Rabu, 21 September 2016

Another Broken Heart (part 2)


Kak Theo adalah korban,begitu papar Rion,teman kak Theo.Ia terjebak dalam geng pengedar narkoba kelas kakap.Semula ia tak tahu jika pekerjaannya adalah kurir narkoba.Namun lama-lama ia tahu dan pada akhirnya ia ingin melepaskan diri dari jerat mereka.Tapi tak semudah itu melepaskan diri.Mereka mengejar kak Theo sampai dapat.Jika kak Theo tak mau kembali,maka ia harus dibunuh.
Begitu pemaparan singkat Rion.Dan aku mulai paham situasi yang dialami Kak Theo.
"Lantas dimana kak Theo sekarang?"tanyaku menyela.
"Dia pergi mencari perlindungan,"ungkap Rion."Ia akan kembali jika situasinya telah membaik."
Aku mengerti sekarang.Kak Theo ingin menyelamatkan diriku juga.Seperti dalam film aku bisa menjadi umpan untuk memancing kak Theo keluar dari persembunyiannya.
Huuftt...
Keluarga kami sudah pecah dari awal.Dan kak Theo terjebak dalam masalah sebesar ini.Dan aku sendirian.Kesepian memenuhi hatiku.Sama seperti saat ayah dan ibu pergi dulu.
"Kau menangis?"tegur Rion membuatku tersadar dari lamunan.
"Ah maaf,"sahutku terbata."Bolehkah aku sendirian sekarang?"tanyaku.Untuk menyuruhnya pergi.
"Baiklah,"sahut Rion."Jika kau butuh sesuatu panggillah aku.Aku ada diluar,ok?"
Aku mengangguk pelan.
Usai Rion pergi aku menumpahkan tangisku.Sudah lama aku tak menangis seperti ini.Dan ini sedikit melegakan dadaku.

$$$$$

Matahari mulai menyeruak dari balik bukit.Semburat jingga.Indah.Hangat.
Aroma embun pagi menyapa hidungku.Segar dan wangi.Dari kejauhan aku bisa melihat perkebunan teh.
Andai aku bisa menikmati pagi seperti ini bersama kak Theo.
Ah,terlalu banyak hal yang ingin kulakukan bersama kak Theo.
"Hei..."
Rion datang.Entah dari arah mana.Yang jelas tshirt sport-nya tampak basah karena keringat.Begitu juga dengan tangan dan kakinya.Basah.
Rion pastilah orang yang suka olah raga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
"Kau baik-baik saja?"tegurnya seraya mengusap keringatnya dengan memakai sebuah handuk kecil yang melingkar dilehernya.Ia melangkah mendekat ketempat aku berdiri.
"Aku baik-baik saja,"sahutku.
"Kau tak ingin ikut aku lari?"tawarnya."Olah raga akan sedikit membuatmu lebih baik,"tandasnya ramah.
"Aku sudah lebih baik,"aku mencoba tersenyum kecil.
Rion ikut tersenyum.Ia ikut duduk disebelahku.
"Kau pasti jarang olah raga,"ucapnya sok tahu."Kau tahu,tubuhmu lemah.Gampang sakit.Kau perlu sedikit latihan agar tubuhmu tidak rentan sakit."
"Aku tidak suka olah raga,"tandasku.
"Sudah kuduga,"sahut Rion sembari tergelak.Aku ikut tertawa.
"Tertawa juga bagus untukmu,"ucap Rion langsung membuatku terdiam.
"Tidak juga,"tandasku kemudian."Berkat kak Theo aku bisa kembali tertawa.Tapi aku kembali kehilangan tawa itu."
Aku menunduk dan nyaris menjatuhkan air mata.
Rion menepuk-nepuk punggungku.
"Semua akan baik-baik saja.Percaya padaku,"ucapnya menguatkan.
Aku mengiyakan.
"Haahh...aku lapar,"ucap Rion mengalihkan pembicaraan."Kau juga lapar kan?Mari kita buat sesuatu.Omelet sayuran kedengarannya enak,"Rion menarik tanganku masuk kedalam.
Laki-laki itu bersemangat sekali.Ia ramah dan sedikit lucu.Ia teman yang menyenangkan...

$$$$$

Jika diamati Rion orang yang sedikit aneh.Dia tinggal sendiri dirumah yang terpencil seperti ini.Tak punya pekerjaan.Kesehariannya hanya lari pagi, makan, tidur, memasak, terkadang dia berkutat lama dikamarnya.Setahuku ia sibuk dengan laptopnya.Mungkin ia bekerja lewat komputer saja.
Apa ia seorang hacker?Tidak mungkin!
"Sedang apa disini?"
Rion mendadak muncul didepanku.Untung saja aku hanya bengong didepan kamarnya dan bukan sedang mengintipnya didalam kamar.
"Ah...aku hanya ingin tahu,"ucapku gugup."Apa kak Theo sudah menghubungimu?"tanyaku kemudian.
Rion menggeleng.
"Bukankah setiap pagi kau menanyakan hal itu setiap kita sarapan.Dan kurasa pagi tadi kau sudah menanyakan hal itu.Apa kau lupa?Lagipula jika Theo menelpon aku pasti mengatakannya padamu,"cerocos Rion membuatku gelagapan.
Kenapa aku merasa bodoh dihadapannya. Ada apa denganku?
"Maaf,aku kan cuma ingin tahu,"ucapku pura-pura sewot.
Aku balik kanan dan langsung pergi dari hadapannya.
"Tunggu!"
Rion menarik ujung pakaianku dengan gerak refleks.
"Apa?!"
Rion tersenyum.
"Apa kau bisa membuatkanku kopi?Pakai kopi instan saja.Tinggal tuang dan kasih air.Gampang kan?"ucapnya bermanis muka.
Huh...
Aku mendengus.Namun aku pergi juga melaksanakan perintahnya.
Aku dimanfaatkan olehnya.

$$$$$

Pagi ini aku duduk dibelakang rumah.Tak seperti biasanya menikmati matahari terbit.Sembari memainkan ranting kering aku mengamati anak-anak kecil yang sedang berjalan menuju ke sekolah.
Ada semangat,riang,canda tawa dan harapan yang mengiringi langkah kecil mereka.Mengingatkanku pada masa kecil.
Aku dan kak Theo selalu bersama-sama saat pulang dan pergi sekolah.Ia akan menggandeng tanganku dan tidak akan membiarkan siapapun menggangguku.Terutama anak laki-laki yang suka jahil pada anak-anak perempuan.Bahkan kak Theo pernah berkelahi demi aku.Huh...
Dimana kak Theo sekarang?
"Kau disini rupanya?Kupikir belum bangun,"suara Rion mengganggu lamunan masa kecilku.
Seperti biasa,ia baru pulang dari lari pagi.
"Lain kali aku pasti mengajakmu lari pagi,"imbuh Rion kemudian.Ia mengacak rambutku perlahan.
"Aku tidak mau,"sahutku cepat.
Rion tertawa mendengar penolakanku.
"Oh iya,tadi malam Theo menelpon..."
"Dia bilang apa?Kenapa tidak memanggilku?"potongku cepat.
"Dia baik-baik saja,"sahut Rion tenang."Jangan cemas adik kecil..."
Aku melotot.Apa dimatanya aku ini adalah seorang anak kecil?Bukan sebagai gadis dewasa?
"Aku bukan anak kecil,"sahutku sewot.Aku bangkit dan bergegas masuk kedalam rumah.
Entah kenapa aku begitu kecewa mendengar ucapannya.Bahkan ia sempat tertawa tadi.


$$$$$

"Kau masih marah?"
Rion mengejutkanku dengan menyodorkan sepiring udang goreng crispy.
Aku menatapnya sebentar.Dan bertanya bagaimana dia bisa tahu makanan favoritku?namun sebatas dalam hati.
"Tumben masak ini,"gumamku dengan memasang tampang cemberut.
"Bukankah kau suka udang goreng?"
Pasti kak Theo yang membuka rahasiaku padanya.
"Apalagi yang dikatakan kak Theo tentang aku?"tanyaku penuh selidik.
"Hmm..."Rion menggeleng."Tak banyak."
Aku mengambil sebuah dan menyantapnya pelan-pelan.Aku sudah lupa kapan terakhir aku makan udang goreng.
"Kau tidak makan?"tanyaku pada Rion.
"Untukmu saja,"sahutnya.
"Baiklah,"balasku."Aku bersyukur jika harus menghabiskan makanan ini sendirian.Huh leganya..."
Rion tersenyum mendengar ucapanku.
Entah kenapa jantungku serasa berhenti berdetak saat menatapnya tersenyum seperti itu.Rasanya luka didalam hatiku terobati sudah.
"Kau sangat manis,pantaslah jika Theo sangat menyayangi adiknya,"ucap Rion membuatku berhenti mengunyah.Maksudnya?
"Benarkah aku semanis itu?"tanyaku seraya menyipitkan mata.
Rion terbahak.
"Tidak.Tidak semanis itu,"sahutnya menggoda.
Aku memukul bahu Rion.Huh,mencoba seakrab mungkin.
"Sebenarnya kau dan kak Theo teman yang seperti apa?"tanyaku mengalihkan pembicaraan.Ingin bertanya tentang pacar juga tapi aku sedikit takut. Nanti jawabannya malah membuatku kecewa.
"Emm.."Rion tampak berpikir sebentar."Kami dulunya rival.Kami menyukai gadis yang sama.Kami bersaing demi mendapatkan gadis itu.Dan kau tahu,lucunya gadis itu malah memilih orang lain.Bukan salah satu dari kami,"paparnya sembari tersenyum.Ia tampak sedikit menerawang ke masa lalu.
"Lalu?"tanyaku penasaran.
"Lalu kami mulai berteman baik sejak sama-sama patah hati,"ungkapnya.
"Apa kalian berdua homo?"celutukku polos.
"Ngawur!"cetus Rion seraya mengacak rambutku gemas.
Huh,menyebalkan.

$$$$$

"Jane...."
Lamat-lamat aku mendengar suara memanggilku.Suara laki-laki,tapi bukan kak Theo.
"Bangun Jane,ayo lari pagi,"suara Rion begitu mengusik tidurku.Laki-laki itu menyentil hidungku.Usil.
Aku terpaksa membuka mataku yang berat.
"Aku ngantuk Rion,kau pergi saja sendiri,"gumamku malas.
"Ayolah..."
Rion menarik selimutku dengan paksa.Membuatku terpaksa bangun.
Rion telah bersiap untuk lari pagi.Dan rupanya ia bersemangat sekali menggangguku untuk ikut lari bersamanya.Huh...
Lima belas menit kemudian...
"Ayo Jane,semangat!"
Hufftt...aku hanya bisa mendengus kesal.Pagi-pagi begini sudah disuruh lari pagi.Memangnya siapa dia?
"Jangan lambat!Lari dong!"Rion tak berhenti berteriak sejak tadi.Ia telah duluan beberapa meter dari tempatku.Bertolak pinggang seperti komandan yang sedang melatih anak buahnya.
Awas kau,geramku.
Aku berlari kearahnya dengan semangat balas dendam.Akan kupukul dia jika sudah dekat.
Duk.
Kakiku tersandung batu.Aku terjatuh dengan memalukan dihadapan Rion.Sial.
Lututku tergores dan mengeluarkan cairan berwarna merah.Darah.
"Jane!Kau baik-baik saja?"Rion berlari kearahku dengan segera.Ia memeriksa lukaku dengan iba.
Tanpa berkata apapun ia langsung mengangkat tubuhku.Diluar dugaan laki-laki itu menggendongku sampai rumah.
Ia mengoleskan obat merah kearas lukaku.Juga meniupnya dengan hati-hati.Persis dalam adegan drama Korea.
Romantis.
"Masih sakit?"
Aku tergagap.Lantas mengangguk seperti orang idiot.
"Istirahatlah,aku buatkan minuman untukmu,"ucap Rion seraya berlalu dari hadapanku.Laki-laki itu bahkan tak mengungkit kebodohanku sampai terjatuh tadi.
Ini salah Rion.Kalau saja ia tak memaksa lari bersamanya pasti aku tidak akan terluka seperti ini.Tapi dengan kejadian ini aku bersyukur.Apa yang terjadi tadi?Rion menggendongku?Iyaa Jane!Dan itu sangat romatis.Dan sesaat tadi kau adalah pemeran utama dalam drama!Hahaha..
"Hei,kok senyum-senyum sendiri?"teguran Rion membuatku tercekat.
"Siapa yang senyum-senyum?Aku hanya teringat sesuatu..."ucapku mengada-ada.
"Apa?"
"Rahasia,"aku tergelak kemudian.
"Huh dasar..."

$$$$$

Rion pamit untuk pergi ke kota.Ia harus membeli kebutuhan sehari-hari dan juga bahan makanan untuk kami.
Kenapa ia tak mengajakku?batinku curiga.Apa ia pergi menemui seseorang yang penting?Pacar?Istri?
Aku segera membuang pikiran negatif tentangnya.
Apa hubungannya denganku kalau ia punya seseorang yang spesial dihatinya.Untuk cemburupun aku tak berhak.Aku bukan siapa-siapa.Aku hanya seorang adik yang dititipkan kakaknya kepada seorang teman baik.
Huh...
Kak Theo kenapa kau belum memberi kabar?
Aku mendengar suara ketukan di pintu.Apa Rion sudah kembali?Jika itu benar dia,harusnya ia tak perlu mengetuk pintu.Apa kak Theo?
Aku menghambur keluar dari kamar dan melesat pergi keruang tamu.
Aku membuka pintu dengan bersemangat.
"Kak..."
Mulutku bungkam seketika.Bukan kak Theo yang kudapati didepan pintu.Tapi orang-orang yang sama yang pernah mengetuk pintu rumahku dan mengancam kak Theo.
Bagaimana mereka bisa menemukan keberadaanku?
"Mana Theo?!"hardiknya keras."Cepat geledah rumah ini!"suruh laki-laki berkacamata yang pastilah pemimpin mereka.
Aku berdiri mematung saat orang-orang itu menerobos masuk rumah Rion.Aku mendengar suara-suara ribut.Mereka pasti telah memecahkan sesuatu didalam rumah.
"Tidak ada bos,"salah satu melapor pada laki-laki berkacamata itu.Ia tampak geram.
"Bawa dia!"
Tiba-tiba dua orang menyergapku dan menyeretku dengan paksa.Aku berusaha berontak namun kekuatanku tak bisa menandingi mereka.
Aku dipaksa masuk kedalam mobil.Lantas mereka membawaku entah kemana.
Kak Theo, Rion... Tolong selamatkan aku!

$$$$$

Aku disekap didalam sebuah gudang sempit.Kardus-kardus bertumpuk disamping kanan dan kiriku.Entah apa isinya.Tapi diruangan ini sangat pengap membuatku sesak nafas.
Aku terduduk disebuah kursi besi dengan tangan diikat.Dan sebuah plester melekat kuat dimulutku.Mengantisipasi jika aku berteriak.
Aku tidak tahu berapa lama aku disini.Mungkin sekitar tujuh atau delapan jam perkiraanku.Aku tak tahu persis.
Perutku sangat lapar.Apa Rion sudah tahu kalau aku diculik?
"Kau sudah bangun?"
Aku mendongak saat suara parau itu menegurku.Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar mengamatiku lamat-lamat.
Dia membuka plester dimulutku dengan paksa.Sakit.
"Katakan dimana Theo,"ucapnya seraya mendongakkan daguku dengan kasar.
"Aku tidak tahu,"sahutku sedikit geram.
Laki-laki itu menyeringai tajam.
"Kau tahu,Theo bisa membocorkan rahasia sindikat kami.Jika dia tidak datang kemari segera,berarti ada nyawa yang harus dilenyapkan.Dan kau tahu siapa yang harus kami lenyapkan?Kau!"tandasnya membuatku bergidik.
Sindikat gila,batinku.Mereka tak segan-segan membunuh orang.Dan aku adalah daftar orang yang harus dilenyapkan.Aaarrgghhh!
Air mata mulai menetes dari ujung mataku.Kak Theo...apa kau tahu bahwa adik kesayanganmu berada di ujung kematian?
"Kau takut ya?"ejek laki-laki itu menertawakanku.Ia menjambak rambutku kuat-kuat.
"Kenapa tak bunuh sekarang saja?"tanyaku sok menentang.Padahal aku takut setengah mati.
Plak!
Sebuah tamparan keras melayang ke pipiku.Membuatku kesakitan.Oh...
"Tenang saja,aku pasti akan membunuhmu tapi aku akan bersenang-senang denganmu terlebih dulu.
Ya Tuhan...jeritku dalam hati.Lebih baik aku mati saja.
Dor!
Sebuah suara tembakan mendadak terdengar.Laki-laki itu panik dan terdengar suara ribut-ribut sesudahnya.Laki-laki itu bergegas keluar dari gudang pengap itu.
Beberapa saat sesudahnya pintu gudang didobrak paksa dari luar.Seorang laki-laki berpakaian preman dan membawa sebuah pistol menghambur masuk usai memastikan ruangan itu aman.
Ia segera membebaskan aku dari tali yang mengikat tanganku erat.Beberapa orang masuk dan salah seorang diantaranya adalah Rion.
Untung dia tidak terlambat menyelamatkanku.

$$$$$

Aku terbangun.Sebuah jarum infus menancap kuat di punggung tanganku.Sakit.Badanku juga lemah.Tapi aku baik-baik saja.
"Kau sudah bangun Jane?"
Wajah kak Theo terlihat cerah.Membuatku terperangah.Aku ingin sekali bangkit dan memeluknya.
"Kemana saja kakak selama ini?"aku terharu dan ingin sekali menitikkan air mata.
"Maaf Jane,aku harus mengurus masalahku sendiri.Aku bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk meringkus sindikat itu.Maaf telah membuatmu cemas,"paparnya membuatku lega.
"Terus...dimana Rion?"tanyaku tanpa canggung.
"Aku disini adik kecil,"sahut Rion tiba-tiba muncul.Aku kecewa mendengar ia menyebutku adik kecil.Kenapa?
Seorang gadis cantik mendadak muncul dari balik punggung Rion lantas menggamit pinggang Rion dengan mesra.
Oh,dadaku berdegup kencang dan terasa sakit.Cemburu.
"Kak Theo,aku ingin pulang..."
"Tunggu hingga keadaanmu membaik."
"Tapi aku benci rumah sakit."
"Iya aku tahu,kau harus sabar..."
"Huh..."

(Tamat)












Tidak ada komentar:

Posting Komentar