Rabu, 08 Oktober 2014

Broken Past


"Kita sudah sampai...." Suara ayah menyadarkanku yang sedang dirundung lamunan panjang. Taksi yang kami tumpangi rupanya telah berhenti tepat didepan sebuah rumah berlantai dua. Rumah yang lumayan bagus...
"Kau tidak mau turun?"tegur ayah kemudian. Karena aku belum juga beranjak dari tempat dudukku.
Aku tak menyahut.Hanya mendesah pelan lantas dengan enggan bergerak keluar taksi. Seperti permintaan ayah.
Setelah membayar argo taksi aku tak langsung mengikuti langkah ayah memasuki rumah itu. Aku hanya berdiri seraya menatap rumah yang tampaknya tidak asing buatku itu. Sepertinya aku pernah ketempat ini sebelumnya. Tapi aku tak sepenuhnya yakin. Mungkin ini hanya semacam de javu saja...
"Kau tidak mau masuk?!"
Huhhh... Teriakan ayah memaksaku mendesah kesal. Lagi. Sampai kapan dia akan berhenti berteriak seperti itu?batinku geram.
Aku menyeret travel bag milikku dengan langkah gontai masuk kedalam rumah baru kami.
"Kamarmu ada dilantai atas.Kalau kau tidak suka kau boleh tukar..."
Aku menggeleng cepat.Tampaknya kamar dilantai atas terdengar lebih menarik ketimbang penawaran ayah.
Aku menemukan sebuah kamar kosong dilantai atas.Sebuah ranjang bertingkat,sebuah lemari pakaian dan sepasang meja kursi belajar telah tersedia disana.
Aku meletakkan bawaanku lantas meneliti kesekeliling. Tampaknya kamar itu lama tak terpakai meski mungkin rutin dibersihkan tiap beberapa waktu sekali.
"Kau suka kamarmu?"tegur ayah nyaris membuatku terloncat karena kaget.
"Dad..."keluhku kesal. Apa dia sudah lupa kalau aku punya kecenderungan jantung lemah?
"Ayah tidak suka kau memanggil ayah seperti itu,"sahut ayah cepat."Kita sekarang di Indo,Drey.Bukan di Amerika.Dan satu lagi.Mulai hari ini ubah penampilan dan gaya bicaramu.Ganti warna rambut merahmu itu dengan warna hitam.Jangan gunakan bahasa Inggrismu disini.Juga satu lagi,ayah tidak mau melihatmu memakai celana pendek maupun tank top. Apa kau mengerti?"
Aku mendesis geram.Kenapa semenjak tiba disini ada begitu banyak peraturan yang ia buat untukku?
"Audrey...ayah mohon jangan membebani ayah dengan bersikap seolah ayah ini musuhmu.Hanya kau satu-satunya milik ayah didunia ini.Ayah melakukan semua ini karena ayah mencintaimu..."
Ayah mendekat lantas membelai kepalaku dengan lembut.
"Istirahatlah...Penerbangan tadi pasti membuatmu jetlag.Biar ayah yang membereskan kamarmu nanti..."
Ayah meninggalkan kamarku setelah terlebih dulu melempar senyum untukku.
Beberapa detik kemudian aku merebahkan tubuh diatas tempat tidur.Aaahh... rasanya tubuhku kaku dan punggungku penat. Aku juga harus menyesuaikan diri dengan perbedaan waktu disini dengan di Amerika. Tapi ada yang tak beres didalam kamar ini. Yeah...ranjang bertingkat itu harus diganti dengan ranjang biasa. Ayah pasti akan mengabulkan permohonanku.
$$$$$
Aku terbangun ditengah malam buta.Kening dan punggungku telah basah oleh keringat. Kenapa malam ini terasa begitu panas?Ataukah tubuhku saja yang belum bisa beradaptasi dengan cuaca disini.
Aku terpaksa turun dari ranjangku karena rasa haus tengah menggerogoti kerongkonganku.Sedang dapur berada dilantai bawah.Uhhh...sebenarnya aku malas untuk melakukan hal ini.
Dengan langkah berat ditambah lagi mataku yang masih mengantuk aku menuruni tangga menuju lantai bawah. Namun begitu menyelesaikan anak tangga terakhir,kakiku yang telanjang serasa menginjak sesuatu mirip cairan.
Oh God...batinku tercekat. Apa ini?tanyaku dengan tubuh gemetar.
Apa ini benar-benar darah...?
Aku melihat kakiku telah berwarna merah begitu juga lantai yang tengah kupijak sekarang.Semua berwarna merah darah!!
Ooohhhh....aku nyaris pingsan saat itu juga.Namun aku tak bisa lari ataupun berteriak.Suaraku hanya bisa tercekat di tenggorokan.Dad...help me!
"Audrey!Sedang apa kau disitu?"
Aku tertegun kaku.Ayah datang tepat disaat aku benar-benar sedang membutuhkannya.
"I see..."kalimatku terputus.Mendadak darah dikakiku lenyap begitu saja tanpa bekas.Dilantai juga tidak kutemukan bekasnya sama sekali. Kemana hilangnya darah itu?Kenapa disaat ayah muncul tiba-tiba saja darah itu hilang...
"I'm thirsty Dad..."hanya kalimat itu yang akhirnya keluar dari bibirku.Kupikir tak mungkin aku mengatakan apa yang baru saja kulihat pada ayah.Bukan tidak mungkin ia menganggapku membual saja karena ingin kembali ke Amerika dengan mengatakan hal tidak masuk akal semacam itu.
"Apa perlu ayah temani?Kebetulan ayah juga haus,"sahut ayah kemudian.Kedengaran melegakan di telingaku.
$$$$$
Kejadian malam itu masih melekat dibenakku.Bukan itu saja.Aku mengalami hal-hal aneh setelah itu.Cat kuku,parfum,alat-alat make up milikku terkadang berpindah tempat dengan sendirinya.Padahal aku tak pernah memakai benda-benda itu semenjak tiba dirumah ini.Dan aku bahkan tidak menyentuhnya sama sekali tapi anehnya benda-benda itu berkurang isinya. Tidak mungkin ayah yang memakainya juga tidak mungkin orang lain yang menggunakannya karena kami hanya tinggal berdua saja dirumah ini.Lantas siapa yang melakukannya?Adakah makhluk lain yang tak kasat mata tinggal dirumah ini?
Hiii...bulu kudukku seketika berdiri jika memikirkan hal itu.Tapi tak mungkin aku bisa tinggal disini jika terus menerus dihantui makhluk halus itu.Aku ingin kembali ke Amerika....
Aku nyaris tak bisa memejamkan mata manakala sesekali terdengar derit dari arah ranjang tepat diatas tubuhku.Seolah ada yang sedang berbaring disana dan tengah menggeliat.Sampai kapan aku harus merahasiakan ini dari ayah?
"Audrey..."
Aku tergagap mengetahui kedatangan ayah.
"Kau belum tidur?"tegurnya kemudian.Kubalas hanya dengan gelengan kepala."Kau sudah makan?"tanya ayah kembali.
Aku menggeleng kembali.
"Wajahmu pucat Drey.Apa kau sakit?"tanya ayah sembari meraba keningku."Kita ke rumah sakit sekarang..."
"No!"teriakku lantang.Sedangkan tangan ayah kutepis dengan paksa."Im ok Dad!Don't worry 'bout me!"
Aku benar-benar benci mendengar kata rumah sakit.Entah sudah berapa kali aku keluar masuk tempat itu.Mungkin sudah ratusan kali.Dan aku sudah bosan jika harus ketempat itu lagi.
"Im just wana go home Dad..."aku mencoba memperbaiki kalimatku kali ini.Meredam emosi yang sempat meledak beberapa detik yang lalu.
Ayah tertegun sejenak usai mendengar ucapanku.
"Home?"ulangnya seperti tak percaya."This is your home Drey.Indonesia is home."
"But I hate this place Dad.I think I have something bad bout Indo.Like bad memories.But I dont know what is it...."ucapku pelan.Untuk mengetuk pintu hati ayah.
"Jangan mulai berhalusinasi lagi Audrey,"sentak ayah setengah geram. "Kau tahu ayah tidak suka kau melakukan atau membicarakan hal-hal aneh.Jadi berhentilah merengek seperti anak kecil.Atau kau mau ayah antar ke rumah sakit?!"bentak ayah membuatku kaget seketika.
Aku terdiam lantas membuang pandangan ke atas lantai.Aku paling benci jika ayah sudah mulai berteriak seperti ini.
"Apa anorexia belum cukup membuatmu kapok masuk rumah sakit?Tifus, insomnia lalu apalagi sekarang...?"teriak ayah kembali."Ayah sudah bangkrut Audrey. Jadi mengertilah kondisi ayah sekarang. Kita tidak mungkin kembali ke Amerika meski sebenarnya ayah juga sangat ingin pergi kesana.Karena ibumu juga dimakamkan disana. Tapi sekarang kita tidak punya apa-apa lagi kecuali rumah ini. Ayah mohon mengertilah..."
Sepasang mata milik ayah berkaca-kaca. Dan keadaan itu cukup mampu membungkam mulutku.Meski batinku belum siap untuk menerima kondisi ayah tapi kebisuanku mungkin adalah ekspresi kepasrahanku.
"Makanlah Drey.."ucap ayah kemudian."Ayah tidak ingin kamu jatuh sakit."
Aku tak menyahut.Namun ayah dengan sigap membimbingku keluar dari kamar menuju ke ruang makan.
$$$$$
"Hei!"
Teriakan itu menghentikan pergerakan tanganku yang hendak menuang isi keranjang sampah kedalam bak sampah didepan rumah.
Seorang pemuda tanggung tampak tersenyum seraya melihatku.Pastilah ia yang menyapaku tadi.Pemuda itu tampak berdiri dibalik pagar rumah sebelah.Mungkin saja ia tetanggaku yang belum kukenal semenjak aku tiba disini.Karena seminggu ini aku nyaris tidak pernah keluar rumah sama sekali. "Lama tidak berjumpa kau banyak berubah Dy,"sapanya seraya tersenyum.Sikapnya seolah-olah ia sudah mengenalku sejak lama.Padahal aku baru bertemu dia kali ini.Siapa dia?
Pemuda itu tertawa renyah melihat sikap acuhku.
"Kau benar-benar tidak mengenaliku?"tanyanya seraya menunjuk hidung."Pastilah ingatanmu sangat buruk sampai-sampai kau tidak ingat sahabat kecilmu.Padahal sejak kita kanak-kanak sampai kelas lima kita selalu bersama-sama.Itu baru tujuh tahun yang lalu Dy,bagaimana jika kita berpisah selama dua puluh tahun.Ck ck aku tidak bisa membayangkannya... Pastilah kau sama sekali tidak bisa ingat. Atau jangan-jangan Amerika telah membuatmu lupa segalanya.Lihat saja penampilanmu sekarang bahkan kau sudah seperti orang bule..."
"Stop it!"potongku cepat.Aku tidak tahan lagi mendengar ocehan makhluk dihadapanku ini yang sama sekali tidak kukenal.
"Lihatlah, bahkan cara bicaramu sudah sangat kebarat-baratan..."
Aku melenguh kesal.Aku sama sekali tidak bisa mengingat apapun. Atau jangan-jangan ia hanya berpura-pura mengenalku...
"Amerika benar-benar sudah merubahmu menjadi orang lain Audy,"ucapnya lagi.Menghentikan niatku untuk segera pergi dari tempat itu.
Aku membalikkan badan dan menatap pemuda itu.
"Kau pasti salah orang.Aku bukan Audy,"ucapku tegas.
Namun pemuda itu malah balik menertawakan ucapanku.
"Apa?"tanyanya seraya melotot."Bahkan kau sudah mengganti namamu.Astaga...Dan apa kau juga sudah melupakan asal usul dan masa lalumu?"
"Maaf,mungkin yang kau maksud bukan aku.Aku benar-benar tidak mengenalmu sebelum ini.Jadi biarkan aku pergi sekarang...."
Aku tercekat saat pemuda itu tiba-tiba mencekal lenganku.
"Audy!"teriaknya."Beginikah caramu memperlakukan sahabatmu sendiri?Atau jangan-jangan peristiwa itu membuatmu mengalami trauma separah ini?"
Aku mengernyitkan dahi.Tak mengerti arah pembicaraan pemuda itu.
"Peristiwa apa?"gumamku pelan.
"Saat saudara kembarmu Aida meninggal kau sangat terpukul sampai-sampai kau tidak mau bicara sama sekali.Kau jatuh sakit setelah itu.Sampai beberapa minggu kau tidak juga kunjung sembuh.Dan akhirnya ayahmu membawamu ke Amerika.Apa kau sama sekali tidak mengingat peristiwa itu?"
Aku menggeleng pelan.
"Kau pasti salah.Aku tidak punya saudara..."
"Oh Tuhan..."desis pemuda yang belum ku ketahui namanya itu.Sepasang matanya menatapku kasihan. "Lalu apa yang kau ingat tentang masa kecilmu?"
Sebenarnya aku ingin segera pergi dan menghindari pemuda itu.Namun pertanyaannya tak bisa begitu saja kuacuhkan.
Masa kecil? batinku terhenyak.Aku tertegun lama dan menyadari satu hal.Bahwa tak ada satupun kenangan masa kecil yang tersimpan didalam memori otakku.Aku tidak ingat sama sekali.Aku hanya ingat aku dibesarkan di Amerika dan orang tuaku berasal dari Indonesia yang selalu mengajarkan budaya Indonesia.Bahasa Indo yang selalu dipakai dirumah.Namun aku lebih suka mengikuti budaya orang Amerika.
"Tidak adakah satupun ingatan yang tersisa tentang masa kecilmu?"tegurnya kemudian.
"Apa yang membuatmu yakin kalau aku adalah Audy teman masa kecilmu?"tanyaku beberapa detik kemudian.Menguji keyakinan pemuda itu.
"Tahi lalat disudut bibirmu..."
Aku tersenyum.Bermaksud menertawakan jawaban pemuda itu.
"Semua orang disini mengenal ayahmu,"imbuhnya kemudian.
Benarkah aku Audy seperti dugaannya?batinku gamang.Pemuda itu sangat yakin dengan pikirannya sementara aku sendiri sama sekali tidak ingat masa kecilku.
"Ceritakan tentang diriku,"ucapku beberapa saat kemudian."Semuanya...."
$$$$$
"Kenapa menatap ayah seperti itu?"tegur ayah begitu aku menghambur masuk kedalam rumah.Laki-laki itu tampak terkejut seraya meletakkan gelas minumnya.
"Kamu sakit Drey?"tanya ayah seraya mendekat ke arahku."Wajahmu pucat."
Aku menggeleng cepat.
"Apa ayah bisa memberitahuku sesuatu?"tanyaku kemudian."Tentang diriku,"lanjutku. Aku menghela nafas sejenak.
"Siapa diriku sebenarnya?Apa benar aku adalah Audy dan Aida adalah saudara kembarku yang telah meninggal?"lanjutku kemudian.
Wajah ayah menunjukkan perubahan.Laki-laki itu tampak terkejut mendengar pertanyaanku.
"Bicara apa kau ini?"sentak ayah tampak tersinggung.
"Katakan saja yang sebenarnya,"paksaku tak sabar.
"Siapa yang mengatakan itu padamu?"cecar ayah mulai terpancing.
"Ayah tidak perlu tahu,"balasku tak kalah cepat."Katakan saja yang sebenarnya.Tidak mungkin ayah bisa menyembunyikan sesuatu dariku selamanya bukan?"
"Itu tidak benar Audrey"sangkal ayah kemudian.Namun tak membuatku percaya begitu saja.
"Kenapa ayah menutupi sesuatu dariku?Bukankah aku berhak mengetahui tentang diriku?"
"Tidak ada yang ayah sembunyikan Audrey..."
"Kau pembohong!"teriakku kesal.
"Audrey!!"
Sebuah tamparan keras melayang cepat kepipiku seiring teriakan laki-laki itu.
Uhh... Aku merasakan pipiku terasa panas seketika.Tamparan ayah sudah cukup membuat hatiku terluka dan sakit hati.
"Kenapa kau lakukan itu padaku?!"teriakku nyaris terisak.
"Maafkan ayah Audrey..."sesal ayah hendak memperbaiki suasana.Namun aku segera menghindari tangannya yang ingin menyentuhku.
Aku hanya butuh penjelasan,bukan pertengkaran semacam ini.Apa begitu sulit baginya mengungkapkan sesuatu yang mestinya kuketahui.
"I hate you Dad!"aku berteriak seraya berlari meninggalkan tempatku berdiri menuju tangga.
"Audrey!"
Teriakan itu tak kuhiraukan.Aku hanya ingin cepat meninggalkan ruangan itu dan bersembunyi dibalik pintu kamarku seraya menangis.Tapi begitu aku nyaris sampai diujung anak tangga terakhir tiba-tiba saja kakiku terpeleset dan kehilangan pijakan.Tubuhku oleng dan peristiwa itu terjadi begitu saja.
Tubuhku berguling diatas anak tangga selama beberapa detik sebelum akhirnya berhenti dilantai bawah.Dan malangnya kepalaku yang menyentuh lantai terlebih dulu.
Kepalaku sakit parah dan mungkin darah telah mengucur disana.Aku tak bisa melihat apa-apa kecuali gelap.Aku tak sadarkan diri...
$$$$$
Yeah...Finally I found myself!
Aku berhasil menemukan hampir seluruh memoriku yang sempat hilang selama tujuh tahun terakhir.Setelah aku terbangun dari koma selama empat hari usai insiden di tangga kala itu akhirnya aku bisa mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Kau sudah sadar Drey?"tegur ayah tampak gembira.Ia pasti senang bisa melihatku sadar kembali.
Tapi aku bukanlah Audrey....
Aku adalah Audy seperti kata pemuda disebelah rumah kami. Ayah telah mengganti namaku setelah kami tiba di Amerika.Bukan itu saja,ayah juga telah merubah segalanya.Seluruh hidupku telah berubah semenjak itu....
"Kau baik-baik saja sayang?"tegur ayah kembali.Namun aku masih bungkam meski aku dalam kondisi baik.Hanya kepalaku saja yang masih terasa sakit.Pasti benturan itu sangat keras.Tapi tak separah yang diderita Aida kala itu.Hingga menyebabkan ia mengalami pendarahan hebat sehingga ia tak terselamatkan.
Oh Tuhan,jeritku dalam hati.Insiden itu kembali terlintas dibenakku.Saat aku mendorong tubuh saudariku itu hingga jatuh terguling diatas tangga yang menyebabkan kepalanya membentur lantai dan tiba-tiba saja darah menggenang disana.
Itulah awal mula kejadian-kejadian ganjil yang kualami semenjak tiba dirumah itu.Aida mendatangiku untuk menghantuiku.Mungkin juga untuk menagih penyesalanku atas kematiannya.Dan aku baru menyadarinya setelah ingatanku kembali.
Pantaslah aku mengalami hal-hal gaib beberapa hari terakhir ini.
Maafkan aku Aida....
"Bicaralah Drey.Jangan diam seperti ini.Jangan membuat ayah takut.Apa yang kau ingin akan ayah penuhi.Kita akan pergi ke Amerika jika kau mau...."
Aku masih bungkam.Peristiwa seperti ini pernah terjadi beberapa tahun silam.Saat Aida meninggal untuk beberapa bulan aku tak bicara sama sekali.Kali ini aku juga enggan untuk bicara meski ayah merayuku dengan iming-iming pergi ke Amerika.
Aku terlalu takut.Bayangan Aida tampak jelas berdiri disudut ruangan sedang memperhatikanku dengan tatapan kosong.
"Audrey..."
Aku meronta sekuat tenaga saat ayah hendak menyentuh tanganku.Entah apa yang membuatku tiba-tiba bersikap seperti orang kesurupan.Seolah-olah ayah hendak menyakitiku.
"Audrey!Kau kenapa?!Aku ayahmu nak.Sadarlah...."ucap ayah berusaha menenangkanku.Tapi aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri.Sampai akhirnya ayah memanggil dokter untuk meminta bantuan.
"Apa yang terjadi?"tanya seorang dokter yang tiba-tiba saja muncul.
"Dia mengamuk Dok..."lapor ayah cepat.
Namun dokter itu tak segera bertindak.Ia malah menatap ayah untuk beberapa lama.
"Apa gejalanya sama dengan beberapa tahun silam?"tanya dokter yang ternyata adalah kenalan ayah.
Ayah mengangguk.
"Jiwanya labil untuk saat ini.Saya akan memberinya obat penenang,"tandasnya seraya menyuntikkan cairan ke lenganku.Membuatku harus menahan rasa sakit.
Obat itu cepat bereaksi ditubuhku.Namun samar-samar aku masih bisa mendengar percakapan mereka sebelum akhirnya aku benar-benar tertidur.
Tidak!batinku lirih.Aku tidak sakit.Aku tidak mengalami gangguan jiwa seperti yang mereka bicarakan.Mereka salah.Aku hanya ketakutan karena aku melihat bayangan Aida disudut kamar.Dan itu membuatku tak sanggup berkata-kata.
Seolah-olah ia ingin mengajakku pergi bersamanya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar