Minggu, 11 Desember 2016

FRESH BAKERY STORY part 2


Aku tidak menyangka jika hal itu bisa menimpaku.Sekali lagi...
Padahal itu bukan ruang gelap gulita.Masih ada seberkas cahaya yang keluar dari layar proyektor bioskop.
Tapi adegan demi adegan yang terpampang disana seperti sedang mengingatkanku pada kejadian-kejadian dimasa lalu.
Kenapa membawaku ketempat dimana aku tersiksa oleh kejadian masa laluku,Lian???



#
Nafasku mulai sesak saat suara teriakan-teriakan terdengar nyalang dan kesakitan.Seolah akulah yang sedang menjadi pemeran utama dalam film yang sedang ditekuni Lian yang duduk disebelahku.
Rasanya punggungku mulai ngilu.Bekas-bekas luka disana seperti terkuak kembali.
Kenapa kita mesti menonton film ini,Lian?batinku.Namun mulutku hanya terkunci dan sepasang mataku hanya bisa menatap Lian memohon belas kasihan.Bisakah aku pergi sekarang?
Aku tak bisa menahan diriku untuk tidak gemetar.Padahal aku sudah berusaha menguasai diriku.
"Lian,"aku mencoba berbisik pada Lian."Lian,"bisikku lagi karena ia sepertinya tak mendengar.
Aku menyikut lengannya.
"Apa sih Lun?Lagi seru-serunya tuh,"bisik Lian setengah kesal padaku.
"Aku ingin keluar..."
"Udah duduk aja,tanggung nih filmnya tinggal setengah jam lagi,"bisik Lian memaksaku untuk kembali duduk.Padahal aku sudah setengah berdiri.
Lian,aku bisa mati jika berada disini terus...


Ibu...jangan pukul aku lagi...
Aku bisa mati jika ibu tidak berhenti melakukannya...


#
Aku terkesiap dan berdiri dari kursiku.
"Kemana Lun?"tanya Lian.
Namun aku mengabaikannya dan menerobos kursi-kursi yang berjajar rapi didalam bioskop.
Aku harus pergi jika tidak ingin terjadi sesuatu denganku.
Aarrgghhh...
Aku menghembuskan nafas dalam-dalam.Rasanya dadaku sedikit longgar sekarang.Meski aku mesti mengatur nafasku dengan baik.
Aku mencari tempat duduk didekat lift.Agar Lian dan Nathan bisa melihatku saat mereka keluar nanti.
Apa aku separah itu?batinku mengingat kejadian didalam bioskop tadi.
Apa aku harus pergi ke dokter seperti saran Keysha?
"Kamu baik-baik aja Lun?"
Aku mendongakkan wajahku saat Lian menyapa.
"Iya,"sahutku sedikit terbata.
"Kamu sedikit aneh hari ini,"gumam Lian.Ia duduk didekatku dan meraba keningku sebentar."Wajahmu pucat."
"Aku baik-baik aja Lian,"aku menepis tangan Lian.
Lian menghela nafas.
"Apa ada sesuatu yang mengganggumu tadi?"desak Lian lebih lanjut.
Aku menggeleng dan teringat jika Lian sedikit peka terhadap apa yang aku pikirkan.Entah benar atau tidak,Lian mempunyai kecenderungan indera keenam.
"Aku nggak suka filmnya,"gumamku menghindari sepasang matanya yang menatapku.
"Apa ada adegan film itu yang membuatmu teringat sesuatu?"desaknya lagi.
"Nggak Lian,"sahutku cepat."Dan berhentilah bertanya padaku."
Lian tersenyum pahit.
"Hei,aku cuma mengkhawatirkanmu.Kenapa kamu marah,"protes Lian menyadarkanku jika sikapku berlebihan tadi.Tapi aku cuma takut Lian tahu apa yang kusembunyikan selama ini.
"Maaf,"gumamku.
"Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu Lun,"tandasnya."Aku temanmu.Dan aku siap mendengarkan keluhanmu.Apapun itu,"ucapnya sembari menyentuh pundakku.
Tapi aku tidak ingin berbagi denganmu,Lian.Cukup Keysha yang tahu betapa kelamnya masa kecilku.
"Aku nggak ingin berbagi apapun denganmu Lian,"ucapku."Karena aku nggak punya sesuatu untuk dibagi denganmu."
"Masa kecilmu sekalipun?"
Deg!
Aku menatap Lian dalam-dalam.Sebanyak apa yang bisa ia baca dari pikiranku.
"Hentikan Lian!"
Entah kenapa aku bisa berteriak sekeras itu pada Lian.Padahal didunia ini hanya Keysha dan Lian yang aku miliki.
"Aku nggak akan memaksa Luna..."
Aku bangkit dari tempat dudukku.
"Aku mau ke toilet,"pamitku kemudian.Untuk melarikan diri sejenak dari Lian.
Tapi malang nasibku.Aku menubruk seseorang tanpa sengaja.
"Maaf..."
"Luna?"
Aku tercekat.
Nathan adalah orang yang tanpa sengaja kutubruk tadi.Ia tampaknya baru saja keluar dari bioskop.
"Aku ke toilet sebentar..."
Aku buru-buru pamit dari hadapan Nathan dengan segera.
Huh,aku harus memperbaiki mood-ku dengan segera.Juga menata hati dan perasaanku sebelum kembali bergabung dengan Lian dan Nathan.



#
Aku mulai menyantap makananku dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.Aku baik-baik saja.
Lian menatapku sejenak tadi.Begitu juga Nathan.Namun aku memastikan bahwa diriku baik-baik saja.
"Felicia mencarimu kemarin,"gumam Lian tak begitu jelas.Namun aku masih bisa menangkap pembicaraan mereka.
Nathan tampak tak terkejut.Ia melahap makanannya dengan serius.
"Apa kalian akan menikah?"tanya Lian kemudian.
Nathan menghentikan makannya.Dia terkekeh sembari menepuk pundak Lian.
"Kamu masih menyukainya?"tegur Nathan masih dengan terkekeh."Aku sempat berpikir kalau kalian pacaran,"ucapnya seraya melirikku.
"Koko apa-apaan sih,"sahut Lian sewot."Aku dan Luna kan cuma bersahabat,"tegas Lian.
"Tapi tingkah kalian tadi seperti orang pacaran yang sedang berantem,"tandas Nathan.
Lian nyengir.Ia menatapku sekilas.
"Luna sudah kuanggap seperti adik sendiri,"terang Lian."Iya kan Lun?"
"Hmm,"aku mengangguk setuju.
"Syukurlah kalau begitu,"sahut Nathan cepat."Karena aku nggak suka karyawanku pacaran dengan sesama karyawan."
Uh,dasar boss angkuh.
"Terus gimana dengan Feli?"tanya Lian lebih lanjut.
"Seperti dulu,"Nathan meneguk minumannya."Dia masih mengejarku meski berkali-kali aku sudah menolaknya.Kamu tahu sendiri kan,dia bukan tipeku,"papar Nathan terang-terangan.Meski ada aku disana tapi dia tak segan menceritakan kehidupan pribadinya.
"Tapi dia cantik dan mengagumkan,"gumam Lian sembari menerawang.
"Tapi dia terlalu naif dan kekanak-kanakan,"sahut Nathan cepat.
"Tapi aku menyukainya,"sahut Lian tak mau kalah.
"Itu karena kamu nggak mengenalnya,"sahut Nathan lagi.
"Maaf boss,"selaku."Bolehkah aku pergi sekarang?"tanyaku berharap tak mengganggu perdebatan mereka.
"Iya silakan,"sahut Nathan seperti acuh tak acuh.
"Ko,"cegah Lian cepat."Kok Koko tega sih membiarkan Luna pergi?Kita kesini kan bareng-bareng,harusnya pulang juga bareng dong..."
"Tapi dia mau pulang duluan,apa aku harus melarang?"sahut Nathan jutek.Angkuh.
"Nggak pa pa kok Lian,"sahutku cepat."Aku bisa pulang sendiri kok,"ucapku sembari tersenyum manis.
"Tapi..."
"Daa Lian..."
Aku bergegas pergi dari tempat itu secepat mungkin.Tanpa menoleh.


#
"Tapi kamu nggak pa pa kan Lun?"tanya Keysha setelah aku menceritakan kejadian siang tadi di bioskop.
"Nggak Key,aku baik-baik aja kok,"ucapku menegaskan keadaanku.
"Syukur deh,"sahut Keysha.
Sahabatku itu baru saja tiba dari tempat kerja dan aku sudah menyambutnya dengan keluhanku.
"Apa sebaiknya aku ke dokter seperti saranmu?"
Tak ada sahutan.Aku menegakkan tubuhku yang semula terbaring.
Keysha sudah masuk kamar mandi.Pantas saja.Dan ia tak mendengar suaraku.
Aku melanjutkan berbaring lagi.Dan tertidur.
Entah berapa lama dan saat aku terbangun Keysha telah berbaring disebelahku sembari bermain ponsel ditangannya.
"Jam berapa Key?Aku ketiduran tadi..."gumamku.
"Hampir jam 11,"sahutnya."Tidur aja lagi.Kamu pasti capek.Eh tadi ada temanmu yang kesini.Tapi dia pamit setelah tahu kamu tidur,"ungkap Keysha.
"Siapa?"
"Lian."
Owh...
Dia pasti mencemaskanku tadi,batinku.Aku tak bertanya lagi dan melanjutkan tidurku.


#
Lian tampak menyilangkan kedua tangannya didepan dada.Wajahnya sedikit ditekuk.Tak seperti biasanya.
Aku meletakkan tas di loker dan segera memakai seragam kerja.
"Lun..."
Lian menghadang langkahku.Tatapan matanya aneh.
"Kenapa menyembunyikan masalah sebesar itu dariku?"pertanyaan Lian aneh.Seolah ia tahu sesuatu yang kurahasiakan darinya.Apa?
"Maksudmu apa?"tanyaku bingung.
"Tentang masa lalumu.Masa kecilmu..."
Deg!Jantungku berdebar keras.
Apa Lian sudah bisa menerawang masa laluku melalui indera keenamnya?
"Masa kecil?"gumamku perlahan."Masa kecil apa Lian?"
"Jangan pura-pura bodoh Lun,"Lian sepertinya mulai tak sabar."Temanmu sudah menceritakan semuanya semalam.Setelah aku mendesaknya berkali-kali baru dia mau bercerita.Tapi kenapa kamu nggak bilang dari awal?Kalau aku tahu kamu memiliki trauma ditempat gelap,aku juga nggak akan mengajakmu ke bioskop.Dan fatalnya lagi film kemarin.... Aarrrhh!"
Lian mengepalkan tinjunya ke tembok disampingku.Pasti sakit.
"Lian..."
Aku berusaha menenangkan Lian.
"Aku baik-baik aja kok,"ucapku.
"Lian?Luna?"
Boss Nathan telah berdiri didepan pintu dan sedang menatap kearah kami.
Lian menghela nafas.Lantas menerobos pergi setelah menabrak bahu Nathan.
Nathan tampak bingung melihat tingkah aneh Lian.Ia menatapku tajam lantas menyusul langkah Lian.
Aku lemas.Ah,Tuhan...apa aku menyusahkan Lian?


#
Gadis yang bernama Felicia itu datang lagi.Ia masih secantik dua hari yang lalu...
Nathan yang semula hendak menyusul langkah Lian,urung melanjutkan pijakan kakinya.Sementara Lian tak tampak batang hidungnya.Kemana dia?
Gadis itu tersenyum melihat Nathan.
"Hai Ko..."sapanya manis.
Nathan tak membalas.Tampaknya boss memang punya sifat sedikit angkuh dan jutek pada siapa saja.
"Kemarin lusa aku kesini loh,tapi kamu nggak ada,"ungkap Felicia.
"Oh ya?"sahut Nathan cepat."Pasti kamu capek jauh-jauh datang kesini.Kamu mau minum sesuatu?"tawar Nathan.
"Umm...boleh,"sahut Felicia senang.
Nathan yang sedari tadi tahu aku berdiri tak jauh dari tempatnya,menoleh kearahku dan meneriakkan sesuatu yang aneh.
"Sayang...tolong suruh Uncle Tan membuat secangkir teh herbal untuk tamu kita ini!"
Aku bengong.Aku merasa terhipnotis dengan apa yang baru saja kudengar.
Sayang?Apa dia baru saja memanggilku dengan panggilan itu?
Dan tampaknya Felicia juga sama-sama kaget sepertiku.
"Sayang?"tanya Felicia sedikit tercengang.Ia menatapku sebentar."Apa aku nggak salah dengar?Kamu memanggil cewek itu dengan panggilan sayang?Siapa dia Ko?"protesnya.
"Maaf Feli,tapi seperti yang kamu lihat.Aku mencintai gadis itu.Gadis biasa dan sederhana,"ungkap Nathan membuatku sangat terkejut.Felicia juga sangat terkejut.Ada sebutir air mata yang tampak mendesak diujung mata gadis itu.Dan aku merasa kasihan padanya.
Tak bisa kubayangkan betapa kecewa hati gadis itu saat ia berbalik dan meninggalkan Fresh Bakery.Langkah-langkahnya tampak berat dan rapuh.
"Ko!"
Aku dan Nathan serempak menoleh ke arah Lian yang tampak geram dan sedang menghampiri Nathan.
"Kenapa kamu lakukan ini pada Feli?Juga Luna?"tegur Lian marah.
Nathan mendesah.
"Aku nggak bermaksud menyakiti hatinya.Itu terjadi begitu saja,Lian.Maaf..."sesal Nathan.
Lian juga tampak menyesal seperti Nathan.Sementara aku hanya diam dan menyadari bahwa aku telah dimanfaatkan.Aku tak bisa berbuat apa-apa.


#
Pintu toko terbuka.
"Fresh Bakery...selamat datang!"
Seorang wanita paruh baya muncul.Penampilannya anggun dengan rambut pendeknya.Sebuah tas branded menggantung dilengan kirinya.
Ia mendekat dan tersenyum padaku.
"Jadi kamu pacar Nathan?"tanyanya seraya mengamatiku dari atas sampai bawah.
Aku terbelalak.Apa?!
"Aku mamanya Nathan,"ucapnya lebih membuatku terkejut lagi."Syukurlah Nathan punya pacar.Mama sempat berpikir jika Nathan seorang gay karena selama ini dia nggak pernah punya pacar.Bahkan gadis secantik Feli pun ditolaknya.Tapi akhirnya mama tahu jika Nathan adalah laki-laki normal.Mama sempat khawatir loh,"tutur mama Nathan sembari tersenyum.
Aku masih ternganga.Kenapa kebohongan kemarin sampai ke telinga mama Nathan?Siapa yang mengatakan pada mama Nathan?
"Kapan kalian akan menikah?Mama nggak sabar pingin punya cucu..."
Ya Tuhan!Aku ingin pingsan rasanya.
Kenapa Nathan belum datang?
"Jenny!"
Owh...untunglah Uncle Tan datang dan menyapa mama Nathan.Untuk sementara aku terselamatkan.


#
"Apa?!"pekik Nathan kaget."Terus mama mana?"ia menebarkan pandangan dan tidak menemukan mamanya.
"Dia sudah pulang,"jawabku.
"Pasti Feli yang sudah mengatakan hal itu pada mama.Sial,"maki Nathan tampak marah.
"Kamu harus segera mengklarifikasi masalah ini pada Tante Jenny,Ko,"saran Lian ikut nimbrung.
"Tapi jika Feli tahu kebenarannya,dia akan mengejarku terus-terusan.Dan aku capek,Lian,"keluh Nathan bingung.
"Lantas?"serbu Lian."Apa kamu akan mempermainkan Luna dan Feli?Sekarang ditambah mama kamu."
Nathan menghela nafas.
"Aku akan mengatur rencana,"gumamnya.
"Rencana apa?"sahutku penasaran.
"Aku memutuskan untuk pacaran dengan Luna,"tandasnya.
Hah???
Aku dan Lian tercekat.
"Hanya untuk sementara,"sambung Nathan."Dan kita akan putus suatu saat nanti."
"Tapi itu sama aja mempermainkan Luna,"sahut Lian tak terima.
"Aku tidak mempermainkan Luna,"sahut Nathan tak mau kalah."Dari awal Luna kan sudah tau jika ini hanya sandiwara."
Lian tersenyum pahit.
"Tapi kamu membohongi semua orang,"tandas Lian."Kamu akan menyakiti mereka semua."
"Aku tahu,tapi aku sudah terlanjur masuk dalam perangkap yang kubuat sendiri,"sambung Nathan.
"Karena harga dirimu terlalu tinggi,"ucap Lian.
Nathan tersenyum tipis mendengar ucapan Lian.
"Jangan pernah sakiti Luna,"pesan Lian sambil menepuk pundak Nathan.
"Sekarang siapa yang kamu bela?"tegur Nathan saat Lian beranjak pergi.
Lian tak menyahut.Ia hanya mengangkat sebelah tangannya.
Aku mendesah.Kenapa aku tidak dimintai pendapat?Padahal aku juga terlibat dalam masalah ini.Keterlaluan...


#
"Itu nggak adil buat kamu Lun,"protes Keysha sembari memeluk gulingnya."Itu sama aja kamu udah dimanfaatkan."
"Iya,aku tahu,"sahutku malas.
"Mestinya ada kompensasi dari masalah ini,"tandasnya membuatku tak mengerti.
"Maksud kamu?"
"Paling nggak kamu dapat ganti rugi berupa uang atau apa kek,"ucap Keysha bersemangat.
"Apa aku orang seperti itu?"
"Ya nggak juga sih,"Keysha terkekeh.
"Huuh...tapi aku nggak suka terlibat dalam masalah seperti ini,"aku merebahkan tubuhku diatas kasur.Rasanya sangat lelah menjalani hari ini.
"Hmmm...tapi kenapa kamu nggak coba aja pacaran dengan boss kamu.Siapa tahu dia bisa jatuh cinta sama kamu,terus kalian jadian beneran,terus nikah deh..."khayal Keysha tampak tolol.Ia terkekeh sendiri dengan khayalan bodohnya.
"Hei,memangnya sinetron apa?"sungutku sewot."Lagian dia itu orangnya punya gengsi tinggi,sombong lagi.Lagian dari awal dia nggak suka sama aku.Karena ras kita beda sama dia,"tuturku.
"Masa sih?"tanya Keysha setengah ragu."Memang sih sebagian dari mereka mengagungkan ras mereka.Tapi siapa tahu dia berubah pikiran.Bisa aja kan Lun..."
"Hmm,"sahutku malas."Aku nggak tertarik."
Keysha ganti membaringkan tubuhnya disebelahku.
"Kamu nggak pernah jatuh cinta Lun?"tanya Keysha sejurus kemudian.
"Nggak."
"Kupikir kamu dan Lian pacaran..."
Aku tersenyum.
"Dia sahabat terbaikku setelah kamu Key,"sahutku seraya melirik kearahnya.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"tanyaku bingung.
"Kenapa kamu nggak pacaran?Apa selama ini nggak ada orang yang kamu suka?"desaknya kemudian.
"Nggak,"sahutku cepat."Ayahku saja sudah terlalu banyak menyakiti hatiku.Aku nggak mau ada orang lain yang menambah luka itu lagi..."
"Tapi nggak semua cowok sama Lun..."Keysha memiringkan tubuhnya dan menatapku.Kami saling bertatapan sekarang.
"Aku takut Key...Aku takut terluka lagi..."
Keysha memeluk tubuhku.Kami tak melanjutkan perbincangan lagi dan berangkat tidur.


#
Aku "diculik" mama Nathan dari Fresh Bakery siang ini.Setelah meminta izin dari Uncle Tan,ia membawaku ke sebuah mal terbesar dikota ini.Ia memasukkanku ke salon kecantikan.Melakukan berbagai macam perawatan tubuh yang membosankan dan baru pertama kali aku lakukan.
Setelah itu ia menyeretku masuk ke dalam sebuah butik.Ia membelikanku beberapa potong pakaian.Berpindah ke butik lain,dan membeli pakaian lagi.
Ia bahkan membelikanku sebuah tas yang harganya lumayan mahal.Sepatu dan alat-alat kosmetik juga.Entah berapa rupiah yang ia keluarkan hanya untuk membelikan ku barang-barang itu.
Membuatku semakin merasa bersalah karena ia terus memaksaku untuk menerima pemberiannya.
Aku menjatuhkan kantung-kantung belanjaanku didepan Nathan begitu aku tiba di Fresh Bakery.Mama Nathan hanya mengantarku tanpa mampir.
Nathan menatap belanjaanku sekilas lantas beralih padaku.
"Kenapa?"tanya Nathan tampak acuh.
"Aku nggak bisa menerima pemberian mamamu,"tandasku datar.
Ia tampak tersenyum.Kecut.
"Terima saja apa yang diberikan mama,"ucapnya santai."Lagian dia sudah lama nggak menghabiskan uang seperti ini.Dia membelikanmu barang-barang itu karena dia menyukaimu.Jadi terima aja."
Aku mendengus kesal.Kenapa ia bisa sesantai itu?Kenapa ia tak merasa bersalah sama sekali.
"Aku nggak tega menipu mama kamu,"ucapku kemudian.
Nathan tersenyum lagi.
"Siapa yang menipu mama?"tanyanya kemudian.Masih menyunggingkan senyum dibibirnya."Kita memang sedang pacaran sekarang.Dan kita nggak sedang menipu mama.Mengerti?"ia menepuk pundakku.
Aku heran.Apa ia memang orang selicik itu?Kenapa tega membohongi mamanya sendiri?
"Tapi kamu nggak minta pendapatku kan,"tandasku kesal.
Nathan tertegun.
Dia mulai terjebak dengan kata-kataku.
"Apa kamu nggak mikir,bisa aja aku mengatakan yang sebenarnya pada mamamu,"ucapku.
"Silakan,"ucapnya."Jika kamu ingin membuatnya kena serangan jantung.Tahun lalu dia masuk rumah sakit dan kalau harus masuk rumah sakit lagi,bukan hal yang mengagetkan bukan?"
Aku melongo.
"Apa kamu sedang mengancamku?"
"Nggak juga,"sahutnya enteng."Tapi aku sarankan, nikmatilah semuanya sekarang.Oh iya,aku akan menaikkan gajimu mulai sekarang.Dan jangan coba-coba membuka rahasia pada mama ataupun Feli.Mengerti?"
Aku tercekat.
Ini pasti nasib buruk,batinku.Kenapa aku bisa bertemu orang sejahat Nathan?
Aku benar-benar sial.


#
Aku melambaikan tangan pada Lian yang baru saja melajukan motornya pergi.Uncle Tan yang duduk diboncengannya juga melakukan hal yang sama.
Untung saja malam ini tidak turun hujan,batinku sembari melangkah menyusuri trotoar.
Langkahku terhenti saat sebuah mobil yang terparkir disisi jalan membunyikan klakson.Mobil Nathan.
"Ayolah,aku akan mengantarmu pulang,"tawarnya setengah berteriak.
Aku masih tertegun.Belum bereaksi dengan ajakannya.
Nathan turun dari mobilnya dan mendekat.
"Jangan berpikir aku sejahat itu,"ucapnya.Mungkin karena aku menatapnya dengan tajam."Aku akan mengantarmu pulang."
"Kenapa tiba-tiba ingin mengantarku pulang?"
Nathan terkekeh.
"Aku kan pacarmu,"tandasnya."Dan aku akan menjadi pacar yang baik buatmu."
Wow...
Aku terbahak mendengar ucapannya.Pacar yang baik?Apa aku tidak salah dengar?
"Kenapa menertawakanku seperti itu?"protesnya.Ia benar-benar tampak seperti orang lain.
"Apa aku nggak salah dengar?"
Nathan mendengus.
"Kenapa?Bukankah aku sudah bilang kalau kita sedang pacaran?Dan sudah sewajarnya kalau aku mengantar pacarku pulang.Itu kan bukan hal yang aneh,"tandasnya.
"Iya iya,"sahutku cepat.Menggelikan rasanya mendengar Nathan bicara seperti itu.
Aku masuk ke mobil Nathan setelah itu...


#
Nathan mengajakku mampir kesebuah restoran Chinese food.Memesan dua porsi cap cay dan dua botol air mineral.Padahal aku tak pernah mampir sepulang kerja seperti ini sebelumnya.
"Aku dan mama sering makan disini,"tuturnya."Disini makanannya enak."
Aku mengangguk pelan.Aku tak begitu bersemangat mendengar ocehannya.
"Kamu kos disini?"tanya Nathan beralih topik.
"Iya,"sahutku pendek.
"Sendiri?"
"Bersama teman."
"Orang tuamu?"
Aku nyaris tersedak saat ia menanyakan orang tuaku.Aku menghentikan makanku dan menatapnya.Apa ia ingin mengorek kisah hidupku?
"Aku nggak punya orang tua,"tandasku datar.
"Oh maaf,"sahutnya cepat."Kalau boleh tahu,apa mereka meninggal atau..."
Aku menghela nafas.
"Bisa nggak kita nggak membahas itu?"aku sedikit kesal dengan topik pembicaraan Nathan.
Nathan tampak sedikit tercekat dengan ucapanku.
"Ok,"sahutnya kemudian.
Aku tak ingin membahas apapun dengan Nathan malam ini.Aku segera menyelesaikan makanku dan memintanya mengantarku pulang.


#
"Mau?"
Sebuah muffin cokelat terulur kearahku.Dari Lian.
Aku menyipitkan kedua mataku.Lian paling tahu kalau aku sangat menyukai muffin cokelat.
"Bener ini untukku?"tanyaku kurang yakin.Muffin itu layak jual dan rasanya aneh kalau Uncle Tan membaginya secara cuma-cuma.
Lian mengangguk.
Aku mengembangkan senyum ruang.
"Dua puluh ribu,"ucapnya sembari menyembunyikan muffin itu ketika aku hendak menyambarnya.Ia terbahak keras.
"Lian jahat!"makiku seraya memukul pundaknya.
"Sudah kerja sana gih,"suruh Lian sembari meletakkan muffin cokelat itu kedalam etalase kaca."Ntar kalau sisa boleh deh kamu makan."
Dasar Lian bodoh,makiku dalam hati.
"Jangan bilang aku bodoh loh,"ucapnya tiba-tiba.
Aku mencibir.Dia persis seperti cenayang baru.
Aku tersentak.Tersadar jika Nathan telah berdiri didepan pintu toko dan sedang melihat kearah kami.
Ia baru masuk setelah aku menyadari keberadaannya.
Aku melanjutkan pekerjaanku dan sedikit merasa bersalah.Lian juga tak tahu kalau boss sudah berdiri didepan pintu toko tadi.
Dan ujung-ujungnya sepanjang hari ini Nathan lebih banyak diam.


#
Nathan telah menungguku ditepi jalan seperti yang kemarin ia lakykan
"Naiklah,"suruhnya.
Aku sempat ragu karena teringat kejadian tadi pagi,tapi aku menuruti kata-katanya beberapa detik kemudian.
Untuk beberapa menit lamanya Nathan hanya diam dan baru membuka obrolan ketika jalanan mulai tersendat.
"Apa kamu sedekat itu dengan Lian?"tanyanya.
"Apa?"aku menoleh kearah Nathan.
"Kamu kan pacarku,nggak seharusnya kamu sedekat itu dengan Lian,"tandasnya.Membuatku terpaksa menertawakan kalimatnya.
"Dia sahabatku dan lagian kita hanya pura-pura pacaran.Kenapa seserius itu?"protesku.
"Tapi aku nggak suka,"tegasnya.
Aku tersenyum pahit.Karena gengsinya yang tinggi itu?batinku.
"Dan aku lebih nggak suka terlibat dalam masalah yang kamu buat,"tandasku kesal.
Nathan menghela nafas.Didepan kami jalanan mulai macet.
"Aku lapar,"keluhnya.
"Aku ingin cepat sampai dirumah,"sahutku ketus.
Nathan menoleh.
"Kenapa kamu bisa bersikap manis pada Lian tapi nggak sama aku?"tegurnya.
Hah?aku ganti menoleh padanya.
Pandangan mata kami bertemu.Dan untuk pertama kalinya kami bertatapan mata seperti ini.
"Karena Lian berbeda darimu,"ucapku kemudian.Aku kembali melihat kedepan dan melupakan tatapan matanya.
"Apa kamu nggak tertarik padaku?"
Aku terbahak mendengar pertanyaannya.
"Kenapa tertawa?Apa ada yang lucu?"protesnya tak terima.
Sesaat yang lalu Nathan tampak angkuh,tapi kali ini ia berbeda.Mungkin karena gengsinya yang terlalu tinggi itu membuatnya harus selalu menjaga image.
"Apa semua wanita harus tertarik padamu?"aku balik tanya.
"Apa aku kurang menarik?"ia bertanya kembali.
Kali ini pertanyaannya terdengar konyol.
"Kamu sempurna,"tandasku."Kamu adalah tipe ideal cewek-cewek diluar sana.Dan sebaiknya kamu mulai mencari seseorang yang kamu sukai dan berhenti bermain-main."
"Kamu sendiri?Kenapa nggak mencari pasangan dan berhenti bercanda sedekat itu dengan Lian?"
Huh,aku mulai geram.Nathan sengaja ingin menyerangku balik.
"Aku suka sendiri,"tandasku kemudian.
"Hah?"Nathan menggumam."Kenapa?Apa ada seseorang yang pernah menyakitimu?Dan kamu masih trauma..."
Aku menggeleng.
"Lalu?"
"Berhentilah bertanya karena aku nggak mau membahasnya."
"Ada apa?"desak Nathan."Apa kamu nggak ingin berbagi kisah hidupmu denganku?Atau kamu lebih suka memendamnya sendiri?"
Aku menatap Nathan dalam-dalam.
"Aku nggak punya kisah yang bagus untuk dibagi,"ucapku.
"Bagaimana jika ada seseorang yang datang dan ingin membagi hidupnya denganmu?"
Aku tergelak.
"Orang itu pastilah bodoh,"ucapku."Aku nggak tertarik."
Nathan ganti menatapku.
"Aku nggak ngerti dengan jalan pikiranmu,"ucapnya."Aku menyimpulkan jika kamu adalah orang yang keras kepala dan egois."
"Terserah."


#
Mama Nathan datang dan membawakan kami semua makan siang.Lian yang sudah kelaparan itu tampak senang sekali.Tapi Nathan bersikap acuh.
"Kamu harus makan yang banyak,"ucap mama Nathan setelah berhasil menyeretku ke belakang dimana kami biasa melepas lelah.
"Iya,"sahutku sungkan.
"Oh iya,makanlah,"suruhnya ramah.Ia tampak begitu baik padaku.
Aku melahap makanan yang ia bawa,yang konon masakannya sendiri.
"Lain kali kamu harus mampir kerumah,"ucapnya."Kita bisa masak bareng nanti."
Aku hanya tersenyum.Aku bingung harus bicara apa dengan mama Nathan.
"Oh iya,ceritakan tentang dirimu,"ucap mama Nathan kemudian."Kata Nathan kamu nggak punya orang tua.Apa bener sayang?"
Aku tercekat.Nathan bercerita tentangku pada mamanya?
"Iya,"sahutku lirih.Apa Nathan sengaja mengirim mamanya untuk mengorek kisah hidupku?
"Apa mereka meninggal?"lanjut mama Nathan.
Aku mendesah.Nathan benar-benar keterlaluan.
Aku harus bagaimana?Mengatakan yang sesungguhnya atau berbohong pada mama Nathan yang sudah begitu baik padaku.
"Ayahku pergi saat aku kecil,"tandasku akhirnya.Aku tak bisa berbohong pada orang yang jauh lebih tua dariku.
"Lalu ibumu?"
Aku mendesah.Dadaku mendadak sesak saat wanita itu bertanya.
"Aku nggak suka membahas ibuku,"ucapku lirih.
"Kenapa?"tangan mama Nathan membelai kepalaku perlahan.Ia mengingatkanku betapa menyenangkannya punya orang tua sebaik dia."Kamu bisa membaginya dengan mama.Toh nanti kamu juga akan menjadi anak mama."
Aku menghela nafas.Haruskah aku membaginya?Yang nantinya akan diketahui Nathan juga?
"Aku punya masa lalu yang kelam dengan ibuku,"ungkapku sembari menatap lantai tempatku berpijak.
"Maksudnya?"
Aku tersenyum pahit.
"Sebenarnya aku nggak suka menceritakan tentang ibuku,"tandasku.Karena luka lama itu akan terkuak kembali jika aku membicarakan tentang wanita itu.
"Kenapa?"
Aku menatap mata mama Nathan yang teduh.Bisakah aku membagi kepedihan masa laluku pada wanita berhati lembut itu?
"Luna..."
Ah,aku tersadar saat ia menyebut namaku.
"Sejak kecil aku selalu mendapat perlakuan buruk dari ibuku,"ucapku kemudian."Setiap hari dia menyiksaku tanpa ampun.Terlebih setelah ayah pergi meninggalkan kami.Belakangan aku baru tahu jika ayah meninggalkan ibu karena dia tahu ibuku mengalami gangguan jiwa,"ungkapku sembari menahan sakit yang mulai menyerang dadaku.
"Oh...kasihan kamu,"ucap mama Nathan tampak iba.
"Sekarang ibu dirawat disalah satu rumah sakit jiwa di Manado,"imbuhku lagi.Seraya menahan tangis yang susah payah kubendung.
Aku tak tahu bagaimana reaksi mama Nathan setelah kuceritakan semuanya tentangku.Aku malah sedikit menyesal telah membeberkan betapa kelamnya masa laluku.
"Kamu harus sabar sayang,"ucap mama Nathan."Mama pastikan Nathan akan menjagamu dengan baik.Kamu nggak usah khawatir."
Pelukan mama Nathan begitu membuatku nyaman.Aku tak pernah merasakan betapa lembutnya kasih sayang seorang ibu.


Bersambung





































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar