Selasa, 21 Mei 2013

ONE NIGHT IN NEW YORK


Audrey tertegun menatap tamunya.Sesosok laki-laki yang sama sekali tak ia harapkan kehadirannya.
Kalau saja ia tidak datang dari Indo mungkin gadis itu telah menutup pintu apartemennya.Tapi nyatanya ia mempersilakan laki-laki bernama Bim itu untuk masuk.
Audrey menjamu tamunya dengan secangkir teh panas. Cuaca diluar sangat dingin.Minus 5 derajat. Dan Bim tampak menggigil.Perbedaan suhu udara dan waktu pasti membuat laki-laki itu sedikit menderita.
Jetlag.....
Penerbangan Jakarta-New York membuat Bim tampak lelah.Namun laki-laki itu berusaha melawan rasa letihnya.
Hening. Tak ada perbincangan sebagai basa basi pembuka suasana. Audrey membiarkan tamunya agar leluasa beristirahat di sofa ruang tamunya.
Bim adalah teman masa kecilnya sewaktu ia masih tinggal di Indo. Mereka sangat dekat. Namun seketika menjadi jauh setelah Audrey meninggalkan Indo lima tahun yang lalu.
Audrey berdiri didekat jendela apartemennya seraya melepaskan pandangan keluar. Kearah gedung-gedung yang menjulang berhiaskan lampu warna-warni.
"Aku belum bertanya kabarmu,"ucap Bim mulai membuka perbincangan.Sepertinya sepuluh menit cukup baginya melepas kepenatan.
Audrey menoleh manakala Bim beralih dari sofa dan mulai bergerak mendekat ke tempatnya berdiri. Laki-laki itu ikut-ikutan menatap keluar jendela seperti yang Audrey lakukan.
"Bagaimana kabarmu?"tanya Bim kemudian.Ia melirik sekilas ke arah gadis cantik di sebelahnya.
"Fine,"sahut Audrey pendek.
Bim tersenyum tipis.Rasanya aneh berdiri bersebelahan dengan Audrey yang sekarang. Padahal dulu mereka begitu dekat,namun kini tak ubahnya seperti dua orang asing. Canggung.
"Sebenarnya aku datang karena ibumu,"ungkap Bim sejurus kemudian. Setelah ia mengusir rasa canggung dari dalam hatinya.
"I know,"sahut Audrey cepat.""What she wants from me?"tanya gadis itu dalam bahasa Inggris yang fasih.
"Sebenarnya tidak ada.Dia hanya ingin tahu kabarmu.Itu saja,"ulas Bim.
Namun ucapan Bim malah membuat Audrey tertawa sinis. Mungkin ia sedang berpikir jika Bim berbohong padanya. Karena beberapa waktu terakhir ibunya sering mengirim pesan agar Audrey pulang.
"Tell her, I won't go there,"ucap Audrey.
Bim tersentak mendengar kata-kata yang baru saja dilontarkan Audrey.
"Kenapa?"tanya Bim cepat."Kenapa kamu tidak mau pulang?"ulangnya.
Audrey hanya menggeleng tanpa menjelaskan alasannya.Gadis itu menghela nafasnya lantas membalikkan tubuh.Ia hendak kembali kekamarnya.Punggungnya terasa kaku.
"Apa New York terlalu nyaman sehingga kamu tidak mau kembali?"
Seruan Bim berhasil menghentikan langkah Audrey. Gadis itu tertegun ditempatnya berdiri.
"Aku tahu hidupmu sangat nyaman disini.Karirmu sebagai foto model sangat cemerlang.Kamu terkenal,punya banyak uang.Hidupmu sangat mandiri.Tapi apa semua ini membuatmu bahagia?"
Audrey membalikkan tubuh.Ia mengerutkan keningnya saat menatap Bim.Ucapan Bim cukup menyinggung hatinya.
"I don't know what you're talking about,"tandas Audrey kesal.
Bim tersenyum pahit melihat reaksi gadis itu.
"Aku tahu gaya hidupmu. Wine,"tandas Bim sembari menunjuk ke arah meja di sudut ruangan.
"Setiap hari kamu mengkonsumsi benda itu hanya untuk lari dari sesuatu,bukan?"lanjut Bim.
Audrey terpojok.Bukti itu telah mengungkapkan segalanya.
"Then?"pancing Audrey.Ia berusaha tidak terpengaruh oleh ucapan Bim."This is my life.And don't interfere,"tegasnya.
Bim tersenyum kecut.
"Terus terang aku sangat kasihan padamu,"ucapnya."Menjadi foto model bukanlah impianmu. Hidup di negeri asing tanpa teman dan kerabat juga bukan keinginanmu.Tapi kamu memaksa dirimu untuk menjalaninya.Aku tahu kamu kesepian."
Audrey geram mendengar ucapan Bim.Sepertinya laki-laki itu mulai berbelit-belit dengan ucapannya.
"Sebenarnya apa maksudmu datang dan mengatakan semua ini padaku?"Audrey tak sabar menghadapi Bim.
Bim menghela nafas.
"Ibumu sakit,"ungkap Bim berterus terang.Ada sepercik harapan dalam ucapannya,agar hati Audrey tergugah mendengar berita itu.
Audrey tak bereaksi.Bahkan ia sama sekali tidak terkejut.
"Pulanglah..."suruh Bim sesaat kemudian."Bagaimanapun dia adalah ibumu.Wanita yang telah melahirkanmu,"imbuhnya .
"Aku tidak pernah minta untuk dilahirkan,"tandas Audrey terdengar datar.
"Audrey!"teriak Bim spontan.Ia kaget setengah mati mendengar kalimat Audrey.
Sementara gadis itu membuang muka ke sudut ruangan.
"Aku tidak menyangka kamu bisa sedendam itu pada ibumu,"ujar Bim dengan nada heran."Walaupun dia pernah melakukan kesalahan di masa lalu tapi bukan hakmu untuk menghakiminya seperti ini."
"Memangnya kamu tahu apa tentang perasaanku?!"teriak Audrey lantang."Kamu tidak pernah merasakan bagaimana rasanya dikucilkan teman-temanmu.Apa kamujuga tahu rasanya disebut sebagai anak haram?Tidak pernah bukan?"
Nafas Audrey naik turun seiring gejolak emosinya yang mulai meningkat.
Bim diam.Tak ingin menyela.Karena gadis itu tengah lepas kontrol.
"Semua orang menyebutku anak haram.Bahkan ibumu juga melarangmu berteman denganku karena aku anak yang tidak jelas bapaknya.Apa kamu sudah lupa itu Bim?"ucap Audrey terbata.Mata gadis itu memerah dan nampak berkabut.
"Mereka menghinaku, mengucilkanku bahkan juga menindasku.Saat itu usiaku tujuh tahun.Apa yang bisa dilakukan anak sekecil itu selain menangis?Kamu tahu,saat itu aku sangat berharap tiba-tiba saja seorang laki-laki datang dan mengaku sebagai ayahku.Sehingga aku bisa membuktikan pada semua orang bahwa aku punya seorang ayah.Bahwa aku bukan anak haram.Tapi apa kenyataannya?Laki-laki impianku itu tidak pernah datang sama sekali sampai aku dewasa.Padahal setiap malam aku selalu berdoa pada Tuhan.Tapi Dia tidak pernah mengabulkan doaku,"tutur Audrey disela isak tangisnya.
"Karena itu kamu membenci ibumu?"tanya Bim.
"Juga Tuhan,"sahut Audrey.
"Audrey!Kamu tidak boleh bicara seperti itu!"seru Bim.
Audrey tak menyahut.Dan Bim melanjutkan kalimatnya.
"Aku tahu perasaanmu,"tandasnya pelan."Saat itu aku juga ada bersamamu,"
"Tapi apa yang kamu lakukan saat itu?"timpal Audrey cepat."Nothing!"
Bim terdiam.Saat itu Bim memang tidak melakukan apa-apa.Dia hanya berdiri mematung saat teman-teman Audrey mengolok-olok gadis itu.
"Aku memanng bodoh,"gumam Bim lirih.
"Karena kamu bodoh makanya kamu mau berteman denganku,"sahut Audrey menimpali.
Bim tak berkutik.Laki-laki itu hanya bisa menyesali dirinya dimasa kecil.Andainya ia lebih berani saat itu,pasti ia akan melindungi Audrey.
"Aku tidak mau mengungkit masalah ini lagi,"ucap Audrey kemudian."Karena itu hanya akan membuka luka lama yang sudah susah payah aku sembuhkan."
"Apa kamu juga tidak mau pulang,meski sebentar saja?"
Audrey menggeleng.
"Jadwalku padat,"sahut gadis itu.
Bim tersenyum pahit.
"Ibumu sakit,Audrey.Entah berapa lama ia bisa bertahan,"ujar Bim."Apa karirmu lebih penting daripada menjenguk ibumu?Jangan jadi anak durhaka,Audrey.Jangan sampai kamu seperti itu,"
Audrey mendesah pelan.Ia tak merespon ucapan Bim.Ia hendak melanjutkan langkahnya kembali ke kamar.
"Jujur aku tidak suka kamu menjadi foto model,"
Ucapan Bim memaksa langkah Audrey terhenti.
"Aku tidak suka kamu berpakaian minim dan orang lain melihat tubuhmu,"imbuh Bim lagi.Berharap Audrey mempertanyakan alasannya.
"This is my job,Bim,"timpal Audrey pelan.Ia sudah lelah berdebat dengan sahabat lamanya.
"To survive?"timpal Bim cepat.
Audrey tak membalas.Ia hanya menatap lekat-lekat kedalam mata Bim.Mencoba mencari sesuatu yang tersembunyi dibalik sorot mata elang milik laki-laki itu.
"Masih banyak pekerjaan lain yang lebih baik dari ini,Audrey,"sambung Bim lagi.
Audrey menggeleng pelan.
"Don't tell me that you love your job,"ucap Bim menebak isi hati gadis bermata sayu dihadapannya.
"No,"timpal Audrey."I just wana know your reason,"
Bim menaikkan alisnya sebagai tanda tak memahami maksud ucapan Audrey.
"What reason?"tanya laki-laki itu.
"Why did you care 'bout me?Coz my mother?How much you get from her?"tanya Audrey ingin tahu.
Bim tersenyum tipis.
"This is not 'bout money,"ucap Bim masih sembari tersenyum.
Audrey tak mengerti.
"So?"pancing Audrey.
"I love you Audrey,"ucap Bim mengejutkan.
Audrey benar-benar tak menduga Bim bisa mengatakan hal itu padanya.
"Why?Why do you love me?"tanya Audrey terbata.
Selama ini tak pernah ada yang benar-benar serius mencintai dirinya.Semua hanya seperti angin yang setiap saat bisa berlalu.Entah berapa kali ia dicampakkan oleh laki-laki.
"No need the reason for loving someone,"ucap Bim.
Audrey tersenyum pahit mendengar kalimat Bim.Tidak perlu alasan untuk menyukai seseorang?Bulshit.Itu hanya omong kosong belaka.
"I don't believe in love,"tegas Audrey.Ia membuang mukanya dari tatapan Bim yang tajam menghunjam ke arahnya.
"Why?"tanya Bim kaget."Any body hurt you?"desaknya.Namun tak dijawab oleh gadis itu.Bim tambah penasaran.
Audrey melangkah kesofa disusul Bim.
"Life's not perfect,Bim,"tandas Audrey lirih."Hidup tidak selalu sempurna."
"Aku tahu,"sambung Bim. "Saat sendiri kita memang tidak sempurna.Tapi dengan bersama kita bisa saling melengkapi,"
Audrey menundukkan wajah.Dan mendadak setetes air mata jatuh.
"Aku memang serapuh ini,"ucap Audrey nyaris tak terdengar."Aku sudah terlalu lelah menjalani semua ini.Tapi aku takut mati,Bim..."
Gadis itu mendongakkan wajahnya pada Bim.Dan nampaklah mata gadis itu telah berurai air mata.
Bim segera meraih tubuh kurus Audrey dan mendekapnya erat.Ia ingin berbagi kesedihan dengan gadis yang sudah dicintainya semenjak kanak-kanak itu.
"I always love you,Audrey.Trust me......"bisik Bim didekat telinga gadis malang itu......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar