Selasa, 11 Juni 2013

BABY, I'M NOT A MONSTER


Namaku Azzam.Aku berusia 18 tahun.Aku adalah sulung dari dua bersaudara.Aku dibesarkan dalam keluarga yang berada secara materi.
Namun aku tak seperti cowok lain pada umumnya.Ada yang berbeda dariku.Aku terlahir sebagai albino.
Seluruh tubuhku berwarna putih karena kulitku tidak memiliki pigmen warna kulit.Rambutku juga berwarna putih.Saat terpapar sinar matahari maka kulitku akan langsung berubah kemerahan.
Mama tidak merasakan apa-apa saat mengandung diriku.Juga tidak ada firasat apapun saat itu.
Tapi untungnya adik perempuanku terlahir normal dan cantik.
Keadaan ini membuatku sering merasa minder.Aku rendah diri dihadapan teman-teman sebayaku.Aku jarang bergaul dan lebih senang menghabiskan waktu dirumah.Membaca buku dan menonton televisi merupakan kegiatan rutinku sepulang sekolah.Tak heran jika aku selalu mendapatkan gelar juara disekolah.
Aku tidak punya banyak teman.Mungkin mereka enggan berteman dengan orang aneh sepertiku.Bahkan anak-anak kecil disekitar rumahku sering meneriakiku "bule".
Aku tidak marah pada mereka.Karena aku juga tidak pernah meminta untuk dilahirkan dalam keadaan seperti ini.Kalaupun aku bisa meminta pada Tuhan,aku juga ingin terlahir normal seperti mereka.
Dan satu lagi kekuranganku.Aku menderita penyakit asma sejak kecil.Maka dari itu aku selalu membawa obat inhaller dalam tasku kemanapun aku pergi.Karena tanpa obat itu aku tak akan bisa hidup.
Aku menjalani hidup dan rutinitas yang sama setiap hari.Aku merasa seperti robot.
Hingga pada suatu hari aku melihat seorang gadis yang rumahnya tak jauh dari tempat tinggalku.Ia pindahan dari kota lain.
Entah kenapa saat melihatnya untuk yang pertama kali,aku merasa ada yang aneh dalam diriku.Tiba-tiba saja jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.Tapi ini bukan gejala asma.Penyakit itu tidak kambuh hanya karena aku melihat seorang gadis cantik.
Aku merasa ia berbeda dari gadis-gadis lain yang pernah kutemui selama ini.Parasnya yang menawan dengan senyum manis tersungging dibibirnya membuatku selalu membayangkan dirinya saat memejamkan mata.Aku seperti orang gila saja.
Aku menyadari satu hal.Aku sedang jatuh cinta!
Aku tidak bisa membendung perasaan ini.Meski sejak awal aku selalu melarang diriku sendiri untuk jatuh cinta.Karena aku takut akan ditolak karena fisikku.
Dari adikku,Syafira akhirnya aku tahu gadis itu bernama Nina.Ia sekelas dengan adikku.
Tapi aku takut mengutarakan isi hatiku padanya.Bahkan pada adikku sendiri aku tak mau bercerita apapun tentang perasaanku.
Sore itu Nina datang kerumah.Ia mencari Syafira.Dan aku hanya menjadi pecundang karena aku bahkan tidak turun dari lantai atas meski hanya untuk "say helo"padanya.Aku bersembunyi dibalik kaca jendela kamarku sembari mengintip keluar.Ke halaman belakang dimana gadis itu sedang berbincang dengan adikku.
Ah Nina....
Aku hanya menelan ludahku sendiri manakala membayangkan gadis itu.Senyumnya, kerlingan matanya, gerak-gerik tubuhnya,semua yang ada pada diri gadis itu aku suka.Aku benar-benar menyukainya! Dan perasaan seperti ini membuatku nyaris gila.
Oh Tuhan,andai saja aku punya keberanian menampakkan diriku dihadapannya sekedar untuk menyapanya.
Namun ketakutanku lebih besar.Bahkan Nina belum tahu jika Syafira punya kakak laki-laki albino sepertiku.Aku takut jika ia jijik melihatku.Kuatkan hamba-Mu Ya Gusti....
"Temenmu udah pulang?"aku pura-pura mengambil air minum dikulkas ketika Syafira masuk kedalam dapur.Padahal aku tahu jika Nina sudah pulang,makanya aku berani turun dari kamarku yang berada di lantai atas.
"Udah,barusan,"sahut Syafira."Tumben Kak Azzam nanya temen Fira,"
Alamak,batinku.Syafira sedikit curiga padaku.Tapi aku harus berakting sebagus mungkin untuk menyembunyikan gelagat aneh ini dari diriku.
"Cuma nanya doang,"sahutku berusaha secuek mungkin."Kalo nggak boleh,bilang dong,"imbuhku seraya melangkah ke ruang tengah.
Aku langsung mengambil remote televisi dan mencari channel yang menyiarkan acara pertandingan sepak bola.
"Dia cantik kan?"rupanya Syafira mengikuti langkahku.Ia mulai menggodaku dengan pertanyaan bawelnya.
"Tapi belum cukup umur,"timpalku sembarangan.
"Heh,dia tuh udah 16 tahun,tau nggak,"cetus Syafira sewot.
"Terus kenapa?"aku bertanya kembali.
"Yeah,siapa tahu Kak Azzam naksir dia.Aku bisa jadi mak comblang lho,"tawar adikku seraya tersenyum manis."Tapi ini nggak gratis alias pake tarif,"imbuhnya.
Aku tertawa geli.Aku segera mengacak-acak rambut adikku dengan gemas.
"Udah sore tuh,cepetan mandi sana,"suruhku kemudian mengalihkan topik pembicaraan.
########
Namun aku tak bisa selamanya menyembunyikan keberadaanku.Suatu sore aku bertemu Nina.Saat itu rumah kosong.Kedua orang tuaku pergi kerumah saudara.Dan Syafira turut bersama mereka.
Sebenarnya aku ragu untuk membuka pintu.Tapi aku tak tega membiarkan gadis itu terlalu lama berdiri didepan pintu.
Gadis itu sangat terkejut saat melihatku membuka pintu.Bukan dia saja,bahkan semua orang juga akan sama terkejutnya saat melihatku pertama kali.
"Maaf,Syafira sedang pergi.Kalo kamu mau,kamu bisa nitip pesen,"ucapku berusaha sesantai mungkin.Meski detak jantungku berdetak tidak karuan.
"Kamu siapa?"tanya gadis itu polos.Bola matanya bergerak melihatku dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Aku Azzam,kakak Syafira,"jelasku.
Aku bisa merasakan tatapan anehnya saat memandang diriku.Namun aku sudah terlalu terbiasa dengan pandangan seperti itu.
"Oh..."gadis itu tersenyum.Manis.Nyaris merontokkan jantungku.
Kamu mau nitip pesen?"ulangku kemudian.
Namun gadis itu menggeleng.Menolak tawaranku.
"Nggak usah.Aku bisa sms dia nanti,"ucapnya."Kalo gitu aku pulang dulu,"pamitnya seperti terburu-buru.
Aku hanya bisa menatap punggung Nina sore itu sampai menghilang dibalik tembok pagar rumahku.
Dia benar-benar belahan jiwaku,gumamku tak sadar.Gadis itu benar-benar seperti gadis impianku selama ini.Tapi apa mungkin orang sepertiku bisa memiliki dirinya.
Aku menutup pintu dan kembali ke kamarku.Seperi biasa.Bergumul dengan buku-buku Kimia dan Fisika.
Tapi bayangan Nina terus menerus berputar di otakku.Membuatku kehilangan konsentrasi belajar.
"Kriiiiing...."
Aku terloncat dari atas tempat tidur dan segera menyambar gagang telepon.
"Halo..."ucapku.
"Zam,"itu suara mama."Kamu mau dibawain oleh-oleh apa?Kita lagi di jalan nih,"
"Terserah mama aja deh,"sahutku malas.Sementara suara Syafira terdengar sedang berceloteh dibelakang telepon.Ia menawarkan berbagai macam makanan seperti pedagang.
"Kok terserah mama?"
"Ya apa aja boleh,yang penting manis,"ucapku akhirnya.
"Oke,"sahut mama."Oh ya jangan lupa nyalain lampu dan kunci pintu pagar,"
Aku segera mengiyakan.Lantas menutup telepon.
#######
"Kak Azzam!"
Teriakan Syafira membuatku seketika terbangun dari tidur siang.Anak itu sering berteriak mengagetkanku,padahal aku sudah sering kali memberitahunya kalau aku paling benci dikagetkan seperti itu.Tapi tetap saja.Kelakuannya tidak berubah.
"Apaan sih Fir?"tanyaku sewot.Aku meraih kaca mataku dari atas meja lantas memasangnya agar bisa melihat adikku itu dengan jelas.
"Aku mau pergi Kak,"lapornya.
"Ya udah pergi sana,"suruhku seraya kembali berbaring.Rasa kantukku belum terpuaskan.
"Aku pergi bareng Nina,"ucapnya kemudian.
"Kalo bareng Nina terus kenapa?"tanyaku cuek.
"Anterin dong Kak,"rayunya.Tangannya menarik ujung tshirt-ku.
"Biasanya juga pergi sendiri kan?Lagian gimana mau boncengnya?"ucapku malas.
"Kan ada mobil papa,"Syafira tak kehilangan akal.
Aku menarik nafas dalam-dalam.Sebenarnya aku ingin pergi mengantar mereka,tapi aku mana punya keberanian bertemu dengan Nina.Aku takut Nina akan malu punya teman yang kakaknya seorang albino.
"Aku ngantuk,"ucapku beralasan.
"Kakak malu?"tanya Syafira mendesakku.
Aku menatap wajah manis milik Syafira.
Iya,batinku.Aku malu.Aku hanya ingin menjaga perasaanmu dan Nina.Semua orang pasti nanti akan melihatku dengan tatapan aneh.Dan itu pasti akan membuat kalian tidak nyaman.
Aku mengembangkan senyum.
"Kan udah Kak Azzam bilang,kalo Kak Azzam ngantuk,"tandasku kemudian.
Syafira terdiam.Gadis itu tampak berpikir.
"Pergilah,ntar kamu telat.Kasihan Nina,"ucapku lagi.
"Kak..."
"Hm?"
"Apa Kak Azzam menyukai Nina?"
Aku tercekat mendengar pertanyaan adikku.Kenapa ia bisa tahu perasaanku?Apa gelagatku begitu mencolok sehingga begitu mudah untuk dicurigai?
Aku tertawa.
"Kak Azzam jangan ketawa,"tukas Syafira membuatku seketika terdiam.Ia tampak serius menatap wajahku.
"Kak Azzam menyukainya kan?"ulang Syafira sekali lagi.Sorot matanya menatapku tajam.Berharap aku menjawab pertanyaannya dengan kata "iya".
"Maksud kamu apa?"aku mulai mengalihkan perhatiannya."Nina itu kan temen kamu,jadi Kak Azzam udah menganggap dia seperti adik Kak Azzam sendiri,"tandasku sok diplomatis.Padahal tidak.
Syafira tersenyum sinis.
"Sejak kapan Kak Azzam pinter berbohong?"desak Syafira.Tiba-tiba saja ia mengeluarkan sebuah benda dari balik punggungnya.Buku harianku!
Duh Gusti,begitu cerobohnya diriku.Kenapa buku itu bisa jatuh ke tangan adikku sendiri?
"Kak Azzam kenapa menyembunyikan semuanya dariku?"
Aku terdiam.Tak berusaha menjawab ataupun merebut buku itu dari tangannya.Toh ia pasti sudah membaca semuanya.Jadi aku tidak perlu mengatakan apapun padanya.
"Kak,"ia mendekat dan lantas duduk di sebelahku."Setiap orang punya kekurangan.Tapi dibalik kekurangan itu Tuhan juga memberi kita kelebihan.Kak Azzam tau itu kan?"
Lanjutnya lagi....
"Selama ini Kak Azzam selalu menutup diri dan bersembunyi.Kak Azzam merasa minder dan nggak percaya diri.Bahkan Kak Azzam berpikir bahwa Kak Azzam nggak pantas untuk dicintai,"ucapnya."Kak Azzam salah jika berpikir seperti itu.Kak Azzam orang yang baik.Kak Azzam tampan dan sempurna.Dan Kak Azzam pantas untuk dicintai.Kak Azzam denger kata Fira kan?"tutur Syafira panjang.Ucapannya seperti orang bijak dan dewasa.Membuatku merasa berbicara dengan orang asing.
Aku tersenyum mendengar ucapannya.
"Darimana kamu belajar kalimat seperti itu?"gurauku."Kamu seperti motivator aja,"
"Kak Azzam!"ia berteriak seraya menimpuk bahuku keras-keras karena kesal.
"Katanya mau pergi,udah cepetan pergi sana,"usirku dengan nada halus.
Usai kepergian Syafira aku hanya bisa tertegun merenungkan ucapannya.
Adikku memang benar.Tapi berbicara seribu kali jauh lebih mudah daripada melakukan.Dan aku termasuk salah satu pecundang yang tidak bisa melakukan apa yang diucapkan Syafira.
######
Kenyataan buatku memang lebih sering terasa menyakitkan.Sekali lagi aku harus menelan pahitnya kenyataan siapa diriku sesungguhnya.Aku manusia albino yang tersisih dari kehidupan.Aku kalah.Aku pasrah.
Nina tiba-tiba saja menjauh dari kami,aku dan adikku.Alasannya?Sudah pasti karena Syafira telah membocorkan rahasia hatiku kepadanya.Tanpa seizinku pula.
Gadis itu seolah dengan sengaja memutus hubungannya dengan Syafira hanya karena alasan aku menyukainya.Kasihan Syafira.Karena aku dia harus kehilangan seorang sahabat.
Syafira tak pernah berkata apapun tentang Nina.Tapi aku tahu dari semua perbuatannya.Ia merasa bersalah karena telah mengungkapkan isi hatiku pada Nina.Sehingga semua ini terjadi begitu saja.
Padahal perasaanku tak perlu balasan yang sama.Perasaan ku tulus tanpa meminta balasan apapun darinya.Karena aku sangat menyadari siapa diriku.
Untuk kedua kalinya aku meyakinkan diriku untuk tidak jatuh lagi pada seorang wanita.Aku tidak boleh jatuh cinta lagi.Namun hatiku terlalu rapuh dan retak lagi saat aku melihat sosok Nina sore itu.
Gadis itu sedang berdiri ditepi jalan seperti sedang menunggu seseorang.Menunggu angkutan-kah ia?batinku.
Aku ragu. Haruskah aku menghentikan motorku dan mengantarnya pulang,ataukah aku berlalu tanpa menghiraukannya.Tapi apa hanya karena ia menolakku lantas aku tidak peduli padanya?Tampaknya ia juga sedang butuh tumpangan.
Akhirnya aku menghentikan motorku juga.Meski dengan resiko apapun.
"Hai,"sapaku ramah.Mencoba mengabaikan segenap sakit hati dan kekecewaan.
Gadis itu tampak kaget melihat kemunculanku.Tentu saja ia tidak berharap akan bertemu denganku.
"Kamu mau pulang?Biar aku anter,"tawarku."Daripada ntar kamu kemaleman,"imbuhku lagi.
"Nggak usah,Kak."Bahasa penolakannya sangat halus dan merdu di telingaku."Aku lagi nunggu jemputan,"tandasnya .
Penolakan yang manis,batinku sembari menelan ludah.Ia pasti jijik naik diboncengan motorku.
"Oh..."aku hanya bisa ber-oh ria.Tanpa bisa mengucapkan komentar apapun.
"Nina!"
Aku dan Nina menoleh serempak ke jalanan.Seorang cowok tampan seumuranku tampak menghentikan motornya lantas turun dan mendekat ke arah kami.Siapa dia?Pacar Nina-kah?
Cowok itu menatapku dengan pandangan aneh dan penuh curiga.Ia mengamati tubuh kurusku dari atas hingga bawah.Seperti sedang menghakimi kekurangan fisikku.
"Jadi ini orang yang suka gangguin kamu?"tanya cowok itu seraya menatapku tajam."Kamu nggak liat siapa diri kamu?Mana pantes kamu jadi pacar Nina?"sindirnya menusuk perasaanku.
"Maaf, aku cuma nawarin tumpangan ke Nina.Apa itu salah?"aku mencoba memberanikan diri berargumen dengan cowok itu.
"Nggak tau diri banget sih kamu,"ucapnya sembari maju selangkah ke hadapanku.Seolah sedang bersiap untuk berkelahi denganku.
"Apa yang ingin kamu lakukan?"tanyaku seraya bersiap untuk membendung serangannya.
Cowok itu tersenyum menyeringai.
"Memberimu pelajaran,"tandasnya.Tiba-tiba saja ia mengepalkan tinjunya ke arah dadaku.
Aku terjerembab ke belakang seketika.Jujur aku tidak punya basic bela diri sama sekali.
Tubuhku juga rapuh.Sekali pukul saja aku sudah kesakitan luar biasa.Namun aku berusaha bangun meski harus menahan sakit didadaku.
Diluar dugaanku,cowok itu malah melanjutkan serangannya terhadapku.Ia melayangkan pukulannya bertubi-tubi ke wajah dan tubuhku. Dan aku tidak bisa menghindar lagi.Aku pasrah dan tak melawan.
Aku terkapar ditanah beberapa menit kemudian.Tanpa daya.
Namun aku sempat melihat Nina berteriak memanggil namaku dan ia berusaha menahan cowok itu agar tidak memukulku lagi.Dan beberapa saat kemudian cowok itu menyeret Nina pergi dari tempat itu.
Dadaku sesak. Sepertinya saluran pernafasanku tersumbat. Penyakit itu kambuh lagi setelah sekian waktu lamanya.
Oh tidak!Aku meletakkan tasku diatas motor.Bagaimana aku bisa menjangkau benda itu sementara aku tak bisa menggerakkan tubuhku barang seinchipun.Pasti tulangku ada yang patah.
Aku nyaris tak bisa menarik nafas.Bagaimana ini?Siapa yang akan menolongku?
Tiba-tiba saja wajah mama, papa, dan Syafira muncul satu persatu di benakku.Hanya merekalah yang benar-benar tulus mencintaiku.
Maafkan aku,batinku tersendat.Aku juga tidak akan menyalahkan Nina atas kejadian ini.
Mataku terpejam perlahan. Begitu juga nafasku terhenti begitu saja.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar