Kamis, 07 Maret 2013

DAISY


Daisy berjalan terhuyung memasuki kamarnya . Lantas ia melempar tubuhnya ke atas tempat tidur begitu saja tanpa melepas stilleto yang melekat di ujung kakinya terlebih dahulu . Kepalanya terasa tiga kali lebih berat dari biasanya .
"Daisy !" seru Bibi Caroline seraya membuka pintu kamar Daisy . Wanita paruh baya itu terkejut melihat keadaan keponakannya .
"Kau mabuk ?" cecar Bibi Caroline saat mendekat dan mendapati aroma alkohol tercium dari tubuh Daisy .
"Aku hanya minum wine sedikit , Bi."gumam Daisy tak begitu jelas . Meski ia telah memejamkan mata , namun telinganya masih cukup baik untuk mendengar ucapan Bibi Caroline .
"Kau mabuk ." tandas Bibi Caroline seraya bergerak melepas sepatu yang masih melekat di ujung kaki Daisy . Begitu juga jaket di tubuh gadis itu .
Pukul tujuh tadi Daisy pamit untuk pergi menghadiri pesta ulang tahun sahabatnya . Tapi siapa sangka ia akan pulang selarut ini dan dalam keadaan mabuk pula .
"Ibumu menelepon tadi ." beritahu Bibi Caroline kemudian .
"Wanita itu menelepon lagi ?" sahut Daisy sembari membuka matanya . Ia tampak jenuh mendengar hal yang sama berulang kali .
"Dia ibumu , Daisy ." tandas Bibi Caroline . " Sebaiknya kau pulang menjenguknya . Tampaknya dia benar-benar sakit ."
"Tidak ." sahut Daisy tegas .
"Tapi....." kalimat Bibi Caroline terputus .
"Bibi lihat ini kan ?" timpal Daisy cepat . Gadis itu bergegas bangun dan menunjukkan beberapa bekas luka di tangan juga bagian tubuhnya yang lain . "Luka ini akan selamanya membekas di tubuhku , Bi . Meski luka ini sudah mengering tapi luka di hatiku tidak akan pernah bisa hilang . "ucap Daisy dengan sorot mata tegas . Ada sepercik dendam dan amarah yang tersirat disana .
Bibi Caroline menghela nafas panjang .
Daisy masih berumur sepuluh tahun ketika ayahnya meninggal . Semenjak itu hidupnya berubah total . Ibu Daisy menderita depresi berat . Wanita itu kerap melampiaskan emosinya pada Daisy dengan menyiksa fisik gadis kecil itu tanpa ampun . Dan suatu ketika Daisy jatuh sakit karena tubuh rapuhnya sudah tidak mampu menahan siksaan fisik yang diberikan oleh ibunya . Dan pada akhirnya Bibi Caroline tahu apa yang menimpa Daisy . Wanita itu membawa Daisy pergi ke Kanada ,dimana ia dan suaminya tinggal .
Dengan susah payah ia merawat Daisy serta membantunya melupakan trauma masa lalu . Daisy yang polos sedikit mengalami kesulitan bergaul namun akhirnya gadis itu bisa bangkit dan mengejar ketertinggalan dalam pendidikan . Namun beberapa waktu terakhir ini , Ibu Daisy memberi kabar jika dirinya sedang sakit . Hal inilah yang membuat Daisy sedikit mengalami perubahan beberapa hari terakhir . Dan Bibi Caroline sangat memahami masalah ini .
"Bibi mengerti ."tandas Bibi Caroline sesaat kemudian . "Bibi tidak bermaksud menyuruhmu untuk kembali kesana . Bibi hanya ingin kau pulang untuk menjenguk ibumu . Setelah itu kau boleh kembali lagi kesini ."jelas Bibi Caroline memberi pengertian . Memang tidak mudah untuk membujuk Daisy , tapi Bibi Caroline tidak pernah letih mengingatkannya .
"Aku tidak mau ."tegas Daisy masih bersikukuh pada pendiriannya semula .
Bibi Caroline terdiam . Percuma memaksakan kehendak di saat seperti ini , bisa-bisa akan menjadi sebuah perdebatan panjang nantinya .
Sementara Daisy sudah tak kuasa menahan sakit kepala yang menderanya kini . Gadis itu perlahan terlelap dibawah pengaruh alkohol yang ia konsumsi beberapa saat yang lalu .
~~##~~
"Daisy!!"
Daisy mendengus kesal . Namun ia menghentikan langkah kakinya tatkala mendengar suara Shane yang berteriak memanggil namanya .
Gadis itu tak perlu membalikkan tubuhnya karena Shane telah ada dihadapannya kini . Laki-laki itu tampak mengatur nafasnya sebelum mengutarakan maksudnya .
"Aku mencarimu sejak kemarin . Tapi kata Bibimu kau pergi semalam ."tutur Shane .
"Aku pergi ke pesta ulang tahun Tiffany semalam ."tandas Daisy datar . "Ada masalah ?"
Shane menggeleng pelan .
"Tidak ."ucap Shane tampak santai . "Aku hanya ingin tahu keadaanmu ."
Daisy tersenyum getir . Menertawakan pengakuan Shane yang terlalu dibuat-buat .
"Sekarang kau lihat aku baik-baik saja kan ? Minggirlah , aku masih ada kelas ."Daisy hendak melangkah meninggalkan tempat itu . Menghindari pertemuan yang sangat dibencinya itu .
"Ku dengar ibumu sakit ."
Langkah kaki Daisy benar-benar terhenti persis seperti harapan Shane . Gadis itu bahkan membalikkan tubuhnya hanya untuk sekedar memastikan asal pertanyaan Shane tentang ibunya .
"Jadi kau sudah banyak tahu tentang hidupku ?" tanya Daisy dengan tatapan mata sinis . "Seberapa banyak kau tahu ? Apa Bibi Caroline sudah mengatakan semuanya padamu ?" desak Daisy tampak geram .
"Daisy......"
Daisy segera menepis tangan Shane yang hendak menyentuh lengannya .
"Tidak usah mencampuri hidupku , Shane . Kau bukan kekasihku atau keluargaku ."
"Tapi aku peduli padamu ."tegas Shane .
Daisy tertawa .
"Lucu sekali ."ucap Daisy terdengar menghina . "Kenapa mesti aku yang kau pedulikan ? Bukankah selama ini kau selalu dekat dengan gadis pirang itu ?"
"Maksudmu Jessi ?"tanya Shane memastikan dugaannya ."Jadi kau mencemburui kedekatanku dengan Jessi ? Karena itu kau selalu menghindariku ?' desak Shane memojokkan posisi Daisy . Gadis itu tampak salah tingkah dibuatnya . Berarti dugaan Shane memang benar .
"Aku tidak cemburu ."tegas Daisy cepat .
"Tapi matamu mengatakan sebaliknya ." timpal Shane juga tak kalah cepat . "Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Jessi . Kau harus tahu itu ."
"Aku tidak peduli !" teriak Daisy seraya berangsur pergi dari hadapan Shane . Sikap Daisy justru meyakinkan Shane jika gadis itu sedang mencemburui dirinya dengan Jessi .
"Aku tahu kau menyukaiku ." gumam Shane sembari menatap punggung Daisy yang bergerak menjauh .
~~##~~
"Bibi tidak suka kau pulang malam , Daisy ." cakap Bibi Caroline saat melihat keponakannya baru tiba dirumah menjelang pukul dua belas malam .
"Aku tidak mabuk , Bi ."sahut Daisy seraya bergerak masuk ke dalam kamarnya . "Bibi tidak usah khawatir ." tandasnya kemudian . Gadis itu melepaskan jaket dari tubuhnya .
"Ibumu menelepon lagi ." ucap Bibi Caroline memberitahu .
Daisy membalikkan tubuh dan bertanya .
"Lagi ?" tanyanya heran . "Dia belum menyerah juga ?" tanya Daisy heran .
"Dia ingin melihatmu untuk yang terakhir , Daisy ." ucap Bibi Caroline tampak serius .
Daisy tak menyahut . Tiba-tiba saja ia seperti kehilangan kalimat .
"Pulanglah , Daisy . Bibi akan menemanimu , jika kau mau ." tawar Bibi Caroline menawarkan bantuannya . "Jangan sampai kau menyesal kelak ."
"Aku tidak bisa , Bi ."ucap Daisy lirih .
"Kenapa ? Apa yang kau takutkan ? "desak Bibi Caroline . "Dia sedang sakit parah . Apa yang bisa dilakukan olehnya ? Dia tidak akan menyakitimu , Daisy ."bujuk Bibi Caroline lagi . Wanita itu bisa melihat kebimbangan yang terpancar dari mata Daisy . Ia bisa merasakan jika hati gadis itu mulai goyah saat mendengar ibunya sakit . Hubungan batin antara seorang anak dan ibunya tak bisa terpisahkan oleh dendam sekalipun .
"Apa aku harus pergi ?" tanya Daisy meminta pertimbangan .
Bibi Caroline mengangguk pelan .
"Bibi tidak akan memaksamu untuk pergi . Keputusan ada ditanganmu . Dengarkan saja apa kata hatimu ." kata Bibi Caroline bijak .
Daisy tak memberi respon . Gadis itu hanya menatap mata Bibi Caroline untuk mencari jawaban atas kebimbangan hatinya .
~~##~~
Daisy duduk memeluk lututnya sendiri untuk melawan hawa dingin yang menyerang tubuhnya . Rasa kantuk perlahan mendera kedua mata gadis itu .
Ia tersentak dari kantuk saat mendengar suara langkah kaki berderap menuju ke arahnya . Ia buru-buru bangkit dan berdiri untuk menyambut kedatangan orang yang ditunggunya selama dua jam itu .
"Daisy ! Apa yang sedang kau lakukan disini ?" cecar Shane kaget mendapati gadis itu menunggunya di depan rumah . Ia hendak mengajak Daisy untuk masuk , namun gadis itu menolak .
"Besok aku akan pergi ke California untuk menjenguk ibuku ." tutur Daisy mengungkapkan maksud kedatangannya .
"Apa kau ingin aku mengantarmu ?" tanya Shane cepat .
"Tidak ." tolak Daisy . "Aku akan pergi sendiri ."
"Kapan kau akan kembali ?" tanya Shane sedikit cemas . Ia takut jika Daisy tidak akan pernah kembali lagi ke Kanada .
Daisy menggeleng perlahan .
"Aku tidak tahu ."cakapnya .
"Tapi kau pasti kembali bukan ?"
"Ya ." sahut Daisy yakin . "Paling lambat seminggu lagi aku akan kembali . Apa kau masih mau menungguku ?"
"Tentu ." sahut Shane bersemangat .
"Sebenarnya aku tidak tahu kenapa aku memberitahumu tentang kepergianku ini . Mungkin karena aku takut tidak bisa kembali untuk melihatmu lagi ."tandas Daisy sembari tersenyum . Ia merasa malu untuk mengakui perasaannya pada Shane .
"Kau pasti akan kembali , Daisy . Pasti ."tandas Shane penuh keyakinan . Laki-laki itu meraih tubuh Daisy ke dalam pelukannya . Sudah lama ia ingin mendekap tubuh gadis itu dan baru sekarang ia bisa melakukannya .
~~##~~
Tak banyak yang berubah dari rumah itu . Hanya saja halamannya lebih bayak ditumbuhi rerumputan liar . Dinding-dindingnya pun tampak kusam tak terawat . Pasti ibu tak sempat untuk melakukan itu semua , batin Daisy seraya berjalan ke arah teras rumah .
Sepi . Seperti tak ada kehidupan didalam rumah itu . Kemana ibu , batin Daisy sembari meneliti ke seluruh ruangan . Apa dia dirawat di rumah sakit ataukah dia telah.....
Tidak . Ibu tidak boleh pergi sebelum aku melihatnya , gumam Daisy .
Dengan langkah tergesa Daisy berjalan ke arah kamar ibunya yang terletak di lantai dua . Ia berteriak memanggil ibunya berkali-kali .
"Kau sudah datang , Daisy ?"
Daisy membalikkan tubuhnya serta merta begitu ia mendengar sebuah teguran yang ia kenali sebagai suara ibunya . Gadis itu terbelalak kala melihat seorang wanita berpakaian lusuh berdiri di ambang pintu kamar itu .
"Ibu ??" gumam Daisy dengan bibir gemetar .
Wanita itu menyeringai .
"Apa kabar sayangku , Daisy ?" tanya ibu Daisy seraya berjalan mendekat ke arah gadis itu .
Tubuh Daisy gemetar melihat wanita itu mendekat ke arahnya . Wanita itu tampak baik-baik saja , dan Daisy mulai mengerti kenapa ia menyuruh Daisy untuk pulang ke rumah .
"Apa yang akan Ibu lakukan padaku ?" tanya Daisy . Matanya tak lepas mengawasi sebilah pisau yang melekat dalam genggaman tangan ibunya .
"Tentu saja ingin membunuhmu ." jawab ibu Daisy seraya mengarahkan pisau itu ke dekat wajah putrinya . Sementara Daisy beringsut mundur perlahan . "Apa kau takut ?"
Daisy tak membalas . Namun ia bersiaga dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi kapan saja .
"Ibu sudah lama menantikan saat-saat ini , Daisy ."tutur ibu Daisy kemudian . "Kau tahu kenapa aku ingin membunuhmu ? Kau ingin tahu ?!" teriaknya keras di dekat telinga Daisy .
Daisy masih membisu . Menantikan kalimat ibunya .
"Hari itu adalah hari ulang tahunmu . Dan kau terus menerus menelepon ayahmu untuk segera pulang . Ayahmu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi karena ingin segera sampai dirumah untuk mengucapkan selamat ulang tahun padamu . Dan terjadilah kecelakaan itu ." papar Ibu Daisy seraya menerawang kembali ke masa lalu . "Kaulah pembunuh ayahmu Daisy !!" teriak ibu Daisy histeris .
Daisy tertegun mendengarkan cerita ibunya . Ia sama sekali tidak mengingat peristiwa itu .
Tiba-tiba saja ibu Daisy mengayunkan pisau di tangannya ke arah perut Daisy . Tapi gadis itu rupanya cukup sigap untuk menghindar . Dengan gerakan cepat ia merebut pisau itu dari tangan ibunya dan perebutan senjatapun terjadi dengan dramatis . Dalam pergulatan itu , ibu Daisy terus menyerang putrinya dengan membabi buta . Pada suatu kesempatan Daisy berhasil menghindari serangan ibunya , namun apa yang terjadi ? Ibu Daisy tertusuk pisau yang kini telah berpindah ke tangan Daisy .
Daisy terjatuh ke atas lantai . Gadis itu tak sadar jika pisau itu lebih dulu melukai tubuhnya sebelum menghunjam ke perut ibunya .
"Ibu..."panggil Daisy lemah. Ibunya telah terkulai di sampingnya tanpa bergerak sama sekali .
~~##~~
"Kita pulang sekarang ?"
Shane menyentuh bahu Daisy . Gadis itu tertegun terlalu lama di depan makam ibunya . Air matanya bahkan tak berhenti berderai semenjak sepuluh menit yang lalu .
"Kau masih harus istirahat , Daisy ." ucap Shane memperingatkan kekasihnya .
Daisy mengangguk lantas mengikuti ucapan Shane . Mereka meninggalkan area pemakaman sore itu dengan berjalan bergandengan .
Maafkan aku , Ibu . Karena aku ayah mengalami kecelakaan itu. Tapi aku bersumpah tidak bermaksud untuk mencelakakan ayah. Aku hanya anak kecil yang selalu merengek manja pada orang tuanya. Andai waktu bisa di tempuh ke belakang...batin Daisy pilu .
Ibu pasti sudah bertemu ayah disana . Apa ibu bahagia sekarang ? Kuharap seperti itu , ucap Daisy seraya menoleh ke makam ibunya kembali .
Sesosok tubuh seorang wanita tampak berdiri di samping makam . Ia tampak melambaikan tangannya pada Daisy sembari mengembangkan senyum tipisnya . Dialah ibu Daisy...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar