Kamis, 16 Mei 2013

BERPETUALANG


Sial! makiku seraya menendang ban belakang sebelah kanan mobilku yang terperosok kedalam lubang berisi lumpur berwarna kecokelatan. Mana jalanan begitu sepi dan disekelilingku hanya persawahan yang tampak menghampar luas. Sinyal handphonepun tak ada. Duh,bagaimana ini?keluhku mulai ketakutan.
Ini semua gara-gara papi. Jika saja papi tidak memaksaku untuk mengunjungi tempat praktek Yudhis yang ternyata terletak di pelosok daerah terpencil,mungkin aku tidak akan tertimpa kesialan seperti ini.
Jika saja papi tidak memaksakan kehendaknya untuk menjodohkanku dengan dokter muda itu, mungkin saat ini aku tengah menikmati liburan akhir semester di Bali bersama teman-temanku.Tapi kamu suka kan dengan dokter itu?
Mulanya tidak. Tapi lama-kelamaan aku menyukainya. Karena penampilannya yang keren, dan sikapnya yang hangat juga hatinya yang baik hati, maka mau tak mau hatiku luluh juga padanya.
Tapi yang jadi persoalannya sekarang, bagaimana aku bisa mengeluarkan ban ini dari kubangan kotor itu? Oh Tuhan berikan pertolongan untuk hamba-Mu ini....
Aku beruntung! Beberapa orang petani kebetulan lewat dan menawarkan bantuan mereka untuk mendorong mobilku.Dan keberuntunganku berlipat ganda karena mereka adalah warga desa yang kebetulan sedang aku tuju. Sekalian aku mengantar mereka pulang dan mereka menunjukkan rumah kepala desa tempat Yudhis menginap selama ini.
Perjalanan ke rumah kepala desa hanya memakan waktu sepuluh menit. Itupun karena kondisi jalan yang tidak terlalu bagus.
Aku diterima dengan sangat baik oleh Pak Lurah dan istrinya. Tapi sayangnya Yudhis belum pulang dari puskesmas. Mungkin beberapa saat lagi. Aku dijamu oleh mereka selama menunggu kedatangan Yudhis.
Saat kami asyik ngobrol,akhirnya Yudhis datang. Namun aku terkejut karena ia tidak pulang sendiri. Dia datang dengan seorang gadis berkerudung merah jambu.
"Nah itu Dokter Yudhis datang,"seru Pak Lurah. Laki-laki itu tergopoh-gopoh menyambut kedatangan Yudhis.
Yudhis tampak kaget melihatku. Pasti ia sama sekali tidak menduga aku akan datang mengunjunginya.
"Oh ya Neng, ini kenalin anak Bapak. Namanya Nuraida,"Pak Lurah menarik tangan gadis yang datang bersama Yudhis itu. Jadi gadis itu anak Pak Lurah?batinku seraya memperkenalkan diri.
Nuraida tampak segan menjabat tanganku. Ku akui gadis itu cantik dan polos. Senyumnya sederhana dan tulus. Tapi aku merasa ada sesuatu yang mengusik pikiranku manakala aku melihat Yudhis datang bersamanya.
"Kebetulan aku sedang liburan semester,"ucapku pada Yudhis. Sementara Pak Lurah beserta istri dan anaknya masuk kedalam rumah, memberi ruang pada aku dan Yudhis untuk berbincang.
"Bagaimana kuliahmu?"tanya Yudhis. Klise.
"Baik,"sahutku malas. Tampaknya kedatanganku sama sekali tidak diharapkan olehnya.
"Sebaiknya kamu istirahat dulu. Perjalanan kesini pasti sangat melelahkan,"tandasnya.
Aku tak berucap lebih banyak lagi setelah itu. Senja segera turun dan aku harus mengistirahatkan tubuhku.
Usai makan malam aku tertidur dikamar Nuraida. Sementara gadis itu memaksa untuk tidur bersama adik laki-lakinya yang masih duduk dikelas satu SD.
~~##~~
Aku bangun terlambat pagi ini. Matahari telah setinggi tonggak manakala aku keluar dari kamar. Aku merapatkan jaket karena hawa dingin langsung menyerbu tubuhku. Dari kejauhan aku dapat melihat pemandangan pedesaan yang menakjubkan. Pegunungan yang berbaris dibalik persawahan hijau yang membentang tampak memanjakan mata.
"Sudah bangun Neng?"sapa Ibu Lurah tiba-tiba. Saking asyiknya menikmati pemandangan sampai aku tak sadar jika ia telah ada didekatku.
"Iya,Bu,"sahutku sambil tersenyum.
"Sarapan dulu gih,"suruhnya."Tinggal Neng saja yang belum sarapan,"beritahunya.
"Yudhis mana?"tanyaku cepat.
"Dokter Yudhis sudah ke puskesmas pagi-pagi sekali,"tuturnya."Sepertinya tadi ada pasien yang harus dia tangani,"ungkapnya kemudian.
Aku terdiam. Sepertinya ini terdengar mengecewakan buatku. Ia bahkan tidak membangunkan atau pamit padaku. Kami juga belum sempat ngobrol banyak semalam. Seolah-olah ia sedang menjaga jarak denganku. Apa benar seperti itu? Atau karena ada Nuraida yang telah merebut perhatiannya dariku?
Sarapan pagi ini cukup sederhana. Hanya ada nasi putih, tumis kangkung dan tempe goreng. Tapi buatku ini sangat nikmat karena tangan seorang ibu yang memasaknya. Setelah mandi dan sarapan aku memutuskan untuk berkeliling desa sendirian. Meski Nuraida menawarkan diri untuk menemaniku, tapi aku lebih memilih untuk menolaknya. Lagipula aku berjanji tidak akan pergi jauh.
Udara disini begitu bersih. Juga lengang. Tak ada asap dan suara kendaraan. Perasaan damai perlahan menyusup kedalam dadaku.
Aku melangkahkan kaki menyusuri jalan setapak di areal persawahan. Di kejauhan tampak para petani tengah menggarap sawahnya. Burung-burung kecil juga tampak beterbangan di sela-sela awan putih. Sayang sekali aku tidak membawa kamera,sesalku. Aku tidak bisa mengabadikan pemandangan alam seindah ini. Aku hanya bisa menautkan jemariku membentuk sebuah bangun persegi seolah-olah lensa kamera.
"Kameramu bagus,"
Aku tersentak. Sebuah suara menegurku tanpa permisi. Bukankah aku hanya orang asing yang kebetulan sedang bertamasya disini? Apa dia mengenalku?
Aku membalikkan tubuh. Seorang laki-laki sebaya diriku tengah tersenyum. Sebuah kamera menggantung dilehernya.
Aku mengernyikan kening seraya mengamati sosoknya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Makhluk serupa dirinya tak mungkin penduduk desa ini. Pasti dia seorang photografer yang sedang mencari pemandangan bagus disekitar daerah sini.
Aku balas tersenyum.
"Apa kamu ingin meminjam kameraku?"tanyaku bergurau.
Laki-laki itu serentak meledakkan tawanya begitu mendengar gurauanku.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini?Sepertinya kamu bukan warga desa ini,"ucapnya memulai percakapan.
"Ya. Aku sedang liburan.Kamu sendiri?"aku balik tanya.
"Aku juga sedang liburan. Sekaligus menyalurkan hobi..."sahutnya.
"Wow.."decakku kagum."Kamu seorang photografer?"cecarku mulai mengakrabkan diri.
"Bukan. Tapi aku terobsesi dengan fotografi,"cetusnya sambil tersenyum.
Aku manggut-manggut.
Kami meneruskan obrolan sembari berjalan-jalan di sekitar tempat itu. Sesekali ia membidikkan kameranya saat menemukan objek yang bagus. Kami cepat sekali akrab.
"Aku menginap dirumah saudaraku,"paparnya."Jika kamu ada waktu kamu bisa mencariku disana."Ia menunjuk ke sebuah bangunan rumah di seberang persawahan.
"Aku tidak tahu sampai kapan aku akan tinggal disini,"ungkapku.
Ia tersenyum.
"Tapi besok kamu masih disini kan?Aku ingin menunjukkan sebuah tempat special padamu,"ucapnya.
"Tempat special?""aku mengernyitkan dahi.
"Kamu akan tahu besok,"sahutnya membuatku penasaran.
Aku terbahak.
"Terus terang kamu membuatku penasaran,"tandasku."Hmmmm.....oke. Aku akan datang besok,"janjiku kemudian.
"Kita bertemu disini besok jam tujuh,"
"Setuju,"
Kami berpisah ditempat itu manakala matahari telah tergelincir kebarat. Ternyata berkeliling desa sangat menyenangkan dan benar-benar membuatku lupa waktu.
Besok kami akan bertemu dan melakukan petualangan lagi. Tapi kenapa aku bisa sampai lupa menanyakan namanya?
~~##~~
Aku menarik nafas dalam-dalam. Kenapa langit tampak begitu lain dari biasanya? Aku seperti sedang berada di planet lain.
Langit begitu terang. Butiran-butiran permata seolah terhampar begitu saja diatas sana. Indah...
Selama ini aku tak pernah melihat langit dipenuhi bintang-bintang sebanyak ini. Biasanya aku hanya melihat satu atau dua bintang saja.
"Kamu sedang apa?"
Keasyikanku terusik.
Yudhis datang menghampiriku. Lantas duduk di sebelahku. Ia ikut-ikutan menatap langit seperti yang baru saja aku lakukan.
Aku menghela nafas. Enggan menyahut ucapannya. Terlebih jika aku mengingat kejadian dimeja makan tadi. Nuraida sesekali mencuri pandang ke arah Yudhis. Dan Yudhis memperlakukan gadis itu begitu baik. Huh, gadis mana yang tidak cemburu melihat kekasihnya dilirik gadis lain.
"Maaf. Tadi pagi aku tidak pamit. Aku tidak tega membangunkanmu,karena kamu tampak lelah. Dan aku tidak mau mengusik tidurmu,"tuturnya.
Aku tersenyum tipis. Entah kenapa aku mulai malas menanggapi ucapannya. Mungkin rasa simpatiku padanya mulai terkikis perlahan-lahan.
"Seharian ini kamu kemana saja?"tanya Yudhis kemuudian.
"Berkeliling,"sahutku pendek."Kapan tugasmu akan selesai?'tanyaku mengalihkan perbincangan.
"Aku belum tahu. Warga disini sangat membutuhkan tenaga medis. Lagipula masih banyak penduduk yang masih percaya pada pengobatan dukun. Jadi mereka perlu diberi penyuluhan lebih banyak lagi,"jelas Yudhis.
Aku tersenyum pahit. Bukankah seharusnya tugas praktek Yudhis akan berakhir seminggu lagi?
"Apa kamu berencana akan tinggal disini selamanya?"pancingku.
Yudhis menoleh padaku.
"Maksudmu apa?"tanya Yudhis seolah bodoh.
Aku tersenyum kembali.
"Bukankah kamu sangat betah disini? Terlebih lagi ada seseorang yang selalu setia mendampingimu,"ucapku sengaja menyindirnya.
"Alexa! Apa sih maksudmu?"Yudhis mengernyitkan dahi.
Yudhis pasti tahu apa yang sedang kubicarakan. Tapi ia hanya berkelit saja.
"Aku hanya ingin mengabdikan ilmuku untuk membantu orang lain,"tandasnya kemudian.
"Aku tahu,"sahutku kesal.
"Lalu apa masalahnya?"tanya Yudhis.
Aku menggeleng pelan. Tak ingin melanjutkan perdebatan bodoh ini. Tanpa bertanya perasaan Yudhis-pun kurasa aku tahu semua yang terjadi. Jika perjodohan kami berakhir sampai disini, aku sudah siap. Toh aku bukan orang yang suka memaksakan egoku.
"Apa kamu menyukai gadis itu?"tanyaku beberapa menit kemudian.
"Maksudmu?"
"Aku tidak apa-apa jika kalian benar-benar saling menyukai,"tandasku."Toh dari awal kita memang dijodohkan. Lagipula aku tahu kamu tidak pernah mencintaiku. Aku juga tidak bisa memaksamu untuk mencintaiku,"
Usai berucap seperti itu aku langsung bangkit dari tempat dudukku lantas bergegas masuk kedalam rumah. Aku meninggalkan Yudhis sendirian disana tanpa ingin memancing perdebatan yang lebih panjang. Toh aku sudah tahu segalanya.Ia dan perasaannya. Aku hanya ingin membiarkan ia memilih mana cinta yang ia sukai.
Aku sengaja tak ingin memberinya waktu untuk berbicara. Karena aku takut untuk mendengar kejujuran yang mungkin akan ia ungkapkan.
~~##~~
"Hei!"teriakku lantang saat melihat sosok laki-laki photografer yang kemarin bertemu denganku di areal persawahan.
"Kamu sudah datang?"sambutnya tampak senang. Ia bergerak menghampiriku."Kamu siap berpetualang?"
"Siap!"sahutku cepat."Tapi sebelum berpetualang aku ingin memperkenalkan diri. Kenalkan namaku Alexa,"ucapku seraya mengulurkan jabat tanganku kepadanya.
"Aku Langit,"ucapnya membalas jabat tanganku.
"Langit?"gumamku tak sadar."Nama yang aneh,tapi keren juga,"
"Kita berangkat sekarang?"tawarnya hendak memulai perjalanan kami.
Kami memulai perjalanan kami dengan menyusuri jalan setapak kecil. Tampaknya menuju hutan dibawah bukit. Sesekali Langit membidikkan kameranya kesana-sini. Bak photografer profesional saja. Sedang mulutnya mengoceh terus menceritakan kisah hidupnya. Tentang masa kecil, sekolah sampai kuliahnya. Tapi ia lebih suka bicara tentang fotografi. Sedang aku hanya menjadi pendengar yang baik. Jika ia bertanya sesuatu barulah aku menjawabnya. Dan aku lebih senang menebarkan pandangan ke sekeliling sembari menikmati pemandangan.
Setelah setengah jam berjalan kaki akhirnya kami tiba di sebuah sungai yang mengalir jernih. Sedang di ujungnya tampak sebuah air terjun mengalirkan air terus-menerus ke sungai dihadapan kami. Aku memperkirakan tingginya sekitar lima meter.
"Inikah tempat special yang ingin kamu tunjukkan kemarin?"tanyaku tanpa menoleh ke arah teman seperjalananku. Mungkin karena mataku terlalu takjub menatap ke arah air terjun didepan kami. Siapa sangka ada air terjun seindah itu di tengah hutan seperti ini.
"Ya. Bagaimana menurutmu? Indah kan?"timpalnya bangga.
"Ini sangat mengagumkan,"gumamku.
Sementara Langit mencari objek foto, aku tergelitik untuk bergerak mendekat ke air terjun itu untuk sekedar merasakan betapa segarnya air disana.
"Dingin..."gumamku sendiri. Namun aku ingin lebih mendekat ke air terjun itu.
Kakiku mulai menapaki batu-batu yang berjajar diatas aliran air sungai. Aku harus berhati-hati,gumamku dalam hati.
Namun tanpa sepengetahuanku,rupanya Langit membidikkan kameranya ke arahku.
"Hei, apa yang kamu lakukan? Kamu mau mencuri gambarku?"seruku diantara suara deru air terjun.
Langit tampak acuh dan terus mengambil gambarku. Namun ia membalas seruanku.
"Kamu tampak bagus di kamera, Lex!"serunya sembari terus memotret."Hati-hati, batu disana licin!"teriaknya lagi memperingatkanku.
"Tenang saja! Aku akan berhati-hati kok!"balasku seraya tertawa.
Justru disaat itu aku lengah dan kakiku tiba-tiba kehilangan pijakan. Tubuhku jatuh ke air dalam hitungan detik. Namun malangnya sebuah batu telah siap menghadang kepalaku.
"Alexa!"
Aku masih mendengar teriakan panik itu dari bibir Langit sebelum seluruh tubuhku tenggelam kedalam air dan kepalaku terbentur batu sungai. Dalam sekejap saja mataku gelap dan air menyeruak masuk kedalam hidung dan mulutku. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku setelah itu.
~~##~~
Tempat apa ini?gumamku sembari melangkahkan kakiku diatas pasir berwarna putih. Apa aku sudah mati? Seingatku tadi aku terjatuh ke sungai dan kepalaku terbentur batu.
Aku terus melangkah dan melangkah tanpa tujuan di tempat yang sangat asing. Setelah beberapa lama aku menemukan sebuah tempat lagi. Kali ini mirip sebuah pasar. Banyak orang disana. Mereka seperti sedang melakukan transaksi jual beli. Tapi yang membuatku heran, semua orang itu berpakaian serba biru muda. Dan potongan pakaian mereka hampir sama antara satu dengan yang lain. Kain-kain panjang membalut tubuh mereka hingga menutupi mata kaki.
Berpasang-pasang mata mulai beralih menatapku dengan tatapan aneh dan curiga. Bagaimana mungkin aku tidak mencolok di mata mereka. Aku hanya memakai jeans pendek dan tshirt oblong berwarna putih.Tentu saja akulah yang menjadi makhluk asing di tempat ini.
Perasaanku mulai tak enak. Aku mulai cemas dan takut. Jangan-jangan ini dimensi lain dunia ini. Atau mungkinkah ini alam akhirat?
Tidak!!
Tepat disaat aku kehilangan akal tiba-tiba saja beberapa orang berpakaian biru muda datang menghampiriku. Ditangan mereka ada sebuah benda yang mirip dengan pedang. Tiba-tiba saja mereka menyeret tanganku dengan paksa dan membawaku pergi dari tempat itu.
Aku tak sanggup melawan. Tubuh mereka sangat kuat. Postur mereka saja dua puluh centi diatas kepalaku. Bagaiman aku bisa melepaskan diri dari dari tangan mereka?
Pertanyaanku terjawab sudah saat mereka memasukkanku ke dalam sebuah jeruji besi.
Sial,gerutuku kesal. Siapa mereka dan aku berada dimana?
Tapi mereka tampak seperti manusia. Sama sepertiku. Jika mereka malaikat pastilah mereka punya sayap. Tapi apa salahku hingga dimasukkan kedalam penjara besi ini?
Aku hanya bisa bertanya dalam hati karena tak ada siapa-siapa dalam ruangan itu. Dua orang penjaga tampak berdiri didepan. Itupun agak jauh.
Aku mulai menggigil. Hawa dingin mulai menyerangku perlahan. Tampaknya hari telah malam. Dan aku hanya bisa meringkuk di sudut ruangan berpagar besi itu untuk menahan hawa dingin.
Aku tertidur beberapa menit kemudian karena lelah berpikir. Namun aku tersentak kaget saat telingaku menangkap suara aneh.
Seorang penjaga tampak membuka pintu jeruji besi yang kutempati sekarang. Apa mereka akan membebaskanku?batinku gembira.
"Aku akan dibawa kemana?'tanyaku pada dua orang penjaga yang tiba-tiba saja menyeret tanganku. Tapi tak ada jawaban. Aneh. Mereka juga tidak berbincang satu sama lain.
~~##~~
"Putri mahkota, apa ini benar-benar dirimu?"
Aku tercengang bodoh. Penjaga tadi membawaku ke hadapan seorang laki-laki berpakaian mewah dan megah berwarna merah muda. Tampaknya tempat ini adalah sebuah kerajaan dan laki-laki yang sedang berdiri dihadapanku adalah rajanya. Apa analisaku benar?
"Apa kamu tidak tahu aku selalu menunggumu kembali? Aku merindukanmu, Putri Mahkota,"celotehnya lagi.
Aku tersenyum kaku. Lelucon apa ini?batinku bingung. Pasti kepalaku terbentur terlalu keras sehingga aku berkhayal terlalu ngawur seperti ini.
"Putri mahkota, apa kamu melupakanku?"laki-laki itu mengguncang tubuhku kencang-kencang. Seolah hendak menyadarkanku dari tidur panjang.
Aku mendesah kesal.
"Aku bukan putri mahkota,"tandasku tegas."Aku tidak tahu kenapa aku bisa sampai disini.Aku tadi bermain di air terjun dan tanpa sengaja aku terjatuh ke sungai. Begitu aku membuka mata aku sudah sampai disini. Aku tidak tahu aku hidup atau mati. Dan aku sama sekali tidak mengenalmu dan aku juga tidak tahu tempat apa ini,"paparku panjang. Aku menjelaskan kronologi asal mula aku terdampar di dunia asing ini.
Laki-laki itu membelalakkan kedua bola matanya. Ia mencermati diriku dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mungkin ia sedang mencari kesamaan yang ada pada diriku dengan orang yang dimaksudnya.
Lantas ia mendesah berat. Kemudian ia duduk kembali diatas singgasananya.
"Maafkan aku,"ucapnya beberapa saat kemudian. Sepertinya ia telah menyadari sesuatu. Dan ini sangat melegakan bagiku.
"Prajurit!"ia berteriak memanggil prajurit yang sedang berjaga didepan pintu."Bawa tamuku ke kamarnya dan jamu dia dengan baik,"perintahnya lagi.
Seorang prajurit menyuruhku untuk mengikuti langkahnya ke sebuah ruangan.
Wah, aku berdecak kagum setelah memasuki ruangan itu. Sebuah kamar begitu indah dan cantik telah dipersiapkan untukku. Tempat tidur beralas permadani tampak empuk dan nyaman membuatku ingin segera merebahkan diri di atasnya. Serangkaian bunga mirip tulip terangkum indah dalam sebuah vas besar terletak disudut ruangan.
Dua orang pelayan wanita berpakaian serba biru muda datang membawa nampan berisi berbagai hidangan.
Perutku sudah sangat lapar dan tanpa berpikir panjang aku segera menyantap hidangan lezat dihadapanku. Hidangan selezat ini tidak pernah aku temui di restoran manapun.
Malam itu aku tertidur pulas diatas permadani empuk itu hingga pagi tiba.
~~##~~
Suasana pagi ini begitu indah dan bisa kugambarkan romantis.Bunga-bunga beraneka warna bermekaran dibawah sinar mentari pagi. Meski aku tidak tahu aku berada di belahan dunia mana, tapi aku senang bisa melihat kecantikan taman kerajaan ini.
"Apa tidurmu nyenyak semalam?"
Aku membalikkan tubuh dan mendapati laki-laki yang mirip seorang raja itu menghampiri tempatku berdiri.
Aku tersenyum ke arahnya.
"Maafkan sikapku semalam,"tandasnya."Aku kehilangan akal saat melihatmu. Sekali lagi aku minta maaf."
Aku mengangguk.
"Apa aku boleh tahu tempat apa ini? Dan Anda siapa?"desakku. Sejak tiba di tempat ini aku tidak tahu apa-apa tentang sekelilingku.
"Aku Pangeran Randu. Dan tempat ini adalah wilayah kerajaan bawah air,"jelasnya.
Aku tercengang mendengar keterangannya. Ajaib sekali! Mirip dongeng. Dan aku seperti Alice yang terdampar di wonderland.
"Benarkah?"gumamku."Sepertinya air terjun itu adalah pintu gerbang menuju duniamu, apa itu benar?"
Pangeran Randu mengangguk.
"Oh ya, apa dayang-dayangku melayanimu dengan baik?"tanya Pangeran Randu kemudian.
"Ya. Mereka sangat baik,"sahutku."Apa hamba boleh bertanya sesuatu?"kali ini aku menggunakan bahasa yang lebih baik karena yang sedang berdiri dihadapanku adalah seorang pangeran.
"Tentu,"jawabnya seraya menoleh padaku.
"Apa wajah hamba sangat mirip dengan seseorang?"tanyaku."Maaf jika hamba lancang,"imbuhku lagi.
Pangeran Randu tersenyum. Ia menatap wajahku sekali lagi.
"Benar. Kamu sangat mirip dengan putri mahkota. Tapi rambut putri mahkota berwarna hitam dan lebih panjang dari milikmu,"tuturnya.
Aku tersenyum pahit. Rambutku memang tak pernah lebih dari sebahu dan rambut cokelatku ini memang baru aku warnai sebulan yang lalu.
"Putri mahkota meninggal dua puluh tahun yang lalu saat kami hendak menikah,"Pangeran Randu melanjutkan ceritanya kembali."Dia tewas karena diracun saudara tirinya yang iri melihat kebahagiaannya."
Dua puluh tahun lalu?batinku bingung. Tapi Pangeran Randu masih tampak sangat muda.
"Dimensi waktu kami berbeda dengan dunia manusia,"ucap Pangeran Randu menjelaskan. Sepertinya ia tahu apa yang sedang aku pikirkan."Kamu tahu berapa umurku sekarang?"
Aku langsung menggeleng.
"Tiga ratus tahun,"ucapnya membuat mulutku ternganga. Namun Pangeran Randu justru menertawakan keterkejutanku.
Kasihan Pangeran Randu, batinku seraya mengamati raut wajah Pangeran Randu. Dibalik tawanya ia menyimpan kepedihan yang mendalam. Pasti sangat berat untuknya kehilangan orang yang paling ia cintai.
"Jika kamu kasihan padaku, tetaplah tinggal disini dan menemaniku."
Aku hampir terloncat karena kaget mendengar ucapan Pangeran Randu. Ia benar-benar bisa membaca pikiran manusia. Gila!
"Pangeran sedang bercanda kan?"tanyaku ragu.
"Seorang pangeran tidak pernah bercanda dengan ucapannya,"ungkapnya."Ucapan tadi berarti aku sedang melamarmu. Apa kamu bersedia menjadi ratu kerajaan bawah air?"
Lelucon apa lagi ini?batinku. Ini benar-benar konyol. Mula-mula aku terseret ke dunia aneh ini, lantas bertemu dengan pangeran yang menyedihkan lantas ia menawariku untuk menjadi ratu bawah air. Lantas apa lagi setelah ini?
"Hamba rasa dunia kita berbeda,"tandasku."Hamba hanya ingin pulang kembali ke dunia manusia karena ada seseorang yang sangat hamba cintai disana,"tuturku.
Pangeran Randu tersenyum.
"Begitukah?"tanyanya memastikan.
"Benar Pangeran,"sahutku cepat.
"Bagaimana jika aku memaksa?"
Gawat! teriakku dalam hati. Jika ia memaksa apa yang bisa ku perbuat?
Seorang prajurit datang mendekat dengan tergopoh-gopoh. Seperti ada sesuatu yang penting dan mendesak sedang terjadi. Karena saat itu terdengar suara gaduh diluar.
"Ampun Pangeran,"ucapnya."Kerajaan diserang segerombolan manusia kelelawar. Mereka menyelinap ke dalam istana,"lapornya.
Pangeran Randu bergegas pergi begitu mendengar laporan dari prajuritnya. Namun tak lupa ia berpesan agar prajurit itu menjagaku.
Aku penasaran dengan apa yang sedang terjadi diluar sana. Namun prajurit itu menyuruhku masuk kedalam kamar. Menyebalkan.
Kerajaan bawah air diserang manusia kelelawar? Seperti apa mereka? Apa mereka makhluk bertaring,botak,bersayap, berhidung lancip dan telinganya seperti kuncup serta bertubuh hitam? Ah, imajinasiku terlalu ngawur.
Aku hanya bisa menunggu dan menunggu didalam kamar. Entah berapa lama aku harus dilanda cemas seperti ini. Apa Pangeran Randu dapat mengalahkan manusia kelelawar itu?
~~##~~
Pangeran Randu terluka? Aku berlari keluar dari kamarku begitu mendengar berita itu. Tapi untung saja manusia kelelawar itu dapat dilumpuhkan.
Pangeran Randu tampak terbaring diatas tempat tidur dengan lengan terbalut kain berwarna putih. Darah nampak menembus keluar dari lengannya.
"Pangeran tidak apa-apa?"tanyaku seraya melihat keadaannya.
"Kamu mencemaskanku?"ia bertanya.
Terus terang aku mencemaskan keadaannya. Bagaimana mungkin aku tidak mencemaskan laki-laki setampan dirinya. Kharisma yang melekat dalam dirinya juga sangat kuat. Jika ia manusia biasa pasti aku akan merebut hatinya dan mencampakkan Yudhis.
Huh, inilah kelemahanku. Mudah sekali jatuh cinta pada laki-laki tampan.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?"sentak Pangeran Randu mengagetkan."Tenang saja, aku tidak akan memaksakan kehendakku padamu."
"Bukan, bukan itu yang sedang hamba pikirkan,"sahutku.
"Lantas?"desaknya.
"Tidak ada. Hamba hanya berpikir tentang luka Pangeran. Apa parah?"aku berbohong kali ini.
Pangeran Randu tersenyum. Ia bangkit dan duduk menghadapku.
"Apa itu saja yang kamu pikirkan?"tanyanya masih dengan senyum mengembang di ujung bibirnya."Apa kamu tidak sedang menyesali sesuatu?"
Bodoh!makiku dalam hati. Pangeran Randu kan bisa membaca pikiranku. Percuma aku berbohong padanya. Lagipula kenapa ia mesti bertanya jika ia tahu apa yang sedang ku pikirkan.Apa ia sedang mengujiku?
"Maafkan hamba...."ucapku pelan. Aku benar-benar merasa dipojokkan olehnya.Sial....
"Kamu menyukaiku?"tanyanya sembari tergelak.
Oh Tuhan! Betapa malunya diriku saat itu. Aku menundukkan wajah untuk menghindari tatapan matanya yang mengejar gerak-gerikku.
"Aku sadar kita berbeda,"tandasnya usai menghentikan tawa."Aku akan mengantarmu pulang besok. Karena tidak baik kamu terlalu lama disini."
Benarkah aku akan pulang?batinku senang.
~~##~~
Pangeran Randu menggenggam tanganku erat.Kami sedang berdiri didepan sebuah air terjun yang mengalir deras.
"Aku pasti akan merindukanmu,"ucapnya.
Kami akan berpisah. Rasanya berat untuk meninggalkan laki-laki itu. Tapi aku harus pergi. Dan aku pasti akan sangat merindukannya.
"Apa kita akan bertemu lagi?"tanyaku.
"Jika kamu ingin bertemu denganku, panggil namaku tiga kali. Aku pasti akan muncul dihadapanmu,"ucapnya.
Aku tersenyum padanya untuk yang terakhir kali sebelum melepaskan tangannya dan pergi.
"Mungkin pertemuan kita terlalu singkat,"ucapku seraya tergelak."Dan aku pasti akan sangat merindukanmu,Pangeranku."
Pangeran Randu balas tersenyum.
"Pergilah,sebelum aku berubah pikiran dan menahanmu disini selamanya,"suruhnya.
Aku mengangguk pelan.
"Sampai jumpa,"aku melambaikan tanganku ke arahnya sebelum masuk ke dalam aliran air terjun.
Aku masih melihat senyumnya sampai aku benar-benar menghilang didalam air terjun. Sampai jumpa Pangeranku. Semoga hidupmu bahagia......
~~##~~
Suasana kamar rumah sakit menjadi pemandangan pertama yang aku lihat setelah membuka mata. Sebuah jarum infus menembus kulitku, juga sebuah ventilator terpasang di wajahku. Kepalaku terbalut sebuah kain perban.
Berapa lama aku pingsan?batinku seraya meneliti sekeliling ruangan yang ternyata kosong. Tak ada siapa-siapa disana.
Huh, menyebalkan. Aku sedang sakit seperti ini namun tidak ada seorangpun yang menjagaku.
Aku melepaskan ventilator di wajahku. Juga jarum infus yang menancap dikulitku.
Aku hendak bangun dari tempat tidur tapi punggungku terasa kaku dan berat. Sepertinya aku tertidur terlalu lama,batinku.
Tiba-tiba pintu terbuka dan tampaklah sosok Yudhis.
Ia tampak tercengang melihatku yang sedang duduk di tepian tempat tidur.
"Kamu sudah sadar,Lex?"serunya. Ia hendak memeriksaku dengan stetoskop miliknya namun buru-buru kutepis. Aku merasa baik-baik saja.
"Berapa lama aku pingsan?"tanyaku penasaran.
"Kamu koma hampir tiga bulan,"jawab Yudhis membuatku tercengang.
Tiga bulan?batinku. Bukankah aku hanya menghabiskan tiga hari saja dikerajaan bawah air?
"Ini benar-benar sebuah keajaiban,Lex"tuturnya kemudian."Sebenarnya kemungkinanmu sadar hanya sedikit sekali.Nyaris tidak ada harapan,"
Aku hanya tertegun sambil menatap Yudhis tak percaya.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"tanyaku ingin tahu.
Yudhis mengambil kursi sebelum memulai kisahnya.
"Hari itu seorang pencari kayu bakar menemukan tubuhmu mengambang di sungai dekat air terjun.Kamu pingsan karena kepalamu terbentur batu. Tapi apa yang kamu lakukan disana,Lex?"
"Aku pergi kesana bersama seseorang. Dia teman baruku dan dia seorang photografer.Apa kalian tidak bertemu dengannya?"ungkapku.
Yudhis menggeleng. Namun tangannya segera menjangkau sesuatu dari atas meja.
Sebuah amplop berwarna cokelat kuterima dari tangannya.
"Amplop ini tiba-tiba saja ada di atas meja sehari setelah kamu terbaring disini. Kami tidak tahu siapa yang meletakkannya disini,"tutur Yudhis.
Aku buru-buru memeriksa isi amplop itu dan begitu tahu bahwa ada beberapa lembar fotoku didalamnya, mulutku hanya bisa ternganga.
Itu adalah foto-fotoku saat di air terjun sesaat sebelum kecelakaan itu terjadi. Tapi kemana sosok Langit? Kenapa ia seperti menghilang begitu saja? Apa ia sengaja membawaku kesana agar aku terseret ke kerajaan bawah air ?
Aduh, kepalaku terasa sakit saat mencoba untuk berpikir.
"Kamu baik-baik saja,Lex? Istirahatlah, kamu masih perlu banyak istirahat,"suruh Yudhis. Ia membantu merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.
"Bagaimana kabar Nuraida?"
"Alexa,kamu sedang sakit. Kenapa masih mencemaskan orang lain?'sentak Yudhis seraya membenahi jarum infus milikku.
"Aku hanya ingin tahu hubungan kalian. Apa kalian baik-baik saja?"tanyaku ngotot.
Yudhis tersenyum pahit.
"Memangnya kamu mengira kami pacaran?"pancingnya."Aku menganggap dia seperti adikku sendiri.Apa kamu mencemburuinya?"
"Cemburu?"tanyaku sinis."Siapa juga yang cemburu?"
Yudhis terbahak mendengar jawabanku.
"Sebaiknya kamu istirahat dan jangan banyak pikiran.Oke?"Yudhis hendak meninggalkan tempat tidurku namun secepat kilat aku menahan tangannya.
"Ada apa ,Lex?Kamu butuh sesuatu?"tanyanya.
Aku menggeleng.
"Apa kamu mencintaiku?"tanyaku ragu."Lupakan pertanyaanku. Pergilah,"sambungku lagi.Aku melepaskan tangannya agar ia leluasa pergi.
Yudhis urung pergi meski aku tak lagi menahan tangannya.
"Satu-satunya orang yang paling mengharapkanmu bangun kembali adalah aku, Lex,"ungkapnya kalem.
Terima kasih,batinku. Jawaban Yudhis sangat melegakan kali ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar