Padahal Pak Andro sedang menjelaskan rumus-rumus senyawa kimia yang sama sekali tak bisa dipahaminya.Pikirannya dipenuhi hal tentang Dipta.

Namanya Pradipta.Cowok berkaca mata minus nan pendiam dan berpenampilan cupu itu menjadi perbincangan semenjak ia masuk ke kelas Naya.Kabarnya ia pindah ke SMU 8 ini karena mengikuti kepindahan orang tuanya.Tampaknya anak-anak mulai suka untuk membully Dipta karena sifat pendiam dan cupu-nya itu.Terlebih Dipta tampak lemah dan sedikit mengalah.Atau mungkin ia sengaja mengalah karena takut dan tidak mau ada perkelahian atau ia memang seorang pecundang.Entahlah...

"Baiklah anak-anak,latihan soal halaman 34 kerjakan dirumah.Besok dikumpulkan.Selamat siang..."

"Siang Pak!"

Anak-anak mulai berhamburan meninggalkan bangkunya masing-masing.Perut mereka pasti keroncongan setelah dikuras habis-habisan pada pelajaran Kimia tadi.

"Kamu nggak ke kantin Nay?"seru Femma yang sudah bersiap meluncur kekantin.

"Kamu duluan aja,ntar aku nyusul,"balas Naya seraya mengemasi buku-bukunya.

"Yoi...aku tunggu dikantin ya!"Sejurus kemudian sosok Femma telah menghilang dibalik pintu kelas.

Dia masih duduk disana,batin Naya melirik sekilas ke bangku Dipta.Cowok itu duduk dibangku paling belakang.Di pojokan.Ia juga mengemasi buku-bukunya seperti yang Naya lakukan.

Naya bergegas keluar kelas saat Dipta juga akan meninggalkan bangkunya.Cewek itu tergesa meluncur kekantin.

#

"Jangan makan mi instan terus Nay,kasihan tuh usus kamu,"celutuk Femma ketika Naya datang membawa mangkuk mi instannya.Juga segelas teh dingin.

"Kamu ini mirip emak-emak tahu nggak,"desis Naya cemberut."Justru disinilah aku bisa makan mi instan sepuasnya.Karena mami nggak pernah mengizinkan mi instan masuk rumah kami,"papar Naya sembari mengaduk mi instannya.Berharap bumbu dan mi nya cepat tercampur dan ia bisa segera melahap makanan favoritnya itu.

"Iya,tapi nggak tiap hari juga kali,"cetus Femma kesal.Ia lebih suka menu nasi pecel ketimbang mi instan.Tapi ditegur berapa kalipun Naya tetap bandel.

Aarrgghh...sial,batin Naya kesal.Lagi-lagi matanya mendapati sosok Dipta diujung sana sedang menikmati makanannya.Dipta memang bukan sedang memata-matainya,tapi ia merasa tak nyaman ketika mereka berada disatu tempat yang sama.Apalagi jika mereka bertatapan secara tak sengaja.

"Hai Naya,makan apa nih?"

Naya mendongakkan kepalanya saat mendapat teguran seperti itu.Alex sedang memasang muka termanisnya untuk Naya.Seantero kelas tahu jika Alex menaruh hati pada Naya.Ia sering mendekati dan menggoda Naya.Tapi sepertinya Naya tak begitu menyukai Alex.Karena Alex adalah "preman" dikelas mereka.Meski pada saat-saat tertentu Alex bisa menjadi pahlawan.

"Jangan makan mi terus dong Beb,"ucap Alex setelah mengintip isi mangkuk Naya."Nggak baik buat kesehatan kamu loh.Apalagi kayaknya kamu jarang makan sayur tuh..."

Naya mendengus kesal.Alex memang benar dalam dua hal.Mi instan tidak baik untuk kesehatan dan juga Naya jarang mengkonsumsi sayuran.Karena Naya tak suka makan sayur sejak kecil.Kalaupun ia makan sayur itu pasti gara-gara dipaksa maminya.

"Duuhhh...segitu perhatiannya si Alex,"olok Femma seraya mengedipkan sebelah matanya pada Naya.

"Apa-apaan sih kalian,"gerutu Naya.Ia bersikap acuh dan kembali melahap mi nya sampai habis.

"Aku ke lapangan dulu ya,"pamit Alex."Daaa Naya..."

Naya tak merespon.Hanya menatap jutek ke arah Alex yang sedang melambaikan tangannya kepada Naya.

"Kalau dilihat-lihat Alex ganteng juga loh Nay,"bisik Femma seraya menyenggol lengan Naya.

"Apaan sih Fem,"gerutu Naya sewot."Tampang kayak berandalan gitu."

"Tapi kamu suka kan?"

"Nggak."

Disudut sana Dipta masih duduk dengan tenangnya.Dan sekali lagi tatapan mereka bertemu.

#

Naya melangkah dengan lesu.Jarak sekolah dan rumahnya memang dekat.Tapi sinar matahari yang terik terasa membakar kulitnya.Pipinya saja sampai kemerahan.

Naya mampir diwarung kopi tak jauh dari rumahnya untuk membeli sebungkus es teh.Rasa haus menggerogoti kerongkongannya.

"Naya."

Naya tertegun.Ia masih menggigit ujung sedotan es tehnya saat Dipta menghadang langkahnya didepan gang.Tampaknya Dipta sengaja menunggu Naya.

"Aku ingin ngomong sesuatu denganmu,"ucap Dipta.Ia tak tampak seperti si cupu atau sebagainya.

Naya tampak ragu.Ia menatap kesekeliling.Berharap tak ada yang melihat mereka berbincang diluar area sekolah seperti ini.

"Kamu mau apa?"tanya Naya akhirnya.

"Nay,"ucap Dipta kemudian."Apa kamu benar-benar lupa padaku atau kamu sengaja pura-pura nggak kenal aku?Bukankah kita berteman sejak kecil.Kita bertetangga saat di Makasar dulu.Dan kamu pindah saat kita kelas 4 SD.Bahkan kamu menangis saat kita berpisah dulu.Aku masih menyimpan foto-foto dan mainan yang pernah kamu berikan padaku.Apa kamu sudah lupa semua itu?"

Naya terdiam.Ia tampak tak nyaman saat Dipta mengurai masa kecil mereka.

"Nay,kenapa?"tegur Dipta mencoba mengetuk pintu hati Naya.Ia sangat yakin jika Naya masih mengingat masa kecil mereka."Apa kamu malu berteman denganku?"

Naya menghela nafas berat.Ia melepaskan ujung sedotan itu lantas melempar plastik es teh ditangannya ke bak sampah yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Ya!"teriak Naya geram."Aku memang malu punya teman kayak kamu.Harap kamu tahu,aku benci penampilan bodoh kamu,"ujar Naya terus terang.Kalimat itu telah lama mengendap dalam hatinya.

Dipta tersenyum pahit mendengar alasan sahabat masa kecilnya itu.Alasan yang terlalu dibuat-buat.

"Aku memang nggak keren Nay,"sahut Dipta sejurus kemudian."Aku cuma cowok biasa yang mungkin nggak level berteman denganmu.Maaf,jika aku mengungkit masa kecil kita.Kupikir itu berharga buat kamu.Nyatanya aku salah.Cuma aku sendiri yang masih menyimpan kenangan manis itu,"papar Dipta.

Naya melenguh saat menatap Dipta yang berbalik dan melangkah pergi dari hadapannya.

Bodoh,maki Naya dalam hati.Sebenarnya ia tak bermaksud menyakiti persahabatan mereka sewaktu kecil.Tapi keadaan yang membuat Naya bersikap seperti itu meski sesungguhnya ia merasa menyesal.Karena Dipta yang ia kenal dulu tak selemah dan sebodoh itu.Dipta yang ia kenal dulu adalah seorang pemberani dan ceria.Bahkan Dipta-lah yang menolong Naya sewaktu ia diganggu anak-anak kelas 5.Dipta juga yang menghibur saat kucing kesayangan Naya mati tertabrak mobil.Bahkan Dipta rela memecah tabungannya hanya untuk membelikan Naya seekor kelinci sebagai ganti kucing yang mati itu.
Ah...begitu banyak yang Dipta lakukan kala itu.Tapi Naya kehilangan karakter Dipta yang dulu.Dipta telah berubah.

#

Naya mengepalkan tangannya.Geram.
Sementara sorak sorai terdengar riuh dari belakang punggungnya.
Lagi,batin Naya kesal.Kejadian itu terulang kembali.
Buku milik Dipta jadi bulan-bulanan anak-anak.Setelah menyalin PR Kimia mereka tak mengembalikan buku itu pada Dipta,tapi malah melempar benda itu ke udara.Seperti anak kecil yang bermain sepak bola hanya bedanya ini memakai tangan.Pindah dari tangan satu ketangan yang lain,begitu seterusnya.
Dipta sempat meminta bukunya baik-baik,tapi anak-anak itu malah semakin gencar mengerjai Dipta.Cowok itu memilih diam mengalah ketimbang meminta bukunya dengan paksa.Mungkin dengan sikapnya itu,Dipta pikir anak-anak akan mengasihaninya dan mengembalikan buku Dipta.Nyatanya pemikiran Dipta salah.

"Selamat pagi anak-anak!"

Pak Andro memasuki kelas dan buku milik Dipta masih dipegang Alex.Ya Tuhan anak itu,batin Naya geram.

"Oh iya,silakan PR nya kemarin dikumpulkan,"suruh Pak Andro setelah selesai mengabsen seluruh siswa."Bagi yang tidak mengerjakan PR silakan berdiri didepan kelas selama 2 jam pelajaran Bapak."

Dipta sempat terlihat meminta bukunya tapi Alex menolak bahkan ia mengancam Dipta.Dipta tampak pasrah dan lebih memilih berdiri didepan kelas sebagai hukuman atas kelalaiannya tidak mengerjakan PR.Padahal semua tahu jika ia mengerjakan hanya saja Alex menahan buku milik Dipta.

Naya semakin kesal pada Dipta.Terlebih tak ada satupun yang membela Dipta.Semua berpihak pada Alex.Mereka takut pada Alex yang notabene sebagai anak kepala sekolah.Siapapun yang bermasalah dengan Alex harus hengkang dari sekolah ini.Huh...Naya benci situasi ini.Ia benci orang yang memanfaatkan uang dan jabatan.Dan apa yang dilakukan Dipta tadi?Mengalah?Diam?
Naya benci sikap Dipta.Ia harusnya membela diri tadi.Tapi kenapa ia tidak melakukannya?
Dasar bodoh!maki Naya bergumam sendiri.

Dipta tampak bertambah bodoh berdiri didepan kelas seperti itu.Terlebih saat Pak Andro keluar kelas,anak-anak melempari Dipta dengan gumpalan-gumpalan kertas.Disertai ejekan dan tawa sinis mereka.

Kenapa diam saja Dipta?Jika kamu diam saja mereka akan semakin menginjakmu,batin Naya bertubi-tubi.

Inilah yang menahanku untuk kembali berteman denganmu Dipta,keluh Naya.Atau kamu menunggu untuk kuselamatkan seperti yang pernah kamu lakukan padaku?batin Naya.

#

"Nggak makan Nay?"tegur Femma heran.Naya duduk disebelahnya tanpa semangkuk mi instan dan teh dingin.Kali ini ia cuma makan mie gemez dan segelas air mineral.Benar-benar aneh.

"Aku heran,kenapa Dipta diam saja tadi,"gumam Naya sembari menerawang."Kenapa si bodoh itu nggak membela diri?"

"Hmm...kamu betul Nay,"sahut Femma disela-sela makannya."Dia memang seorang pecundang.Pantas saja anak-anak membullynya habis-habisan."

"Aku benci mereka semua,terutama Dipta,"ucap Naya kesal.

"Aku merasa kasihan pada Dipta,"sahut Femma."Tapi seperti yang kita tahu,kita nggak bisa apa-apa.Alex berkuasa dikelas.Sebaiknya kita nggak usah mencari masalah dengannya."

"Percuma kamu mengasihaninya..."kalimat Naya terhenti.Dipta nampak memasuki kantin.Sesaat mereka bertatapan namun Naya langsung membuang muka.

"Tetap saja Nay,itu namanya bullying,"tandas Femma kalem.

"Aku balik kelas dulu Fem,"Naya pamit dan bergegas meninggalkan tempat duduknya.Ia hanya tidak ingin berlama-lama disana dan melihat si bodoh itu.
Si bodoh Dipta...

#

Langkah Naya terhenti.Didepan sana Dipta sedang berdiri dihalte bis tak jauh dari pintu gerbang sekolah.Masih dengan tampang bodohnya.

"Apa kamu sebodoh itu sampai-sampai membiarkan mereka membully kamu seperti itu?"
Naya menghampiri Dipta dan langsung menyerbunya dengan pertanyaan bernada emosi.

Dipta menoleh dan mendapati wajah Naya yang sudah kemerahan karena emosi ditambah sinar matahari yang bersinar garang menerpa kulitnya.Dipta tampak kaget dan bingung.Tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Naya.

"Apa maksudmu?"tanya Dipta sedikit cuek.Ia beralih menatap ke jalan dan mengabaikan Naya.

"Kenapa kamu nggak membela diri saat anak-anak mengerjaimu?"tanya Naya kemudian.Ia tak sabar dengan sikap lemah Dipta.

"Aku memang seperti itu Nay,"ucap Dipta.

"Bodoh!"maki Naya geram."Itulah kenapa aku malu berteman denganmu.Kamu tahu?Dulu kamu adalah pahlawanku,tapi sekarang untuk melindungi diripun kamu nggak bisa,bagaimana kamu akan melindungiku?"

"Semua itu karenamu Nay,"tandas Dipta membuat kening Naya berkerut karena heran."Sejak kamu pergi,aku nggak punya teman.Aku menjauhkan diri dari teman-teman dan memilih untuk belajar.Lama-kelamaan aku terbiasa terkucilkan dan menikmati kesepianku."

"Apa?"gumam Naya kaget."Kenapa kamu bersikap kayak gitu?Dasar bodoh."

"Aku memang bodoh Nay,"tegas Dipta.

"Sekarang ada aku tapi kamu masih bersikap kayak gitu,"gerutu Naya kesal.Tapi saat berdua seperti sekarang,Dipta tak sebodoh itu."Berubahlah Dip.Jadilah seperti dulu.Karena Dipta yang kukenal adalah Dipta yang pemberani dan kuat.Aku yakin sebenarnya kamu masih seperti yang dulu."

Dipta tersenyum.
"Kenapa kamu bisa seyakin itu?"

Naya menggeleng kecil.
"Firasatku mengatakan seperti itu."

"Ada bis Nay,"seru Dipta cepat."Aku pulang duluan."

Dipta menaiki bis yang berhenti di halte itu.Cowok itu sempat melambaikan tangannya pada Naya sebelum bis itu melaju.

Naya hanya tertegun ditempatnya menatap kearah bis itu.

#

Dipta...
Huh,Naya mendengus kesal.Lagi-lagi cowok itu mengganggu konsentrasinya belajar.Cowok bodoh itu benar-benar keterlaluan.Karena hanya orang bodoh yang diam saja diperlakukan seperti itu.

Naya menutup bukunya.Percuma belajar sementara pikirannya melayang kemana-mana.Cewek itu berniat pergi kekamar mandi tapi tiba-tiba saja rasa sakit menyerang perutnya.

Naya memegangi perutnya yang sakit.Tapi rasa sakit itu benar-benar tidak tertahankan.

"Mami..."Naya berteriak sebisanya."Mi..."

Untung saja mami Naya mendengar teriakan putrinya.Wanita itu kaget setengah mati mendapati putri kesayangannya terkapar dilantai sembari mengerang kesakitan.

"Kamu kenapa sayang?Apa yang sakit?"cerca mami Naya panik.

"Perutku sakit Mi,"gumam Naya seraya menahan rasa sakit.

Mami Naya segera bertindak cepat.Wanita itu bergegas membawa Naya kerumah sakit.

Semoga penyakit Naya tidak parah ya Tuhan,doa mami Naya disela-sela perjalanannya kerumah sakit.

#

"Naya mana Fem?"tegur Alex saat bel istirahat telah berbunyi.

"Dia sakit,"sahut Femma lirih.Biasanya dia dan Naya pergi kekantin bareng,tapi karena Naya sedang sakit ia jadi tak berselera makan.Femma hanya duduk dibangkunya tanpa melakukan apapun.Ia hanya meletakkan kepalanya diatas meja.Lesu.

"Benarkah?Sakit apa dia?Aku jadi khawatir,"ujar Alex bersungguh-sungguh.

"Aku nggak tahu,"sahut Femma kemudian."Dia dibawa kerumah sakit tadi malam."

Naya sakit?

Dipta tertegun dibangkunya.Ia mendengar perbincangan Femma dan Alex tentang Naya.Sakit apa dia?Bukankah dia baik-baik saja kemarin?

"Mami Naya nggak bilang dia dirawat dimana,"tandas Femma lagi."Mami Naya tampaknya nggak ingin kita menjenguk Naya.Mungkin penyakitnya sedikit parah,"sambungnya.

"Kasihan Naya..."sahut Alex sedih.

Diujung sana Dipta juga merasakan hal yang sama.Ia merasa sedih saat mendengar Naya masuk rumah sakit.Sejak kecil Naya memang sering sakit.Karena ia bandel.Malas makan dan tidak begitu memperhatikan kesehatan tubuhnya sendiri.Mungkin karena itulah ia gampang jatuh sakit.

Naya...sahabat kecilku.

#

Setelah tiga hari barulah mami Naya mengizinkan teman-teman Naya menjenguk putrinya dirumah sakit.Saat keadaan Naya sudah berangsur membaik meski belum bisa dibawa pulang dalam waktu dekat.

Naya merasa terhibur dengan kedatangan teman-temannya.Terutama Femma.

"Makanya Nay,jangan makan mi instan terus.Tahu sendiri kan akibatnya,"seloroh Femma.

Naya nyengir.
"Jangan keras-keras Fem,ntar mami dengar,"bisik Naya sedikit sewot.

Namun Femma dan teman-temannya tidak lama berada disana.Femma menyodorkan sebuah majalah remaja sebelum pamit.Sementara yang lain membawa kue, ada juga yang membawa bunga.
Naya merasa berterimakasih sekali.Ia menjadi bersemangat untuk segera sembuh dan kembali kesekolah.

"Kapan Naya boleh pulang Mi?Naya bosan disini,"keluh Naya.

"Mami nggak tahu,"sahut maminya."Mungkin dua atau tiga hari lagi."Mami Naya sibuk mengatur bunga-bunga diatas meja.

"Naya benci rumah sakit,"gumam Naya.

Mami Naya menoleh mendengar keluhan putri kesayangannya.Ia lantas menyodorkan majalah yang diberikan Femma.
"Bacalah,"suruh mami Naya.""Supaya kamu nggak bosan."

Naya menerima majalah itu dan membolak balik halamannya kemudian.Sebenarnya ia tak tertarik untuk membacanya.Ia hanya sekedar membolak balik lembar-lembar majalah itu untuk mengisi kebosanannya.

Hingga suatu ketika tangannya berhenti pada sebuah halaman...

Mata Naya terbelalak saat mendapati foto seorang anak CEO Jaya Group terpampang begitu jelas dihalaman itu.Yang konon seorang foto model dan juga pendiri beberapa yayasan sosial.
Pradipta Angga!

Ya Tuhan!jerit Naya tersendat ditenggorokan.
Dipta anak CEO Jaya Group itu adalah Dipta yang ia kenal.Teman sekelasnya.Sahabat masa kecilnya.

Jadi dia berpenampilan dan bersikap seperti itu hanya untuk menutupi jati dirinya?Rambut culun dan kacamata itu hanya sebagai kedok agar orang lain tidak tahu penampilan Dipta yang sebenarnya?
Naya tertegun tak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Pradipta penipu!jerit batinnya hampir menangis.Dia boleh menyembunyikan jati dirinya dari orang lain,tapi tidak dari Naya.Kenapa pula ia bersikap serendah itu dihadapan anak-anak yang membullynya?Jika paparazi tahu jika dia dibully disekolahnya,apa kata masyarakat.Apa kata ayah dan rekan-rekan bisnisnya.
Dan alasan Dipta waktu itu,ia bersikap lemah dan diam saat dibully itu hanya sebuah tipuan.Yang ia katakan semua karena kepergian Naya-lah yang membuatnya terbiasa sendiri dikucilkan.

Dipta jahat!Naya melempar majalah itu kelantai dengan penuh amarah.

#

Naya tersenyum senang.Setelah sepuluh hari akhirnya ia bisa masuk sekolah lagi dan terbebas dari penjagaan maminya yang tak pernah bosan mengingatkannya untuk minum obat.Dan untuk menjamin kesehatan perut putrinya,mami Naya sengaja membuatkan bekal sehat untuknya.Mungkin terdengar seperti anak TK,tapi semua itu demi kesehatan Naya.

Itu Dipta,batin Naya begitu sampai didepan kelas.Dipta telah duduk tenang dibangkunya menunggu bel masuk.
Si bodoh itu bahkan tidak menjenguknya dirumah sakit.

"Selamat datang Naya!"sambut Femma girang."Aku senang akhirnya kamu masuk sekolah lagi."

"Hoho..."sahut Naya tergelak riang.Ia dan Femma berpelukan sebentar sebelum duduk dibangku masing-masing.

"Kelas jadi sepi nggak ada kamu Nay,"gumam Femma.

"Jangan lebay deh,"Naya terkekeh.

Sementara diujung sana Dipta hanya memandang lepas kearah Naya.Sosok yang dirindukannya beberapa hari terakhir ini.Syukurlah Naya sudah sehat,batinnya.

#

"Naya."

Naya menghentikan gerakan sepatunya.Cewek itu urung masuk kedalam gedung olah raga.

"Kamu lagi,"desis Naya."Mau apa sih?"tanyanya sewot.

"Maaf aku nggak menjenguk kamu dirumah sakit..."

Naya tersenyum sinis.
"Oh,aku maklum kok.Sebagai putra dari CEO Jaya Group dan pendiri beberapa yayasan sosial pasti kamu sangat sibuk dan wajar kalau nggak punya waktu untuk bermain-main,"ujar Naya pedas.

Dipta nampak tercekat.

"Kenapa?"tegur Naya."Bukankah aku benar?Dan sayangnya kedokmu sudah terbongkar.Penipu."

"Nay..."Dipta mengeluarkan suara."Aku nggak menipu.Aku hanya ingin orang nggak tahu siapa aku.Aku takut mereka akan memperlakukanku beda,"jelas Dipta.

"Dan padaku juga?"tanya Naya menyudutkan Dipta.

"Aku nggak bermaksud begitu."

"Bermaksud begitu atau nggak,apa hubungannya denganku,"tandas Naya kasar.

"Nay!"

Dipta mencekal lengan Naya saat cewek itu hendak pergi.

"Lepaskan Dipta,"pinta Naya.

"Aku masih Dipta yang dulu Nay,tapi aku nggak suka orang lain tahu aku yang sebenarnya.Karena itu sangat membebaniku.Aku ingin menjadi orang biasa saat disekolah,dan aku ingin diperlakukan seperti orang biasa juga,"papar Dipta panjang.

"Lalu apa mereka memperlakukan kamu seperti orang biasa saat kamu berpenampilan seperti ini?Nggak kan?!"Naya setengah berteriak.

Dipta terdiam.

"Kenapa nggak menjadi diri sendiri?Apa adanya kamu dan nggak perlu menjadi orang lain.Toh lama-lama mereka akan tahu siapa kamu yang sebenarnya,"ucap Naya.

"Naya!"teriak Femma mengagetkan."Ngapain kamu disini?"Femma menatap Naya dan Dipta bergantian.

Dipta buru-buru melepaskan tangan Naya.

"Yuk masuk Nay,"ajak Femma."Kamu ngapain sama Dipta tadi?"bisik Femma saat mereka telah masuk gedung olah raga.

"Ntar aku ceritain."

#

Naya tak begitu peduli saat terdengar riuh dari luar kelasnya.Anak-anak selalu begitu setiap hari.Bergosip dan heboh tentang sinetron atau artis-artis dalam negeri.

"Nay,"bisik Femma sembari menyikut sahabatnya.

"Hah?"Naya mengangkat kepalanya yang semula tertunduk menyusuri catatan Biologinya.

Dipta?!pekik Naya dalam hati.Cowok itu baru saja lewat disamping mejanya.Tapi dengan penampilan baru.Penampilan Dipta yang sebenarnya!

Rambut culun itu tak ada lagi.Rambut Dipta disisir rapi dan tak lagi menutupi sebagian dahinya.Dan kacamata bodoh itu sudah dibuangnya.Ia persis seperti yang ada dimajalah itu.

Seisi kelas heboh.Mereka baru menyadari jika Dipta benar-benar cool dan tampan.Identitas si putra CEO terkuak saat salah satu teman Naya menyodorkan artikel tentang Dipta kepada teman-temannya.Bahkan Alex tak dapat berkomentar apa-apa.Ia pasti malu dengan apa yang telah ia perbuat pada Dipta.

Naya tertegun.Ucapannya kemarin benar-benar didengar Dipta.

"Benarkah itu Dipta Nay?"bisik Femma tak percaya pada sosok yang kini duduk dibangku belakang.Di pojokan.

"Iya,"sahut Naya cuek.Ia kembali fokus pada buku Biologinya.Ia harus belajar ekstra demi mengejar ketertinggalannya.

"Kalian sudah baikan?"tanya Femma.Kemarin Naya sudah menceritakan semuanya.Tentang persahabatan dimasa kecilnya dengan Dipta.

Naya menggeleng pelan.

"Dia keren Nay,"bisik Femma lagi."Kamu nggak tertarik untuk jadi pacarnya?"goda Femma.

"Dia temanku Fem..."

"Tapi teman jadi pacar sah-sah aja kok,"Femma terkekeh.

"Hush,apaan sih...Pak Faro udah masuk tuh."
Naya melirik sekilas kearah Dipta.Dan sialnya tatapan mata keduanya bertemu tanpa sengaja.Ya,dia memang keren seperti kata Femma,batin Naya.

#

"Apa aku sudah layak jadi temanmu?"

Suara Dipta mengusik telinga Naya.Cewek itu menatap kesekeliling.Dimana Femma?

"Femma sedang ke toilet,"jelas Dipta tanpa Naya bertanya.

"Oh,"Naya menggumam.Sebagian isi kelas telah meninggalkan tempat mereka.Jam istirahat.

"Kamu nggak kekantin?"tanya Dipta kemudian.

"Aku bawa bekal,"sahut Naya."Kamu sendiri?"

Dipta tersenyum.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku."

Naya mendesah.
"Iya mungkin,"sahutnya."Kita bisa berteman."

"Seperti dulu?"

"Apa harus?"

"Kenapa nggak?"

Naya tertegun.Berteman dengan cowok seperti Dipta?Seperti dulu?Mereka bukan anak kecil lagi,dan masalahnya Naya takut jatuh dalam pesona Dipta.Ia benar-benar takut jatuh hati pada Dipta.

"Bagaimana Nay?Kita bisa berteman kan?"tegur Dipta membuyarkan lamunan Naya.

"Iya,"sahut Naya pendek.

#

Semenjak Dipta mengungkap jati dirinya,semua berubah.Ia mendadak jadi populer,seperti bintang yang baru saja jatuh disekolah itu.Bersinar.
Imbasnya banyak cewek dikelas Naya yang menaruh hati pada Dipta.Bahkan dari kelas-kelas lain juga banyak yang menunjukkan ketertarikan pada cowok itu.

Huh,menyebalkan!desis Naya kesal.Kesal pada Dipta pastinya.Karena ia tak suka jika ada cewek yang mendekati Dipta.Harusnya dialah orang yang paling dekat dengan Dipta,bukan cewek lain.

Apa ia sedang dilanda sindrom cemburu?
Ah,Naya menggaruk kepalanya.Betapa bodoh dirinya jika dia cemburu pada Dipta setelah apa yang mereka alami.
Naya hanya teman bagi Dipta.Teman...

Alex yang sedang bermain basket tampak melambai kearah Naya.Cowok itu baru sadar jika ada Naya,gebetannya yang sedang bengong sendirian dipinggir lapangan basket.

Naya tak merespon.

"Hei."

Naya menoleh dan mendapati Dipta telah duduk disampingnya.Ia menyunggingkan senyum.

"Tumben kesini,"celutuk Naya.

"Nyariin kamu,"sahut Dipta kalem.

"Oh,"Naya hanya menggumam pelan.

Tanpa permisi atau apa tiba-tiba Dipta menyodorkan salah satu kabel headsetnya pada Naya.Ia memakaikannya langsung ditelinga kanan Naya.

(So honey now... Take me into your loving arms...
Kiss me under the light of a thousand stars
Place your head on my beating heart
Im thinking out loud
Maybe we found love right where we are...)

Bait lagu Ed Sheeran itu menggema ditelinga kanan Naya.Lagu favoritnya!

Naya menatap lurus kearah Dipta.
"Bagaimana kamu tahu kalau itu lagu favoritku?"tanya Naya heran.

"Benarkah?"sambut Dipta sembari tergelak."Itu juga lagu favoritku.Lagu teromantis yang pernah kudengar sepanjang hidupku."

Naya tersenyum.Bahagia.Ternyata ada sesuatu yang menghubungkan dirinya dengan Dipta.

"Kamu pernah jatuh cinta Nay?"tegur Dipta akhirnya.Disaat lagu itu telah berakhir.

"Nggak,"sahut Naya pelan."Kamu sendiri?"

"Pernah."

Jawaban Dipta sedikit membuat Naya kecewa.Orang itu pasti istimewa karena bisa menaklukkan hati Dipta.

"Kamu nggak ingin tahu siapa?"tanya Dipta seraya menoleh."Kebetulan aku menyimpan fotonya didompet."

Naya belum sempat menjawab saat Dipta mengeluarkan dompet dari saku celana abu-abunya.

"Inilah orang yang aku sukai,"tandas Dipta seraya mengulurkan sebuah foto lama yang sedikit lusuh.Tapi gambarnya masih lumayan jelas.

Naya menerima foto itu dan menatapnya lama.Bukankah itu foto dirinya saat berumur lima tahun.Saat ia masuk TK untuk yang pertama kali.Saat itu dia menangis dan...

"Darimana kamu dapat foto ini?Bahkan aku sendiri nggak punya foto ini,"ucap Naya heran.

"Aku mencurinya dari rumahmu,"jawab Dipta.Ia terkekeh.

"Dipta..."Naya menimpuk pundak Dipta keras-keras."Jahat kamu!"

Dipta tergelak riang.

Jadi,sejak kecil Dipta menyukaiku?batin Naya berbunga-bunga.

"Apa sekarang kamu masih menyukai gadis kecil di foto itu?"tanya Naya beberapa saat kemudian.Rasanya ia perlu meyakinkan perasaan Dipta.

"Nggak,"sahut Dipta cepat."Sekarang aku jatuh cinta padanya.Itulah kenapa aku datang kesekolah ini hanya untuk mencarinya,"tandas Dipta.Tatapan mata mereka bertemu tapi kali ini dengan sengaja.

Tapi bel tanda masuk mengacaukan semuanya....

"Yuk masuk,"ajak Dipta sejurus kemudian.

Maybe we found love right where we are...

Entah kenapa baris lagu itu masih bergema ditelinga Naya...

#Tamat#


















































Kamis, 22 Desember 2016

Pernikahan Tanpa Cinta


"Jadi kamu menikahi Oliver tanpa cinta?!"Lizzy melotot kearah Bella."Pria mapan,tampan,populer dan punya banyak fans.Kurang sempurna apa lagi dia hah?Kamu udah gila ya Be?"
Kali ini Lizzy menjitak kepala Bella sampai gadis itu meringis kesakitan.

"Kamu apa-apaan sih,"gerutu Bella sambil mengusap kepalanya yang baru saja dijitak sahabatnya.

"Kamu itu yang apa-apaan,"cetus Lizzy.Dia benar-benar kesal dengan kelakuan sahabatnya.

Bella menyesap "dark chocolate with extra sugar" miliknya.Tak begitu mempedulikan ucapan sahabatnya.

"Bisa-bisanya kamu menipu Oliver seperti ini,"gumam Lizzy kemudian.Ia membiarkan cammomile tea miliknya mendingin.

"Hei,aku nggak menipu Oliver,"celutuk Bella membela diri."Aku menikahinya, dan aku melakukan tugasku sebagai istri dengan baik.Aku nggak pernah mengkhianatinya,"tandas Bella kemudian.

Lizzy tersenyum kecut.
"Kamu sadar nggak,kalau kamu itu cuma memanfaatkannya?"tegur Lizzy kemudian.

Bella menghela nafas.Menikmati aroma kopi yang bertebaran disetiap sudut cafe.

"Aku nggak punya pilihan Liz,"gumam Bella akhirnya.Ia beralih menatap lantai kayu dibawah kakinya.

"Jangan bilang kamu nggak punya pilihan Be,"sela Lizzy cepat."Belajarlah untuk mencintainya."

Bella menatap wajah Lizzy lekat-lekat.
"Sudah ratusan kali aku mencobanya Liz,bahkan sebelum kami menikah.Tapi aku nggak bisa."

Lizzy mendesah pelan.
"Kamu memang keras kepala Be,"olok Lizzy geram."Apa kamu akan hidup seperti ini selamanya?Hidup dengan orang yang nggak kamu cintai."

Bella enggan menjawab.Jawaban apa yang mesti ia katakan.Ia belum menjalani seluruh hidupnya dengan Oliver.
"Kamu tahu kan kenapa aku menikah dengan Oliver,"ucap Bella kemudian."Karena aku miskin Liz.Dan aku selalu dikecewakan oleh pria-pria yang kucintai.Aku hanya ingin merubah takdir."

Lizzy mengangguk.Ia menyesap cammomile tea miliknya dengan santai.Lantas mencomot jamur crispy yang sudah benar-benar dingin.Dan Bella sudah tidak berselera lagi untuk memakannya.
"Bagaimana jika dia tahu kamu nggak pernah mencintainya?"

Bella tertunduk.Pasrah.
"Aku nggak tahu,"gumamnya."Aku memang matrealistis,tapi aku menjalankan semua kewajibanku dan menempatkan Oliver pada prioritas utama hidupku."

"Tapi itu saja nggak cukup."

"Aku bisa berpura-pura mencintainya seumur hidupku."

"Gila kamu Be!"Lizzy setengah berteriak.Setengah dari pengunjung cafe menoleh kearah mereka.
Lizzy menutup mulutnya.Ia benar-benar tidak mengerti cara berpikir Bella.
Sahabatnya itu memang pernah beberapa kali jatuh cinta namun ia dikecewakan.Dan akhirnya ia menyerah dan menerima cinta Oliver.
Bella tak bisa sepenuhnya disalahkan.Ia hanya korban dari permainan takdir.

Bella diam.Tak tertarik untuk melanjutkan perbincangan.Ia menyesap kembali minumnya sampai tak bersisa.

"Belanja lagi yuk,"ajak Bella beberapa menit kemudian.Ia sudah memasang wajah ceria sekarang.Bersemangat untuk melanjutkan perburuan mereka.

"Siap,"sambut Lizzy riang."Ntar bayarin ya..."

"Ok."

Mereka bergegas meninggalkan cafe dan melanjutkan berkeliling mal.Masuk keluar butik mencari pakaian, sepatu, tas atau apapun yang menarik perhatian mereka.

Dua jam kemudian...

"Cari makan yuk Be,aku lapar nih,"ajak Lizzy.Gadis itu tampak lelah dan benar-benar lapar.

"Aku juga lapar,"sahut Bella.

"Tapi aku ke toilet dulu ya,tolong bawain belanjaanku dan ntar bayarin makanannya,"pesan Lizzy sebelum melarikan diri dari hadapan Bella.

Bella tak sempat menjawab karena Lizzy keburu pergi.Gadis itu menyandarkan punggungnya pada tembok tak jauh dari pintu toilet.

"Bella?"

Gadis itu tertegun saat seseorang menyebutkan namanya.Ia menoleh dan segera mendapati seseorang yang sangat dikenalnya.Sosok yang pernah menjadi bagian kecil dari masa lalunya.

"Hai,"sapa Bella kemudian.Seraya menyunggingkan senyum termanisnya.

"Apa kabar?"tanya laki-laki itu.Gio.

"Seperti yang kamu lihat,"sahut Bella cepat."Aku sangat baik.Kamu sendiri?"

"Baik,"balas Gio.

Bella memang terlihat sehat dan sedikit gemuk dibanding dua tahun lalu.Ia tampak berbeda.Bella yang sekarang bukanlah Bella yang ia kenal dulu.Bella kini bukanlah Bella si gadis biasa.Ia terlihat cantik dan berkelas.Wajah yang terawat sempurna, pakaian, sepatu dan aksesoris yang melekat ditubuhnya bukan barang murahan.Gadis itu benar-benar telah menaikkan status sosialnya.Dan Gio sempat takjub sesaat tadi.

"Kamu sudah berubah banyak Be,"ucap Gio setelah puas memperhatikan penampilan Bella.

Bella tersenyum.Sedikit bangga dengan dirinya.
"Bukankah setiap orang harus berubah Gi,"tandas Bella.

"Hidupmu pasti sangat menyenangkan,"ujar Gio.Entah memuji atau menyindir.

Bella terkekeh.
"Tentu saja,"sahut Bella senang."Aku sudah menemukan orang yang benar-benar mencintaiku apa adanya.Dan dia tahu cara memperlakukan wanita dengan baik.Mungkin aku harus berterima kasih karena kamu telah mencampakkanku dulu."

Gio tersenyum pahit.Ucapan pedas Bella benar-benar mengena dihatinya.
"Kamu dendam padaku?"tanya Gio kemudian.

"Dendam?"Bella tersenyum pahit."Untuk apa menyimpan dendam?Toh,semua perbuatan pasti ada balasannya bukan?"

Seorang gadis tampak mendekat kearah Gio.Mungkin istri atau kekasih Gio.Tapi yang jelas gadis itu tampak biasa-biasa saja.Tak lebih cantik dari Bella.Pakaiannya pun biasa.

"Selamat ya,kamu sudah menemukan penggantiku,"bisik Bella cepat.Sebelum gadis itu benar-benar mendekat kearah Gio."Semoga kamu nggak menyakitinya seperti yang kamu lakukan padaku.Karena patah hati itu sangat menyakitkan,Gio."

Bella beranjak dari tempatnya berdiri manakala ucapannya selesai.Meninggalkan Gio yang masih tertegun kaku ditempatnya.Karena Lizzy sudah tampak keluar dari toilet.

"Kamu bicara dengan siapa Be?"tegur Lizzy.Keduanya beriringan berjalan ke arah lift.

"Gio."

"Gio?!"pekik Lizzy kaget."Kok bisa ketemu dia sih?"

"Takdir Liz,"sahut Bella tenang.

"Kamu masih sakit hati sama dia?"tanya Lizzy penuh selidik.

Bella tertawa.
"Hidupku sangat sempurna Liz.Nggak ada gunanya menyimpan sakit hati meskipun itu pernah membuatku ingin mati,"tandas Bella.

"Itu bagus Be,"sahut Lizzy.

Keduanya masuk kedalam lift dan meluncur ke lantai food court.

#

"Be..."

Oliver menyeruak masuk kedalam kamar dan mendapati kantung-kantung belanjaan milik Bella masih tercecer diatas lantai.Sedang sipemiliknya tampak berbaring diatas tempat tidur.

"Kamu tidur sayang?"sapa Oliver setelah mendekat dan mengusap kepala Bella.Ia mengecup kening Bella dengan lembut.

"Oh...kamu sudah pulang?"Bella terbangun dan berusaha duduk."Kepalaku pusing sepulang dari mal tadi.Tapi aku sudah memasak untukmu.Sup jagung dan udang goreng tepung.Tapi aku nggak bikin sambal, kamu tahu kan sambal nggak baik buat lambung kamu,"jelasku.

"Iya sayang,"sahut Oliver."Kalau kamu sakit mestinya kamu nggak usah repot-repot memasak untukku.Aku kan bisa membeli makanan sepulang dari kantor."

Bella tersenyum.
"Aku nggak suka kamu beli makanan diluar.Makanan diluar kan nggak higinis sayang,"ucap Bella.

"Iya aku tahu,"sahut Oliver sembari tersenyum.Ia menyentuh pipi Bella dengan lembut."Kamu sudah makan dan minum obat?"

Bella menggeleng.
"Aku cuma butuh tidur aja,"tandas Bella."Ntar bangun tidur,sakitnya hilang sendiri kok."

"Kalau begitu kamu tidur aja,aku mau mandi dan ganti baju,"ucap Oliver kemudian.

"Iya."

Bella merebahkan kembali tubuhnya sementara Oliver bergegas masuk kamar mandi.

Seperti itulah Oliver.Baik dan perhatian.Bahkan Bella pun tak sanggup menyakiti laki-laki yang telah memperlakukan dirinya dengan begitu istimewa.Bahkan jika dia harus berpura-pura untuk mencintainya,seumur hidup pun Bella akan melakukannya.

#

Tangan Bella gemetaran.Sampai-sampai ponsel ditangannya nyaris jatuh jika saja ia tak bisa menguasai dirinya.
Seseorang telah dengan sengaja mengirimkan artikel ke media sosialnya.Berita tentang kedekatan Oliver dengan seorang wanita.Bagaimana bisa ini terjadi padanya?

"Kamu kenapa sayang?"
Oliver mendekat.Ia hendak berangkat kekantor pagi ini.Namun ia mendapati Bella tertegun dimeja makan.Tak seperti biasanya.

Bella menyodorkan ponselnya kepada Oliver.

"Apa berita itu benar?"tanya Bella beberapa detik kemudian.

Oliver menggeleng pelan.
"Nggak,itu nggak benar Be,"sangkal Oliver."Kamu tahu bagaimana aku bukan?Aku nggak mungkin berkhianat dari kamu.Aku nggak mungkin menyukai wanita lain selain kamu Bella,"tandas Oliver berusaha meyakinkan istrinya.

Bella terdiam.Merenung.

"Be..."

"Aku ingin istirahat,"ucap Bella.Ia bangkit dari kursinya."Kepalaku pusing,"gumam Bella.Ia melangkah masuk kedalam kamar lantas menutup pintunya.

"Bella..."
Oliver mencoba mengetuk pintu kamar Bella perlahan.

"Aku ingin istirahat Oliver..."

"Tapi kamu harus percaya padaku Bella.Aku nggak seperti dalam berita itu.Aku mencintaimu Be,percayalah..."

Bella tak menyahut.Ia terdiam diliputi pemikiran-pemikirannya sendiri.

"Baiklah,aku akan berangkat kekantor,"ucap Oliver kemudian.Pasrah.Bella pasti sangat sakit hati dengan pemberitaan itu.Kasihan dia.

"Hati-hati..."

Oliver menoleh.Bella telah berada diambang pintu kamarnya.

Oliver tercekat.Ia menyunggingkan senyum kemudian.
"Kamu mempercayaiku kan?"

Bella tersenyum.
"Aku selalu mempercayaimu."tandas Bella."Bahkan jika kamu mengkhianatiku sekalipun, aku tetap mempercayaimu.Aku akan selalu memaafkanmu."

"Nggak Be,"Oliver menghampiri Bella lantas memeluk tubuhnya erat-erat."Aku nggak akan pernah mengkhianatimu.Aku janji..."

Bella tak menyahut.Hanya membalas pelukan Oliver dan menyimpan janjinya didalam hati.

#

"Kamu mempercayai Oliver?"tanya Lizzy diseberang telepon.Rupanya Lizzy sudah membaca artikel itu.

"Tentu saja,"sahut Bella yakin."Aku sangat mempercayainya."

"Oh...syukurlah kalau kalian baik-baik saja.Aku sempat khawatir loh..."

Bella tergelak.
"Kami sudah melewati banyak hal,kamu tahu itu."

"Hmmm...iya aku tahu,"sahut Lizzy."Oh iya,aku punya kabar bagus nih,"ucap Lizzy membuat Bella penasaran.

"Kabar apaan?"tanya Bella antusias.

"Akan segera menikah Be!"

"Wow..benarkah?"sambut Bella girang."Selamat Lizzy!Aku senang mendengarnya.Sepertinya kita harus merayakan ini,"ucap Bella penuh semangat.

"Tentu saja,"sahut Lizzy tak kalah semangat.

"Oh iya,"Bella menyela."Sepertinya aku sudah menemukan sesuatu yang membuat hidupku lebih menarik."

"Apa?"

"Sebenarnya aku belum yakin,tapi aku berharap firasatku benar,"ucap Bella terdengar ragu-ragu.

"Iya tapi apa?Jangan bikin penasaran dong..."

"Sepertinya aku hamil..."

"Benarkah?Kamu sudah bilang Oliver?"

"Belum.Karena aku belum yakin,"ucap Bella pelan.

"Kalau begitu kita pastikan saja,terus kita pergi makan untuk merayakannya,"usul Lizzy lansung mendapat sambutan dari Bella.

"Ok.Satu jam lagi aku jemput kamu..."

"Siap!"




















Kamis, 15 Desember 2016

CINTA GAGAL MOVE ON (cerpen)


Gerimis luruh senja ini.Membasahi kepala dan pundakku yang terbungkus mantel wol cokelat.Memaksaku untuk segera berlari kesebuah coffe shop terdekat.
Hufftt...
Aku memilih kursi yang kosong didekat dinding kaca agar aku bisa menatap keluar.Tempat favoritku jika sedang mengunjungi restoran atau coffe shop seperti ini.
Aku memesan secangkir coffee latte dan sepotong strawberry cake.Sekedar pengganjal perut dan sekaligus pengisi waktu sampai hujan reda.
Sejujurnya suasana seperti ini membuatku rindu rumah.Tapi seperti ada sesuatu yang menahanku untuk kembali pulang.
Sudah dua tahun aku tak pulang ke Jogja.Ke kampung halaman dimana aku dibesarkan.Ah,ibu aku merindukanmu.


"Kamu nggak ingin pulang Bagas?"
Pertanyaan Mas Galih terngiang kembali ditelingaku.Kami sempat berbincang ditelepon kemarin.Sambungan internasional.
"Iya Mas,"sahutku."Masih banyak kerjaan disini.Nanti kalau sudah longgar aku pasti pulang."
"Ibu kangen kamu Gas..."
Aku mendesah.Pelan.Mas Galih pasti berharap.
"Iya Mas."


Aku menyesap isi cangkir diatas mejaku yang mulai mendingin.Seraya menatap keluar.Titik-titik air masih berjatuhan meski tak sederas tadi.
Beberapa orang tampak lalu lalang dengan membawa payung.Sebagian lagi tampak berteduh diteras toko-toko.
Aku menyuapkan potongan strawberry cake ke mulutku.
Manis.Semanis senyum yang masih tersimpan dibenakku.Cinta pertama yang tak pernah tersampaikan.
Hanya tersimpan rapi didalam ingatanku.Sebuah kenangan.
Mungkin itulah yang membuatku belum bisa move on sampai sekarang.Meski ada beberapa gadis yang sempat dekat denganku,tapi hanya sebatas teman.Tak lebih.
Aku susah jatuh cinta lagi.Itulah masalahnya.Bukan berarti aku menutup diri.Hanya saja aku belum bisa membuka hati dan menerima cinta baru.Meski gadis berparas cantik khas Asia timur sering berkeliaran didepan mataku,tapi aku lebih menyukai paras Indo.
Kuakui,aku merindukan Indonesia,juga dirinya.Cinta pertamaku...


Tokyo-Jakarta.
Jakarta-Jogja.

Akhirnya aku pulang juga.Dengan membawa segenap kerinduan yang akan kutumpahkan ditanah kelahiranku.
Ibu memelukku seraya tak kuasa menahan isak tangisnya.Beliau tampak sehat meski keriput diwajahnya bertambah sedikit.Ia tampak gembira melihat kedatanganku.
"Akhirnya kamu pulang Gas,"ucap Ibu seraya menyentuh pipiku dengan lembut."Kamu tambah ganteng saja,"pujinya kemudian tersenyum.
"Ibu sehat-sehat saja kan?"tanyaku.
"Iya,Ibu sehat,"tandasnya."Kamu yang agak kurusan."
Aku tersenyum pahit.
"Karena disana makanannya nggak enak Bu.Kalah enak dengan masakan Ibu,"celotehku.
Ibu mengembangkan senyum.
"Kamu bisa saja,"sahutnya cepat seraya menepuk pundakku."Oh iya,Ibu sudah masak sayur nangka kesukaanmu.Ayo masuk..."
Ibu mengajakku masuk.
Dadaku bergetar saat melangkah masuk kedalam rumah.
"Bagas!"
Mas Galih memekik saat melihatku.Ia menghambur dan langsung memeluk tubuhku dengan erat.
"Gimana kabarmu?Sudah banyak uang nih,"sindirnya setelah melepaskan pelukannya.Ia menepuk-nepuk pundakku.
Aku tergelak.
"Mas Galih ini bisa saja,"sahutku."Eh mana sikecil?"tanyaku kemudian.
Aku baru saja menutup bibirku manakala seseorang datang kearah kami.Seorang bayi mungil berada didalam gendongannya.
"Ini dia Fayra,"ucap Mas Galih seraya mengangkat tubuh bayi itu dari gendongan istrinya."Dia cantikkan?"
Tentu,batinku.Secantik ibunya.
"Apa kabar Gas?"sapanya.
Dia Maya.Kakak iparku.Dia mengulurkan tangan untuk menyalamiku.
"Baik,"sahutku berusaha untuk tidak canggung saat menyambut uluran tangannya.
Sial,makiku dalam hati.Kenapa dadaku tak bisa berkompromi seperti ini?Padahal sejak turun dari pesawat tadi,aku sudah mempersiapkan hati dan mentalku.
"Ayo makan dulu Gas,"untunglah Ibu datang disaat yang tepat."Kamu juga pasti capek.Nanti saja mengobrolnya."
Aku dan Mas Galih terbahak bersama.
"Iya Bu,"sahutku kemudian.


Maya...
Dia adalah cinta pertamaku yang kini resmi menyandang gelar kakak iparku.
Dia adalah gadis yang dulu nge-kos didepan rumah kami.
Aku kerap melihatnya pulang pergi kampus.Beberapa kali berpapasan tapi tak punya keberanian untuk menyapa.
Itulah diriku.Pecundang dan tak punya nyali didepan seorang gadis.Meski aku jatuh hati padanya,namun aku hanya menyimpannya sendiri.Menyiksa diriku sendiri.Kupikir aku sangat tolol saat itu.Bahkan sampai sekarang aku sulit menghilangkan sifat-sifat itu dari diriku.
Dan rupanya Mas Galih punya perasaan yang sama denganku.Bedanya ia punya keberanian yang sama sekali tak kupunya.
Aku menelan kekecewaan saat Mas Galih memberitahuku bahwa ia dan Maya telah jadian.Rupanya Mas Galih bergerak lebih cepat dari yang kubayangkan.
Aku menyembunyikan rasa kecewa dan patah hatiku dari semua orang.Hingga suatu saat aku menerima brosur beasiswa pendidikan ke Jepang.Aku pikir mungkin dengan pergi ke tempat yang jauh akan menyembuhkan luka dihatiku.Nyatanya tidak.
Perasaan itu masih ada sampai sekarang.Bahkan semakin parah saat aku pulang ke Jogja.


"Kapan kamu menyusul mas-mu?"tegur ibu sembari meletakkan segelas teh jahe.Ibu paling tahu jika tubuhku paling rentan terhadap cuaca dingin.
"Maksud Ibu?"aku belum mengalihkan mataku dari layar laptop.
"Kapan kamu memikirkan masa depanmu jika setiap hari kamu bekerja seperti ini,"tandas ibu sembari mengambil tempat duduk disebelahku.
Aku tertegun.Konsentrasiku lepas dari grafik dan data yang sedang kutekuni sekarang.
Ibu mendesah berat.Seperti ada beban yang ingin ia hempaskan.
"Dulu kamu selalu belajar siang dan malam,"tandas ibu menerawang.Mengingatkan kembali akan masa-masa sekolahku dulu."Kamu sangat pendiam dan nggak punya teman.Semua demi beasiswa itu.Sekarang semuanya itu telah kamu capai,Nak.Ibu harap kamu juga memikirkan masa depanmu.Jangan bekerja terlalu keras seperti itu,"sambung ibu kemudian.
Ucapan ibu benar.Tapi aku juga punya alasan tersendiri.
"Bu...,"aku menyentuh bahu ibu dan mengabaikan laptopku barang sejenak."Ibu nggak usah cemas seperti itu.Aku kan baru saja bekerja.Lagipula kebutuhanku juga masih banyak.Aku masih pingin beli ini itu,juga harus menabung,"tandasku mencoba menenangkan hati ibu.
"Tapi jangan lama-lama Nak,"ucap ibu."Ibu sudah tua."
Aku tersenyum.
"Iya Bu."


Sore ini aku berjalan-jalan di Malioboro ditemani Mas Galih.Aku hanya ingin mengenang masa kecil kami.Tanpa ayah.Lima tahun yang lalu beliau telah pergi meninggalkan kami semua.
Banyak sekali barang-barang yang ditawarkan disepanjang jalan.Beragam dan menarik hati.Tukang becak juga masih banyak mangkal dipinggir jalan dan sesekali menawarkan tumpangan kepada kami.
"Jogja masih sama seperti dulu,"gumamku sembari menghirup udara sore.
Mas Galih tampak tersenyum.
"Kamu yang banyak berubah,"tandasnya kemudian.
"Berubah apa Mas?"tanyaku bingung.
"Kamu tambah kurusan sekarang,"cetusnya."Juga sedikit tambah putih.Tapi untungnya matamu masih selebar dulu.Aku takut matamu berubah sipit terlalu lama tinggal disana,"guraunya membuatku terbahak.
"Ya...Mas sendiri kan tahu disana jarang ada nasi.Paling-paling sushi atau ramen.Aku jadi malas makan kalau ada disana.Tapi selama disini aku akan makan banyak biar gemuk,"ocehku.
Mas Galih tertawa.
"Kapan kamu akan balik kesana?"tanyanya kemudian.
"Minggu depan,"sahutku."Pekerjaanku menunggu Mas.Lagipula aku terikat kontrak perusahaan.Mas tahu sendiri kan gimana kinerja orang Jepang,"paparku.
"Iya kamu benar,"sahutnya."Kenapa kamu nggak nyari kerja disini saja biar dekat dengan keluarga.Kasihan Ibu kan."
"Mas benar.Akan ada saatnya aku harus kembali dan menetap disini,di kampung halaman.Tapi kupikir bukan sekarang,"tuturku.
Kami masih menapaki jalanan yang mulai ramai oleh pejalan kaki.
"Apa nggak ada seseorang yang kamu suka disini?Yeah,paling nggak bisa menahanmu untuk tetap tinggal disini.."
Aku tertegun.
Ada,batinku.Seseorang itu ada.Tapi bukan untuk menahanku tetap tinggal.Justru karena dialah yang membuatku selalu ingin pergi.
Dan seseorang itu adalah istrimu,Mas Galih....
"Aku nggak punya seseorang itu,"ucapku kemudian.Berdusta.
"Makanya jadi orang bergaul sedikit,"Mas Galih menepuk pundakku."Apa perlu Mas carikan seseorang untukmu?"tawarnya seraya mengedipkan sebelah matanya.
"Ah Mas ini..."
"Atau jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta pada gadis Jepang..."tebak Mas Galih.
"Nggak kok,"sahutku pura-pura sewot."Aku suka produk dalam negeri..."
"Benarkah?Seperti apa tipemu?"desaknya menggoda.
Aku tak menyahut.Hanya menimpuk bahunya sedikit keras.Membuatnya melepaskan tawa.


Ah,Maya masih tampak cantik.Tubuhnya sedikit berisi dan kelihatan segar dimataku.Wajah polos dan tanpa make up membuatnya terlihat cantik alami.Dan aku suka itu.
Meski ia sering memakai daster dan rambutnya dijepit asal-asalan tak mengurangi kekagumanku padanya.
Aku sudah buta karena cinta.Tidak!
"Dimakan singkong gorengnya Gas,"tawar Maya mengagetkan.Ia meletakkan sepiring singkong goreng keatas meja.Juga segelas teh jahe hangat.
"Kata ibu kamu sering masuk angin,jadi dia menyuruhku membuatkan teh jahe,"ucapnya kembali.
"Makasih,"sahutku terbata.
Oh Tuhan,kenapa sulit sekali untuk bersikap wajar dihadapannya.Kenapa dada ini juga bereaksi berlebihan saat ia berada didekatku semenit yang lalu.
Jangan bodoh Bagas!rutukku dalam hati.
Aku tahu posisiku dan aku tidak akan bertindak bodoh.
"Kamu nggak berubah ya,masih pendiam seperti dulu,"cetus Maya sembari tersenyum manis.Semanis strawberry cake yang pernah kunikmati saat hujan di Tokyo beberapa waktu yang lalu.
Aku hanya tersenyum.
Aku memang si pecundang,May batinku.Itulah kenapa aku tidak pernah bisa memilikimu.
"Kamu tahu nggak,sejak dulu aku menyukaimu,"tandasnya membuatku terperangah."Karena kamu sopan dan pemalu.Mungkin semua orang juga menyukaimu,"Maya tersenyum lagi.
"Harusnya kamu menikah dengan Bagas,May.Bukan denganku,"seru Mas Galih tiba-tiba.Disusul deraian tawa kemudian.
Aku sempat terkejut dan khawatir tadi.Kupikir Maya benar-benar menyukaiku dalam artian lain.Nyatanya aku salah paham.
"Mas ini apa-apaan sih,"gerutuku kemudian."Bercandanya jangan keterlaluan dong."
"Kamu ini nggak bisa diajak bercanda ya,"Mas Galih merangkul pundakku dengan erat."Jangan terlalu serius dengan pekerjaan.Nanti wajahmu penuh keriput lho..."
Aku terbahak.
"Kalau begitu aku akan operasi plastik saja,"gurauku.
Mas Galih ikut tertawa.Maya juga.


Pesawat yang kutumpangi ke Tokyo baru saja take off sekitar lima menit yang lalu.
Akhirnya aku kembali kesana.Ke tempat yang jauh dari kampung halaman.Meski rencana awal aku akan kembali dua hari lagi.Tapi aku tak mau menunggu.Hatiku terlalu rapuh dan sewaktu-waktu bisa retak jika aku terus menerus ada di Jogja.Aku tak ingin tersiksa lebih lama lagi.
Maya...
Sebaris nama special itu kutinggalkan sejenak di Jogja.Dan pasti akan kukunjungi lagi meski hatiku akan patah kembali.Karena sekarang ia adalah bagian dari keluarga kami.
Biarlah kisah cinta ini kupendam sendirian dan tak perlu ada yang tahu.Cukup aku dan Tuhan yang tahu.
Mungkin suatu saat aku menemukan Maya yang lain yang diciptakan Tuhan untukku.
"Permisi,apa Anda mau minum sesuatu?"
Seorang pramugari cantik menegur lamunanku.Senyumnya terkembang manis disudut bibirnya yang tipis.
Sebaris nama tertulis dikepingan kecil didada kirinya.
Maya Febrianty...

(Tamat)

























Senin, 12 Desember 2016

FRESH BAKERY STORY part 3


Jangan mengasihaniku karena masa laluku yang kelam.
Sungguh aku tidak suka.
Dan aku baik-baik saja.


#
"Kenapa menatapku seperti itu?"tanyaku pada Nathan yang belum juga menyalakan mesin mobilnya.
"Kamu baik-baik aja?"
Pertanyaan aneh.
"Tentu,"sahutku cepat.Dan aku jadi teringat dengan mama Nathan yang berkunjung ke toko siang tadi.
Apa mama Nathan sudah menceritakan kisahku padanya?
"Aku nggak suka dikasihani,"tandasku kemudian.
Nathan tersenyum sedikit sinis.
"Begitukah?"sahutnya cepat."Ternyata kamu memang egois ya,"sambungnya sembari menyalakan mesin mobil.
Aku tak menyahut.Aku sedang tak ingin berdebat sekarang.
Aku memilih tutup mulut sepanjang perjalanan.Pemandangan diluar jendela lebih menarik ketimbang berbincang dengan Nathan.
"Tampaknya mamaku sangat menyukaimu,"ucap Nathan menyambung pembicaraan yang sempat terputus tadi.
Aku tersenyum pahit.
"Kamu beruntung punya mama seperti dia,"sahutku.
Nathan tersenyum.
"Apa kamu menyukai mamaku?"tanyanya.
"Terus terang aku menyukainya,"tandasku jujur.
Nathan tergelak.
"Kalian cocok kalau begitu,"ucapnya.
"Apaan sih..."


#
"Rotinya enak Lun?"tegur Lian sembari mengusap kepalaku berulang kali.
Aku merengut.
"Aku bukan kucing Lian,"sungutku kesal.
Lian tergelak keras.
"Aku malah berharap kamu adalah kucing meong meong..."Lian tergelak kembali dan bergaya menirukan tingkah kucing.
"Lian!"kali ini aku benar-benar menjitak kepalanya dengan bersemangat.
Awww...jerit Lian kesakitan.
Giliran aku yang terbahak penuh kemenangan.
"Luna!"
Aku dan Lian kaget dan menoleh kearah Nathan yang telah berdiri didepan pintu Fresh Bakery.
"Apa-apaan kalian ini!"bentak Nathan marah.Wajahnya sampai berwarna merah padam.
Entah kenapa aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Nathan menyeret tanganku dengan paksa menuju ke ruangan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan kue.
Ia menatapku dengan tajam dan penuh dengan amarah.
"Bukankah aku sudah pernah bilang kalau aku nggak suka kamu sedekat itu dengan Lian?Karena kamu itu pacarku.Apa kata-kataku masih kurang jelas?"cetusnya geram.
"Tapi aku cuma pacar bohongan..."
"Bohongan atau nggak yang jelas aku nggak suka,"tandasnya."Kamu tahu,saat melihatmu bersama Lian,aku merasa dadaku sakit.Aku cemburu."
Hah?aku tercekat.
"Kenapa mesti cemburu?"tanyaku seraya tersenyum kecut.
"Tanyakan pada hatimu."
Aneh.Kenapa mesti tanya pada hatiku sendiri.
Setelahnya Nathan memberiku tugas membersihkan kamar mandi.Ada saja yang ia suruh untuk aku kerjakan.Padahal itu hal yang sama sekali tidak penting.
Tampaknya ia sengaja ingin menyiksaku.Mungkin ia ingin membalas dendam padaku atas kejadian tadi.


#
Huh,aku capek...
"Naiklah,"suruh Nathan yang sedang berdiri bersandar pada pintu mobilnya.
"Aku mau pulang sendiri,"sahutku sewot.
"Kamu marah padaku?"
Aku tersenyum pahit.Tentu saja,batinku.Setelah apa yang ia lakukan padaku hari ini.
Nathan mendekat.
"Maaf..."
Aku menatapnya.Apa ia baru saja meminta maaf?
"Kumohon akhiri sandiwara ini sampai disini,"ucapku.
Nathan menggeleng.
"Kenapa?"tanyaku cepat.
"Karena aku nggak ingin mengakhirinya,"tandas Nathan datar.
"Lalu sampai kapan kamu akan memainkan sandiwara ini?"desakku.
"Entahlah..."
Oh...aku hanya menyunggingkan senyum pahit.
"Kamu bertindak sesuka hatimu sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain,"tandasku ketus.
"Kita menikah saja."
Hah?batinku tercekat.
"Apa kamu sudah gila?!"teriakku.
"Kamu yang sudah membuatku gila hari ini.Kamu dan Lian."
"Kok bisa?"gumamku bingung.
"Entahlah,"sahutnya.
"Nggak,"sahutku tegas."Aku nggak mau."
"Kenapa?"
"Karena aku membencimu."
Nathan terhenyak.
"Bisakah kamu memberiku kesempatan?"
Aku terdiam sesaat.
"Untuk apa?"
"Untuk meyakinkan hatimu."
"Nggak.Feli lebih baik ketimbang aku."
"Baiklah,jika itu maumu.Aku akan menikah dengan Feli.Agar kamu bisa melihatku menderita."ucapnya kemudian.Membuat dadaku mendadak berdebar.
Kulihat Nathan masuk kedalam mobilnya tanpa berpamitan.Ia melajukan mobilnya begitu saja tanpa membawaku ikut serta bersamanya.
Begitu marahkah ia karena ucapanku?
Aku hanya bisa terlolong ditempatku berdiri.


#
Semuanya berubah sejak malam itu...
Nathan jarang sekali berkunjung ke Fresh Bakery.Jikalaupun berkunjung itupun tak lama.Hanya sekedar memeriksa hasil penjualan,berbincang sedikit dengan Uncle Tan lantas pergi tanpa menyapaku.
Toko menjadi terasa mencekam ketika ia datang.Raut wajahnya yang berkabut membuat suasana tak nyaman.
Semua karena ucapanku saat itu...
"Tampaknya dia serius menyukaimu,"ucap Lian setengah berbisik.Nathan baru pergi beberapa detik yang lalu.Dan kejadian malam itu sudah kuceritakan semuanya pada Lian.
"Aku nggak yakin,"gumamku.
"Dia kecewa Lun,"sahut Lian."Aku nggak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya."
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Apa kamu menyesal telah membuatnya seperti itu?"desak Lian.
Aku mengangguk pelan.
"Sedikit,"jawabku."Aku hanya merasa canggung saat dia datang dan bersikap acuh seolah aku nggak pernah ada,"paparku.
Lian menghela nafas panjang.
"Bisa dipastikan kamu menyukainya sebanyak 30%,"ucapnya sok serius.
Hah?
Aku mencubit lengan Lian.
"Ngawur kamu,"olokku.
"Aku ngomong yang sebenarnya kok..."


#
"Kamu nggak masuk kerja Lun?"
Suara Keysha mengusik tidurku pagi ini.
"Iya.Tadi aku sudah sms Lian.Lagian weekday seperti ini toko nggak begitu ramai kok,"terangku padanya.
"Owh ya sudah kalau gitu,"sahutnya.Ia tampak sibuk berkemas hendak berangkat kerja.
"Terus kamu bilang apa sama Lian?Bolos kerja gitu?"tanya Keysha.Kupikir ia telah berangkat.
"Aku bilang sakit,"sahutku enteng.
"Emang lagi sakit apa kamu?"desak Keysha seraya merapikan rambutnya didepan cermin.
"Sakit hati."
Keysha terbahak keras.
"Sakit hati sama boss kamu itu?"celutuk Keysha.
"Bisa dibilang begitu,"sungutku sewot.
"Kenapa kamu nggak bilang sama dia,boss maafkan aku.Aku menyukaimu.Bolehkah kita memulainya dari awal lagi.Aku akan melakukan yang terbaik untukmu...hahaha..."
Keysha tergelak setelah mengajariku kata-kata itu.
Aku mendengus kesal.
"Sudah berangkat sana,ntar telat loh,"suruhku seraya melempar sebuah bantal kecil ketubuh Keysha.
"Ok ok aku berangkat.Daa Lun,jaga rumah baik-baik,"pamitnya kemudian.
"Iya iya,"sahutku cepat.


#
Aku terbangun mendengar suara ketukan dipintu kamar kos.Aku bergegas bangun dan membuka pintu.
Paling-paling juga ibu kos yang mau mengingatkan tanggal pembayaran sewa.
"Nathan?!"
Aku terbelalak didepan pintu.Entah bagaimana rupaku sekarang,karena aku tak sempat melihat cermin tadi.
"Kamu sakit?"tegurnya tampak cemas.
Oh,pasti Lian yang sudah memberitahunya.
"Aku sedikit nggak enak badan hari ini,"ucapku berdusta.
"Kamu membuatku khawatir tahu nggak,"ucapnya tampak serius.
Begitukah?
"Aku nggak pa-pa kok,"tandasku.
"Karena kamu aku meninggalkan mama sendirian dirumah sakit."
"Mamamu masuk rumah sakit?"tanyaku kaget.
"Iya.Tadi malam dia kena serangan jantung ringan.Tapi sekarang sudah mendingan,"tuturnya.
"Maafkan aku,"ucapku lirih.Penuh penyesalan.
"Aku juga minta maaf atas sikapku selama ini,"balasnya."Maukah kamu menjenguk mamaku sekarang?"
"Iya."


#
"Maukah kamu menikah dengan Nathan?"
Pertanyaan mama Nathan mengejutkan sekaligus membuatku shock.Aku melirik Nathan yang tersenyum.Pasti ini akal-akalan Nathan.
"Beri aku waktu untuk berpikir Tante,"pintaku.
"Berpikir apa?"desak mama Nathan.
Aku tidak tahu,batinku.Mungkin berpikir tentang banyak hal.
"Aku mau memberi dia waktu kok Ma,"kali ini Nathan yang menyahut."Tapi aku nggak mau menerima jawaban yang mengecewakan."
"Hei,kamu memaksaku?"protesku.
"Sedikit."
"Apa kamu selalu egois seperti itu?"
"Untuk masalah seperti ini iya.Tapi biasanya nggak,"jawabnya enteng.
"Aku nggak suka dipaksa tahu nggak,"cetusku kesal.
"Aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap menerimaku."
"Dengan kecemburuanmu itu?"
"Cemburu membuat dadaku sakit Lun.Mengertilah..."
"Kalian ini berantem terus,"potong mama Nathan.Membuat kami bungkam seketika."Baiklah,kalau begitu mama kasih waktu kalian tiga bulan saja.Setelah itu mama akan mempersiapkan pernikahan kalian.Nggak ada tawar menawar titik."
Nathan bersorak riang dan rasanya aku ingin menjitak kepalanya seperti yang aku lakukan pada Lian...

Tamat



















Minggu, 11 Desember 2016

FRESH BAKERY STORY part 2


Aku tidak menyangka jika hal itu bisa menimpaku.Sekali lagi...
Padahal itu bukan ruang gelap gulita.Masih ada seberkas cahaya yang keluar dari layar proyektor bioskop.
Tapi adegan demi adegan yang terpampang disana seperti sedang mengingatkanku pada kejadian-kejadian dimasa lalu.
Kenapa membawaku ketempat dimana aku tersiksa oleh kejadian masa laluku,Lian???



#
Nafasku mulai sesak saat suara teriakan-teriakan terdengar nyalang dan kesakitan.Seolah akulah yang sedang menjadi pemeran utama dalam film yang sedang ditekuni Lian yang duduk disebelahku.
Rasanya punggungku mulai ngilu.Bekas-bekas luka disana seperti terkuak kembali.
Kenapa kita mesti menonton film ini,Lian?batinku.Namun mulutku hanya terkunci dan sepasang mataku hanya bisa menatap Lian memohon belas kasihan.Bisakah aku pergi sekarang?
Aku tak bisa menahan diriku untuk tidak gemetar.Padahal aku sudah berusaha menguasai diriku.
"Lian,"aku mencoba berbisik pada Lian."Lian,"bisikku lagi karena ia sepertinya tak mendengar.
Aku menyikut lengannya.
"Apa sih Lun?Lagi seru-serunya tuh,"bisik Lian setengah kesal padaku.
"Aku ingin keluar..."
"Udah duduk aja,tanggung nih filmnya tinggal setengah jam lagi,"bisik Lian memaksaku untuk kembali duduk.Padahal aku sudah setengah berdiri.
Lian,aku bisa mati jika berada disini terus...


Ibu...jangan pukul aku lagi...
Aku bisa mati jika ibu tidak berhenti melakukannya...


#
Aku terkesiap dan berdiri dari kursiku.
"Kemana Lun?"tanya Lian.
Namun aku mengabaikannya dan menerobos kursi-kursi yang berjajar rapi didalam bioskop.
Aku harus pergi jika tidak ingin terjadi sesuatu denganku.
Aarrgghhh...
Aku menghembuskan nafas dalam-dalam.Rasanya dadaku sedikit longgar sekarang.Meski aku mesti mengatur nafasku dengan baik.
Aku mencari tempat duduk didekat lift.Agar Lian dan Nathan bisa melihatku saat mereka keluar nanti.
Apa aku separah itu?batinku mengingat kejadian didalam bioskop tadi.
Apa aku harus pergi ke dokter seperti saran Keysha?
"Kamu baik-baik aja Lun?"
Aku mendongakkan wajahku saat Lian menyapa.
"Iya,"sahutku sedikit terbata.
"Kamu sedikit aneh hari ini,"gumam Lian.Ia duduk didekatku dan meraba keningku sebentar."Wajahmu pucat."
"Aku baik-baik aja Lian,"aku menepis tangan Lian.
Lian menghela nafas.
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu tadi?"desak Lian lebih lanjut.
Aku menggeleng dan teringat jika Lian sedikit peka terhadap apa yang aku pikirkan.Entah benar atau tidak,Lian mempunyai kecenderungan indera keenam.
"Aku nggak suka filmnya,"gumamku menghindari sepasang matanya yang menatapku.
"Apa ada adegan film itu yang membuatmu teringat sesuatu?"desaknya lagi.
"Nggak Lian,"sahutku cepat."Dan berhentilah bertanya padaku."
Lian tersenyum pahit.
"Hei,aku cuma mengkhawatirkanmu.Kenapa kamu marah,"protes Lian menyadarkanku jika sikapku berlebihan tadi.Tapi aku cuma takut Lian tahu apa yang kusembunyikan selama ini.
"Maaf,"gumamku.
"Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu Lun,"tandasnya."Aku temanmu.Dan aku siap mendengarkan keluhanmu.Apapun itu,"ucapnya sembari menyentuh pundakku.
Tapi aku tidak ingin berbagi denganmu,Lian.Cukup Keysha yang tahu betapa kelamnya masa kecilku.
"Aku nggak ingin berbagi apapun denganmu Lian,"ucapku."Karena aku nggak punya sesuatu untuk dibagi denganmu."
"Masa kecilmu sekalipun?"
Deg!
Aku menatap Lian dalam-dalam.Sebanyak apa yang bisa ia baca dari pikiranku.
"Hentikan Lian!"
Entah kenapa aku bisa berteriak sekeras itu pada Lian.Padahal didunia ini hanya Keysha dan Lian yang aku miliki.
"Aku nggak akan memaksa Luna..."
Aku bangkit dari tempat dudukku.
"Aku mau ke toilet,"pamitku kemudian.Untuk melarikan diri sejenak dari Lian.
Tapi malang nasibku.Aku menubruk seseorang tanpa sengaja.
"Maaf..."
"Luna?"
Aku tercekat.
Nathan adalah orang yang tanpa sengaja kutubruk tadi.Ia tampaknya baru saja keluar dari bioskop.
"Aku ke toilet sebentar..."
Aku buru-buru pamit dari hadapan Nathan dengan segera.
Huh,aku harus memperbaiki mood-ku dengan segera.Juga menata hati dan perasaanku sebelum kembali bergabung dengan Lian dan Nathan.



#
Aku mulai menyantap makananku dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.Aku baik-baik saja.
Lian menatapku sejenak tadi.Begitu juga Nathan.Namun aku memastikan bahwa diriku baik-baik saja.
"Felicia mencarimu kemarin,"gumam Lian tak begitu jelas.Namun aku masih bisa menangkap pembicaraan mereka.
Nathan tampak tak terkejut.Ia melahap makanannya dengan serius.
"Apa kalian akan menikah?"tanya Lian kemudian.
Nathan menghentikan makannya.Dia terkekeh sembari menepuk pundak Lian.
"Kamu masih menyukainya?"tegur Nathan masih dengan terkekeh."Aku sempat berpikir kalau kalian pacaran,"ucapnya seraya melirikku.
"Koko apa-apaan sih,"sahut Lian sewot."Aku dan Luna kan cuma bersahabat,"tegas Lian.
"Tapi tingkah kalian tadi seperti orang pacaran yang sedang berantem,"tandas Nathan.
Lian nyengir.Ia menatapku sekilas.
"Luna sudah kuanggap seperti adik sendiri,"terang Lian."Iya kan Lun?"
"Hmm,"aku mengangguk setuju.
"Syukurlah kalau begitu,"sahut Nathan cepat."Karena aku nggak suka karyawanku pacaran dengan sesama karyawan."
Uh,dasar boss angkuh.
"Terus gimana dengan Feli?"tanya Lian lebih lanjut.
"Seperti dulu,"Nathan meneguk minumannya."Dia masih mengejarku meski berkali-kali aku sudah menolaknya.Kamu tahu sendiri kan,dia bukan tipeku,"papar Nathan terang-terangan.Meski ada aku disana tapi dia tak segan menceritakan kehidupan pribadinya.
"Tapi dia cantik dan mengagumkan,"gumam Lian sembari menerawang.
"Tapi dia terlalu naif dan kekanak-kanakan,"sahut Nathan cepat.
"Tapi aku menyukainya,"sahut Lian tak mau kalah.
"Itu karena kamu nggak mengenalnya,"sahut Nathan lagi.
"Maaf boss,"selaku."Bolehkah aku pergi sekarang?"tanyaku berharap tak mengganggu perdebatan mereka.
"Iya silakan,"sahut Nathan seperti acuh tak acuh.
"Ko,"cegah Lian cepat."Kok Koko tega sih membiarkan Luna pergi?Kita kesini kan bareng-bareng,harusnya pulang juga bareng dong..."
"Tapi dia mau pulang duluan,apa aku harus melarang?"sahut Nathan jutek.Angkuh.
"Nggak pa pa kok Lian,"sahutku cepat."Aku bisa pulang sendiri kok,"ucapku sembari tersenyum manis.
"Tapi..."
"Daa Lian..."
Aku bergegas pergi dari tempat itu secepat mungkin.Tanpa menoleh.


#
"Tapi kamu nggak pa pa kan Lun?"tanya Keysha setelah aku menceritakan kejadian siang tadi di bioskop.
"Nggak Key,aku baik-baik aja kok,"ucapku menegaskan keadaanku.
"Syukur deh,"sahut Keysha.
Sahabatku itu baru saja tiba dari tempat kerja dan aku sudah menyambutnya dengan keluhanku.
"Apa sebaiknya aku ke dokter seperti saranmu?"
Tak ada sahutan.Aku menegakkan tubuhku yang semula terbaring.
Keysha sudah masuk kamar mandi.Pantas saja.Dan ia tak mendengar suaraku.
Aku melanjutkan berbaring lagi.Dan tertidur.
Entah berapa lama dan saat aku terbangun Keysha telah berbaring disebelahku sembari bermain ponsel ditangannya.
"Jam berapa Key?Aku ketiduran tadi..."gumamku.
"Hampir jam 11,"sahutnya."Tidur aja lagi.Kamu pasti capek.Eh tadi ada temanmu yang kesini.Tapi dia pamit setelah tahu kamu tidur,"ungkap Keysha.
"Siapa?"
"Lian."
Owh...
Dia pasti mencemaskanku tadi,batinku.Aku tak bertanya lagi dan melanjutkan tidurku.


#
Lian tampak menyilangkan kedua tangannya didepan dada.Wajahnya sedikit ditekuk.Tak seperti biasanya.
Aku meletakkan tas di loker dan segera memakai seragam kerja.
"Lun..."
Lian menghadang langkahku.Tatapan matanya aneh.
"Kenapa menyembunyikan masalah sebesar itu dariku?"pertanyaan Lian aneh.Seolah ia tahu sesuatu yang kurahasiakan darinya.Apa?
"Maksudmu apa?"tanyaku bingung.
"Tentang masa lalumu.Masa kecilmu..."
Deg!Jantungku berdebar keras.
Apa Lian sudah bisa menerawang masa laluku melalui indera keenamnya?
"Masa kecil?"gumamku perlahan."Masa kecil apa Lian?"
"Jangan pura-pura bodoh Lun,"Lian sepertinya mulai tak sabar."Temanmu sudah menceritakan semuanya semalam.Setelah aku mendesaknya berkali-kali baru dia mau bercerita.Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal?Kalau aku tahu kamu memiliki trauma ditempat gelap,aku juga nggak akan mengajakmu ke bioskop.Dan fatalnya lagi film kemarin.... Aarrrhh!"
Lian mengepalkan tinjunya ke tembok disampingku.Pasti sakit.
"Lian..."
Aku berusaha menenangkan Lian.
"Aku baik-baik aja kok,"ucapku.
"Lian?Luna?"
Boss Nathan telah berdiri didepan pintu dan sedang menatap kearah kami.
Lian menghela nafas.Lantas menerobos pergi setelah menabrak bahu Nathan.
Nathan tampak bingung melihat tingkah aneh Lian.Ia menatapku tajam lantas menyusul langkah Lian.
Aku lemas.Ah,Tuhan...apa aku menyusahkan Lian?


#
Gadis yang bernama Felicia itu datang lagi.Ia masih secantik dua hari yang lalu...
Nathan yang semula hendak menyusul langkah Lian,urung melanjutkan pijakan kakinya.Sementara Lian tak tampak batang hidungnya.Kemana dia?
Gadis itu tersenyum melihat Nathan.
"Hai Ko..."sapanya manis.
Nathan tak membalas.Tampaknya boss memang punya sifat sedikit angkuh dan jutek pada siapa saja.
"Kemarin lusa aku kesini loh,tapi kamu nggak ada,"ungkap Felicia.
"Oh ya?"sahut Nathan cepat."Pasti kamu capek jauh-jauh datang kesini.Kamu mau minum sesuatu?"tawar Nathan.
"Umm...boleh,"sahut Felicia senang.
Nathan yang sedari tadi tahu aku berdiri tak jauh dari tempatnya,menoleh kearahku dan meneriakkan sesuatu yang aneh.
"Sayang...tolong suruh Uncle Tan membuat secangkir teh herbal untuk tamu kita ini!"
Aku bengong.Aku merasa terhipnotis dengan apa yang baru saja kudengar.
Sayang?Apa dia baru saja memanggilku dengan panggilan itu?
Dan tampaknya Felicia juga sama-sama kaget sepertiku.
"Sayang?"tanya Felicia sedikit tercengang.Ia menatapku sebentar."Apa aku nggak salah dengar?Kamu memanggil cewek itu dengan panggilan sayang?Siapa dia Ko?"protesnya.
"Maaf Feli,tapi seperti yang kamu lihat.Aku mencintai gadis itu.Gadis biasa dan sederhana,"ungkap Nathan membuatku sangat terkejut.Felicia juga sangat terkejut.Ada sebutir air mata yang tampak mendesak diujung mata gadis itu.Dan aku merasa kasihan padanya.
Tak bisa kubayangkan betapa kecewa hati gadis itu saat ia berbalik dan meninggalkan Fresh Bakery.Langkah-langkahnya tampak berat dan rapuh.
"Ko!"
Aku dan Nathan serempak menoleh ke arah Lian yang tampak geram dan sedang menghampiri Nathan.
"Kenapa kamu lakukan ini pada Feli?Juga Luna?"tegur Lian marah.
Nathan mendesah.
"Aku nggak bermaksud menyakiti hatinya.Itu terjadi begitu saja,Lian.Maaf..."sesal Nathan.
Lian juga tampak menyesal seperti Nathan.Sementara aku hanya diam dan menyadari bahwa aku telah dimanfaatkan.Aku tak bisa berbuat apa-apa.


#
Pintu toko terbuka.
"Fresh Bakery...selamat datang!"
Seorang wanita paruh baya muncul.Penampilannya anggun dengan rambut pendeknya.Sebuah tas branded menggantung dilengan kirinya.
Ia mendekat dan tersenyum padaku.
"Jadi kamu pacar Nathan?"tanyanya seraya mengamatiku dari atas sampai bawah.
Aku terbelalak.Apa?!
"Aku mamanya Nathan,"ucapnya lebih membuatku terkejut lagi."Syukurlah Nathan punya pacar.Mama sempat berpikir jika Nathan seorang gay karena selama ini dia nggak pernah punya pacar.Bahkan gadis secantik Feli pun ditolaknya.Tapi akhirnya mama tahu jika Nathan adalah laki-laki normal.Mama sempat khawatir loh,"tutur mama Nathan sembari tersenyum.
Aku masih ternganga.Kenapa kebohongan kemarin sampai ke telinga mama Nathan?Siapa yang mengatakan pada mama Nathan?
"Kapan kalian akan menikah?Mama nggak sabar pingin punya cucu..."
Ya Tuhan!Aku ingin pingsan rasanya.
Kenapa Nathan belum datang?
"Jenny!"
Owh...untunglah Uncle Tan datang dan menyapa mama Nathan.Untuk sementara aku terselamatkan.


#
"Apa?!"pekik Nathan kaget."Terus mama mana?"ia menebarkan pandangan dan tidak menemukan mamanya.
"Dia sudah pulang,"jawabku.
"Pasti Feli yang sudah mengatakan hal itu pada mama.Sial,"maki Nathan tampak marah.
"Kamu harus segera mengklarifikasi masalah ini pada Tante Jenny,Ko,"saran Lian ikut nimbrung.
"Tapi jika Feli tahu kebenarannya,dia akan mengejarku terus-terusan.Dan aku capek,Lian,"keluh Nathan bingung.
"Lantas?"serbu Lian."Apa kamu akan mempermainkan Luna dan Feli?Sekarang ditambah mama kamu."
Nathan menghela nafas.
"Aku akan mengatur rencana,"gumamnya.
"Rencana apa?"sahutku penasaran.
"Aku memutuskan untuk pacaran dengan Luna,"tandasnya.
Hah???
Aku dan Lian tercekat.
"Hanya untuk sementara,"sambung Nathan."Dan kita akan putus suatu saat nanti."
"Tapi itu sama aja mempermainkan Luna,"sahut Lian tak terima.
"Aku tidak mempermainkan Luna,"sahut Nathan tak mau kalah."Dari awal Luna kan sudah tau jika ini hanya sandiwara."
Lian tersenyum pahit.
"Tapi kamu membohongi semua orang,"tandas Lian."Kamu akan menyakiti mereka semua."
"Aku tahu,tapi aku sudah terlanjur masuk dalam perangkap yang kubuat sendiri,"sambung Nathan.
"Karena harga dirimu terlalu tinggi,"ucap Lian.
Nathan tersenyum tipis mendengar ucapan Lian.
"Jangan pernah sakiti Luna,"pesan Lian sambil menepuk pundak Nathan.
"Sekarang siapa yang kamu bela?"tegur Nathan saat Lian beranjak pergi.
Lian tak menyahut.Ia hanya mengangkat sebelah tangannya.
Aku mendesah.Kenapa aku tidak dimintai pendapat?Padahal aku juga terlibat dalam masalah ini.Keterlaluan...


#
"Itu nggak adil buat kamu Lun,"protes Keysha sembari memeluk gulingnya."Itu sama aja kamu udah dimanfaatkan."
"Iya,aku tahu,"sahutku malas.
"Mestinya ada kompensasi dari masalah ini,"tandasnya membuatku tak mengerti.
"Maksud kamu?"
"Paling nggak kamu dapat ganti rugi berupa uang atau apa kek,"ucap Keysha bersemangat.
"Apa aku orang seperti itu?"
"Ya nggak juga sih,"Keysha terkekeh.
"Huuh...tapi aku nggak suka terlibat dalam masalah seperti ini,"aku merebahkan tubuhku diatas kasur.Rasanya sangat lelah menjalani hari ini.
"Hmmm...tapi kenapa kamu nggak coba aja pacaran dengan boss kamu.Siapa tahu dia bisa jatuh cinta sama kamu,terus kalian jadian beneran,terus nikah deh..."khayal Keysha tampak tolol.Ia terkekeh sendiri dengan khayalan bodohnya.
"Hei,memangnya sinetron apa?"sungutku sewot."Lagian dia itu orangnya punya gengsi tinggi,sombong lagi.Lagian dari awal dia nggak suka sama aku.Karena ras kita beda sama dia,"tuturku.
"Masa sih?"tanya Keysha setengah ragu."Memang sih sebagian dari mereka mengagungkan ras mereka.Tapi siapa tahu dia berubah pikiran.Bisa aja kan Lun..."
"Hmm,"sahutku malas."Aku nggak tertarik."
Keysha ganti membaringkan tubuhnya disebelahku.
"Kamu nggak pernah jatuh cinta Lun?"tanya Keysha sejurus kemudian.
"Nggak."
"Kupikir kamu dan Lian pacaran..."
Aku tersenyum.
"Dia sahabat terbaikku setelah kamu Key,"sahutku seraya melirik kearahnya.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"tanyaku bingung.
"Kenapa kamu nggak pacaran?Apa selama ini nggak ada orang yang kamu suka?"desaknya kemudian.
"Nggak,"sahutku cepat."Ayahku saja sudah terlalu banyak menyakiti hatiku.Aku nggak mau ada orang lain yang menambah luka itu lagi..."
"Tapi nggak semua cowok sama Lun..."Keysha memiringkan tubuhnya dan menatapku.Kami saling bertatapan sekarang.
"Aku takut Key...Aku takut terluka lagi..."
Keysha memeluk tubuhku.Kami tak melanjutkan perbincangan lagi dan berangkat tidur.


#
Aku "diculik" mama Nathan dari Fresh Bakery siang ini.Setelah meminta izin dari Uncle Tan,ia membawaku ke sebuah mal terbesar dikota ini.Ia memasukkanku ke salon kecantikan.Melakukan berbagai macam perawatan tubuh yang membosankan dan baru pertama kali aku lakukan.
Setelah itu ia menyeretku masuk ke dalam sebuah butik.Ia membelikanku beberapa potong pakaian.Berpindah ke butik lain,dan membeli pakaian lagi.
Ia bahkan membelikanku sebuah tas yang harganya lumayan mahal.Sepatu dan alat-alat kosmetik juga.Entah berapa rupiah yang ia keluarkan hanya untuk membelikan ku barang-barang itu.
Membuatku semakin merasa bersalah karena ia terus memaksaku untuk menerima pemberiannya.
Aku menjatuhkan kantung-kantung belanjaanku didepan Nathan begitu aku tiba di Fresh Bakery.Mama Nathan hanya mengantarku tanpa mampir.
Nathan menatap belanjaanku sekilas lantas beralih padaku.
"Kenapa?"tanya Nathan tampak acuh.
"Aku nggak bisa menerima pemberian mamamu,"tandasku datar.
Ia tampak tersenyum.Kecut.
"Terima saja apa yang diberikan mama,"ucapnya santai."Lagian dia sudah lama nggak menghabiskan uang seperti ini.Dia membelikanmu barang-barang itu karena dia menyukaimu.Jadi terima aja."
Aku mendengus kesal.Kenapa ia bisa sesantai itu?Kenapa ia tak merasa bersalah sama sekali.
"Aku nggak tega menipu mama kamu,"ucapku kemudian.
Nathan tersenyum lagi.
"Siapa yang menipu mama?"tanyanya kemudian.Masih menyunggingkan senyum dibibirnya."Kita memang sedang pacaran sekarang.Dan kita nggak sedang menipu mama.Mengerti?"ia menepuk pundakku.
Aku heran.Apa ia memang orang selicik itu?Kenapa tega membohongi mamanya sendiri?
"Tapi kamu nggak minta pendapatku kan,"tandasku kesal.
Nathan tertegun.
Dia mulai terjebak dengan kata-kataku.
"Apa kamu nggak mikir,bisa aja aku mengatakan yang sebenarnya pada mamamu,"ucapku.
"Silakan,"ucapnya."Jika kamu ingin membuatnya kena serangan jantung.Tahun lalu dia masuk rumah sakit dan kalau harus masuk rumah sakit lagi,bukan hal yang mengagetkan bukan?"
Aku melongo.
"Apa kamu sedang mengancamku?"
"Nggak juga,"sahutnya enteng."Tapi aku sarankan, nikmatilah semuanya sekarang.Oh iya,aku akan menaikkan gajimu mulai sekarang.Dan jangan coba-coba membuka rahasia pada mama ataupun Feli.Mengerti?"
Aku tercekat.
Ini pasti nasib buruk,batinku.Kenapa aku bisa bertemu orang sejahat Nathan?
Aku benar-benar sial.


#
Aku melambaikan tangan pada Lian yang baru saja melajukan motornya pergi.Uncle Tan yang duduk diboncengannya juga melakukan hal yang sama.
Untung saja malam ini tidak turun hujan,batinku sembari melangkah menyusuri trotoar.
Langkahku terhenti saat sebuah mobil yang terparkir disisi jalan membunyikan klakson.Mobil Nathan.
"Ayolah,aku akan mengantarmu pulang,"tawarnya setengah berteriak.
Aku masih tertegun.Belum bereaksi dengan ajakannya.
Nathan turun dari mobilnya dan mendekat.
"Jangan berpikir aku sejahat itu,"ucapnya.Mungkin karena aku menatapnya dengan tajam."Aku akan mengantarmu pulang."
"Kenapa tiba-tiba ingin mengantarku pulang?"
Nathan terkekeh.
"Aku kan pacarmu,"tandasnya."Dan aku akan menjadi pacar yang baik buatmu."
Wow...
Aku terbahak mendengar ucapannya.Pacar yang baik?Apa aku tidak salah dengar?
"Kenapa menertawakanku seperti itu?"protesnya.Ia benar-benar tampak seperti orang lain.
"Apa aku nggak salah dengar?"
Nathan mendengus.
"Kenapa?Bukankah aku sudah bilang kalau kita sedang pacaran?Dan sudah sewajarnya kalau aku mengantar pacarku pulang.Itu kan bukan hal yang aneh,"tandasnya.
"Iya iya,"sahutku cepat.Menggelikan rasanya mendengar Nathan bicara seperti itu.
Aku masuk ke mobil Nathan setelah itu...


#
Nathan mengajakku mampir kesebuah restoran Chinese food.Memesan dua porsi cap cay dan dua botol air mineral.Padahal aku tak pernah mampir sepulang kerja seperti ini sebelumnya.
"Aku dan mama sering makan disini,"tuturnya."Disini makanannya enak."
Aku mengangguk pelan.Aku tak begitu bersemangat mendengar ocehannya.
"Kamu kos disini?"tanya Nathan beralih topik.
"Iya,"sahutku pendek.
"Sendiri?"
"Bersama teman."
"Orang tuamu?"
Aku nyaris tersedak saat ia menanyakan orang tuaku.Aku menghentikan makanku dan menatapnya.Apa ia ingin mengorek kisah hidupku?
"Aku nggak punya orang tua,"tandasku datar.
"Oh maaf,"sahutnya cepat."Kalau boleh tahu,apa mereka meninggal atau..."
Aku menghela nafas.
"Bisa nggak kita nggak membahas itu?"aku sedikit kesal dengan topik pembicaraan Nathan.
Nathan tampak sedikit tercekat dengan ucapanku.
"Ok,"sahutnya kemudian.
Aku tak ingin membahas apapun dengan Nathan malam ini.Aku segera menyelesaikan makanku dan memintanya mengantarku pulang.


#
"Mau?"
Sebuah muffin cokelat terulur kearahku.Dari Lian.
Aku menyipitkan kedua mataku.Lian paling tahu kalau aku sangat menyukai muffin cokelat.
"Bener ini untukku?"tanyaku kurang yakin.Muffin itu layak jual dan rasanya aneh kalau Uncle Tan membaginya secara cuma-cuma.
Lian mengangguk.
Aku mengembangkan senyum ruang.
"Dua puluh ribu,"ucapnya sembari menyembunyikan muffin itu ketika aku hendak menyambarnya.Ia terbahak keras.
"Lian jahat!"makiku seraya memukul pundaknya.
"Sudah kerja sana gih,"suruh Lian sembari meletakkan muffin cokelat itu kedalam etalase kaca."Ntar kalau sisa boleh deh kamu makan."
Dasar Lian bodoh,makiku dalam hati.
"Jangan bilang aku bodoh loh,"ucapnya tiba-tiba.
Aku mencibir.Dia persis seperti cenayang baru.
Aku tersentak.Tersadar jika Nathan telah berdiri didepan pintu toko dan sedang melihat kearah kami.
Ia baru masuk setelah aku menyadari keberadaannya.
Aku melanjutkan pekerjaanku dan sedikit merasa bersalah.Lian juga tak tahu kalau boss sudah berdiri didepan pintu toko tadi.
Dan ujung-ujungnya sepanjang hari ini Nathan lebih banyak diam.


#
Nathan telah menungguku ditepi jalan seperti yang kemarin ia lakykan
"Naiklah,"suruhnya.
Aku sempat ragu karena teringat kejadian tadi pagi,tapi aku menuruti kata-katanya beberapa detik kemudian.
Untuk beberapa menit lamanya Nathan hanya diam dan baru membuka obrolan ketika jalanan mulai tersendat.
"Apa kamu sedekat itu dengan Lian?"tanyanya.
"Apa?"aku menoleh kearah Nathan.
"Kamu kan pacarku,nggak seharusnya kamu sedekat itu dengan Lian,"tandasnya.Membuatku terpaksa menertawakan kalimatnya.
"Dia sahabatku dan lagian kita hanya pura-pura pacaran.Kenapa seserius itu?"protesku.
"Tapi aku nggak suka,"tegasnya.
Aku tersenyum pahit.Karena gengsinya yang tinggi itu?batinku.
"Dan aku lebih nggak suka terlibat dalam masalah yang kamu buat,"tandasku kesal.
Nathan menghela nafas.Didepan kami jalanan mulai macet.
"Aku lapar,"keluhnya.
"Aku ingin cepat sampai dirumah,"sahutku ketus.
Nathan menoleh.
"Kenapa kamu bisa bersikap manis pada Lian tapi nggak sama aku?"tegurnya.
Hah?aku ganti menoleh padanya.
Pandangan mata kami bertemu.Dan untuk pertama kalinya kami bertatapan mata seperti ini.
"Karena Lian berbeda darimu,"ucapku kemudian.Aku kembali melihat kedepan dan melupakan tatapan matanya.
"Apa kamu nggak tertarik padaku?"
Aku terbahak mendengar pertanyaannya.
"Kenapa tertawa?Apa ada yang lucu?"protesnya tak terima.
Sesaat yang lalu Nathan tampak angkuh,tapi kali ini ia berbeda.Mungkin karena gengsinya yang terlalu tinggi itu membuatnya harus selalu menjaga image.
"Apa semua wanita harus tertarik padamu?"aku balik tanya.
"Apa aku kurang menarik?"ia bertanya kembali.
Kali ini pertanyaannya terdengar konyol.
"Kamu sempurna,"tandasku."Kamu adalah tipe ideal cewek-cewek diluar sana.Dan sebaiknya kamu mulai mencari seseorang yang kamu sukai dan berhenti bermain-main."
"Kamu sendiri?Kenapa nggak mencari pasangan dan berhenti bercanda sedekat itu dengan Lian?"
Huh,aku mulai geram.Nathan sengaja ingin menyerangku balik.
"Aku suka sendiri,"tandasku kemudian.
"Hah?"Nathan menggumam."Kenapa?Apa ada seseorang yang pernah menyakitimu?Dan kamu masih trauma..."
Aku menggeleng.
"Lalu?"
"Berhentilah bertanya karena aku nggak mau membahasnya."
"Ada apa?"desak Nathan."Apa kamu nggak ingin berbagi kisah hidupmu denganku?Atau kamu lebih suka memendamnya sendiri?"
Aku menatap Nathan dalam-dalam.
"Aku nggak punya kisah yang bagus untuk dibagi,"ucapku.
"Bagaimana jika ada seseorang yang datang dan ingin membagi hidupnya denganmu?"
Aku tergelak.
"Orang itu pastilah bodoh,"ucapku."Aku nggak tertarik."
Nathan ganti menatapku.
"Aku nggak ngerti dengan jalan pikiranmu,"ucapnya."Aku menyimpulkan jika kamu adalah orang yang keras kepala dan egois."
"Terserah."


#
Mama Nathan datang dan membawakan kami semua makan siang.Lian yang sudah kelaparan itu tampak senang sekali.Tapi Nathan bersikap acuh.
"Kamu harus makan yang banyak,"ucap mama Nathan setelah berhasil menyeretku ke belakang dimana kami biasa melepas lelah.
"Iya,"sahutku sungkan.
"Oh iya,makanlah,"suruhnya ramah.Ia tampak begitu baik padaku.
Aku melahap makanan yang ia bawa,yang konon masakannya sendiri.
"Lain kali kamu harus mampir kerumah,"ucapnya."Kita bisa masak bareng nanti."
Aku hanya tersenyum.Aku bingung harus bicara apa dengan mama Nathan.
"Oh iya,ceritakan tentang dirimu,"ucap mama Nathan kemudian."Kata Nathan kamu nggak punya orang tua.Apa bener sayang?"
Aku tercekat.Nathan bercerita tentangku pada mamanya?
"Iya,"sahutku lirih.Apa Nathan sengaja mengirim mamanya untuk mengorek kisah hidupku?
"Apa mereka meninggal?"lanjut mama Nathan.
Aku mendesah.Nathan benar-benar keterlaluan.
Aku harus bagaimana?Mengatakan yang sesungguhnya atau berbohong pada mama Nathan yang sudah begitu baik padaku.
"Ayahku pergi saat aku kecil,"tandasku akhirnya.Aku tak bisa berbohong pada orang yang jauh lebih tua dariku.
"Lalu ibumu?"
Aku mendesah.Dadaku mendadak sesak saat wanita itu bertanya.
"Aku nggak suka membahas ibuku,"ucapku lirih.
"Kenapa?"tangan mama Nathan membelai kepalaku perlahan.Ia mengingatkanku betapa menyenangkannya punya orang tua sebaik dia."Kamu bisa membaginya dengan mama.Toh nanti kamu juga akan menjadi anak mama."
Aku menghela nafas.Haruskah aku membaginya?Yang nantinya akan diketahui Nathan juga?
"Aku punya masa lalu yang kelam dengan ibuku,"ungkapku sembari menatap lantai tempatku berpijak.
"Maksudnya?"
Aku tersenyum pahit.
"Sebenarnya aku nggak suka menceritakan tentang ibuku,"tandasku.Karena luka lama itu akan terkuak kembali jika aku membicarakan tentang wanita itu.
"Kenapa?"
Aku menatap mata mama Nathan yang teduh.Bisakah aku membagi kepedihan masa laluku pada wanita berhati lembut itu?
"Luna..."
Ah,aku tersadar saat ia menyebut namaku.
"Sejak kecil aku selalu mendapat perlakuan buruk dari ibuku,"ucapku kemudian."Setiap hari dia menyiksaku tanpa ampun.Terlebih setelah ayah pergi meninggalkan kami.Belakangan aku baru tahu jika ayah meninggalkan ibu karena dia tahu ibuku mengalami gangguan jiwa,"ungkapku sembari menahan sakit yang mulai menyerang dadaku.
"Oh...kasihan kamu,"ucap mama Nathan tampak iba.
"Sekarang ibu dirawat disalah satu rumah sakit jiwa di Manado,"imbuhku lagi.Seraya menahan tangis yang susah payah kubendung.
Aku tak tahu bagaimana reaksi mama Nathan setelah kuceritakan semuanya tentangku.Aku malah sedikit menyesal telah membeberkan betapa kelamnya masa laluku.
"Kamu harus sabar sayang,"ucap mama Nathan."Mama pastikan Nathan akan menjagamu dengan baik.Kamu nggak usah khawatir."
Pelukan mama Nathan begitu membuatku nyaman.Aku tak pernah merasakan betapa lembutnya kasih sayang seorang ibu.


Bersambung





































































Jumat, 09 Desember 2016

FRESH BAKERY STORY part 1


Desember dan hujan...
Mereka datang bersamaan.

#
Titik-titik air mulai berjatuhan dan kian menderas.Bahkan hingga selarut ini ia tetap tercurah.Seolah masih banyak lagi yang ingin ia tumpahkan dari langit.
Dingin,sepi dan membuatku sedikit khawatir.Keysha belum pulang dari tempat kerjanya.Mungkin terjebak hujan atau yang lebih parah lagi terjebak banjir.
Aku memeluk lutut tanpa berselimut.Memohon agar hujan segera mereda beberapa menit lagi.Asal jangan lebih lama.
Duaarrr...!
Suara petir menyambar dengan keras seiring padamnya lampu didalam kamarku.
Aku terloncat.Terguncang kaget.
Kenapa mesti terjadi saat Keysha tak ada?batinku meratap.
Tuhan,jangan sampai aku mengalami sesuatu yang buruk...


Ibu,jangan lakukan ini padaku...
Aku benci ruang gelap.Aku sungguh takut...
Karena kegelapan pasti akan mencekikku.Membuat dadaku sakit dan tak bisa bernafas...
Tak bisa bernafas...


#
"Luna!Luna!"
Tubuhku terguncang dengan keras.Teriakan Keysha begitu keras sampai kealam bawah sadarku.Menghentikan rohku yang hendak melesat pergi kelubang hitam.
Aku membuka mata dan mendapati sahabatku itu tampak pucat.Matanya sedikit basah.Ia memelukku kemudian.
"Syukurlah kamu selamat Lun,"ucapnya seraya melepaskan tubuhku."Maaf tadi aku terjebak hujan jadi nggak bisa langsung pulang."
Aku mengatur nafas baik-baik.
"Aku nggak menyangka akan mengalami hal itu lagi,"gumamku.
Listrik sudah menyala saat itu.Entah berapa lama padam.Dan entah berapa lama aku pingsan tadi.
"Kita harus ke dokter Lun,"saran Keysha kemudian.
Aku menggeleng seketika.Aku tidak mau.
Aku dan Keysha sama-sama berasal dari panti asuhan.Sama-sama berpenghasilan pas-pasan.Satu kamar kos.Senasib seperjuangan.Mana ada uang lebih untuk membayar dokter.
"Aku baik-baik aja Key,"tandasku."Selama kita sama-sama aku akan baik-baik saja."
Keysha mendengus.
"Kita nggak separah itu Lun,"ucapnya."Sekali waktu kamu harus ke dokter.Aku masih punya sedikit tabungan kok,"tawarnya.
Untuk memeriksakan kondisi kejiwaanku?batinku pahit.Aku sudah lebih baik ketimbang beberapa tahun yang lalu.Lagipula kejadian seperti tadi tidak terjadi setiap hari.Aku masih bisa mengatasinya.
"Dasar keras kepala!"
Keysha menggerutu sendirian.Ia melepaskan jaket yang masih membungkus tubuhnya.Sementara hujan sudah benar-benar berhenti.Entah sejak kapan.



#
Aroma kue langsung menyentuh syaraf penciumanku.Harum dan benar-benar menggiurkan.Apalagi kue-kue itu masih hangat.Ditambah secangkir kopi panas,lengkap sudah sarapan impianku.Ditambah gerimis ringan dan seorang pangeran tampan.
Aku memang hebat jika disuruh mengkhayal...
"Hey,ngelamun apa Non?Kok senyum-senyum sendiri?"tegur Lian,rekan kerja sekaligus sepupu si empunya toko roti tempatku bekerja.Berdarah Tionghoa,tinggi,putih dan sipit.Tapi baik dan ramah.
Sedang pamannya juga bekerja di toko roti ini.Kami biasa memanggilnya Uncle Tan.Beliau yang biasa memanggang kue dan seorang chef turut membantunya.
Jadi,ditoko roti ini ada empat orang pekerja.Hanya aku yang berdarah pribumi.Tapi mereka tak pernah mempermasalahkan hal itu.Dan aku senang bisa menjadi bagian dari toko ini.
Sedang si empunya toko ini konon sedang berada di Taiwan.Mengurusi bisnis keluarga dan jarang pulang ke Indo.Jadi semua urusan toko diserahkan ke tangan Uncle Tan.
"Apa sih Lian?"sungutku.Aku kembali menata kue-kue hangat itu keatas rak kaca tanpa menghiraukan Lian.
"Luna!Lian!"teriakan Uncle Tan terdengar dari arah dapur."Sarapan dulu!"
"Yes!"sahut Lian senang.
Dasar,batinku.Tiap hari sarapan roti yang tak layak jual saja begitu gembira.Seperti tak pernah makan roti saja.
"Ayo Luna sarapan dulu,"tegur Uncle Tan yang telah berdiri dibelakangku.
"Iya Uncle..."sahutku segera menyusul langkah riang Lian.
"Kamu harus makan roti yang banyak Lun,"seru Lian yang sudah sibuk dengan sebuah roti ditangannya."Kamu itu terlalu kurus tahu nggak,"ceplosnya.
Aku mendesah.
"Sini biar aku makan bagianmu sekalian kalau begitu,"aku berusaha merebut roti ditangan Lian.Tapi sia-sia.Lian lebih lihai melindungi roti didalam genggamannya.
Dan ia terkekeh melihat aku kalah.



#
"Fresh Bakery...selamat datang!"
Aku meluncurkan kalimat sakti itu ketika pintu toko terbuka dan muncullah seorang pengunjung.
Seorang cowok berpostur tinggi,atletis dan berkacamata hitam.Memakai tshirt polo putih dan bercelana jeans hitam.Semuanya branded.Kesimpulannya adalah dia orang kaya.Perpaduan sempurna.Tampan dan kaya.
"Silakan..."ucapku saat dia mendekat dan mulai mengamati cake,muffin dan puding yang tertata rapi didalam etalase kaca nan bening.
Setelah itu dia beralih mengamatiku.Menatapku dengan pandangan aneh.
"Kamu karyawan disini?"tanyanya.
Tentu saja.Aku memakai celemek dan berada dibelakang etalase.Yang benar saja.
"Iya,"jawabku dengan sopan.Meski amarahku sedikit meluap.
Lian muncul.Memperhatikan pengunjung itu beberapa detik.Lantas...
"Koko Nathan!"pekik Lian keras.Ia berlari dan menubruk sang pengunjung misterius yang ia panggil siapa tadi?
Lian memeluk cowok itu dengan gembira.Sementara aku hanya bengong ditempat melihat kejadian itu.
Muncullah Uncle Tan.Dan adegan berpelukan seperti dalam film kartun Teletubbies terjadi sudah.
Beberapa menit kemudian ketiganya berkumpul disebuah meja.Bercanda begitu akrab.Sepertinya mereka lama tak bertemu.Sebenarnya siapa dia?
"Luna!Ambilkan kue dan minum dong buat boss kita!"teriak Uncle Tan membuyarkan lamunanku.
Boss?cekatku.Dia boss kami?Apa dia yang konon berada di Taiwan itu?Dan sekarang dia kembali?Bla bla...
Aku menyuguhkan kue dan minuman sesuai perintah Uncle Tan.
"Dia Luna,pegawai disini juga.Baru dua bulan bekerja tapi dia rajin,"jelas Uncle Tan memperkenalkan diriku dan sedikit menyanjung.
Si boss sedikit mengerutkan keningnya.Lantas berbicara dalam bahasa Mandarin kepada Uncle Tan.Sedikit berdebat tampaknya.
Meski aku buta bahasa Mandarin aku bisa menyimpulkan kalau si boss angkuh itu tidak menyukaiku.Apa karena aku seorang pribumi?
Huhhh....



#
"Benarkah dia boss kita?"bisikku pada Lian.Sedang Uncle Tan sedang berbincang dengan boss angkuh itu dimeja yang tadi.
"Dia itu sepupuku,"jelas Lian."Dia balik ke Indo atas permintaan mamanya.Karena dia anak satu-satunya dan mamanya takut papanya menahan Nathan disana lebih lama lagi,"jelas Lian sambil berbisik pula.
"Kenapa?"tanyaku antusias.
"Karena mereka sudah bercerai,"ungkap Lian dengan suara rendah nyaris tak terdengar."Mamanya takut Nathan memilih tinggal bersama papanya."
Aku mengangguk.Paham.Orang kaya selalu punya sisi kelam dalam hidupnya.
"Apa yang mereka bicarakan tadi?"tanyaku kemudian."Apa benar dia nggak menyukaiku?"
Lian terkekeh.Ia menjitak kepalaku.
"Ngomong apa sih kamu,"cetus Lian."Sudah kerja sana,ntar boss marah kalau kita bergosip."
Dasar Lian bodoh!gerutuku kesal.
"Apa?"Lian melotot."Kamu ngomong apa tadi?"
Busyet nih anak,apa dia bisa membaca pikiran orang.
"Siapa juga yang ngomong,aku nggak ngomong kok,"sungutku kesal.



#
Hujan gerimis turun tepat saat aku menutup pintu kamar kos kami.
Selamat,batinku bersyukur.
Keysha sudah terlebih dulu datang.Beberapa batang lilin tergeletak diatas meja kecil bersebelahan dengan sebuah korek.
Persiapan sempurna.Keysha benar-benar sahabat sejatiku.
"Kamu sudah makan?"tegur Keysha begitu melihatku datang.Ia selalu baik dan perhatian.Selalu.
"Iya makan roti tadi,"sahutku sembari merebahkan tubuh disebelahnya.Usai mengganti pakaian tentunya.
"Makan roti mana kenyang,"celutuknya."Aku beli nasi goreng tadi.Tuh diatas rak,"tunjuknya.
"Iya ntar.Aku masih kenyang,"sahutku sambil beringsut membelakanginya.Punggungku sedikit penat tadi.
"Apa ini masih sakit Lun?"
Aku mendehem.
"Apa?"sahutku pelan.Mataku terpejam.
"Luka-luka ini,"sahut Keysha.Tangannya sedikit menelusuri bekas-bekas luka dipunggungku.
Aku menghela nafas.
"Itu kan hanya bekas Key,"jawabku pelan."Terkadang masih ngilu saat aku kedinginan.Tapi aku baik-baik aja kok,"ungkapku.
"Maaf,"ucap Keysha berikutnya.
Pasti ia sedikit merasa bersalah karena bertanya tentang bekas luka dipunggungku.Bekas luka yang dilakukan ibuku beberapa tahun lalu.Penyiksaan-penyiksaan yang kualami bertahun-tahun.Juga trauma itu,ibukulah penyebabnya...
"Aku lapar,"aku bangkit dan bergegas menyantap nasi goreng yang dibeli Keysha.Dan melupakan bekas luka dipunggungku.
Lain kali aku tak boleh memakai tank top atau semacamnya agar orang lain tak melihat bekas luka ini...


#
Aku melihat sosok si boss dari balik kaca.Pantas saja perasaanku tidak enak tadi.
"Aku belum terlambat kan?"aku menutup pintu toko perlahan.
Si boss menoleh.Kali ini ia memakai kemeja putih bersih nan licin.Dipadu dengan celana hitam berbahan katun.Tampak mahal pastinya.
Aku menyimpulkan kalau dia penyuka warna putih dan pribadi yang rapi.Elegan.
Ia menatap jam ditangannya lantas menatapku sekilas.
"Memang belum.Tapi kalau kamu tetap berdiri disana lima menit lagi,kamu terlambat,"tandasnya tegas.
"Iiya boss,"aku bergegas masuk dan menaruh tasku diloker.Memasang celemek dan melakukan tugasku seperti biasa.
Aku masih sempat mendengar Uncle Tan menegurnya.Dan mereka berbincang dalam bahasa Mandarin seperti dalam drama televisi.Pasti mereka sedang membicarakanku.
Si boss itu benar-benar membenciku.Maksudku kaum pribumi sepertiku.Apa dia pikir derajatnya lebih tinggi daripada kami bangsa prubumi.Dasar sombong!
"Pelan-pelan kalau ngelap kaca sayang,"tegur Lian setengah geram.Dia mengedikkan bahu kanannya kearah boss angkuh itu.Ada boss,maksud kodenya.
Aku mengerti.
Tapi Lian dan Uncle Tan sangat baik padaku.Dan itulah perbedaan mereka.



#
"Apa boss nggak menyukai pribumi seperti aku?"tanyaku seraya menyesap teh hangat dari cangkir kaca.Aku dan Lian sedang beristirahat saat itu.
Sedang hujan dan toko sepi.Tak ada pengunjung.Dan boss angkuh itu sedang pergi.Mungkin tak akan kembali karena cuaca manis ini.
Tentu saja pembicaraan kami sepelan mungkin supaya Uncle Tan tidak mendengar percakapan kami.
"Siapa bilang?"tanya Lian bermaksud menyangkal."Memang kamu tahu darimana?"
"Nggak usah bilangpun aku sudah tahu,matanya yang bilang begitu kok,"ucapku sewot.
Lian terbahak.Ia mengacak rambutku seolah aku adiknya sendiri.
"Sok tahu!"oloknya membuatku kesal.Aku serius tapi ditanggapi becanda olehnya.
Huh,aku mendengus geram.Ingin rasanya menjitak kepala Lian dan menjambak rambutnya yang mulai tumbuh gondrong itu.
"Kamu nggak bermaksud ngapa-ngapain rambutku kan?"celutuk Lian seraya mengusap kepalanya.Sepasang matanya menatapku penuh kecurigaan.
Duh...anak ini,batinku bertambah kesal.Jangan bilang kalau Lian punya indera keenam.
"Kalau iya memang kenapa?"sahutku sewot.
"Awas kalau berani...."
Ucapan Lian terhenti seketika saat pintu Fresh Bakery terkuak.
Seorang gadis cantik bak bidadari tanpa sayap muncul.Berpostur ideal,putih dan berpakaian minim mendadak menyita seluruh perhatian Lian.Cantik dan anggun.
"Hai Lian..."sapanya dengan senyum terselip diujung bibirnya
Aku hanya melongo.Gadis itu mengenal Lian?Siapa dia?
Mereka saling sapa dengan akrab.Seperti teman lama...
"Apa Nathan ada?"tanya gadis itu seraya menyusuri seluruh toko dengan sepasang matanya yang indah itu.
"Nggak,dia lagi keluar tadi.Mungkin nggak balik kesini.Sebaiknya kamu hubungi dia,"saran Lian.
Oh,aku manyun sendiri dan mengarang khayalanku.Gadis cantik itu pasti kekasih boss angkuh itu.Pasangan yang sempurna bukan?
"Oke,"gadis itu menggigit bibirnya yang berwarna merah muda."Aku balik dulu deh,"pamitnya kecewa.
"Nggak mampir bentar dulu?"Lian berusaha menahan gadis itu."Mencicipi roti dulu mungkin..."
Gadis itu menggeleng.
"No,"sahutnya tegas."Aku harus ke kantor papi sore ini."
"Baiklah..."Lian pasrah.
Dan beberapa detik kemudian aku dan Lian hanya bisa memandangi tubuh gadis itu dari balik kaca toko.Ia berlari kecil kearah mobilnya sembari menutupi kepalanya menggunakan tas ditangannya.
"Siapa dia?Kekasih boss?"gumamku setelah mobil gadis itu melesat pergi.
Lian tak menyahut.Ia masih bengong padahal gadis itu sudah tidak tampak lagi dalam pandangannya.
"Lian!"kali ini aku benar-benar menjitak kepalanya.Karena geram pastinya.
Awww...Lian meringis kesakitan.Ia beralih melotot padaku.
"Apa-apaan sih Lun,cewek kok galak banget,"gerutunya.
Aku cekikikan melihat reaksinya.Akhirnya pembalasan dendamku berhasil juga.
Lian kembali duduk ditempatnya.Lantas meneguk habis isi cangkirnya.
"Ceritain gih,siapa cewek itu,"suruhku penasaran."Kayaknya ada sesuatu deh,"tebakku sambil berpikir.
"Sesuatu apa?"seloroh Lian."Dia itu Felicia.Aku nggak tahu mereka sudah jadian atau belum.Tapi setahuku mereka dekat.Keluarga mereka juga dekat,"tutur Lian langsung membuatku paham.
"Owh...begitu,"sahutku."Tapi sepertinya kamu menyukai gadis itu.Bener nggak?"
Awww..kini giliranku yang meringis kesakitan.Lian balik menjitak kepalaku saat aku lengah.
"Ngawur kamu,"bentak Lian.
"Ngaku aja deh,aku tahu dari cara kamu memandang dia, kamu mencintainya kan?"tebakku lagi.
Lian tak menggubrisku.Dia bangkit saat pintu toko terbuka.Dan seorang pengunjung masuk...
"Fresh Bakery...selamat datang!"



#
Aku berhenti didepan pintu Fresh Bakery.
Closed.
Toko tutup?batinku bingung.
"Luna!"
Lian muncul mendadak dan meneriakkan namaku dengan volume tinggi.
"Hari ini kita libur!"pekiknya kemudian seraya mengguncang bahuku dengan keras saking senangnya.
Aku masih bengong ditempat namun begitu mendengar kata-kata libur,aku langsung tersadar.
"Yang bener?!"tanyaku ingin memastikan.
"Iya,"sahut Lian bersemangat.
"Tapi kenapa?Seingatku hari ini bukan tanggal 15..."
Setiap tanggal 15 Fresh Bakery tutup karena setiap tanggal itu toko dibersihkan.
"Dasar bodoh,"maki Lian kesal."Boss lagi ultah hari ini dan kita diliburkan.Dan kita bisa bersenang-senang hari ini,"ucap Lian antusias.Cowok itu melambaikan beberapa lembar tiket bioskop ditangannya.
Bioskop?batinku.
"Kita akan nonton hari ini,"tandas Lian."Setelah itu Boss akan mentraktir kita.Koko Nathan memang baik..."
Owh...
"Kalian udah siap?"
Nathan tiba-tiba muncul membuyarkan kegembiraan Lian.
"Siap Ko!"teriak Lian penuh semangat."Loh,mana Uncle Tan dan chef?"
"Mereka nggak mau ikut,"tandas Nathan datar."Dipaksapun mereka nggak bakalan mau.Kita berangkat bertiga aja."
"Selalu deh..."gerutu Lian kesal."Mereka pasti nggak mau ikut kalau diajak bersenang-senang.Yuk Lun,kita berangkat,"ajak Kian sembari merangkul bahuku mengikuti langkah Nathan menuju mobilnya.
Akhirnya kami hanya bertiga yang pergi...


#
Bioskop???
Terus terang aku belum pernah pergi ke tempat itu.Karena disana sedikit gelap.Dan aku sedikit takut...

Bersambung