Selasa, 10 September 2013

curse of the wolf


Semasa hidupnya ayahmu adalah seorang pemburu makhluk-makhluk mistis. Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu dia membunuh seekor serigala jadi-jadian. Dari peristiwa itulah semua kutukan berawal....
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, makhluk mistis itu mengutuk ayahmu. Ia bersumpah bahwa seluruh keturunan ayahmu akan mewarisi kutukan manusia serigala.
Tepat disaat malam bulan pertama setelah perayaan ulang tahun ke-17 keturunannya, ia akan berubah menjadi serigala jadi-jadian yang buas dan mampu membunuh siapapun yang di inginkannya. Tak ada satupun yang bisa menghentikan kutukan itu kecuali kematian.....

@@@@@@

Perayaan ulang tahunku yang ke-17 telah berlalu seminggu yang lalu.......
Tanganku gemetar. Keringat dingin perlahan mengalir membasahi keningku. Dan kakiku tak berhenti mondar-mondar di samping tempat tidur. Sesekali mataku menengok ke arah jendela. Kearah bulan yang tampak kian membulat sempurna diatas gunung.
Apa kutukan itu akan berlaku pada diriku, sedang aku seorang wanita? Pertanyaan itu terus-menerus berputar dikepalaku. Membuat perasaanku was-was dan gelisah.
Oh Tuhan,kumohon jangan terjadi....
Deg! Mataku tertegun menatap kearah jendela. Bulan purnama tampak jelas tergantung dilangit. Terang benderang tanpa segumpal awan yang menghalangi cahayanya. Jika kutukan itu benar menimpaku, kukira inilah saatnya aku berubah.
Aku tak berkutik. Diam tanpa pergerakan. Menunggu dengan gelisah teramat sangat apa yang hendak terjadi pada diriku.
Dua detik kemudian aku merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi padaku.
Seluruh tubuhku mendadak terasa panas dan seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum. Sakit luar biasa.
Disaat itulah dari permukaan kulitku muncul bulu-bulu kasar tebal dan panjang memenuhi seluruh tubuhku.Kukuku juga tumbuh meruncing tajam dan memanjang. Wajahku juga berubah menebal dan gigi-gigiku tumbuh besar dan runcing.
Aku telah berubah. Kutukan itu telah terbukti padaku.
Tidakkk!!!!

@@@@@@

Aku baru saja menutup lokerku saat George menghampiriku. Aku hendak berpura-pura tidak melihatnya tapi sudah terlambat.Ia telah lebih dulu menghadang langkahku.
"Kemana saja kau tiga hari ini?"cecarnya cepat."Kau bolos tanpa izin, tidak membalas pesan juga tidak mengangkat telepon. Ada apa sebenarnya? Apa kau sakit?"
Aku mengangkat dagu dan menatap pemuda itu.
"Maaf,aku....."kalimatku terputus.
"Kau memakai contact lens?"timpalnya membuatku tercekat.
Aku sedang tidak memakai contact lens seperti yang ia bicarakan. Tapi kenapa ia bertanya seperti itu. Apa ada yang berbeda dengan mataku?
"Emily...."tegurnya pelan."Ada apa denganmu? Apa kau sakit? Wajahmu pucat, honey,"
Aku tertegun sendirian. Aku pasti tampak berbeda setelah malam itu. Semua karena kutukan sialan itu.
"Aku baik-baik saja, George,"tandasku lirih.
"Kau tampak aneh, Em,"ujarnya seraya terus mengamati raut wajahku yang sedang berusaha menghindarinya.
"Aku hanya kelelahan,"ucapku."Tidak perlu berlebihan mencemaskanku."
"Baiklah,"sahutnya."Tapi harus berjanji untuk banyak beristirahat."
"Ya."
"Sebenarnya aku sangat mencemaskanmu karena beberapa hari yang lalu ditemukan mayat didekat hutan. Sepertinya orang itu diserang binatang buas. Aku takut terjadi sesuatu denganmu. Terlebih kau tinggal sendiri. Jika kau melihat sesuatu yang mencurigakan kau harus cepat menghubungiku. Kau dengar itu?"
Aku terperanjat mendengar penuturan George. Apa berita itu ada hubungannya denganku?
"George!"teriakan Jessie membuyarkan keterkejutanku. Gadis itu menghampiri kami dan seperti biasa ia bersiap meluncurkan rayuannya pada George.
"Apa kau mau mengantarku pulang George?"tanya Jessie sembari menggamit lengan George manja. Gadis itu terang-terangan ingin merebut George dariku.
"Maaf, aku harus mengantar Emily. Kau tahu kan kami sedang pacaran. Jadi sebaiknya kau cari orang lain saja untuk mengantarmu,"tolak George seraya menepis tangan gadis itu darinya.
Namun entah mengapa kali ini aku sama sekali tidak merasa cemburu ataupun sakit hati melihat Jessie yang secara terang-terangan merayu George.Kehadiran gadis itu malah menyadarkanku bahwa aku dan George harus segera mengakhiri hubungan kami. Karena aku bukan Emily yang dulu lagi. Aku bukan manusia seperti dirinya. Aku manusia terkutuk!
"Antarkan dia George,"suruhku sejurus kemudian."Aku bisa pulang sendiri,"imbuhku sembari membalikkan tubuh hendak berlalu dari hadapan mereka.
"Emily!"seruan itu terdengar seiring cekalan tangan George pada lenganku. Mencegahku meneruskan niat untuk pergi.
Aku terpaku dipijakan kedua.
"Apa aku tidak salah dengar?"cecar George marah."Aku lebih suka kau menampar gadis itu daripada menyuruhku mengantarnya pulang. Kau aneh Emily. Apa kau sadar itu?!"bentak George. Ia mengguncang bahuku pelan
Aku hanya mendesah tanpa mengeluarkan kalimat apapun. Kalaupun aku mengatakan permasalahanku padanya, belum tentu ia akan mempercayai ucapanku.
"Aku tidak mengerti denganmu,"sentak George kemudian."Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Em?"
"Aku sudah lelah, George,"tandasku lirih."Aku ingin mengakhiri hubungan kita."
"Apa?"George tampak kaget dan sangat terpukul mendengar pengakuanku."Kau ingin putus?"ulangnya.
"Ya,"sahutku pendek.
"Tapi kenapa tiba-tiba saja kau ingin putus? Kita tidak pernah bertengkar selama ini. Atau aku telah menyakitimu tanpa kusadari?"desaknya.
"Sudah kubilang aku lelah denganmu, George...."
"Baik,"sahutnya cepat."Jika itu maumu. Kita putus dari sekarang,"tandas George dengan raut kecewa.
Aku hanya tertegun menatap kepergiannya. Rasanya aku ingin menangis saat itu dan berteriak memanggilnya. Namun tidak bisa. Mulutku seperti terkunci.
Maaf George, aku melakukan semua ini demi kebaikanmu.
Aku berbalik pergi sesaat setelah itu. Dengan sejuta rasa kecewa dan penyesalan.

@@@@@@

Aku mengamati seraut wajah pucat yang terpantul dicermin riasku. Wajah itu tampak berbeda dari sebulan yang lalu.
Pucat tanpa ekspresi. Seperti tak ada darah yang mengalir didalam sana. Bola mata berwarna cokelat yang kusuka telah berganti warna menjadi hijau. Rambut hitam panjangku juga mulai berubah warna kemerahan. Kusut tanpa tersentuh sisir.
Inilah diriku yang sekarang. Makhluk setengah manusia setengah serigala.
Aku telah kehilangan segalanya karena kutukan sialan itu. Diriku, masa depan, harapan dan juga George. Padahal aku sangat mencintainya....
Dalam sebulan ini telah ditemukan tiga mayat di tepi hutan. Mereka mengalami kejadian yang sama. Seperti diserang binatang buas.
Aku takut kematian misterius mereka bertiga akibat perbuatanku. Karena saat aku berubah wujud aku kehilangan kesadaran dan akal sehatku.Aku kehilangan perasaan dan naluriku sebagai manusia. Aku bukanlah diriku saat itu.
Kenapa semua ini mesti terjadi pada diriku? Kenapa kutukan itu mesti ada?
Brakk!!
Cermin dihadapanku seketika retak saat aku menghantamnya dengan kepalan tanganku. Darah segar keluar dari punggung jari jemariku.
Apa aku harus mati demi menghentikan kutukan itu?

@@@@@@

Angin dingin berhembus ke wajahku manakala langkahku menapaki jalan setapak menuju hutan pinus. Senja hampir saja bergulir dan aku malah bepergian ke tempat seperti itu hanya untuk menghilangkan kegelisahan pikiranku.
Aku merasa semakin terasing dari duniaku sendiri. Teman, sahabat dan kekasih. Semua sudah hilang. Kian jauh harus kutinggalkan. Meski aku tak ingin menjauh tapi langkah kakiku harus tetap bergerak pergi. Apapun yang terjadi.
"Hei, kau mau pergi kemana?"
Teguran itu serta merta menghentikan langkahku. Aku menoleh dan mendapati seorang kakek tua menegurku.
"Aku hanya ingin pergi jalan-jalan,"sahutku pelan.
"Apa kau belum mendengar berita yang beredar? Ada hewan buas yang berkeliaran di hutan itu. Sudah tiga orang yang menjadi korbannya. Sebaiknya kau pulang sekarang jika tidak ingin membuat keluargamu cemas. Apalagi malam sebentar lagi tiba,"papar kakek tua itu memberi nasihat.
"Ya,"sahutku pendek. Sekedar melepas basa-basi.
"Baiklah, cepat pulang,"pesan kakek itu sebelum beranjak pergi dari tempatnya.
Aku melanjutkan langkah kecilku masuk kedalam hutan meski senja berangsur tiba.

@@@@@@

Dua orang polisi mengetuk pintu rumahku pagi-pagi sekali. Padahal dingin masih menyelimuti seisi kota. Membangunkanku dari tidur panjang yang melelapkan.
"Apa kau pernah bertemu dengan orang ini?"tanya salah satu dari mereka seraya menunjukkan selembar foto padaku.
Aku sedikit terkejut saat mengetahui bahwa foto itu berisi gambar kakek tua yang kutemui senja kemarin di dekat hutan pinus. Apa terjadi sesuatu padanya?
"Dia ditemukan tewas tadi pagi di dekat hutan dengan luka cabikan di sekujur tubuhnya,"papar seorang lagi."Ada yang melihatmu masuk hutan kemarin sore.Apa kau bertemu dengannya atau kau tahu sesuatu yang mencurigakan disana? Misalnya kau mendengar suara-suara aneh semacam suara binatang buas?"
Aku terhenyak mendengar penuturan polisi itu. Lagi-lagi aku mencoba mengingat sesuatu yang terjadi setelah aku masuk kedalam hutan kemarin. Tapi tetap saja sama seperti biasa. Aku tak menemukan ingatan apapun didalam otakku.
"Tidak,aku tidak mendengar atau melihat sesuatu yang mencurigakan disana,"ucapku kemudian. Dengan sedikit terbata.
"Baiklah,jika kau tahu sesuatu jangan ragu untuk melapor pada kami. Kami pergi dulu,"pamit salah seorang dari mereka.
Aku tertegun melepas kepergian mereka seraya berpikir.
Apa benar aku pembunuh mereka semua? Tapi kenapa aku tidak ingat sama sekali. Oh Tuhan, kenapa ini bisa terjadi padaku? Aku ingin melepaskan kutukan ini dari tubuhku tapi bagaimana caranya?
Ternyata bukan saat bulan purnama saja aku berubah jadi binatang mengerikan itu.....
"Kau tidak apa-apa Emily?"
Aku tercekat mendengar teguran George. Membangunkan diriku dari lamunan kosong. Sejak kapan ia datang?
"Aku dengar kau masuk hutan saat kejadian itu,"ucapnya lagi."Tapi syukurlah kau selamat. Kau tahu, aku hampir mati mencemaskanmu."
"George...."
Aku terdiam saaat George meraih tubuhku kedalam pelukannya. Seolah kami tidak pernah memutuskan berpisah sebelum ini.
"Apa yang terjadi sebenarnya?"desak George setelah melepaskan pelukannya. "Kau tidak pernah masuk sekolah dan bahkan sekarang kau merubah penampilanmu. Ada apa denganmu Em?"
Aku menatap sepasang mata teduh milik George. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan yang sebenarnya padamu, George?batinku gusar. Kau atau siapapun pasti tidak akan percaya. Jika kau melihat kenyataannya pasti kau akan lari ketakutan...
"Emily...."
"Tidak George. Aku tidak bisa mengatakannya. Sebaiknya kau pergi jauh dari tempat ini,"suruhku kemudian.
"Kenapa aku harus pergi?"
"Pergilah dan jangan bertanya lagi,"kali ini aku mendorong tubuhnya menjauh lantas buru-buru menutup pintu rumahku.
Maafkan aku, George. Aku tidak ingin kau menjadi korbanku selanjutnya...

@@@@@@

Aku tertatih memasuki kekamarku seraya memegangi pundakku pada saat pagi buta. Entah kejadian apa yang baru saja ku alami.
Sepertinya tadi aku mengalami sebuah pertempuran hebat. Beberapa orang mengejarku seraya melepas tembakan bertubi-tubi ke arahku. Dan malangnya salah satu peluru itu menembus pundakku. Membuatku kehilangan banyak darah.
Aku mencari perban dan membalut lukaku sebisanya. Rasa sakit sebisa mungkin kutahan. Karena tidak mungkin aku pergi ke rumah sakit dengan membawa luka seperti ini.
Entah sudah berapa orang yang meninggal karena keganasanku. Mereka semua tak berdosa dan harus menanggung akibat dari kutukan sialan itu.
Tuhan, maafkan aku. Andai saja aku bisa menghilangkan kutukan ini. Atau bunuh saja aku agar aku terlepas dari kutukan sialan itu....
Tubuhku panas. Sepertinya luka itu telah terinfeksi dan membuatku terkena demam tinggi. Antara setengah sadar aku mendengar suara orang menggedor pintu rumahku dengan keras. Seperti ingin menerobos masuk kedalam rumahku dengan paksa. Siapa mereka?
Dengan langkah terhuyung aku bergerak menuju ke ruang depan.
Beberapa orang pria berdiri didepan pintu rumahku saat aku keluar untuk menengok apa yang sedang terjadi.
"Ada apa ini?"tanyaku sedikit gusar. Aku mengenali mereka adalah orang-orang yang mengejarku beberapa saat yang lalu.
"Kami sedang mengejar binatang buas. Dan kami melihat binatang itu masuk kemari. Apa kau melihatnya?"tanya salah seorang dari mereka. Ia membawa senapan panjang ditangannya.
"Apa serigala itu milikmu? Atau kau adalah serigala itu?"sela satu orang lagi. Matanya melotot mengamati pundakku.
Ah, sial. Perban itu tak mampu menahan aliran darah yang keluar dari luka tembak di pundakku.
"Jadi kau sendiri makhluk menjijikkan itu?!"
Sentakan itu membuatku tak berkutik. Mereka segera menyeret tubuhku dengan paksa dan membawaku pergi.
Tolong lepaskan aku,rintihku lemah. Seluruh tubuhku lemas dan rasanya aku kehilangan segenap tenagaku. Aku pingsan karena terlalu banyak kehilangan darah.

@@@@@@

"Maafkan ayah, Emily......."
Lamat-lamat aku mendengar suara ayah dalam mimpiku. Membuatku terjaga.
Aku mendapati tangan dan kakiku terikat rantai besi saat aku terbangun. Rupanya mereka telah mengurungku dalam sebuah penjara besi serta merantai tangan dan kakiku.
Mereka sudah tahu siapa diriku. Dan sebentar lagi mereka pasti akan membunuhku.
Aku sudah tahu ini akan terjadi cepat atau lambat. Toh ini semua sudah menjadi takdirku. Kematian adalah jalan terakhir yang menyudahi kutukan sialan itu. Dengan jalan itu pula aku akan terbebas dari rasa sakit luar biasa yang mendera tiap kali aku akan berubah wujud.
Tubuhku masih terasa sangat lemah. Nyaris tanpa daya. Tapi aku tak akan berusaha melarikan diri.
Aku sudah pasrah dengan apa yang akan menimpaku nanti.
Pikiranku terusik manakala telingaku menangkap suara aneh. Sepertinya terjadi sesuatu diluar sana. Entah apa.....
Antara setengah sadar aku melihat seekor binatang besar dan buas menyerbu masuk kedalam ruangan itu dengan membabi buta.
Lantas dengan cakarnya yang tajam binatang itu membuka pintu jeruji besi lantas mematahkan rantai yang mengikat tangan dan kakiku.
Siapa dia?batinku dalam kegamangan. Apa benar ia ingin menyelamatkanku?
Aku pingsan lagi sesudah kejadian itu. Namun aku tahu binatang buas itu membawaku pergi dari tempat itu.

@@@@@@

Aku terbangun beberapa waktu kemudian. Namun kali ini bukan didalam jeruji besi. Tak ada rantai yang mengikat tangan dan kakiku.
Aku terbaring diatas sebuah tempat tidur dengan selimut tebal yang menutupi tubuhku. Pundakku juga tampak telah diobati oleh seseorang. Tapi siapa gerangan?
"Kau sudah bangun?"
Aku tercekat begitu mendengar teguran yang tak asing itu. George?? Apa yang ia lakukan disini?
"Kenapa kau ada disini?"tanyaku hendak bangkit. Namun ia segera mencegah perbuatanku.
"Kau masih terluka, Emily,"ucapnya."Dua hari ini kau pingsan dan demam tinggi."
"Apa sebenarnya yang terjadi, George? Dan dimana ini?"cecarku tak sabar manakala aku sudah mengingat semua kejadian yang menimpaku.
"Kita sedang berada di motel 30 mil di utara kota,"jawabnya. Membuatku kaget setengah mati.
"Kau membawaku lari sejauh ini?"tukasku cepat."Lantas siapa makhluk itu?"
George menghela nafas sejenak. Tampaknya ia ragu ingin mengatakan sesuatu.
"Apa makhluk itu adalah....."tebakanku terhenti.
Namun George mengangguk. Ia mengiyakan tebakanku.
"Iya Emily. Makhluk itu memang aku,"akunya jujur.
Aku terhenyak kaget.
"George, kau....."
Sepertinya aku kehabisan kata-kata. Aku sama sekali tidak menduga jika George yang kucintai ternyata sama denganku.
"Maafkan ayahku Emily. Gara-gara dia kau harus menanggung semua ini,"ungkapnya.
"Jadi ayahku yang membunuh ayahmu?"tanyaku masih kurang yakin. Langsung disambut anggukan olehnya."Sejak kapan kau tahu hal ini?"tanyaku kembali.
"Sejak awal aku sudah tahu. Maka dari itu aku mendekatimu. Aku ingin menebus kesalahan ayahku,"
"Apa maksudmu?"tanyaku bingung."Jadi kau mendekatiku hanya karena kutukan itu. Bukan karena kau menyukaiku?"
"Bukan itu maksudku, Emily,"
"Kenapa kau melakukan itu padaku, George? Bukan kau yang harus bertanggung jawab atas semua yang telah menimpaku. Kau dengar itu?"timpalku bernada kesal. Aku merasa dikecewakan olehnya.
"Emily,"
"Lupakan semuanya!"seruku seraya bangkit dari atas tempat tidur.
"Tunggu, Emily!"cegahnya sembari menghadangku."Kita sama Emily. Maka dari itu aku ingin membagi hidupku denganmu."
Aku menatap George tajam.Kurasa aku paham maksud perkataannya.
"Dengar,"ucapku."Apa yang ingin kau bagi denganku? Pengalaman menjadi binatang buas yang menyeramkan atau pengalaman membunuh orang yang tidak berdosa dengan sadis? Apa George?!"teriakku keras.
Aku mencekal kerah mantel milik George kuat-kuat. Untuk melampiaskan kekecewaan yang telah mengendap dalam hatiku.
"Kau tahu kan rasanya berubah wujud menjadi makhluk menjijikkan itu,"lanjutku kemudian."Aku hampir mati menahan rasa sakit saat itu, George. Aku hampir gila. Kau tahu itu?!"seruku marah.
"Ya aku tahu,"sahutnya pelan. Pria itu melepaskan tanganku dari kerah mantelnya perlahan. Lantas ia meraih kepalaku dan merengkuhnya kedalam dadanya yang hangat. Disanalah aku menumpahkan tangis kemudian.

@@@@@@

Udara bertambah dingin saat mobil yang dikemudikan George meluncur dengan kecepatan sedang menuju ke utara.Jalanan sepi dan mulai menggelap. Jajaran pohon pinus tampak mengelilingi jalanan yang kami lewati.
Entah kemana George akan membawaku. Mungkin ia ingin pergi jauh ke kutub utara.
"Kau lapar?"tanya George memecah keheningan.
"Tidak,"gumamku lirih. Tanpa menoleh sedikitpun.
Namun tiba-tiba saja George menjulurkan tangannya ke dahiku. Mungkin ia mengira aku masih demam.
"Kau masih marah?"tanyanya lagi. Sepertinya ia sangat mencemaskan kondisiku.
"Untuk apa marah,"sahutku masih dengan bergumam.
"Tapi kenapa kau terus menatap keluar jendela?"desaknya mengejar penjelasanku.
Aku mendesah berat. Enggan menjawab.
"Apa kau menyesali semua yang telah terjadi?"lagi-lagi ia mendesakku.
"George,kumohon..."aku menoleh akhirnya."Jangan bertanya apapun lagi padaku. Bukankah aku berjanji akan menuruti semua perkataanmu. Jadi kumohon jangan bertanya apapun lagi,"tandasku.
Aku kembali membuang pandangan keluar jendela sembari mengingat ucapan George saat kami hendak meninggalkan motel dua jam yang lalu.
Bahwa ia akan selalu menjaga dan melindungiku. Ia juga berjanji akan mengajariku untuk mengendalikan diri saat akan berubah wujud. Kami akan membagi hidup dan cinta. Suka, duka, sakit dan luka. Kami akan membagi semua itu berdua. Jauh di penghujung utara negeri ini.

@@@@@@
Dua tahun kemudian George Junior hadir kedunia. Melengkapi hidupku dan George. Menghadirkan keceriaan dan kebahagiaan di rumah mungil kami.
Namun ada satu hal yang terus mengusik pikiranku. Apa malaikat kecil kami juga akan mengalami hal yang serupa dengan orang tuanya? Apa ia akan berubah menjadi makhluk mengerikan itu setelah ia genap berusia 17 tahun???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar