Senin, 12 Agustus 2013

MY STEP MOTHER


Ayah dan ibuku bercerai. Tepatnya akhir musim gugur dua tahun lalu.
Ibuku kabur meninggalkan kami hanya demi seorang laki-laki yang umurnya jauh dibawah ibuku. Aku tidak mengerti apa sebenarnya apa yang ibu pikirkan saat itu.
Ia bahkan mencampakkanku, putri kandungnya sendiri.
Dan aku sangat membenci ibuku.......
Pada suatu siang ayah menyambutku di ruang tamu. Hal yang benar-benar tak pernah ia lakukan semenjak bercerai. Ia selalu menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Mungkin untuk melarikan diri persoalan yang tengah membebani pikirannya.
Disamping ayah tampak seorang wanita seumuran ibu berdiri kaku. Ia mencoba mengulas senyum manis dibibirnya.
Aku hendak bertanya siapa wanita itu, namun ayah telah lebih dulu mengutarakan maksudnya.
"Ayah akan menikahinya..."ungkap ayah setengah ragu. Ia tampak menatap lurus ke arahku. Pandangannya penuh kecemasan.
Aku diam ditempat. Aku shock berat. Aku tidak menduga ayah akan secepat ini menemukan pengganti ibu. Setahuku ayah tidak sedang dekat dengan wanita manapun juga. Namun tiba-tiba ia datang dan membawakanku seorang calon ibu baru.
"Aku tidak siap punya ibu baru,"tandasku beberapa saat kemudian.
"Hannah...."tegur ayah seraya menyentuh bahuku."Ayah tahu ini agak sulit untukmu, tapi ayah benar-benar mencintainya. Dia wanita yang baik dan ayah rasa dia bisa mengurus kita berdua,"urai ayah tentang wanita itu.
Aku berpikir sejenak sebelum memutuskan pendapat.
Memang ini agak sulit buatku. Terlebih aku masih sedikit trauma dengan perceraian ayah.
"Terserah ayah,"putusku kemudian. Aku hendak melangkah meninggalkan tempatku berdiri.
"Tapi dia tuna rungu,"seru ayah spontan membuat kepalaku menoleh ke arahnya.
Aku tertegun menatap ayah lantas ke arah wanita itu.
Sekilas tidak ada yang tampak janggal dengan wanita itu. Ia tampak sempurna dan cantik. Bahkan ia lebih cantik ketimbang ibu kandungku. Senyumnya juga manis.
"Apa?"aku mendelikkan mataku kepada ayah.
"Ya sayang, dia tuna rungu,"tutur ayah lebih meyakinkanku.
"Kenapa ayah memilih dia sebagai istri? Bukankah masih banyak wanita diluar sana yang lebih sempurna?"aku meninggikan nada suaraku. Toh wanita itu tidak bisa mendengar suaraku.
"Tapi tidak ada yang sebaik hatinya, Hannah. Ayah mohon mengertilah,"pinta ayah. Sepasang matanya bersinar redup namun penuh harap kepadaku.
"Tapi Hannah tidak suka punya ibu yang tuna rungu,"teriakku sembari berlari menaiki tangga menuju ke lantai atas.
"Hannah!"
Teriakan ayah tidak kuhiraukan. Aku membanting pintu kamarku keras-keras sebagai bentuk ketidaksetujuanku.

########

Pernikahan ayah dilaksanakan bertepatan dengan tahun baru. Sebuah resepsi sederhana yang hanya dihadiri oleh rekan-rekan kerja ayah dan juga kerabat keluarga kami.
Semua orang tampak menyambut gembira pernikahan mereka. Kecuali aku.
Aku lebih memilih menyembunyikan diri didalam kamar ketimbang duduk berkumpul diruang tengah bersama mereka.
Aku membunyikan musik rock keras-keras di ear phoneku sembari melamun keluar jendela. Memainkan angan-anganku diatas hamparan salju yang turun semalam.
Saat ini teman-temanku pasti sedang bergembira menikmati libur tahun baru. Berseluncur diatas salju pasti akan sangat menyenangkan, batinku seraya membayangkannya.
Aku masih ingat, ketika umurku tujuh tahun kami pernah pergi liburan bersama ke sebuah resort ski. Ayah menggenggam tangan kiriku, sementara ibu menggenggam tangan kananku. Menjagaku agar tidak jatuh saat berseluncur.
Kenangan itu masih tersimpan rapi di benakku. Tapi tidak bagi ayah dan ibu. Mereka telah menghapus memori itu dari ingatan mereka. Bahkan mereka tidak mempedulikan perasaanku dan hanya memikirkan kebahagiaan mereka sendiri.
Ah, musim dingin kali ini adalah musim dingin paling menyedihkan dalam hidupku.

########

"Hannah, kau mau pergi?"sapa ayah saat melihatku menuruni anak tangga.
"Aku bosan dirumah, Yah,"sahutku usai menoleh sekilas ke arahnya.
"Makan dulu sayang,"suruh ayah."Ibumu sudah menyiapkan sarapan untukmu. Bukankah kau suka omelet sosis?"ayah menghadang langkahku dibawah tangga.
"Aku tidak lapar,"ucapku enggan. Bola mataku bergerak kesana kemari menghindari tatapan mata ayah.
"Hannah, ayah tahu sulit untuk menerimanya sebagai ibumu. Tapi paling tidak beri dia kesempatan untuk membuktikan jika dia layak menjadi ibumu."
Ayah menyentuh ujung pundakku.
"Lebih baik aku mati daripada punya ibu tuna rungu seperti dia,"gumamku penuh amarah.
"Hannah!!"ayah berteriak kencang seraya melayangkan sebuah tamparan keras ke wajahku. Tampaknya kata-kataku cukup untuk meledakkan emosi dalam hatinya.
Aku meringis kesakitan. Dan tiba-tiba wanita itu datang tergopoh-gopoh dari arah dapur. Ia segera memegangi lengan ayah -ldengan maksud agar tak lagi menyakitiku. Suaranya terdengar terbata tak jelas sama sekali. Sementara tangannya bergerak-gerak memberi isyarat.
"Ayah tidak suka kau bicara kasar seperti itu,"ucap ayah setelah emosinya sedikit mereda.
"Terserah,"tandasku cepat. Aku menerobos keluar setelah kejadian itu. Aku berkumpul bersama teman-temanku di arena bowling sampai sore tiba.

########

Aku menggerutu sepanjang jalan.
Ayah menyuruhku untuk menemani wanita itu untuk berbelanja di supermarket didekat rumah kami. Selain karena wanita itu belum tahu daerah ini juga untuk mendekatkan hubungan diantara kami. Ayah memang pandai dalam hal ini.
"Kau masuk saja, biar aku menunggu diluar,"ucapku pada wanita itu saat kami telah sampai didepan pintu supermarket.
Aku takut ada temanku yang memergokiku sedang menemani ibu tiriku yang tuna rungu berbelanja di supemarket.
Namun wanita itu menolak. Ia bersikeras menyuruhku untuk ikut masuk kedalam dengan menarik-narik ujung lengan mantelku.
"Apa susahnya berbelanja sendiri?"bentakku kasar.
Wanita itu menggerakkan tanganya. Sebuah bahasa isyarat yang tak ku mengerti. Tapi aku menyimpulkan ia sedang memohon padaku.
"Baiklah,"sahutku kemudian. Dengan hati kesal dan terpaksa akhirnya aku memenuhi permintaannya untuk ikut masuk bersamanya. Namun aku bersikap waspada jikalau aku mengenal seseorang disana aku harus segera menghindar dan bersembunyi.
Aku mengikuti langkah wanita itu ke tempat makanan dan minuman. Ia menawariku ini dan itu. Seolah-olah semua yang ia beli harus dengan persetujuan dariku.
"Ambil saja semua yang kau suka,"gerutuku sewot. Jika ia bisa bicara pasti ia sangat cerewet,batinku.
Rupanya wanita itu sangat teliti dalam memilih bahan makanan. Ia memeriksa semua makanan itu dengan baik dan tak lupa mengecek tanggal kedaluwarsa pada kemasannya.
Tak sepertiku yang biasanya langsung comot tanpa memeriksanya terlebih dulu. Jika begini kegiatan berbelanjapun pasti akan memakan waktu berjam-jam.
Sabar Hannah,ucapku pada diri sendiri. Ini akan menjadi pengalaman yang pertama dan terakhir dalam hidupmu.
"Hannah!"
Oh tidak! Kumohon jangan sekarang,batinku.
"Kau sedang berbelanja juga?"tegur Stephany. Gadis berambut pirang itu tampak menatap aneh ke arahku."Siapa dia?Apa dia ibu tirimu?"
Aku menghela nafas mendengar pertanyaannya. Aku sudah menduga ia akan bertanya seperti ini.
Hubungan kami tidak begitu baik di sekolah. Karena aku tidak begitu menyukai gadis populer seperti dia.
"Dia istri baru ayahku,"sahutku tak begitu keras."Maaf aku buru-buru. Sampai jumpa disekolah."
Aku menarik tangan wanita itu buru-buru dan pergi dari hadapan Stephany secepat mungkin sebelum ia bertanya lebih banyak lagi padaku.
Menyusahkan saja.

########

"Kenapa kau buru-buru pergi waktu itu?"
Teguran Stephany terdengar dari balik pintu loker milikku.
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan musim dingin. Dan tampaknya ia punya sebuah maksud tersembunyi padaku.
Aku menutup pintu lokerku tanpa mempedulikan pertanyaan Stephany.
"Apa jangan-jangan gosip tentang ibu tirimu benar, bahwa dia seorang tuna rungu,"sindir gadis pirang itu dengan nada pedas.Lantas ia memanggil teman-teman yang kebetulan berada di area loker. Dan dengan lantang mengumumkan kepada mereka bahwa ibu tiriku seorang tuna rungu.
"Teman-teman, ternyata gosip tentang ibu tiri Hannah benar. Ibunya tuna rungu alias bisu tuli!"
Stephany meledakkan tawa sinisnya usai mengatakan tentang ibu tiriku. Beberapa siswa dan siswi yang mendengar ucapan Stephany tampak tersenyum dan mereka saling berbisik satu sama lain.
Darahku mendidih mendengar olok-olok Stephany. Gadis itu memang suka sekali membuat perpecahan dikelas kami. Dan kini giliranku yang dilecehkan olehnya.
Aku bergerak mendekat seraya melototkan mataku ke arahnya. Penuh dendam dan amarah.
"Memang apa hubungannya denganmu?"balasku dengan nada yang tak kalah sinis."Apa itu sangat mengganggu buatmu?"
"Tentu saja itu sangat mengganggu,"sahutnya."Karena punya ibu tuna rungu sangat memalukan. Kau dengar itu?"
Aku sudah tak bisa mengendalikan luapan emosi yang meledak-ledak didalam dadaku begitu mendengar ucapan Stephany. Aku berangsur maju seraya melayangkan kepalan tinjuku ke wajahnya dengan sekuat tenaga.
Stephany jatuh tersungkur. Hidungnya seketika mengeluarkan darah segar. Namun aku tak berhenti sampai disitu. Aku terus maju dan menghajarnya habis-habisan dengan sisa-sisa tenagaku.
Beberapa siswa yang melihat kejadian itu segera melerai.
Mereka memegangi tanganku agar tidak melanjutkan aksi brutalku pada Stephany. Aku puas sudah menghajar gadis itu sampai babak belur meski aku sadar perbuatanku melanggar aturan dan aku pasti akan mendapatkan sanksi nantinya.

########

"Apa kau ingin menjadi seorang jagoan?!"bentak ayah lantang dan penuh amarah."Kau seorang perempuan, Hannah. Tidak seharusnya kau berkelahi seperti seorang laki-laki. Apa ayah pernah mengajarimu berbuat seperti itu? Katakan Hannah!"ayah berteriak seraya menggebrak meja ruang tamu.
"Bukan aku yang memulainya, Yah,"aku mencoba membela diri."Stephany yang memulai semua itu."
"Jadi kau melimpahkan semua kesalahan pada Stephany?"tegur ayah tak sabar."Siapa yang memulai memukul duluan? Kau atau Stephany?"desak ayah memojokkanku.
Aku terdiam. Terpojok dan tidak berkutik.
"Andai saja kau lebih bisa menahan emosi,semua ini tidak akan terjadi. Ayah sungguh menyayangkan perbuatanmu,"sesal ayah kemudian.
"Semua ini tidak akan terjadi andai ayah tidak menikahi wanita tuna rungu itu,"timpalku setengah bergumam.
Ayah nampak tersentak dengan ucapanku. Ia langsung melotot kepadaku.
"Hannah,"ucap ayah menekan perasaannya sendiri."Apa kau pernah berpikir, bahwa tidak ada satupun manusia yang ingin terlahir dengan kekurangan. Semua ingin lahir dengan sempurna, termasuk dirinya. Tapi Tuhan telah menggariskan takdirnya. Apa yang bisa diperbuatnya? Tidak ada. Kecuali menerima kekurangannya dengan besar hati. Dan ayah mencintainya dengan apapun segala kekurangannya,"tutur ayah panjang.
"Tapi aku tetap tidak suka dia menjadi ibuku,"tegasku sembari bangkit dari kursi.
Aku melangkah meninggalkan ruang tamu tanpa basa-basi.
"Hannah, kau tidak boleh keluar selama seminggu ini!"teriak ayah membuat ku benci.
Aku diskors selama seminggu dan ayah melarangku keluar rumah selama aku dihukum. Yang benar saja.

########

Akhirnya kembali ke rumah setelah tiga pekan tinggal di asrama.
Atas perbuatan burukku kala itu, ayah memasukkanku ke sekolah lain dan memaksaku tinggal di asrama.
Tidak terlalu buruk juga. Aku tidak lagi bertemu dengan si pirang Stephany dan juga wanita tuna rungu itu. Aku merasa punya sedikit kebebasan dan lebih mandiri. Mungkin inilah yang disebut proses menuju dewasa yang sesungguhnya.
Akhir pekan ini aku menyempatkan diri untuk pulang kerumah guna mengambil sesuatu. Tapi aku merasa ada sedikit keanehan manakala mendapati rumah sepi. Sepertinya tidak ada seorangpun di rumah.
"Ayah....."
Aku memanggil nama ayah namun tak ada sahutan. Bahkan wanita itu juga tidak nampak. Apa mereka sedang pergi berlibur?
"Hannah..."
Aku mendengar seseorang menyapa namaku. Nyonya Rose, tetangga sebelah rumah kami telah berdiri di belakangku.
"Apa ayahku menitipkan kunci rumah pada Anda?"tanyaku sopan.
"Tidak. Dia hanya berpesan jika kau pulang, kau disuruh ke rumah sakit,"beritahunya.
"Ayah sakit?"tanyaku heran.
Ia menggeleng.
"Bukan dia yang sakit, tapi ibumu."
Aku tertegun mendengar penuturan Nyonya Rose. Wanita itu sedang sakit?batinku gusar.
"Terima kasih Nyonya. Aku pergi dulu,"pamitku tergesa.
"Hati-hati Hannah,"serunya.
Entah kenapa aku punya firasat buruk tentang ini.

########

Mataku sibuk mengawasi wanita paruh baya yang sedang terbaring lemah diatas tempat tidur. Ibu tiriku. Wanita tuna rungu yang sangat kubenci karenna ayah telah menjadikannya sebagai istri.
"Kau datang?"sapa ayah didekatku. Aku menoleh sekilas dan mengangguk kecil.
"Dia sakit apa?"gumamku tak begitu jelas.
"Kanker rahim,"balas ayah sembari bergumam juga.
Aku tercekat mendengar jawaban ayah. Aku nyaris tak mempercayai ucapan ayah. Selama ini wanita itu tampak baik-baik saja.
"Dia menyuruh ayah untuk memberikan ini padamu,"ucap ayah lagi. Tangannya menyodorkan sesuatu ke arahku.
Sebuah cd terbaru milik Adam Lambert? Rupanya wanita itu tahu penyanyi favoritku? Bahkan ia telah membelikan cd terbaru untukku.
Padahal ayah saja tidak tahu kegemaranku. Tapi wanita itu tahu.
"Apa dia akan bertahan?"tanyaku pelan.
"Ayah harap demikian,"sambung ayah penuh harapan.
Aku tertunduk menyembunyikan kegelisahan di wajahku. Terbayang semua perbuatan burukku pada wanita itu. Aku telah memperlakukannya dengan sangat jahat. Aku kejam pada wanita yang lemah itu. Padahal hatinya sangat baik. Kenapa aku tidak pernah menyadari bahwa Tuhan telah mengirimkan seorang malaikat melalui dirinya.
"Kau menyesali semuanya?"tegur ayah kemudian.
"Ya,"sahutku pendek.
Aku ingin wanita itu sembuh. Karena aku ingin memperbaiki semua kelakuanku. Aku juga ingin memanggilnya dengan sebutan ibu.
(Bodohnya diriku. Bahkan nama wanita itupun aku tak tahu...... )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar