Jumat, 30 Oktober 2015

Tuhan, Aku Jatuh Cinta!


"Karen?!"
Suara itu terdengar tak yakin saat meneriakkan namaku.Namun aku menoleh juga dengan gerak refleks dan urung memenuhi keranjang belanjaanku dengan minuman bersoda.
"Kamu Karen kan?"tanya seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap dihadapanku.Tersenyum manis dengan kedua alis yang nyaris bertaut.
Aku mengangguk kecil.Ingatanku tidak begitu buruk dan aku masih bisa mengenali sesosok tubuh yang kini berdiri tepat dihadapanku sekarang.
"Alan?"gumamku.
Ia manggut-manggut.Sedang senyum telah terhapus dari bibirnya.
"Nggak nyangka kita bisa ketemu disini setelah sekian tahun lulus SMU,"ucapnya.Sepasang matanya lurus menatap kearahku.Mulai dari ujung rambut hingga sepatuku.
Aku tak ingin menyahut.Pertemuan kecil sekaligus tak sengaja seperti ini membuatku sedikit tak nyaman.
"Aku rasa aku harus pergi sekarang.Mungkin lain kali kita bisa..."ucapanku terpotong olehnya dengan cepat.
"Apa ada yang sedang menunggumu dirumah ataukah kamu sengaja menghindariku?"
Pertanyaan Alan tepat mengena dihatiku.Seolah ingin menjatuhkan rasa percaya diriku.
Aku mencoba mengembangkan seulas senyum pahit menutupi kekikukanku.
"Apa kamu buru-buru ingin pulang ke Indo?"aku mengajukan pertanyaan yang kurasa sedikit pantas untuk kuajukan pada Alan ketimbang menjawab pertanyaannya.
"Apa kamu akan bersikap seperti ini pada semua teman lama yang kamu jumpai di negara asing ataukah hanya padaku saja?"
Oh God! Kenapa dia harus membalasku dengan pertanyaan yang memojokkan seperti ini?
"Kenapa berpikir seperti itu?"aku berusaha santai agar sedikit bisa mengurangi ketegangan suasana.
"Apa penolakanku saat masih SMU dulu membuatmu membenciku sampai sekarang?"
Aku tertawa seketika meski dengan terpaksa.Berusaha menertawakan dirinya padahal aku sadar sedang menertawakan diriku sendiri.
"Untuk apa membencimu hanya karena soal cinta monyet seperti itu,"cetusku masih dengan tergelak."Aku bukan anak remaja lagi Al,"tandasku sembari menepuk pundaknya.
"Yeah, kamu bukan remaja lagi sekarang.Aku sudah tahu itu,"sahutnya cepat.Lagi-lagi ia menelusuri tubuhku dengan sorot matanya yang tajam.
Dan ia berhasil membuatku merasa terpojok.Aku mendesah pelan sekedar untuk menghilangkan kecemasan yang sedari tadi merayap pelan kedalam hatiku.
"Aku kasihan padamu Ren..."
Alan ganti menepuk pundakku yang terbuka.
"Hubungi aku jika kamu butuh teman untuk berbagi,"Alan menyelipkan selembar kartu nama kedalam genggaman tanganku sebelum menghilang beberapa detik kemudian.
Aku tertegun dan tak lepas mengawasi punggungnya yang bergerak menjauh.Berhenti sejenak dimeja kasir lantas benar-benar pergi dari supermarket itu.
Kemudian segerombol kenangan masa lalu berbondong-bondong melintas dikepalaku.Saat-saat remaja yang penuh dengan cerita...
$$$$$
Aku mencermati seraut wajah pucat yang tersamarkan make up tebal didalam cermin riasku.Sepasang mata cekung yang dihiasi eyeliner berwarna hitam dan polesan eyeshadow berwarna cokelat gelap, pipi yang merona akibat sapuan blush on pink dan bibir yang terolesi lipstick merah hati.Padahal dulu wajah itu tampak polos dan sama sekali tak pernah tersentuh make up.Tapi gadis pemilik wajah itu tak sepolos tampak diluarnya.Dia pernah memukul teman sekelasnya hingga babak belur.Membolos, terlambat masuk sekolah, dimarahi guru dan seabrek pelanggaran disekolah pernah ia lakukan.Dan gadis itu adalah aku.Mungkin karena itulah Alan menolak cintaku semasa SMU dulu.
Siapapun juga tak akan menerima cinta seorang gadis bengal sepertiku.Apalagi cowok sebaik Alan.Ah.. kenapa dunia ini menjadi begitu sempit ya Tuhan.
Dan aku juga tidak pernah memperbaiki diri.Meski aku telah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa tapi aku tetap saja berkelakuan buruk.
Andai saja aku merubah diriku,apa Alan akan berubah pikiran padaku?
Aku mau berubah jika saja Alan menerimaku..
$$$$$
Kakiku melangkah gontai menyusuri trotoar yang panas.Matahari menyengat dimusim panas yang sangat panas ini.Harusnya aku tak pergi keluar dari apartemen dan membiarkan kulit tubuhku terbakar matahari.Tapi selembar kartu nama yang diberikan Alan minggu lalu menggelitik rasa penasaranku.Aku mencari alamat yang tercantum disana meski pada awalnya aku sempat mencampakkan benda itu kedalam keranjang sampah milikku.
Namun aku telah membuang kertas itu kejalanan beberapa menit yang lalu setelah rasa penasaranku terjawab tuntas.
Akhirnya aku kembali kecewa.Untuk yang kedua kali setelah penolakannya kala itu.Kedua mataku adalah saksi bisu penolakan Alan.Laki-laki yang pernah menjadi cinta pertamaku itu telah mempunyai keluarga kecil sekarang.Seorang istri yang cantik dan seorang bayi mungil telah melengkapi hidup Alan.Perfect!
Bahkan ia telah membuatku benar-benar membenci semua laki-laki setelah ayahku.Ayah yang tega membuang keluarga kami.Dan Alan telah menyempurnakan rasa kecewaku.
Aku goyah.Dan aku merasa sangat terpuruk sekarang.Tinggal dinegara asing sendiri tanpa ada yang bisa kuandalkan selain diriku sendiri.Tak ada satupun yang mencintaiku.Bahkan ibuku sendiri terlalu sibuk untuk memberiku sedikit perhatian.
Lantas apa gunanya aku hidup didunia ini???
$$$$$
Seorang gadis kecil berlari menyambut kedatanganku didepan pintu apartemen.Rambut pirangnya berjuntai seperti ekor kuda.
"Karen!"gadis kecil itu menghambur kepelukanku.Memaksaku untuk berjongkok dihadapannya agar tangannya yang kecil bisa menjangkau tubuhku.
Aku hanya tersenyum saat ia merengkuh tubuhku.
"You crying?"gumamnya tak begitu terdengar.Tangan mungilnya mengusap pipiku yang tak sadar telah basah.
"No.."sahutku seraya menggeleng pelan.
"Emma!"
Teriakan itu spontan membuyarkan kemesraan kami.Nyonya Ann datang tergopoh-gopoh mencari keberadaan putri kecilnya.Wanita itu langsung membawa Emma pergi setelah terlebih dulu menyapaku.
Dan aku sendiri lagi, batinku seraya melempar tubuhku keatas tempat tidur.
Berharap mataku segera terpejam dan mimpi indah hadir dalam tidurku.
"Ting tong!"
Suara bel pintu apartemenku berbunyi beberapa kali.Entah itu bagian dari mimpiku atau bukan namun cukup mengganggu kenyamananku.
Setengah limbung aku berjalan kearah ruang tamu.Mungkin Nyonya Ann atau tetangga lain yang ingin bertemu denganku.Tapi apa tidak bisa besok saja?
Sesosok tubuh berdiri didepan pintu apartemenku.Nyaris membuat mataku melek seketika.
"Kak Abi?"gumamku gemetar ketakutan.
"Aku datang,"ucapnya dengan suara datar.Parau.
Tiba-tiba saja bibirku terkunci rapat.Rasa takut kian menjadi dalam hatiku.Tanpa bertanyapun aku sudah tahu maksud kedatangannya kesini.
"Aku nggak mau pulang,"gumamku gugup.Perlahan aku berangsur menuju ruang tengah.
"Kamu pasti tahu apa yang akan aku lakukan kalau kamu menolak untuk pulang,"ucapnya tegas.
Kak Abi menempati salah satu sofa disudut ruang tengah sedang aku duduk disudut lainnya.Aku hanya tertunduk kearah lantai dan tidak berani menatap sepasang mata elang Kak Abi yang tampak ingin menerkamku.
"Mau jadi apa kamu kelak hah?!"suara lantang Kak Abi memenuhi ruangan."Apa kamu mau melupakan jati dirimu sebagai orang timur?Rambut merah, kuku yang dicat warna-warni dan berpakaian minim kemana-mana.Apa universitas disini mengajarimu cara berpakaian seperti itu?"
"Cukup Kak,"potongku."Ini hidupku dan aku berhak melakukan apa saja dengan hidupku,"ucapku kemudian.Semula aku tak bermaksud melawan tapi aku tak tahan juga meski air mata mulai menggenang dipelupuk mataku.
"Kakak tahu apa yang ada didalam hatimu Ren,"tandasnya."Kakak peduli denganmu makanya Kakak datang untuk menjemputmu.Pulanglah.."
Aku menggeleng cepat.
"Didunia ini nggak ada yang menyayangi Karen,"gumamku terisak."Bahkan ibu juga lebih mementingkan pekerjaan ketimbang Karen.Dan Kak Abi bukan kakak kandung Karen,jadi nggak usah sok peduli padaku."
"Kakak tahu itu.Kakak hanya anak yatim piatu yang diadopsi ibumu.Tapi sedikitpun kakak nggak pernah menganggap kamu adik tiri..."
"Aku mencintaimu Kak!"teriakku tak sadar.
"Karen!"Kak Abi balas berteriak saking terkejut atas pernyataanku.Pernyataan jujur yang menghancurkan segalanya.
"Itulah alasannya Karen nggak bisa pulang.Bukan karena ibu yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya.Bahkan aku sudah tak peduli lagi semua itu.Tapi Kak Abi-lah yang membuatku nggak bisa pulang.Karena Karen nggak bisa hidup dengan memendam rasa suka pada saudara sendiri.Karen nggak bisa..."
Tangisku pecah.Semua penderitaan yang kusimpan selama ini terkuak sudah.Satu-persatu kenyataan ini pasti akan membunuhku...
$$$$$
Kak Abi tampak terlelap disebelah kursiku.Ia pasti sangat lelah harus terbang lagi usai mendarat dua hari lalu.Sementara penerbangan kami masih sepuluh jam lagi.
Kak Abi akhirnya berhasil menyeretku pulang.Segala perasaanku terhadapnya ia abaikan begitu saja.Bahkan ia menganggap perasaanku tak pernah ada.Laki-laki itu benar-benar acuh dan dingin.Mungkin itulah yang membuatnya begitu istimewa dimataku.
Sedang ia menganggapku anak-anak yang sama sekali belum dewasa meski fisikku sudah menunjukkan tanda-tanda itu.Aku sudah dua puluh tahun...
Perjalanan panjang dan melelahkan akhirnya kami lalui dengan selamat.Rasanya sudah terlalu lama aku meninggalkan tanah air,batinku sembari menebarkan pandangan kesekeliling.Kearah orang yang lalu lalang di bandara.
Kenapa aku merasa asing dinegara sendiri?
Seorang laki-laki sebaya Kak Abi menjemput kami.Kak Abi memperkenalkan ia sebagai Didan, teman karibnya.
Namun kejutan yang sebenarnya telah menantiku dirumah.Laki-laki yang paling kubenci didunia ini telah bersiap menyambut kedatanganku.Dia adalah ayahku...
Laki-laki itu berdiri persis disebelah ibu.Tersenyum seolah bersiap memeluk putri kesayangannya yang baru saja pulang kuliah dari Amerika.Seolah tak pernah ada masa lalu yang sangat menyakitkan.Sementara ibu bersikap sama.Ada apa ini?batinku tertegun.Menahan langkahku masuk kedalam rumah.Kenapa mereka bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa beberapa tahun yang lalu dimana seorang laki-laki pergi meninggalkan keluarganya tanpa secuil kata perpisahan hanya demi seorang wanita ketiga dalam rumah tangganya.
Sedang ibu juga sama sekali tak menunjukkan ekspresi penyesalan diwajahnya.Seorang ibu yang siang dan malam sibuk mengurusi bisnis perhiasan dan mengabaikan putrinya yang kesepian dan sendirian.
Ada apa sebenarnya?batinku bingung.
$$$$$
Aku jatuh sakit setelah aku tahu kedua orang tuaku ternyata telah berdamai dan sepakat untuk memulai hidup yang baru.Seolah dengan mudahnya melupakan luka lama yang menggores tajam.Tapi aku bukan seorang pemaaf baik hati yang dengan mudahnya memberi maaf dengan cuma-cuma.Dan sayangnya aku masih menyimpan dendam lama itu. Aku belum siap menerima kenyataan seolah semuanya baik-baik saja.Kertas yang koyak tak mungkin bisa direkatkan persis seperti sedia kala.Pasti akan ada cacat yang terlihat.
Tubuhku lemah dan hanya bisa terbaring tanpa daya diatas tempat tidur.Ditemani ibu yang kerap membujukku untuk makan sesuap bubur.
Andai saja aku punya pilihan saat ini, aku pasti akan memilih mati...
Luka ini terlalu sakit buatku.
Dan sesaat lalu aku baru mengetahui jika sebenarnya aku telah dijodohkan dengan Didan, teman baik Kak Abi.
Apa lagi ini ya Tuhan,keluhku tak henti.
"Cepat sembuh Ren, jangan seperti ini terus..."
Gumaman ibu terdengar lirih didekat telingaku.Sesekali wanita itu sesenggukan menahan tangis.
"Maafkan ibu dan ayahmu..Beri kami satu kesempatan untuk menebus kesalahan kami,"ucapnya sembari mengusap kepalaku berkali-kali.
"Biarkan aku pergi,"balasku bergumam.
"Maksudmu apa?"
"Biarkan aku mati."
"Astaga Karen!"pekik wanita itu kaget."Bicara apa kamu ini?"
Aku diam.Tak menyahut sama sekali.Aku sudah cukup lelah dengan semua yang telah terjadi dalam hidupku.
Dulu tak ada satupun yang menyayangiku, tapi sekarang semua orang berbalik mengatakan menyayangiku.Tapi mereka tak mempedulikan perasaanku.Apa yang kurasakan selama beberapa tahun belakangan.Disaat aku merasa hancur dan kesepian apa ada yang mempedulikan keadaanku? Apa mereka merasa khawatir akan kesehatanku? Dan sekarang mereka mengatakan penyesalannya dengan begitu mudah seperti tak pernah terjadi apa-apa...
$$$$$
"Kenapa kamu mau dijodohkan denganku?"tanyaku pada Didan yang duduk persis disebelah tempat tidurku. Laki-laki itu tampak bodoh dan polos.Tentu saja hanya orang bodoh yang mau dijodohkan dengan orang yang belum pernah dikenalnya.
Tapi laki-laki bodoh itu mengembangkan senyum.
"Abi sudah terlalu banyak cerita tentang dirimu,"tandasnya."Dan aku merasa sudah mengenalmu meski belum pernah bertemu denganmu sebelumnya."
Ia menghela nafas sejenak.Membuatku tak sabar menunggu kalimatnya.
"Dulu aku sama denganmu,"lanjutnya kemudian."Bahkan aku lebih parah. Padahal orang tuaku sangat baik dan nggak pernah berhenti mengingatkan aku untuk berubah.Tapi aku terus menghancurkan diriku sendiri.Hingga suatu saat mereka pergi selamanya, saat itulah aku merasa sangat menyesal.Aku sama sekali belum pernah membahagiakan mereka yang selama ini kuanggap terlalu egois mengatur hidupku.Aku nggak ingin kamu mengalami nasib yang sama denganku Ren," ungkapnya.
"Apapun kesalahan orang tua kita, merekalah yang menyebabkan kita ada didunia ini.Nggak ada salahnya kita memaafkan dan memberi kesempatan pada mereka.Karena kita sebagai anak pasti pernah melakukan kesalahan tapi semua orang tua pasti akan memaafkan kesalahan anaknya,"ujarnya kembali.
Aku tersenyum pahit.
"Jangan menceramahiku seperti itu,"tandasku ketus.
"Sampai kapan kamu akan menyimpan dendam seperti itu? Seumur hidup kamu?"tanyanya tampak tegas.
Aku mulai kesal melihat tingkahnya yang sok menggurui itu.
"Lepaskan egomu Ren,"ujarnya kemudian."Ego hanya akan menggerogoti pikiran baikmu."
"Pergilah..."
"Kenapa? Apa ucapanku mengusik hatimu?"sindirnya tajam.
"Sebaiknya kamu pergi sebelum aku benar-benar marah,"ancamku.
"Baiklah,"sahutnya segera."Oh ya, aku lupa mengatakan sesuatu. Kamu cantik Ren.Selamat malam..."
Aku nyaris melempar bantal kearah laki-laki itu.Laki-laki bodoh yang kehadirannya begitu mengusik pikiranku.
$$$$$
Ayah tampak tertidur di sofa dengan selembar koran yang nyaris terlepas dari genggamannya.Sementara ibu kulihat sibuk mencuci peralatan memasak.Kedua orang itu tampak baik-baik saja setelah semua peristiwa yang kami alami.Seolah keluarga kami sempurna dan tak pernah pecah sekalipun.
Mereka tampak hidup normal, tidak seperti aku yang masih berkutat dengan pikiran masa lalu yang menyakitkan itu.Kenapa hanya aku yang masih merasakan sakit itu? Kenapa mereka tidak merasakan hal yang sama denganku? Adilkah ini?
"Mau kemana Ren?"tegur Kak Abi mengejutkanku. "Bukankah kamu harus istirahat.Kamu kan masih sakit,"ucapnya seraya menyentuh bahuku.
Aku berusaha menepis tangan kak Abi sesegera mungkin.Sekaligus menepis perasaan yang kurasakan pada kakak angkatku itu.
"Jangan pedulikan aku,"sahutku datar.
"Karen..."ayah terbangun oleh suaraku.Laki-laki itu tergopoh-gopoh mendekat kearahku."Kamu mau kemana nak? Kamu kan masih sakit."
Huh, mereka berdua membuatku muak.
"Kemana saja kalian saat aku sendirian dan kesepian?!"teriakku keras."Apa pernah kalian ada saat aku butuh tempat untuk bersandar? Apa pernah kalian peduli saat aku terpuruk? Nggak pernah sekalipun!"
Emosiku meledak seketika. Perasaan marah yang kupendam beberapa hari terakhir ini terluapkan sudah.
"Karen sayang..."ibu datang dan menengahi suasana."Tenanglah..."
Tangisku tak terbendung setelah itu.Kepalaku terasa panas.Pasti darah ditubuhku telah naik ke otakku dengan cepat.Darah tinggiku kumat.
Kepalaku serasa berputar tiba-tiba dan aku nyaris ambruk jika saja seseorang tidak menangkap tubuhku dengan cepat.
"Didan?!"aku terperangah kaget.Detik kemudian tubuhku jatuh dalam pelukannya.
Ya Tuhan.Duniaku serasa berhenti seketika itu juga.Saat aku berada dalam pelukan cowok yang selalu kupandang sebelah mata itu.
Aku baru tahu jika berada dalam pelukan seorang cowok sehangat dan senyaman ini.Apa aku jatuh cinta?Secepat ini? Lalu dimana emosi yang sempat memuncak tadi?Lenyapkah?
"Kamu baik-baik saja?"
Aku tersadar.Aku melepaskan tubuh Didan dengan tersipu.Pasti pipiku semerah semangka sekarang ini...
"Ya,"sahutku cepat.
Aku buru-buru kembali kekamarku dengan perasaan tak karuan.
Aku masih tak habis pikir dengan diriku sendiri.Apa yang sedang menimpaku sekarang?Jika ini cinta , apa harus datang secepat ini?
Padahal Didan adalah satu-satunya orang yang paling harus aku hindari tapi kenyataan malah berbalik menyerangku.
Bahkan aku sanggup melupakan dendamku pada semua orang.Inikah keajaiban cinta?
Aku tersenyum kecil.Tuhan...aku jatuh cinta!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar