Minggu, 03 Maret 2013

LOST IN THE WINTER


"Boleh aku masuk ?"
Rebecca sempat terpana beberapa detik lamanya sebelum mempersilakan laki-laki bernama Dawson itu masuk ke dalam apartemen miliknya . Penampilannya tampak kusut . Mantelnya pun tampak lusuh terkena sisa-sisa hujan salju yang masih turun di luar . Ia tampak sedikit menggigil .
"Mau aku buatkan sesuatu yang hangat ?" tawar Rebecca pada sahabatnya . "Kopi atau ...."kalimat penawarannya terputus .
"Apapun ."timpal Dawson tak memilih .
Rebecca bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan secangkir kopi hangat untuk Dawson. Seperti biasa .
Laki-laki itu tampak duduk bersandar di sofa ruang tamu ketika Rebecca kembali dengan secangkir kopi di tangannya . Ia tampak lelah teramat sangat menilik raut wajahnya yang muram .
"Apa ada masalah ?" tegur Rebecca seraya menyerahkan cangkir di tangannya pada Dawson .
Dawson menghirup minumannya perlahan setelah menerima cangkir dari tangan Rebecca . Ia tersenyum pahit sesaat setelah itu .
"Tak ada ."sahut Dawson seraya menggelengkan kepalanya dua kali . Ia terdiam beberapa menit lamanya sebelum mengungkap permasalahan yang mendera pikirannya saat ini .
"Brenda...."ucap Dawson kemudian . "Aku melihatnya berselingkuh ." tandasnya terdengar pahit .
Rebecca menghela nafas pelan . Ia sedikitpun tak terkejut dengan pengakuan Dawson . Karena ia telah mengetahui skandal itu jauh sebelum Dawson mengetahuinya . Namun hatinya tak mengizinkan bibirnya untuk menebar berita itu pada Dawson . Dan ia lebih memilih menyimpan hal itu rapat-rapat dalam hatinya . Meski itu membuatnya merasa tidak nyaman manakala bertemu Dawson maupun Brenda .
"Padahal aku berencana untuk melamarnya awal bulan depan . "sesal Dawson terdengar pilu .
"Kalau kau mau aku bisa bicara pada Brenda ."timpal Rebecca menawarkan bantuan . Namun dengan cepat ditolak oleh Dawson .
"Tidak perlu ."sahut Dawson . Membuat Rebecca bertanya dalam hati .
"Lalu apa yang akan kau lakukan ?"pancing Rebecca penasaran . Ia menanti reaksi laki-laki itu terhadap kekasihnya .
Dawson menggeleng . Tampaknya ia belum memikirkan apa yang hendak diperbuatnya pada Brenda .
"Aku belum tahu ."ucapnya . "Mungkin aku akan mempertahankannya ."
Rebecca terhenyak mendengar rencana sahabatnya yang masih ingin mempertahankan hubungannya dengan Brenda yang jelas-jelas telah mengkhianatinya . Tapi ia tersadar kembali jika Dawson teramat sangat mencintai Brenda . Dan wajar jika ia masih ingin mempertahankan gadis itu .
"Mungkin kau harus lebih memperhatikannya ."cakap Rebecca sesaat kemudian . Memberi saran kecil pada sahabatnya .
"Ya , mungkin kau benar ."sahut Dawson tampak lebih baik . Laki-laki itu menghirup sisa kopi yang masih ada dalam cangkirnya . Lantas ia merebahkan punggungnya diatas sofa . Seolah bersiap untuk tidur .
"Rasanya malas sekali pulang kerumah ."gumamnya seraya menguap . Kantuk mulai menyerang kedua matanya perlahan . "Apa aku boleh menginap disini ? Untuk malam ini saja ."
Rebecca tersenyum tipis .
"Tentu saja ."sahutnya cepat . " Bukankah kita sahabat ?"
Dawson tergelak .
"Setiap aku mempunyai masalah aku selalu mengeluh padamu , juga pada Carl . Kalian berdua memang sahabat terbaikku ." tandas Dawson sembari melirik ke tempat duduk Rebecca .
Rebecca tertawa kecil mendengar pujian Dawson tentangnya dan Carl .
"Kita sudah bersahabat selama setahun lebih dan kau baru menyadari kalau kami adalah sahabat terbaikmu ? Kau keterlaluan !" olok Rebecca bermaksud bercanda .
"Maaf..."sahut Dawson diselingi deraian tawa .
"Carl pasti sangat marah mendengar ini ."
"Carl ?" Dawson bangkit dari atas sofa lantas duduk menghadap ke tempat Rebecca . "Bicara soal Carl , apa kalian sedang pacaran ?" tanya Dawson menunjukkan keingintahuannya .
Rebecca tersentak mendengar pertanyaan yang dilontarkan Dawson padanya . Ia sama sekali tak pernah menduga Dawson akan menembaknya dengan pertanyaan semacam itu . Namun gadis itu segera mengubah ekspresi wajahnya secepat mungkin dengan menyunggingkan senyum tipis di ujung bibirnya .
" Carl dan kau sama , kalian sahabatku . "tegas Rebecca mengklarifikasi hubungannya dengan Carl .
"Benarkah ?" tanya Dawson menunjukkan ketidakpercayaannya pada gadis itu . "Tapi aku merasa kalian lebih dari sahabat ."
Tiba-tiba Rebecca menderaikan tawanya .
"Hm.. kau ingin menunjukkan bakat meramalmu padaku ?" gelaknya .
"Aku serius . Carl menyukaimu ."tegas Dawson lebih dari kata serius .
"Lantas....?" pancing Rebecca ringan . Menanggapi pernyataan Dawson dengan gaya acuh tak acuh khasnya .
"Dia menyukaimu , Becc . Kau masih tak menyadarinya juga ?" giliran Dawson yang merasa heran dengan sikap yang ditunjukkan gadis itu .
"Aku tahu ."sahut Rebecca cepat . "Tapi sekarang aku sangat lelah dan ingin cepat tidur . Jangan lupa mematikan lampu karena aku sangat benci pemborosan . Semoga tidurmu nyenyak . Selamat malam ." Rebecca tersenyum seraya melambaikan tangannya sebelum meninggalkan ruang tamu . Gadis itu telah mengakhiri percakapan dengan caranya sendiri .
"Huh....dasar pemalas." gerutu Dawson seraya menatap punggung Rebecca yang sedang bergerak menuju kamarnya . Gadis itu selalu acuh tak acuh pada kehidupan pribadinya sendiri . Padahal jelas-jelas Carl sangat menyukainya , tapi ia selalu berusaha menghindar jika topik pembicaraan jatuh pada Carl . Carl juga pengecut , sampai sekarangpun ia belum berani mengungkapkan perasaannya pada Rebecca .
Dawson menguap kembali . Ia segera meringkuk kembali di atas sofa dan memejamkan kedua matanya yang sudah tidak kuat melawan rasa kantuk .
~~@@~~
Salju sudah berhenti turun semenjak sepuluh menit yang lalu . Menyisakan hawa dingin yang teramat menusuk . Minus lima derajat .
Rebecca masih sibuk di dalam butik . Sedari tadi gadis itu asyik mendandani manekin-manekin yang berjajar rapi di etalase depan . Berbagai macam model pakaian musim dingin rancangan terbaru harus ia pamerkan disana . Padahal jam kerjanya telah melampaui batas dan ia telah terlanjur lupa karena kesibukannya .
Carl tersenyum dari balik kaca . Ia mengamati kegiatan Rebecca sebelum memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam butik tempat Rebecca bekerja .
"Permisi nona..."
Rebecca terhenti dari aktifitasnya manakala mendengar sebuah teguran yang ia kira berasal dari seorang pelanggan yang sedang kedinginan dan terpaksa harus membeli baju hangat saat itu juga . Namun dugaannya sama sekali tak benar . Begitu ia memutar badannya yang tampak sosok Carl yang sedang tersenyum ke arahnya .
"Hai Carl."sapa Rebecca datar . Gadis itu segera membenahi sebuah manekin terakhir sebelum ia benar-benar mengakhiri pekejaannya .
"Apa aku mengganggu ?" tanya Carl seraya mendekat lantas meneliti sosok manekin-manekin di hadapan Rebecca .
"Sebentar lagi aku selesai ."tandas Rebecca .
Carl diam . Memberi kesempatan pada Rebecca hingga ia menyelesaikan pekerjaannya .
"Selesai ." ucap Rebecca beberapa saat kemudian .
"Syukurlah ."sahut Carl kemudian . " Apa kau mau pulang sekarang ?" "Ya !"teriak Rebecca seraya membenahi meja kasir dan langsung menyambar tas juga syal miliknya .
"Aku ingin makan sesuatu yang berbau Italy . Kau ingin makan apa malam ini ?" tawar laki-laki itu sembari melangkah keluar butik . Sementara Rebecca bertugas mengunci pintu butik sebelum pulang .
" Aku ingin sesuatu yang berbau kutub ." sahut Rebecca sembari tergelak .
"Maksudmu pinguin ?" desak Carl seraya membuka pintu mobilnya untuk Rebecca .
"Boleh ." cakap Rebecca menanggapi candaan yang ia buat sebelumnya .
"Tapi kau harus bersaing dengan anjing laut lebih dulu . Bagaimana ?"
Rebecca meledakkan tawanya . Carlpun ikut tertawa mendengar tawa Rebecca yang begitu lepas .
Namun setelah mereka menghentikan tawa masing-masing justru keheningan yang menggantikan suasana itu . Rebecca melepaskan pandangannya lurus ke depan .
"Tampaknya musim dingin kali ini akan lebih lama ." gumam Rebecca setelah beberapa saat kemudian . Memecah kekosongan komunikasi yang merenggangkan jarak di antara mereka berdua .
Carl tak menyahut . Hanya berdehem tanpa memberi pendapat .
"Apa kau lelah ? Ku lihat akhir-akhir ini kau selalu sibuk bekerja . Kau juga harus memperhatikan kesehatanmu , Becc .'" Carl mengalihkan topik percakapan sebelumnya .
Rebecca menoleh sembari tersenyum tipis .
"Terima kasih , Carl . Hanya kau yang paling memperhatikanku setahun belakangan ini ." ucap Rebecca berterima kasih .
"Kau sangat berlebihan ."tandas Carl seraya balas tersenyum.
Carl membelokkan mobilnya ke arah pelataran sebuah restoran Italy setelah itu.
"Carl !" sebuah teriakan memanggil nama Carl mengejutkan keduanya ketika memasuki restoran itu .
Rebecca dan Carl sama-sama terkejut saat melihat Dawson dan Brenda telah menghuni salah satu meja di sudut restoran . Dawson melambaikan tangannya mengisyaratkan agar pasangan itu ikut bergabung di mejanya .
"Kebetulan yang menyenangkan bisa bertemu kalian disini ."ucap Carl . Ia mempersilakan agar Rebecca mengambil tempat duduknya terlebih dahulu .
"Hai.." sapa Rebecca pada Brenda . Disambut salam yang sama oleh Brenda .
Apa secepat ini Dawson memaafkan perselingkuhan Brenda , batin Rebecca manakala melihat pasangan itu tampak baik-baik saja .
" Kau mau makan apa ? " tawar Carl membuyarkan lamunan Rebecca . Membuat gadis itu tergagap .
"Terserah ."
"Spaghetty?" tawar Carl lagi .
Rebecca mengangguk .
"Kalian pasangan yang serasi ."cakap Brenda memuji pasangan sahabat itu.
Rebecca dan Carl saling berpandangan .
"Kami berteman ."tandas Carl menjelaskan . Ia tak ingin membebani hati Rebecca dengan dugaan Brenda .
"Benarkah ?" pertanyaan Brenda sama dengan pertanyaan yang diajukan Dawson malam itu . Mereka sama-sama meragukan pasangan Rebecca - Carl . "Tapi kalian seperti sepasang kekasih . Semoga itu bisa terjadi suatu saat nanti ." harap Brenda .
"Aku juga berharap seperti itu ." sambung Dawson tak mau kalah ." Jadi kita bisa melakukan kencan ganda ." Dawson tergelak kemudian . Disusul tawa Brenda , namun Carl hanya tersenyum tipis . Sedang Rebecca hanya membisu .
Rebecca menyesal dalam hatinya . Harusnya ia tidak menuruti keinginan Carl untuk berburu masakan Italy . Mungkin saja Carl telah merencanakan pertemuan ini , duganya .
~~@@~~
"Carl....."
Carl tidak akan bangun secepat ini andai Dawson tidak bertandang ke rumahnya sepagi ini . Terlebih hari ini akhir pekan dan Carl hanya ingin menghabiskan waktu untuk bersantai di atas tempat tidur .
Carl melangkah kembali ke atas tempat tidur usai membuka pintu untuk Dawson tanpa menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumahnya . Laki-laki itu bergegas naik ke atas tempat tidurnya seolah tak mempedulikan kedatangan sahabatnya .
"Carl , apa kau tahu kemana Rebecca ? Aku baru saja dari tempatnya tapi tidak ada yang membuka pintu . Telepon genggamnya pun tidak aktif...." papar Dawson cemas . "Aku takut terjadi sesuatu dengannya , Carl ."
"Dia sudah pergi ."cakap Carl tampak enggan . Ia telah lekat dengan bantal empuk kesayangannya .
"Maksudmu apa ?" tanya Dawson dengan nada bingung .
"Dia sudah pergi dari kota ini ."tandas Carl masih dengan aksen enggannya .
"Pergi?"tanya Dawson mengulangi pernyataan Carl . "Katakan Carl , Rebecca pergi kemana ?!"seru Dawson seraya meraih kerah piyama tidur yang dikenakan sahabatnya . Memaksa Carl untuk segera bangun dan mengungkapkan segalanya .
"Singkirkan tanganmu ."suruh Carl sembari menepis tangan Dawson dengan paksa . Dawson pun segera menyingkirkan cengkeraman tangannya pada kerah piyama Carl .
"Dia pergi semalam . "tandas Carl mengawali kisahnya . " Ibunya sakit . Dan dia memutuskan untuk tidak kembali lagi ."
Dawson tercengang karena kaget .
"Dia pergi kemana , Carl ?"tanya Dawson tampak panik . Namun Carl menjawabnya hanya dengan gelengan kepala .
"Aku tidak tahu ."cakap Carl kemudian .
"Kau pasti tahu kemana dia pergi . Katakan Carl !" teriak Dawson memaksa .
"Aku tidak tahu ! "balas Carl berteriak . "Dia hanya mengirimkan pesan ke mesin penjawab tanpa memberitahukan kemana ia pergi . Kalaupun aku tahu kemana dia pergi , aku juga tidak akan pernah mengatakannya padamu .Kenapa kau tampak sangat cemas setelah dia pergi ?"
Dawson tak menyahut . Ia hanya tertegun sembari menatap lantai kamar Carl .
"Rebecca menyukaimu ."ucap Carl sejurus kemudin . Membuat Dawson mengangkat dagunya lantas menatap ke arah Carl . "Kau tahu , dia banyak menyimpan fotomu didalam kamarnya . Bahkan nomor pin kartu kreditnyapun adalah tanggal lahirmu . Setiap ia menatapmu ia melakukannya dengan penuh kekaguman . Tapi kau tidak pernah menyadarinya . Kau hanya terpaku pada Brenda dan Brenda . Padahal orang yang sangat mencintaimu ada di sampingmu . Aku kasihan pada Rebecca . Aku sudah berkali-kali mengingatkannya untuk melupakanmu , tapai ia selalu mengatakan ia tidak bisa melakukannya . Hatiku sakit ketika mendengarnya . Karena aku juga mencintainya , tapi sayangnya ia hanya mencintaimu ...." papar Carl panjang tanpa jeda .
Dawson terpana mendengar penuturan Carl . Pikirannya mulai mencari-cari kebenaran tentang apa yang diungkapkan Carl . Satu persatu ia mulai mendapati fakta itu meski belum ada satupun bukti otentik tentang keterangan Carl . Tapi ia mulai percaya dengan apa yang Carl tuturkan padanya .
" Sayangnya aku tidak tahu kota kelahiran Rebecca..."gumam Carl berikutnya .
Dawson menghela nafas berat . Penuh penyesalan didalamnya .
"Sesungguhnya aku juga menyayanginya..." gumam Dawson lirih .
Carl kaget dengan penuturan sahabatnya .
"Bodoh !!"teriaknya seraya mencengkeram kerah jaket Dawson . "Kenapa kau tidak pernah mengatakannya pada Rebecca ?!" sesal Carl geram .
"Karena kau menyukainya ." jawab Dawson pelan .
Mendengar itu amarah Carl langsung luruh . Ia menyingkirkan tangannya dari kerah jaket Dawson . Lantas ia menyunggingkan senyum pahit di ujung bibirnya . Seolah menertawakan keadaan yang mempermainkan kehidupan mereka berdua .
"Lucu sekali ."gumam Carl masih dengan senyum pahitnya . "Kita berdua sedang dipermainkan takdir ."lanjutnya .
Dawson tertunduk . Sibuk dengan lamunannya . Bibirnya membisu tanpa sepatah katapun terucap .
Sementara serpihan salju diluar sana mulai tampak berjatuhan ke tanah . Menebarkan hawa dingin ke seisi kota .
Tampaknya musim dingin kali ini akan lama........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar