Jumat, 17 Mei 2013

A LETTER FROM HEAVEN


Tamara hanya tertegun. Sedang matanya menatap ke langit yang tiba-tiba saja mencurahkan air hujan.
Ah,seandainya hujan bisa ditunda sejam lagi pasti ia tidak akan terjebak di teras kampus seperti sekarang. Ia bisa pulang tanpa perlu tersentuh air hujan sama sekali.
"Sial,"
Tamara menoleh mendengar seseorang menggerutu sendirian. Seorang cowok tampak kesal melihat tetesan hujan yang turun.
"Apa hujannya tidak bisa nanti saja,"sambung cowok itu lagi.Ia tampak bingung sendirian.
"Maaf, jam berapa sekarang?"
Cowok itu menegur Tamara tiba-tiba.
"Ponselku batereinya habis,"jelas cowok itu sambil nyengir.
Tamara mendesah pelan. Gadis itu melirik jarum jam yang melingkar di tangannya.
"Jam dua kurang lima menit,"beritahu gadis itu kemudian.
"Terima kasih,"ucap cowok itu berterima kasih.
Tamara hanya mengangguk pelan. Lantas ia kembali menatap ke arah hujan dan enggan untuk menanggapi cowok yang berdiri di sebelahnya.
"Apa hujannya akan lama?"Tamara mendengar cowok itu bergumam lagi."Kasihan mami,"
Oh, rupanya cowok itu sedang mencemaskan orang tuanya,batin Tamara usai mendengar gumaman cowok itu.
"Kamu juga menunggu hujan reda?"cowok itu mengalihkan pertanyaannya pada gadis yang kini berdiri di sebelahnya.
Tamara menoleh.
"Aku?"tanya Tamara menunjuk pada dirinya.
Cowok itu tersenyum seraya mengangguk.
"Iya,"balas Tamara pendek.
"Sebenarnya aku harus menjemput ibuku, tapi sepertinya hujan sedang tidak bersahabat,"papar cowok itu seraya tersenyum kaku.
Tamara ikut mengembangkan senyum tawar.
Cowok itu tak melanjutkan kalimatnya. Namun bibirnya bergumam kecil. Seperti sedang bersenandung.
Untuk beberapa lama mereka diam tanpa perbincangan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing selama menunggu hujan reda. Dan ketika hujan mulai berangsur reda...
"Oh ya namaku Aldiano. Barangkali kita bertemu lagi suatu saat nanti,"ucap cowok itu menyebutkan nama serta mengulurkan tangannya pada Tamara.
Tamara mengernyitkan dahi namun perlahan tangannya terulur juga untuk menjangkau jabat tangan cowok aneh itu.
"Tapi kamu cukup memanggilku Al saja. Lebih praktis dan simpel,"sambung cowok itu.
Tamara tersenyum namun belum berani menyebutkan nama.
"Nampaknya hujan sudah reda,"ujar cowok itu kemudian tanpa menuntut gadis dihadapannya untuk menyebut namanya."Aku pergi dulu. Bye..."pamit cowok itu cepat.
Cowok bernama Al itu bergegas berlari meninggalkan teras kampus meski hujan gerimis masih turun meski satu-satu. Dan Tamara hanya bisa menatap kepergian cowok itu dengan tatapan enggan.
Cowok aneh, batinnya sembari bergegas meninggalkan tempatnya berdiri. Karena hujan semakin mereda...
######
Ibu Tamara menggeleng-gelengkan kepalanya demi melihat betapa berantakannya kamar anak gadisnya. Buku-buku dibiarkan berserakan diatas meja belajar. Beberapa buah lagi terdampar di atas bantal. Sementara benda-benda lain juga tergeletak begitu saja tidak pada tempatnya.
"Tamara! Bangun !"teriak ibu Tamara."Kamu tidak kuliah hari ini?"serunya lagi seraya menyingkap tirai jendela yang masih tertutup.
Sinar mentari pagi langsung menyergap masuk kedalam kamar Tamara hingga menyentuh ujung bantalnya.
"Sampai kapan kamu akan tidur terus? Lihat kamarmu seperti kapal pecah saja. Cepat bangun dan bereskan kamarmu,"celoteh ibu Tamara kemudian.
Tamara mendengus kesal dibalik bantalnya. Pagi-pagi begini ibunya sudah mengomel kesana kemari. Padahal ia masih ingin tidur beberapa menit lagi.Tapi ia terpaksa mengakhiri mimpi indahnya jika tidak ingin mendapat omelan yang lebih panjang lagi dari ibunya.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini? Tidak baik terus-menerus meratapi nasib.Kamu harus bangkit dan menata hidupmu,"ucap ibu Tamara melanjutkan omelannya.
"Bu!"teriak Tamara kesal."Tamara mohon jangan mengungkit masalah itu lagi."
"Ibu tidak akan mengoceh setiap pagi seperti ini andai kamu mau berubah,"sahut ibunya cepat."Andai kamu kembali seperti Tamara yang dulu. Yang rajin menata kamarnya, yang ceria dan hangat...."
Tamara tersenyum pahit mendengar ucapan ibunya. Ia benci mendengar ocehan yang sama setiap hari.
Gadis itu tak merespon ucapan ibunya. Ia bangun dari tempat tidurnya lantas menyambar handuk miliknya dan segera melangkah ke kamar mandi.
Ibu Tamara menghela nafas melihat kelakuan anak gadisnya.
Sebenarnya ia kasihan melihat Tamara. Padahal dulu Tamara adalah anak yang ceria dan hangat. Ia juga tak semalas sekarang. Semua gara-gara Ben....
Ia hanya berharap Tamara akan bertemu seseorang yang dapat mengembalikan keceriaan yang dulu pernah ia miliki. Ia hanya ingin Tamara menemukan cinta dan kebahagiaannya.
######
"Benar kamu tidak mau ikut?"untuk yang kedua kalinya Rosa menanyakan keikutsertaan Tamara. Pasalnya Rosa, Nayla dan Yolla akan pergi ke toko buku Gramedia untuk sekedar hunting novel terjemahan. Tapi untuk kesekian kalinya Tamara menolak ajakan sahabatnya.
"Kalian saja yang pergi. Aku capek,"tandas Tamara seraya menggelengkan kepalanya.
Begitulah sikap Tamara. Selalu menolak jika diajak pergi. Kalaupun mau pergi itupun harus dipaksa. Akhirnya mereka bertiga meninggalkan Tamara di halte bus depan kampus sendirian.
Tamara hanya menatap kepergian sahabat-sahabatnya dengan mata sayu. Dulu ia sering pergi ke Gramedia sewaktu masih bersama-sama Ben. Tapi itu sudah terjadi setahun yang lalu.
Ben....
Ah, kenapa ingatannya mesti melambung lagi pada nama itu?batin Tamara resah. Padahal ia sudah lebih dari seratus kali mencoba melupakan sosok itu. Tapi kenapa belum berhasil juga?
"Hei....."
Tamara tergagap. Lamunannya terbang seketika begitu seseorang berteriak sambil menepuk bahunya.
Gadis itu membalikkan tubuh dan mendapati seorang cowok tengah tersenyum padanya. Oh,rupanya cowok aneh yang beberapa hari lalu bertemu dengannya di teras kampus. Dan hujan turun saat itu.
"Apa kabar?"tegur cowok yang bernama Al itu."Rupanya Tuhan masih ingin kita bertemu.Kamu mau pulang?"tanyanya kemudian.
Tamara mengiyakan.
"Kamu mau aku antar?"tanya Al menawarkan diri.
Tamara terdiam. Baru kali ini ada seorang cowok yang bersedia mengantarnya pulang meski baru bertemu dua kali.
"Tapi aku cuma bawa motor,"Al menunjuk ke arah sebuah motor yang diparkir di tepi jalan.
"Tidak usah. Aku biasa naik bus kok,"tolak Tamara mentah-mentah. Namun dengan kalimat yang sopan.
"Kenapa? Apa karena motorku jelek? Atau kamu takut aku culik?"tanya Al.
Tamara menggeleng.
"Bukan,"balasnya pendek.
"Oke. Tidak masalah. Tapi aku boleh menemanimu sampai bus datang kan?"rupanya Al tak kekurangan akal untuk mendekati sang gadis.
"Terserah,"balas Tamara malas.
Sesaat hening. Namun lagi-lagi Al bergumam sendirian, seperti sedang bernyanyi kecil namun tak begitu jelas.
"Apa aku boleh mengatakan sesuatu?"tanya Al tiba-tiba. Berinisiatif memulai perbincangan.
"Tentang apa?"tanya Tamara datar.
Al tersenyum. Entah apa penyebabnya.
"Kenapa kamu tersenyum? Apa ada sesuatu yang lucu?"tanya Tamara penasaran melihat ekspresi wajah Al.
"Tidak ada,"sahut Al cepat. Ia pun menghentikan senyumnya."Aku cuma takut kamu tersinggung."
Tamara mendesah. Ada sebuah bus yang berhenti namun entah karena apa gadis itu tidak segera bergegas untuk naik.
"Memang ada hubungannya denganku?" Tamara menatap ke arah Al dengan penuh tanda tanya.
"Ya,"sahut Al ragu.
Dan bus yang ditunggu Tamara itu pun dibiarkannya berlalu begitu saja.
Gadis itu sama sekali tak merisaukan bus yang sejak tadi ditunggunya. Ia justru lebih tertarik berbincang dengan cowok bernama Al itu..
"Kamu mau aku antar sekarang?"tanya Al kemudian.
"Apa aku sudah menyetujui untuk ikut denganmu?"tanya Tamara.
"Tapi sepertinya langit sudah menyetujuinya,"tandas Al sembari menunjuk ke atas. Segumpal awan hitam tampak berbondong-bondong menuju langit diatas kampus.
Tamara menyerah. Sepertinya ia harus menyetujui ajakan cowok itu untuk ikut motornya.
"Sebenarnya aku tadi cuma ingin mengatakan bahwa kamu cantik,"ungkap Al saat Tamara turun dari atas motornya. Mereka telah sampai didepan rumah Tamara sepuluh menit kemudian.
Tamara tersenyum kecut mendengar ucapan Al. Sepertinya lebih mirip rayuan gombal, batinnya.
"Kamu tidak tersinggung kan?"
Tamara menggeleng pelan.
"Terima kasih telah mengantarku,"ucapnya.
Hujan turun sesaat setelah Tamara masuk kedalam kamarnya. Gadis itu mengintip dari balik tirai jendela kamarnya.
Apa kabarnya cowok aneh itu?batinnya seraya mengamati jalanan depan rumahnya yang sesaat saja telah basah oleh air hujan. Ia pasti sedang diguyur air hujan sekarang......
######
Hatsy!
Lagi-lagi Al bersin untuk kesekian kalinya. Gara-gara kehujanan kemarin ia dilanda flu sekarang. Tapi mau bagaimana lagi, semua ia lakukan demi gadis itu.
Cowok itu hendak keluar dari tempat parkir kampus manakala melihat gadis incarannya tampak celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu. Dirikah kiranya yang gadis itu cari?
"Al!"
Tepat. Gadis itu memanggil namanya sebelum ia melakukannya duluan.
Al bergerak mendekat.
"Kenapa? Apa kamu butuh tumpangan lagi?"tanya Al bercanda.
"Apa kemarin kamu kehujanan?"cecar Tamara dengan mengabaikan pertanyaan Al sebelumnya.
Al tersenyum.
"Sedikit,"sahutnya masih dengan tersenyum."Tapi terima kasih telah mencemaskanku,"sambungnya.
Beberapa menit kemudian mereka telah beralih kebangku kantin. Dua porsi mie ayam dan dua buah teh botol telah ada didepan mereka. Kali ini Tamara yang berinisiatif untuk mentraktir Al karena jasanya kemarin.
"Apa aku boleh menebak?"tanya Al seraya mengunyah makanannya.
"Menebak apa?"tanya Tamara ingin tahu.
"Hmmm...Tapi kalau salah jangan ditertawakan,"
Tamara menggeleng.
"Kamu suka warna oranye, betul tidak?"tanya Al kemudian.
Gadis itu terbelalak. Al tepat menebak warna favoritnya. Lalu apa lagi?
"Betul,"timpal Tamara."Lalu apa lagi yang kamu ketahui?"pancingnya ingin menguji kemampuan Al.
"Film favoritmu adalah Twilight. Penyanyi favoritmu Adele, tapi kamu juga suka John Mayer.Kamu suka membaca novel, dan bunga favoritmu adalah mawar putih. Apa tebakanku ada yang meleset?"tutur Al berderet panjang.
Tamara hanya terbelalak memandang Al tak percaya.Bagaimana ia bisa tahu semua kesukaan Tamara, padahal mereka baru saja kenal.Selama ini hanya Ben saja satu-satunya orang yang tahu tentang semua kesukaan Tamara.Apa Al juga tahu tentang kehidupan pribadi Tamara???
"Apa kamu seorang cenayang, paranormal atau peramal?"tanya Tamara heran dengan kemampuan Al.Ia kagum dengan indera keenam yang dimiliki cowok itu.
Al terbahak keras. Ia sama sekali tak memberi jawaban atas pertanyaan Tamara.
"Kamu juga tahu namaku Tamara kan?"tanya Tamara lagi.
"Tentu saja aku tahu. Kamu baru menyebutkan namamu,"timpal Al sekenanya.
"Apa kamu juga tahu tentang kehidupan pribadiku?"tanya Tamara kemudian. Matanya menyipit penuh selidik.
"Hm?"Al ganti menatap gadis di hadapannya. "Karena kamu menatapku seperti itu,aku jadi lebih mudah membaca kehidupanmu,"ungkap Al.
"Benarkah?"tanya Tamara dengan mata terbelalak.
Benarkah Al tahu semuanya?batin Tamara ragu.
"Kamu ingin tahu pendapatku tentang....?"pertanyaan itu sengaja digantung Al. Sekedar untuk menjaga perasaan Tamara.
"Mungkin lain kali,"tolak Tamara cepat.
Al menghela nafas mendengar jawaban Tamara.
"Tapi untuk mengantarmu tidak ada lain kali kan?"
######
Tamara terjaga dari tidurnya malam ini. Bayangan Ben datang dan mengusik tidurnya yang lelap. Padahal akhir-akhir ini ia sudah tidak terlalu memikirkan mantan kekasihnya itu. Tapi malam ini ia datang seolah ingin membangunkan tidur Tamara.
Tamara masih menyimpan semua kenangan mereka berdua. Bahkan percakapan terakhir mereka setahun lalu,juga masih di ingatnya.
"Kupikir kita tidak bisa bersama lagi,"ucap Ben kala itu. Ekspresinya datar,seolah tanpa beban.
"Kenapa? Kita tidak pernah punya masalah,tapi kenapa tiba-tiba kamu meminta putus? Apa aku punya salah atau kekurangan? Atau kamu punya cewek lain,atau.... kamu bosan denganku?"begitu banyak pertanyaan yang di ajukan Tamara kala itu.
"Tidak ada,"timpal Ben."Kamu tidak bersalah,Tamara. Aku harus pergi jauh,dan aku takut tidak bisa menjaga perasaanku.Aku takut tidak bisa kembali..."
"Maksudmu apa Ben? Kamu akan pergi kemana?"desak Tamara bingung.
"Aku akan melanjutkan studi di London,"ungkap Ben mengejutkan. Selama ini tidak ada keinginan Ben untuk kuliah diluar negeri.Dan keputusan ini sangat mendadak. Terkesan mencurigakan.
"Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?"tanya Tamara lagi.
Ben menggeleng.
"Aku memang harus pergi. Demi masa depanku,"
Jawaban macam apa itu? Tamara sama sekali tak bisa menerima jawaban yang menurutnya terlalu dibuat-buat.
Tapi pertemuan itu adalah pertemuan mereka yang terakhir kali. Tamara hanya mendengar bahwa Ben berangkat keesokan harinya.
Ben tidak pernah menelepon, mengirim surat dan ia tak pernah kembali semenjak hari itu. Ia seperti sengaja menghilang tanpa jejak.
Apa Al tahu semua peristiwa itu?batin Tamara. Apa Al juga bisa melihat luka yang susah payah ia sembuhkan sendiri itu? Seberapa banyak yang ia tahu?
Al yang misterius itu tiba-tiba saja hadir dalam hidupnya.Sepertinya ia dikirimTuhan untuk sedikit menghapus kesedihan dan mewarnai hari-hariTamara yang kelabu. Sikapnya yang ceria dan hangat memang sedikit menimbulkan kesan dalam hati Tamara.Tapi bukan berarti Tamara menjatuhkan hati secepat itu pada Al bukan?
Al hanya sahabat yang hadir disaat hatinya kosong. Al datang mendekat disaat Tamara mulai bergerak menjauh pergi dari kehidupan.
Ya,pasti hanya seperti itu,tegas hati Tamara yang sedikit mulai goyah.
######
Ibu Tamara tersenyum melihat kamar anak gadisnya yang kini tertata rapi,tak seperti dua bulan lalu yang lebih mirip kapal pecah. Perubahan pada diri gadis itu memang lamban namun pasti. Ia juga mulai rajin pergi ke kampus. Penampilan tubuhnya tak lupa ia perhatikan.
Ibu Tamara bersyukur. Ternyata kehadiran cowok bernama Al itu mampu merubah segalanya. Ia seperti malaikat penyelamat bagi Tamara. Al juga nampak baik dan perhatian.
Seandainya mereka saling menyukai ibu Tamara pasti merestui hubungan mereka berdua.
"Kalian sudah jadian?"tegur ibu Tamara pada anak gadisnya yang tengah menyantap sarapan pagi.
"Maksud ibu?"
" Kamu dan Al.Kalian pacaran kan?"lanjut ibu Tamara.
Tamara tak menjawab. Ia melanjutkan mengunyah sarapan paginya.
"Ibu lihat Al anak yang baik. Dia juga perhatian.Ibu setuju saja jika kamu berhubungan dengannya,"ujar ibu Tamara seraya menghampiri tempat duduk anak gadisnya.
"Apa secepat itu ibu mengambil keputusan?'
"Kenapa? Selama kamu menyukainya dan dia menyukaimu,"timpal ibunya."Al telah merubah segalanya. Karena Al juga kamu kembali seperti Tamara yang dulu."
Tamara merenungkan perkataan ibunya. Memang benar Al telah membawa banyak perubahan dalam hidupnya.Karena keceriaan dan kehangatannya lah yang bisa membawa warna dalam hidup Tamara.Dan gadis itu juga menyukai kebersamaan mereka berdua. Apa itu cinta namanya?
"Cepat makannya.Al sudah menunggu didepan tuh,"ucap ibu Tamara memporak-porandakan lamunan anak gadisnya.
Tamara tergagap.Gadis itu segera meneguk minumnya lantas menyambar tas dan berlari kedepan. Ia tak ingin membiarkan Al terlalu lama menunggu dirinya.
######
"Bolos yuk,"
Tamara mendongakkan wajahnya. Ia menutup novelnya setelah mendengar suara Al.
"Bolos?"tanya Tamara tak percaya. Baru kali ini seseorang mengajaknya untuk bolos kuliah.
"Aku sedang malas nih,"keluh Al seraya menunjukkan ekspresi tak bersemangat.
Mereka telah menjalin hubungan selama tiga bulan ini. Dan semua terasa manis serta membahagiakan.
Maka saat Al mengajaknya untuk bolos, Tamara langsung mengiyakan tanpa persyaratan apapun. Terlebih tujuan mereka sangat jelas. Bioskop!
Al sengaja memilih tempat yang satu ini,karena ia bisa lebih dekat dengan Tamara.Dan yang paling penting adalah romantis! Karena drama yang mereka tonton bertema cinta.
Setelah nonton mereka berencana pergi makan siang ke restoran cepat saji. Karena sejak kemarin perut Al "ngidam" masakan Jepang. Jadilah mereka pergi ke Hokka Hokka Bento tak jauh dari bioskop.
"Aku ke toilet sebentar,"pamit Al begitu mereka kelar makan siang.
"Jangan lama-lama,"timpal Tamara cepat.
"Belum juga berangkat..."desis Al sewot.
Tamara cekikikan melihat tingkah kekasihnya. Sementar Al nampak terbirit-birit berlari ke toilet.
Oh,ponsel Al ketinggalan diatas meja.Tumben sekali ia lupa menyimpan ponselnya didalam saku,batin Tamara seraya memungut benda milik Al.Biasanya Al paling teliti menyimpan benda-benda pribadinya.
Dan naluri Tamara tergelitik juga untuk "mengintip" isi ponsel Al.
Dasar Al,gerutunya seraya tersenyum. Banyak sekali sms yang dikirim Tamara dan tidak dihapus olehnya. Foto-foto mereka berdua juga banyak tersimpan disana.
Namun Tamara tercengang saat lebih jauh melihat isi memori ponsel itu. Ada beberapa buah foto Al bersama seseorang yang Tamara kenal. Dan orang yang berfoto bersama Al adalah Ben!
Siapa sebenarnya Al???
"Maaf, aku agak lama...."Al terkejut melihat ekspresi wajah Tamara.
Gadis itu tampak tertegun seraya menatap ponsel milik Al.
"Tamara..."
Gadis itu menoleh ke arah Al. Tapi mata gadis itu tampak berkaca-kaca saat menatap Al.
"Sebenarnya siapa kamu?"tanya Tamara dengan bibir gemetar.Sebutir air mata merembes ke pipinya yang tampak pucat.
Al terpojok.Tamara telah menemukan bukti-bukti itu karena kecerobohan dirinya sendiri.
"Katakan Al!"seru Tamara tak sabar.
"Aku akan katakan,tapi tidak disini,"sahut Al. Ia segera menarik tangan Tamara keluar dari restoran yang penuh dengan pengunjung itu.
######
Tamara sedikit menjaga jarak duduknya dengan Al. Taman sepi. Hanya ada beberapa orang yang berada disana. Sekedar duduk santai atau melepas lelah.
Al memulai kisahnya.
"Ben memang sahabatku.Kami tumbuh bersama-sama.Dan kami sangat dekat.Bahkan kami lebih dari saudara kandung,"tutur Al mengungkap hubungannya dengan Ben."Saat memasuki SMU,aku pindah ke Singapura karena ibuku menikah lagi dengan orang Singapura.Sekitar satu setengah tahun yang lalu aku secara tak sengaja bertemu dengan Ben di rumah sakit Mount Elizabeth. Saat itu aku sedang mengunjungi teman yang sakit.Kami berbincang selama dua jam saat itu. Ben bercerita tentang penyakitnya padaku. Dia juga banyak bercerita tentangmu, bahkan dia memberikan alamat dan nomor teleponmu."
Al menghela nafas sebelum melanjutkan penuturannya.Sedang Tamara menyimak baik-baik cerita Al.
"Ben sakit parah,"lanjut Al kemudian."Sedianya dia akan di operasi disana,tapi kemungkinan sembuh fifty-fifty.Mungkin dia sudah tahu jika umurnya tidak akan lama lagi.Karena itu ia sempat mengatakan kalau dia menitipkanmu padaku.Dia ingin aku menggantikan posisinya dihatimu.Aku menolak saat dia mengatakan hal itu,karena aku menganggapnya konyol.Dia pasti bisa bertahan.Karena Ben bukan orang yang mudah menyerah."
"Ben meninggal setelah menjalani operasi. Tumor di otaknya sudah menjalar dan operasinya gagal."
Tamara kaget. Ia memandang Al dengan tak percaya.Apa benar yang dikatakan Al?Apa Ben benar telah meninggal?
"Kenapa Ben merahasiakan penyakitnya dariku?"isak Tamara beberapa saat kemudian.
"Karena dia tidak ingin kamu sedih.Karena dia sangat mencintaimu, Tamara,"sahut Al.
"Dan selama ini kamu mendekatiku karena Ben menitipkanku padamu? Apa aku ini sebuah benda yang bisa dengan mudah dipindah tangan?"protes Tamara kesal.
Al mendesah berat.
"Kamu melakukan semua ini demi Ben?"tanya Tamara lagi."Aku benar-benar merasa dibodohi olehmu,Al.Juga Ben.Aku benci kalian berdua!"teriak Tamara.
"Semula memang aku melakukan ini demi Ben.Tapi sekarang aku akui aku benar-benar menyukaimu,Tamara.Aku mencintaimu,"tandas Al bersungguh-sungguh.
Tamara tersenyum kecut mendengar pengakuan Al.Penilaiannya tentang Al berbalik 180 derajat.Cowok aneh yang ia kenal di teras kampus itu tak lebih dari seorang pembohong dimatanya.Al penipu!
Kenapa kamu melakukan ini padaku,Ben?isak Tamara seraya berlalu dari tempat itu.Teriakan Al yang berulang kali memanggil namanya sama sekali tak digubrisnya.
Untuk yang kedua kalinya hati Tamara patah. Gadis itu kecewa.
######
Hujan turun diluar sana.Sama seperti mata Tamara yang sedang berair.
Gadis itu sedang dirundung kesedihan yang mendalam. Hatinya terluka.
Semua karena Ben....
Lagi-lagi Ben,batinnya pilu.Apa Ben sedang melihat air matanya kini?Padahal Ben sudah mengucap janji tidak akan pernah menumpahkan air mata Tamara. Tapi kenapa justru Ben-lah yang membuatnya menangis sekarang ini.
Penyesalan yang bertubi-tubi menyerang dada Tamara hingga membuatnya sesak.Berbagai kata andai bergema dihatinya.Andai waktu bisa diputar kembali...Andai Ben tidak pernah menderita sakit parah.....
"Al datang!"
Suara ibu Tamara terdengar lantang memberitahukan kedatangan cowok itu.Namun Tamara tidak langsung bangkit dari atas tempat tidurnya.Padahal biasanya ia selalu tergesa berlari ke depan saat ibunya meneriakkan nama Al.Tapi sekarang....
"Tamara....Al datang tuh,"
Ibu Tamara menghampiri tempat tidur anak gadisnya.Ia takut Tamara tertidur sehingga tak mendengar teriakannya.
"Suruh dia pergi,"gumam Tamara dari balik selimutnya.
Jawaban Tamara membuat ibunya heran.
"Kalian bertengkar?"tanya ibunya ingin tahu.
"Pokoknya suruh dia pergi.Tamara tidak mau bertemu dengannya,"ulas Tamara.
Ibu Tamara tak mengerti akan sikap anak gadisnya,namun ia menyampaikan pesan Tamara untuk Al.
Al cukup paham akan sikap Tamara.Ia menitipkan salam untuk Tamara sekaligus minta maaf pada gadis itu.
Tamara pasti sangat kecewa.Ia berhak untuk marah padanya.Namun Al tidak tahu apa yang mesti ia perbuat untuk meyakinkan Tamara bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai gadis itu.
######
Ibu Tamara cemas.Ia bolak-balik kekamar Tamara seraya membawa baskom berisi air hangat.Pasalnya sejak tadi malam gadis itu demam.Dan Tamara juga tidak mau makan sama sekali.Mulutnya selalu mengigau menyebut nama Al.
Ibu Tamara bingung.Ponsel milik Al tidak aktif.Padahal hanya Al-lah satu-satunya obat untuk Tamara.Tapi dimana gerangan cowok itu berada.
"Dimana kamu Al?"gumam ibu Tamara resah.Ia telah menyuruh seseorang untuk mencari keberadaan Al.Namun sampai detik ini belum ada laporan tentang Al.
Satu jam kemudian telepon berdering.
"Apa?Al sudah pergi ke Singapura?"
Oh Tuhan,gumam ibu Tamara.Bagaimana ini?Demam Tamara belum juga turun dan ia tak berhenti memanggil nama Al.
Kenapa Al begitu cepat mengambil keputusan untuk pergi? Tamara bisa meninggal jika terus-terusan seperti ini........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar