Minggu, 17 November 2013

WHO AM I?


Siapa aku?
Itulah pertanyaan yang muncul dibenakku saat pertama kali membuka mata. Aku menatap sekeliling dan mendapati beberapa orang asing disekitarku. Dan aku sama sekali tidak mengenal mereka. Bahkan diriku sendiripun, aku tidak tahu!
"Kamu sudah sadar Bel?"seorang wanita paruh baya mendesakku dengan pertanyaan begitu ia tahu aku telah membuka mata.
"Siapa aku?"aku malah bertanya dengan lugunya pada wanita itu. Yang spontan membuat seisi ruangan itu terbelalak kaget lantas saling berpandangan satu sama lain usai menatapku.
Ya, kupikir aku amnesia. Karena aku sama sekali tak punya ingatan. Mungkin peristiwa yang kualami sebelum ini begitu dahsyat sehingga menyebabkan benturan keras dikepalaku. Seakan file-file didalam memori otakku rusak sama sekali. Aku seperti bayi yang telah terlahir kembali tanpa memiliki identitas.

Wanita yang mengaku sebagai ibuku itu memberi tahu namaku adalah Bella. Sedang seorang laki-laki yang tampak sedikit lebih tua dariku disampingnya adalah kakak laki-lakiku, Zack namanya. Sementara seorang perempuan yang sebaya denganku disisi sebelahnya adalah adikku, Sierra. Dan seorang lagi adalah Tuan Anthony, pengacara keluarga kami.
Seminggu sebelum hari ini aku mengalami kecelakaan mobil yang membuatku seperti ini. Aku sendiri berumur 20 tahun dan baru saja pulang dari London dalam rangka liburan kuliah. Dan kata ibu, ayahku telah meninggal setahun yang lalu karena serangan jantung.

Aku baru tahu jika luka yang kualami sangat parah. Kedua kakiku tak bisa digerakkan sama sekali. Aku mengalami kelumpuhan. Dokter belum bisa memastikan permanen atau tidak. Ini sebuah pukulan telak untukku. Kehilangan ingatan dan mengalami kelumpuhan. Membuatku bertanya-tanya sebenarnya bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi? Apa aku sedang mabuk atau mengantuk? Sebenarnya bagaimana pribadiku sebelum ini?

Setelah kondisiku mulai membaik, aku diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit hari itu. Aku dibawa pulang ke sebuah rumah bergaya victorian kuno. Letaknya berada di pinggiran kota, jauh dari kebisingan. Rumah itu sangat besar dan indah. Aku tidak tahu jika keluargaku sekaya ini. Aku dibawa kesebuah kamar yang konon adalah kamarku.Ukurannya cukup luas. Dan perabotannya juga bagus.Terkesan minimalis namun elegan. Ada sebuah foto terpajang dalam sebuah pigura mini disana. Foto diriku. Tapi tak ada satupun benda yang bisa membuatku mengingat masa laluku disana.Entahlah, mungkin masih terlalu dini untuk mencoba menggali ingatanku.

Memang tampak sedikit aneh. Aku tidak menemukan album foto, buku harian atau sesuatu benda yang menjadi peninggalanku dimasa lalu.Yang mungkin bisa membuka ingatanku sedikit demi sedikit. Bahkan rumah itu sendiripun sama sekali tidak membuatku mengingat masa lalu meski secuil. Pelayan dirumah itupun tidak mengenalku. Berdasarkan keterangan yang kudapat mereka baru bekerja beberapa hari ini. Aku merasa ada yang aneh dengan semua ini. Bagaimana aku bisa mengingat semuanya jika tidak ada satupun benda yang berkaitan dengan ingatan masa laluku. Tapi keluargaku sangat baik terhadapku. Bahkan cenderung berlebihan memperlakukanku. Padahal aku masih bisa mendorong kursi rodaku sendiri, tapi mereka sering memaksaku untuk tetap tinggal didalam kamar agar aku istirahat total.Padahal aku merasa bosan berada disana terus menerus.

"Rumah kita pernah kebakaran beberapa tahun yang lalu.Itulah kenapa kita tidak punya album foto. Barang-barangmu juga banyak yang terbakar saat itu. Kita nyaris kehilangan segalanya. Tapi untung saja ayahmu masih punya simpanan uang. Dan akhirnya ayahmu membeli rumah ini dan sedikit merenovasinya sesuai keinginan kami."
Ibu meletakkan butir-butir obat yang harus kuminum kedalam genggamanku sembari bertutur tentang masa lalu. Aku sudah bosan meminum obat-obatan itu, tapi ibu selalu tepat waktu mengantarkannya kekamarku.
"Apa ada sesuatu yang kamu ingat? Sedikit?"tanya ibu seraya mengamati raut wajahku.
Aku menggeleng usai menelan butir-butir obat itu.
"Tidak ada satupun yang kuingat,"balasku enteng."Apa aku dulu adalah anak yang baik? Maksudku aku bukan anak yang sering melawan orang tua,bukan?"
Pertanyaan itu pasti terdengar sangat konyol di telinga ibuku, karena ia tersenyum geli sesudah itu.
"Tentu saja kamu anak yang baik,"ucapnya seraya mengusap kepalaku."Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu saja."

Waktu berjalan sedikit terasa lebih lambat buatku. Dan aku masih belum mengalami peningkatan sedikitpun. Ingatanku belum kutemukan sama sekali. Kakiku juga tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Seperti yang ibuku bilang, mungkin belum saatnya aku menjalani terapi untuk penyembuhan kakiku. Apa benar seperti itu?
Kenapa hatiku sedikit merasa aneh dengan sikap ibu dan saudara-saudaraku.Seolah-olah mereka menahan kesembuhanku. Tampaknya mereka lebih suka aku menjadi orang yang lemah dan lumpuh selamanya daripada melihatku sehat dan bisa berjalan kembali.Begitukah sikap keluarga terhadap anggota keluarga lainnya?

Kecurigaanku semakin menjadi. Aku sering mendapati ibu atau Zack marah-marah pada pelayan dirumah kami hanya karena kesalahan sedikit saja.Padahal didepanku mereka tampak sangat baik, tapi kenapa dibelakangku mereka memperlakukan orang lain dengan sangat buruk. Aku menjadi semakin penasaran dan mencurigai ada sesuatu yang tidak beres. Diam-diam aku mulai memperhatikan gelagat mereka satu persatu. Karena aku punya firasat buruk tentang mereka.

"Bagaimana jika suatu saat dia mengingat semuanya?"
Malam itu tanpa sengaja aku mendengar percakapan mencurigakan didapur. Kebetulan aku bermaksud mengambil air minum dan kebetulan mereka tidak melihat kehadiranku disana.
"Kamu tenang saja, ibu sudah memberinya sesuatu yang akan mencegahnya mengingat masa lalunya. lagipula dia tidak bisa berjalan. Kita harus bisa memanfaatkan keadaan ini sebaik-baiknya sebelum semua berbalik menyerang kita."
Itu jelas-jelas suara Zack dan ibu. Tapi apa yang sedang mereka perbincangkan? Tentang dirikukah?
Sebenarnya siapa aku? Dan benarkah mereka adalah keluargaku? Lantas apa sebenarnya yang terjadi?
Kenapa aku merasa aku seolah-olah adalah orang yang menjadi tujuan rencana jahat mereka?
Tuhan, kembalikan ingatanku...

Aku hanya bisa terpekur diatas kursi rodaku. Seraya mencoba mengingat sesuatu. Namun setiap kali aku mencoba untuk memaksakan diri mengingat sesuatu, mendadak kepalaku terasa sakit tak tertahankan. Seperti ada yang menekan pusat syarafku dan seakan mencoba menghentikan usahaku untuk mengingat masa laluku.
Ibu... Benarkah dia ibu kandungku? Tapi kenapa dia memberiku obat-obatan yang bisa mencegahku untuk mengingat masa laluku? Ada rahasia apa dibalik sikap baiknya yang ternyata hanya sandiwara belaka.
Kepalaku sakit. Aku merintih karena nyaris tak kuasa menahan kesakitan. Tanganku berusaha menjangkau gelas yang terletak diatas meja, namun benda itu agaknya terlalu jauh dari jangkauan tanganku.
Dan kecelakaan kecil itu terjadi begitu saja. Aku terjatuh dari atas tempat tidur, namun kepalaku terlebih dulu menyentuh lantai. Dan benturan itu tak bisa kuhindari.
Kepalaku yang terlanjur sakit kian bertambah sakit dan nyaris membuatku pingsan.
Oh Tuhan, aku tidak kuat menahan rasa sakit ini...

Aku terbangun dan mendapati tubuhku telah berpindah diatas tempat tidur. Entah siapa yang menolongku tadi, namun rasa sakit dikepalaku sudah lumayan berkurang.
"Kamu baik-baik saja Bel?"
Teguran ibu yang tiba-tiba muncul dikamarku membuatku terhenyak kaget. Bukan karena beberapa butir obat yang ia bawa dalam genggamannya, tapi karena sesuatu yang lain.
Aku baru menyadari satu hal ketika melihat wanita itu muncul. Ingatanku telah kembali!
Aku telah mengingat semuanya sekarang. Pasti karena benturan tadi.
"Bella,minum obatmu,"suruhnya seraya menyodorkan butir-butir obat kepadaku.
Wanita itu bukanlah ibu kandungku. Dia adalah ibu tiriku. Zack dan Sierra juga adalah saudara tiriku. Mereka semua adalah orang jahat. Mereka berusaha merebut harta kami setelah merekayasa kematian ayah. Dan kecelakaanku juga adalah bagian dari rencana busuk mereka untuk melenyapkanku.
Aku ingat, aku pulang dari London untuk menyelidiki kematian ayah yang menurutku tidak wajar. Aku sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk menyeret mereka ke penjara. Tapi aku belum sempat melakukannya karena kecelakaan itu.
Dan keadaanku sekarang ini telah dimanfaatkan ibu tiriku untuk melancarkan niat busuknya untuk menguasai semua aset kekayaan yang diwariskan ayah untukku.
Bahkan ibu tiriku telah berbohong dengan mengatakan rumah kami mengalami kebakaran sehingga aku tidak punya album foto atau sesuatu benda yang menjadi kenangan masa laluku. Ia telah merencanakan semuanya dari awal. Ia membeli rumah baru dengan maksud agar aku tidak bisa mengingat kembali masa laluku.
Aku harus menghentikan mereka. Aku punya beberapa bukti dan saksi atas tindak kejahatan mereka. Dan semua bukti itu ada dikamarku di rumah lama kami. Aku harus mengambilnya dan menyerahkannya pada polisi. Tapi bagaimana aku bisa pergi kesana sementara aku tidak bisa berjalan dan aku sama sekali tidak punya ponsel.
Aku harus menghubungi Paman Anthony. Dia pasti bisa membantuku. Tapi aku belum memikirkan cara untuk untuk memulai bertindak.
Tuhan, tolong aku.....

Aku merasa sedih. Aku bahkan belum bisa melakukan sesuatupun sampai hari ini. Meski aku sudah bisa mengingat semuanya tapi aku tidak punya keberanian untuk melawan mereka. Padahal dulu aku sangat berani dan kuat. Aku tidak takut pada apapun saat itu.
Tapi itu dulu. Saat aku masih bisa berjalan dan berlari kemanapun aku suka. Aku akan melakukan apapun untuk mencari keadilan.Tapi sekarang....
Ahh... kenapa aku tidak mencobanya? Kenapa aku tidak mencoba untuk berjalan tanpa sepengetahuan mereka?
Aku mencoba untuk menggerakkan kakiku malam itu. Dengan berpegangan meja, aku menjejakkan kakiku ke atas lantai.
Tapi tidak semudah itu untuk bisa berjalan lagi setelah mengalami kelumpuhan. Yang ada malah kakiku mengalami kesakitan yang luar bisa. Membuatku nyaris menyerah. Kurasa aku akan lumpuh selamanya.
Ayah, ibu....
Apa kalian sedang melihatku dari surga? Apa kalian bahagia disana?
Aku sedih jika harus mengingat mereka. Aku merasa sendirian saat ini. Padahal aku sangat butuh dukungan dan semangat.
Siapa yang bisa membantuku?

"Bella, kenapa obatnya tidak kamu minum?"
Pertanyaan ibu tiriku itu sama sekali tak mengundang simpatiku. Aku masih terpekur diatas kursi rodaku seraya menatap kosong ke arah kolam renang di teras samping rumah. Dia pasti baru saja memeriksa kamarku dan menemukan butir-butir obat pemberiannya tadi pagi masih utuh disana.
"Aku tidak butuh obat-obatan itu,"sahutku datar."Aku tidak akan sembuh meski meminumnya sepanjang hidupku.
Ibu tiriku tampak terkejut mendengar ucapanku. Tak biasanya aku bersikap sok pasrah seperti ini.
Aku memang telah kehilangan harapan untuk sembuh. Aku sudah berkali-kali mencoba untuk berjuang, tapi tetap saja hasilnya tidak ada. Menyerah sekarang atau nanti hasilnya akan tetap sama saja.
"Kenapa kamu bicara seperti itu?"tanya ibu tiriku yang pastinya hanya sandiwara belaka. Ia pasti bahagia jika aku tidak sembuh selamanya.
"Bukankah itu yang ibu inginkan? Bukankah ibu lebih senang jika aku tetap seperti ini?"tanyaku mencoba memancing reaksinya.
Ia kaget dan memelototkan mata bundarnya.
"Kenapa terkejut? Bukankah yang aku ucapkan benar?"sindirku sengaja.
"Apa maksudmu?"tanyanya tampak ragu.
"Ingatanku sudah kembali,"ucapku pelan. Memunculkan keterkejutan pada seraut wajah ibu tiriku.
"Be.....benarkah?"tanyanya terbata. Sedikit takut.
"Aku sudah ingat semuanya,"tandasku."Semua kejahatan yang telah kalian lakukan padaku, aku tahu semuanya. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Bukankah itu yang kalian inginkan? Dengan melenyapkanku kalian bisa menguasai harta ayah tanpa ada penghalang. Kenapa kalian tidak membunuhku saja daripada membiarkanku hidup dalam keadaan menyedihkan seperti ini? Bukankah aku hanya akan menjadi beban kalian?"
"Aku memang berniat membunuhmu,"ucap ibu tiriku tiba-tiba. Membuatku terhenyak tak percaya. Dengan terang-terangan ia mengungkapkan rencana kejinya."Tapi membiarkanmu hidup dalam keadaan seperti ini jauh lebih menyenangkan daripada melihatmu mati. Karena aku senang melihatmu menderita."
Wanita itu tersenyum pahit. Ia lebih tampak seperti iblis betina dimataku.
Aku ikut menyunggingkan senyum pahit untuk menutupi rasa marah dan dendam yang telah meluap didalam dadaku.
"Kenapa tidak membunuhku sekarang?"tanyaku seraya menatap ke arah air kolam yang tampak tenang."Sebuah kecelakaan akan tampak lebih baik ketimbang menusukku dengan pisau."
"Kenapa kamu tiba-tiba ingin mati?"
Aku tersenyum kecut.
"Untuk apa aku hidup jika hanya untuk melihatmu menang. Lebih baik aku pergi menyusul ayah dan ibuku. Itu akan lebih baik untukku,"tandasku tegas.
"Baiklah,jika itu maumu."
Aku sempat terkejut mendengar keputusannya. Apa benar ia akan melakukannya?
Perlahan roda kursi yang kududuki bergerak mengarah ke kolam renang. Aku sempat ragu dan takut jika wanita itu benar-benar akan melakukannya.
Byur...
Beberapa saat kemudian tubuhku terlempar kedalam air. Tubuhku meluncur perlahan kedasar kolam tanpa perlawanan. Toh kakiku tak bisa kugerakkan untuk melawan tekanan air kolam.
Air mulai masuk kedalam hidung dan mulutku. Lantas menyesaki rongga dadaku. Aku tak bisa bernafas.
Ayah, ibu... Tunggu aku.

Aku terbangun. Aku berharap ada ayah dan ibu yang menyambutku. Dan kami bertemu disebuah padang bunga yang indah disebuah sudut surga. Tapi khayalanku ternyata kosong.Lagi-lagi aku terbangun dikamar rumah sakit. Dan bukan ayah atau ibu yang menyambutku,melainkan paman Anthony.
"Kamu sudah sadar?"tegur paman Anthony saat melihatku membuka mata.
Aku mengedipkan mata tanda mengiyakan.
"Aku sudah lama mencurigai mereka,"papar paman Anthony."Maka dari itu aku menempatkan seorang mata-mata dirumah itu untuk mengawasi kalian. Ternyata dugaanku benar. Ibu tirimu seorang yang sangat jahat. Untung saja mata-mataku cepat menelepon polisi saat ibu tirimu mencoba membunuhmu. Dan untungnya lagi dia sempat merekam kejadian itu. Ibu tirimu telah ditangkap tadi pagi. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya didepan hukum,"ungkap paman Anthony.
"Benarkah?"tanyaku antusis.
"Tentu saja,"sahut paman Anthony."Sekarang kamu bisa bernafas lega, Bella."
"Wanita itu juga membunuh ayah,Paman,"ungkapku.
"Kami juga sedang menyelidikinya. Kamu tidak perlu cemas. Sekarang kamu harus banyak beristirahat. Oh ya,Paman telah berkonsultasi dengan dokter tentang kelumpuhanmu. Dokter bilang kakimu bisa disembuhkan dengan terapi."
"Benarkah?"tanyaku tak percaya."Terima kasih Paman...... Aku tidak tahu apa jadinya jika tidak ada paman saat itu."
"Bersyukurlah pada Tuhan, Bella. Dia masih memberi kita kesempatan."
Paman benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar