Sabtu, 30 November 2013

LOVE FOR MAMA


Luna terhenyak kaget ketika membuka pintu kamarnya. Betapa tidak, kamar itu telah berubah bak kapal pecah. Padahal tadi sebelum berangkat ke sekolah, kamar itu masih tertata sedemikian rapi. Tapi kini....
"Ma!!" teriaknya lantang. Geram.
Beberapa detik kemudian mama Luna muncul. Ia tampak tergopoh-gopoh memenuhi panggilan putrinya. Wanita itu kaget begitu sampai disana dan melihat kondisi kamar putrinya yang seperti habis terkena badai. Berantakan.
"Mama ini gimana sih,"sentak Luna kesal. "Kan udah Luna bilang jagain Kak Adit baik-baik. Jangan sampai masuk kamar Luna. Jadi gini kan akhirnya,"keluhnya.
"Maafin mama Lun. Tadi mama sibuk di dapur dan nggak sempat ngawasin kakakmu,"sahut mama Luna dengan perasaan menyesal.
Disaat itu kakak Luna tiba-tiba muncul dan bersembunyi di balik punggung mamanya. Mungkin ia bisa membaca kemarahan yang terlukis di wajah Luna.
"Ini dia biang keroknya,"maki Luna kasar. "Udah berapa kali Luna bilangin, Kak Adit jangan pernah masuk ke kamar Luna. Kenapa Kak Adit masih melanggar pesan Luna sih?"ucap Luna kemudian.
Adit tampak ketakutan mendengar omelan Luna. Ia menarik lengan mamanya kuat-kuat untuk mencari perlindungan.
"Lun,"sahut mamanya kemudian. "Kamu kan tahu kakakmu seperti apa. Dia nggak seperti manusia normal lainnya. Dia autis. Kapan kamu akan bisa menerima keadaannya?"
"Luna nggak akan bisa mengerti, Ma,"timpal Luna berseru. Penuh dengan emosi.
"Mama tahu perasaanmu,"sahut mama Luna cepat. "Nggak ada satupun ibu yang ingin anaknya terlahir cacat.Kakakmu juga nggak minta dilahirkan dengan kekurangan seperti itu. Semua orang didunia ini pasti ingin terlahir dengan sempurna. Kakakmu juga. Tapi apa dia punya pilihan? Nggak, Lun. Orang seperti kakakmu hanya bisa menerima apa yang diberikan oleh Tuhan untuknya. Itu sudah menjadi takdirnya.
Dan mama nggak pernah menyesal melahirkan anak seperti dia. Mama sudah menerima semuanya dengan ikhlas. Apa yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik untuk mama. Mama tidak akan mengeluh atau protes. Karena Tuhan sangat menyayangi mama. Maka dari itu Dia menitipkan anak seperti itu pada mama.
Kamu mengerti kan ucapan mama?"
"Luna tahu. Bahkan Luna sudah sudah hafal diluar kepala,"sahut Luna cepat. "Mama sudah mengatakan itu ratusan kali. Sampai Luna nggak ingin mendengarnya lagi,"tandasnya ketus.
Mama mendesah pelan mendengar ucapan putrinya.
"Jika kamu sudah hafal ucapan mama, kenapa kamu nggak mencoba untuk belajar menerima keadaan kakakmu?"tegur mama Luna mencoba memberi pengertian pada putrinya.
Luna mendengus.
"Luna capek. Luna pingin istirahat,"ucap Luna beberapa saat kemudian. Mengakhiri perdebatan kecil itu.
Gadis itu buru-buru masuk lantas menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Rasanya sudah cukup berdebat dengan mama hari ini. Toh pada akhirnya mama-lah yang akan menang.


Adit adalah kakak kandung Luna. Usianya dua tahun lebih tua dari Luna. Namun Adit tidaklah sempurna seperti manusia normal lainnya. Ia mengidap autis sejak lahir. Itulah yang membedakannya dengan orang lain.
Dan Luna seolah tak pernah bisa menerima kenyataan jika kakaknya memiliki kekurangan.
Bagi Luna, Kak Adit sangat merepotkan. Dan juga memalukan. Maka dari itu Luna tidak pernah mengajak kakaknya keluar rumah. Luna juga tidak pernah mengundang teman-temannya untuk datang kerumah.
Luna takut jika kakaknya yang mengidap penyakit autis diketahui oleh teman-temannya. Apa kata mereka nanti? Luna yang manis dan selalu juara kelas punya saudara yang mengidap penyakit autis. Itu pasti akan sangat memalukan dan menjadi bahan olok-olokan diantara teman-temannya. Dan Luna tidak mau reputasinya hancur karena Kak Adit.
Luna kerap menyesali hal tentang Kak Adit. Ia selalu mengeluh, kenapa Tuhan memberinya seorang kakak yang memiliki kekurangan. Kenapa Tuhan tidak memberinya seorang kakak yang tampan, cerdas dan dapat diandalkan. Semisal kakaknya Nindy atau Vera yang sempurna.
Luna juga ingin punya kakak seperti itu. Yang selalu siap mengantarnya kemanapun Luna ingin pergi. Yang siap melindungi Luna dan bisa dijadikan tempat curhat saat ia jatuh cinta pada seseorang nanti. Yang bisa diandalkan dan bisa dibanggakan didepan teman-temannya.
Tapi kenyataannya Kak Adit tidak seperti itu. Ia tidak seperti kakak yang ia impikan selama ini. Ia hanya seorang pengidap autis yang bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ia bahkan tidak tahu jalan dan tidak bisa mengingat alamat rumahnya sendiri.
Kenapa Tuhan seolah membedakan kasih sayang-Nya dan memperlakukan Luna dengan tidak adil....


Luna tampak sibuk sendirian didepan rak yang memajang berbagai macam cat lukis. Ada berbagai macam ukuran dan harga disana. Namun gadis itu masih bingung memilih mana cat yang cocok dengan kantongnya.
Sedianya sepulang sekolah ini, Luna akan membelikan cat minyak untuk Kak Adit. Sesuai pesanan mamanya.
Kak Adit memang sangat menyukai kegiatan melukis. Dan tampaknya kemarin ia kehabisan cat lukisnya sehingga ia mengacak-acak kamar Luna karena ia berpikir jika ia bisa menemukan benda yang ia butuhkan disana. Namun ia hanya membuat kamar itu berantakan sehingga membuat Luna berang.
Setelah menemukan benda yang ia rasa cocok, Luna beranjak ke meja kasir untuk membayar belanjaannya.
Matahari siang ini begitu terik. Panas menyengat ubun-ubun. Mengeringkan kerongkongan Luna. Haus bukan main.
Luna memutuskan mampir ke kios kecil yang menjual aneka minuman dalam botol begitu ia keluar dari supermarket. Ia memesan sebotol teh dingin.
Sembari menikmati minumannya, Luna memutuskan untuk beristirahat di sana sebelum pulang. Pandangannya pun beredar ke sekeliling. Ke arah kendaraan yang sedang lalu lalang di jalan raya. Bising dan penuh dengan polusi.
Kak Adit paling benci dengan suara bising. Juga dengan keramaian. Ia paling suka menghabiskan waktunya sendirian dikamar. Melukis atau merangkai puzzle adalah kegiatan yang sangat ia gemari.
Terkadang Luna merasa kasihan terhadap Kak Adit. Memang ucapan mamanya benar, tapi menerima kenyataan ternyata jauh lebih sulit dari yang ia pikirkan.
Lamunan Luna terhenti ketika pandangannya tertumbuk ke arah seberang jalan. Seorang laki-laki baru saja keluar dari sebuah mobil sedan hitam yang diparkir didepan sebuah restoran. Sementara seorang wanita juga ikut keluar dari mobil yang sama beberapa detik setelah itu. Mereka tampak bergandengan saat berjalan menuju ke restoran. Bahkan sang laki-laki sempat menggamit pinggang wanita itu dengan mesra. Bak sepasang kekasih.
Ya Tuhan! jerit hati Luna kaget melihat pemandangan itu. Sosok laki-laki itu sangat ia kenal. Dia adalah papa Luna. Sedang wanita itu entah siapa.
Benarkah papa berbuat seperti itu diluar rumah? batin Luna bertanya. Ia tak bisa meyakini kenyataan yang terbentang jelas dihadapannya. Tapi laki-laki itu benar-benar papa dan ia sedang bersama wanita lain. Ia berselingkuh tanpa sepengetahuan mama.
Oh Tuhan.... Luna tak bisa percaya papa bisa berbuat itu pada mamanya.


Kak Adit tampak tertidur dengan pulas ketika Luna datang. Gadis itu meletakkan cat lukis diatas meja agar ketika Kak Adit bangun nanti, ia bisa melihat benda itu.
Lantas ia beralih ke dapur. Disana ia melihat mamanya tengah sibuk memasak. Sementara didekat kamar mandi ada setumpuk pakaian kotor. Belum lagi ada pesanan kue yang harus mama buat malam ini. Ah, betapa sibuknya mama Luna . Ia harus melakukan semua itu sendirian.
Kasihan mama, batin Luna trenyuh. Mama tidak pernah mengeluh capek dan ia tidak pernah sekalipun meminta bantuan Luna untuk mengerjakan pekerjaannya.
Sementara diluar sana papa tengah bersama dengan wanita lain. Apa Luna tega mengatakan semua itu pada mamanya? Sanggupkah ia menghancurkan hati mamanya?
"Kamu sudah datang?"tegur mama Luna begitu ia sadar Luna telah berdiri beberapa jengkal di belakang punggungnya. "Makan dulu, Lun. Mama sudah masak ikan goreng kesukaan kamu,"suruhnya kemudian.
"Apa mama butuh bantuan Luna?"tawar Luna datar. Seumur hidup ia tidak pernah menawarkan bantuan untuk mamanya. Dan baru kali ini ia melakukannya setelah menyadari betapa banyak pekerjaan mamanya sebagai ibu rumah tangga.
Namun mama Luna tersenyum.
"Nggak. Sudah, kamu ganti baju dulu sana terus makan,"suruh mamanya setengah memaksa.
Luna terdiam sesaat. Sebelum akhirnya ia pergi menuruti perintah mamanya.


"Hati-hati Neng!"
Terlambat. Teriakan itu menjadi tak berarti karena Luna sudah lebih dulu jatuh ke atas aspal usai diserempet sebuah motor yang melaju kencang. Gadis itu baru saja turun dari bus dan kecelakaan kecil itu tak bisa dihindarinya.
Beberapa orang yang kebetulan melihat kejadian itu langsung menolong Luna. Gadis itu dilarikan ke rumah sakit terdekat. Tapi untung saja ia hanya mengalami cidera ringan pada tangannya. Meski begitu ia harus dirawat di rumah sakit untuk dua hari kedepan.
Saat Luna terbangun dari pingsannya sudah ada mama dan Kak Adit disampingnya. Tapi tak ada papa. Pasti ia sedang sibuk dengan wanita itu.
"Kamu baik-baik saja?"sambut mamanya. Ia mengusap kepala Luna dengan lembut.
"Ya,"sahut Luna lirih.
"Papa masih dikantor, setelah bekerja dia akan kesini,"ucap mamanya. "Sebenarnya ada apa, nggak biasanya kamu ceroboh seperti itu. Untung saja kamu hanya cidera sedikit,"lanjutnya.
"Maafkan Luna, Ma,"ucap Luna lirih.
"Mama lihat beberapa hari terakhir ini kamu sering melamun. Dan mama lihat kamu nggak pernah marah-marah pada kakakmu. Apa ada sesuatu yang terjadi?"cecar mama Luna mengungkapkan kecurigaannya.
Luna terdiam. Akhir-akhir ini ia memang lebih banyak diam ketimbang sebelumnya. Padahal dulu hampir setiap hari ia memarahi Kak Adit. Semua karena papa. Karena pikirannya penuh dengan papa.
"Lun..."tegur mamanya membuyarkan lamunan Luna."Mama tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari mama. Mama nggak akan memaksa kamu untuk mengatakannya pada mama. Tapi kamu nggak boleh berlarut-larut dalam sebuah masalah,"lanjutnya.
Luna masih diam. Ragu memenuhi benaknya. Tak mungkin ia mengatakan perihal papa dalam keadaan seperti ini.
Tiba-tiba saja ponsel mama berdering. Dari papa.
Dan beberapa saat kemudian....
"Papa nggak bisa datang, Lun,"tutur mamanya. "Ada rapat mendadak di kantor. Kamu nggak pa pa kan?"
Luna mendesah pelan. Disaat seperti inipun papa lebih mementingkan wanita itu.
"Mama percaya apa yang dikatakan papa?"tanya Luna cepat.
"Papa sedang bekerja, Lun. Kenapa kamu bertanya seperti itu?"balas mama Luna bertanya.
"Apa mama nggak curiga dengan papa? Bisa saja dia berbohong, Ma,"tandas Luna.
"Hush, ngomong apa sih kamu,"sentak mamanya."Sudah, sebaiknya kamu istirahat dan jangan berpikir macam-macam,"ucap mama Luna sembari membenahi letak selimut gadis itu.


"Pa!"
Papa Luna kaget bukan kepalang. Luna telah berdiri didepan meja kerjanya lengkap dengan seragam putih abu-abu.
"Luna? Kenapa kamu disini? Kamu nggak sekolah?"cecar papa Luna seraya berdiri untuk menyambut kedatangan putrinya.
"Luna ingin bicara, Pa,"tandas Luna datar.
Papa Luna mengerutkan keningnya. Heran dengan sikap aneh Luna.
"Bicara?"ulang papa Luna. "Duduklah,"suruhnya kemudian.
Luna menuruti perintah papanya.
"Pa,"ucap Luna memulai perbincangan. "Luna sudah tahu semuanya."
"Tahu apa?"tanya papa Luna bingung.
"Selama ini papa berselingkuh di belakang mama,"ungkap Luna. "Luna benar kan?"
Papa Luna terhenyak dan tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Kamu tahu?"tanya papanya tak yakin.
"Ya,"sahut Luna tegas.
"Apa mamamu yang memberi tahu?"
Luna menggeleng.
"Apa mama sudah tahu hal ini?"tanya Luna curiga.
Papa menghela nafas panjang.
"Kami nggak pernah saling mencintai sejak awal pernikahan kami,"ucap papa mengejutkan Luna. Namun gadis itu tak mau menyela penuturan papanya. "Kami dijodohkan. Dan selama dua puluh tahun pernikahan kami, nggak ada cinta sama sekali. Dan suatu saat papa menemukan orang yang benar-benar papa cintai. Mamamu sudah tahu hal ini. Dan kami telah sepakat untuk bercerai,"ungkap papa Luna lebih mengejutkan lagi.
"Pa!"seru Luna kaget. Ia tidak menduga ada sebuah rahasia diantara kedua orang tuanya. Mereka tidak pernah saling mencintai bahkan telah sepakat untuk bercerai tanpa sepengetahuan Luna. Ini benar-benar diluar dugaan.
"Itu benar Lun,"sahut papa. "Maafkan papa yang nggak pernah bisa mencintai mamamu. Tapi kamu tetaplah putri papa yang papa sayangi,"
"Ini nggak adil, Pa.Apa papa nggak pernah mencoba untuk mencintai mama ? Kalian sudah hidup bersama selama itu dan melahirkan Luna dan Kak Adit. Apa papa nggak punya perasaan sedikit saja untuk mama? Mama baik dan perhatian pada papa...."
"Lun... Kamu nggak pernah tahu perasaan papa. Papa nggak bisa jatuh cinta pada orang lain lagi. Karena wanita itu adalah cinta pertama papa. Kami bertemu lagi setelah dua puluh tahun terpisah. Dan kami masih saling mencintai sampai sekarang,"ucap papa mengungkapkan isi hatinya.
Luna tersenyum pahit. Rasanya sulit untuk menerima penjelasan papa yang mirip sebuah pukulan berat baginya. Keluarga yang semula ia kira sempurna dan bahagia ternyata rapuh didalam. Orang tua yang ia pikir rukun dan harmonis ternyata hidup tanpa cinta. Kosong tak bermakna. Mereka begitu pandai bersandiwara. Mereka bahkan sanggup menyimpan rahasia hati mereka selama berpuluh tahun. Luna telah tertipu.
Ternyata semua tidak baik-baik saja. Semua tidak berjalan dengan lancar. Andai saja Kak Adit senormal manusia lainnya ia pasti sudah marah besar begitu mendengar masalah ini. Tapi mungkin lebih baik menjadi pengidap autis daripada mengetahui kenyataan yang sangat menyakitkan ini....


"Mama tahu kamu kecewa dan marah saat tahu hal itu,"ucap mama Luna mengusik lamunan gadis itu. Tangannya berusaha menyentuh pundak Luna, namun sama sekali tak bisa menimbulkan reaksi pada dirinya. Ia masih duduk diam membelakangi mamanya.
"Mama yakin suatu saat nanti kamu akan mengerti,"lanjut mamanya lagi.
"Apa mama mencintai papa?"tanya Luna menyentak mamanya. Membuat wanita itu kaget.
"Mama...."tampaknya mama Luna ragu untuk mengutarakan isi hatinya. Kalimatnya menggantung.
"Mama mencintai papa kan?"tanya Luna menebak. Setengah memaksa.
Mama mengangguk kecil.
"Seumur hidup mama hanya mencintai seorang laki-laki,"tutur mamanya."Tapi bukan salah papamu jika dia nggak bisa mencintai mama. Mama menghargai perasaan papamu. Cinta nggak bisa dipaksakan. Dia akan datang dengan sendirinya."
"Tapi Ma..."potong Luna."Apa nggak ada cara agar kalian nggak bercerai?"
Namun mama menggeleng.
"Mama nggak ingin menyiksanya lebih lama lagi. Semua orang berhak untuk bahagia..."tandas mamanya.
"Mama juga berhak untuk bahagia,"timpal Luna tak mau kalah.
Mama mengembangkan senyum.
"Buat mama kamu dan Adit adalah kebahagiaan mama,"ucap mama Luna seraya mengusap kepala putri kesayangannya itu. "Maafkan kami nggak bisa menjadi orang tua yang sempurna buatmu dan Adit."
"Tapi mama adalah mama terhebat di dunia. Luna bangga punya mama seperti mama,"balas Luna.
"Terima kasih sayang...


Luna bisa menatap senyum yang mengembang lebar di bibir mamanya. Meski dari kejauhan.Wanita itu tampak sangat bangga saat lukisan Kak Adit keluar sebagai pemenang pertama pada pameran lukisan yang diadakan di gedung sebuah universitas swasta.
"Mama sangat bahagia,"gumam Luna lirih.
"Dia wanita yang hebat,"sambung seorang laki-laki disebelahnya.
"Tapi kenapa papa nggak pernah bisa mencintainya?"tanya Luna seraya menoleh pada laki-laki disampingnya.
"Papa nggak sebanding dengannya. Dia wanita yang tegar dan tangguh. Papa sangat mengagumi dirinya. Tapi wanita yang bersama papa sekarang adalah wanita yang lemah dan rapuh. Dia butuh perlindungan papa. Papa nggak tahu bagaimana dia akan menjalani hidup sendirian tanpa seseorang disampingnya. Terlebih dia butuh dukungan moral dari papa untuk bisa bertahan melawan penyakitnya,"papar papa Luna panjang.
"Maksud papa?"tanya Luna bingung.
"Dia mengidap kanker ganas,"ucap papa mengejutkan.
Luna terhenyak kaget. Jadi itukah penyebab papa tidak menjenguknya segera saat ia dirawat di rumah sakit?
"Papa minta maaf nggak bisa menjaga kalian. Tapi kapan saja kamu butuh papa, kamu bisa datang mencari papa."
"Luna tahu,"sahut Luna. "Tapi apa papa bisa kembali pada kami saat papa telah sendiri suatu saat nanti? Bukan maksud Luna mendoakan wanita itu segera meninggal..."
"Papa mengerti maksudmu,"timpal papanya sembari tersenyum. "Tapi papa nggak bisa menjanjikan sesuatu tentang itu. Karena itu adalah takdir Tuhan. Dia yang menentukan segalanya."
Luna tersenyum seraya melambaikan tangannya saat papanya pergi menjauh. Luna menatap kepergian papa sampai ia tak bisa melihat bayangannya lagi. Luna sadar, sekarang saatnya untuk bergabung dengan mama dan Kak Adit.
Ada begitu banyak rasa bangga dan ucapan terima kasih yang ingin ia ungkapkan pada mamanya. Karena mama telah melewati banyak hal selama ini. Dan Luna sadar, mama adalah segalanya. Dia tidak bisa tergantikan, meski oleh papa sekalipun. Dia adalah mama yang luar biasa dan terhebat yang diberikan Tuhan untuknya......



{ Karena cinta ibu tulus dan tanpa syarat. Terima kasih ibu... }

Tidak ada komentar:

Posting Komentar