Rabu, 30 Oktober 2013

MAHAMERU

Itu kan Kayla, gumam Radit dalam hatinya saat melihat seorang gadis berjaket biru muda keluar dari ruang sekretariat Mapala. Setahu Radit, gadis berambut panjang itu bukan anggota Mapala. Tapi kenapa ia keluar dari sarang para pendaki gunung itu?
"Kayla!"
Radit berteriak sekeras mungkin seraya mengejar langkah Kayla. Gadis itu nampak sedang terburu-buru dan ia takut kehilangan kesempatan untuk menyapa gadis manis itu.
Gadis bernama Kayla itu menoleh manakala mendengar namanya disebut dengan keras oleh seseorang.
"Hai,"sapa Radit cepat. Nafasnya sedikit ngos-ngosan.
"Hai juga,"balas Kayla.Gadis itu mengembangkan senyum.
"Darimana Kay?"tanya Radit menginterogasi.
"Dari sekretariat Mapala,"sahut Kayla sembari menunjuk kebelakang. Ke arah ruangan sekretariat Mapala.
"Emang kamu nyariin siapa?"kejar Radit penasaran.
"Aku mau ikut pendakian minggu depan,"jelas Kayla."Sorry Dit, aku harus pergi nih. Masih ada kelas soalnya. Bye!"
Gadis itu melambaikan tangannya pada Radit seraya berlalu dari hadapan cowok itu.
Sementara Radit hanya bisa geleng-geleng kepala saat menatap punggung gadis itu menjauh.
Ada sesuatu yang aneh dengan gadis itu. Karena semua sahabat Kayla tahu bahwa gadis itu sangat benci dengan pendakian dan segala kegiatan yang berhubungan dengan pecinta alam. Tapi kenapa tiba-tiba ia berencana ingin melakukan pendakian?
Padahal secara fisik ia tidak sekuat yang tampak diluar. Belum lagi masalah psikologi gadis itu.
Radit menggerutu sendirian. Pusing memikirkan gadis bernama Kayla itu.
Seseorang harus tahu masalah ini, batinnya kemudian.


"Bim!!"
Teriakan Radit menggema ke seluruh penjuru ruangan kamar Bim. Membangunkan tidur siangnya secara paksa. Mentang-mentang ia sudah mengantongi izin dari mama Bim untuk masuk kedalam kamar Bim, jadi Radit sengaja memanggil sahabatnya dengan suara lantang.
"Duh, panas-panas gini teriak-teriak kayak Tarzan. Ada apaan sih? Nggak tahu ya, tidur siangku jadi keganggu nih,"gerutu Bim setengah bergumam.
"Sewot banget jadi orang,"timpal Radit seraya ikut merebahkan tubuhnya disamping Bim."Oh ya, aku tadi ketemu Kayla lho,"ucap Radit ingin memancing perhatian sahabatnya.
"Terus kenapa?"timpal Bim enggan.
"Bukannya kamu cinta mati sama dia?"
Bim tak menyahut. Namun ia masih menunggu kalimat Radit selanjutnya.
"Aku merasa ada yang aneh dengan cewek itu,"papar Radit berikutnya.
"Bukan dia yang aneh tapi kamu yang aneh,"timpal Bim sekenanya.
"Aku serius Bim,"sahut Radit tidak terima."Kamu tahu, Kayla akan ikut pendakian minggu depan. Padahal kita kan tahu semua yang telah terjadi padanya. Ini benar-benar mengherankan, Bim."
Bim menghela nafas panjang.
"Kita nggak pernah tahu apa yang orang pikirkan,"sahut Bim santai."Setiap orang bisa berubah kapan saja, Dit. Mungkin saja dia ingin mengenang sesuatu disana."
Radit tersenyum pahit mendengar ucapan sahabatnya.
"Kok kayaknya kamu nggak peduli sama Kayla sih?"tukas Radit heran. "Atau jangan-jangan kamu udah nggak cinta lagi sama dia,"tebak Radit penuh curiga. Sebab sahabatnya itu nampak acuh tak acuh saat mendengar berita tentang Kayla.
"Memangnya aku harus gimana?Kamu tahu sendiri kan kalau Kayla sangat membenciku."
"Iya, tapi semua yang terjadi bukan salahmu,Bim,"potong Radit cepat.
Bim tersenyum pahit.
"Sayangnya Kayla ngggak pernah mengerti itu,"gumam Radit sendirian."Jadi kamu nggak akan mencegah kepergiannya?"tanya Radit lebih lanjut.
Namun Bim menggeleng tanpa bersuara.
"Kenapa?"tanya Radit lagi. Dibalut rasa penasaran yang teramat sangat.
"Aku bukan siapa-siapanya Kayla. Kamu tahu itu kan? Lagian apa hakku melarang dia untuk melakukan sesuatu yang dia suka,"ucap Bim menunjukkan sikap acuhnya secara terang-terangan.
"Tapi aku punya firasat yang nggak enak, Bim,"ujar Radit.
Bim tersenyum pahit.
"Dia udah dewasa,Dit. Dia pasti tahu apa yang dia lakuin. Lagian dia nggak sendiri. Ada banyak anggota Mapala disana. Apalagi yang mesti dikhawatirin?"tukas Bim terkesan santai tanpa beban.
"Kamu bener-bener nggak peduli lagi sama dia?"pancing Radit.
"Bukan aku nggak peduli Dit,"potong Bim cepat."Tapi aku sama sekali nggak punya hak atas apa yang dia perbuat."
Radit terdiam. Memikirkan ucapan-ucapan sahabatnya. Lantas mendesah panjang manakala tidak menemukan ujung pemikirannya.
Benarkah Bim tidak mempedulikan gadis itu lagi?


"Kamu udah siap Kay?"tegur Andra, ketua tim Mapala kampus. Sebab ia melihat sedikit kekhawatiran tersirat di raut wajah gadis itu. Mungkin karena ini adalah kali pertama ia melakukan pendakian. Meski sebelumnya gadis itu telah mendapat pelatihan singkat, tapi tetap saja Andra merasa cemas.
"Udah,"sahut Kayla sembari tersenyum tipis. Gadis itu membenahi letak tas ransel yang sekarang menggantung berat dipunggungnya.
"Ini pasti akan menjadi pengalaman terberat dalam hidupmu,"ujar Andra seraya balas tersenyum.
"Ya kamu bener,"sahut Kayla tergelak."Tapi aku janji nggak akan pingsan dan ngerepotin kamu dijalan,"imbuhnya bergurau.
"Kamu bisa aja,"sahut Andra."Aku pergi sebentar ya.Biasa, ngecek perbekalan.Ntar kita berangkat sepuluh menit lagi,"pamit Andra terburu-buru. Cowok itu segera bergabung dengan teman-temannya yang tengah berkemas.
Kayla menarik nafas panjang. Gadis itu mengarahkan pandangan matanya jauh kedepan. Kearah gunung yang berdiri angkuh menjulang ke atas. Sebagian tubuh benda itu tertutup kabut tipis pagi.
Ada perasaan aneh terselubung dalam benak gadis itu dan datang dari arah gunung dihadapannya. Seperti ada suara yang memanggilnya untuk segera datang kesana. Tentang sebuah kerinduan yang ingin disampaikannya pada seseorang...
Acara doa bersama yang rutin dilakukan sebelum melakukan pendakian baru saja usai. Dan Kayla baru saja hendak melangkahkan kakinya manakala sebuah teriakan keras memanggil namanya.
Membuat gadis itu seketika menghentikan pergerakan sepatunya.
"Bim???"gumam Kayla heran. Gadis itu terperangah menatap kemunculan Bim yang begitu tiba-tiba dihadapannya.
"Please... batalkan pendakian ini, Kay,"pinta Bim memohon. Sorot matanya penuh harap.
Kayla tercekat.
"Kenapa?"tanya gadis itu bingung.
"Karena aku sangat mencemaskan keadaanmu,"ungkap Bim terus terang.
Namun Kayla malah tersenyum pahit mendengar alasan Bim.
"Bim..."ucap Kayla."Aku ingin melakukan pendakian ini. Aku pastikan aku bisa menjaga diriku sendiri, jadi kamu nggak usah khawatir."
"Kenapa? Kenapa kamu sangat melakukan pendakian ini padahal kamu punya kenangan buruk tentang gunung itu?"pancing Bim kemudian. Lagipula Kayla juga bukan anggota pecinta alam...
Gadis itu tertegun menatap ke arah gunung yang berdiri kokoh dihadapannya.
"Karena aku merasa ada sebuah suara yang memanggilku dari sana,"ucap Kayla pelan. Telunjuknya mengarah ke atas gunung yang sebagian masih tertutup kabut tipis.
Bim tertegun. Namun ia tersenyum pahit kemudian.
"Suara?"sahutnya refleks."Suara apa Kay? Itu hanya halusinasimu aja."
"Nggak Bim,"potong Kayla."Suara itu begitu jelas. Dan dia sedang menungguku disana. Dia butuh pertolonganku, Bim"tandas Kayla seraya menerawangkan pandangannya kedepan.
"Siapa?"tanya Bim dengan nada kaget."Siapa yang kamu maksud?"ulang Bim lagi.Sedikit cemas.
"Dia kedinginan, Bim,"tutur Kayla lagi. Pandangannya telah berubah kosong sekarang."Ryan kedinginan. Dan dia juga kelaparan. Aku harus kesana secepatnya, Bim,"ucapan Kayla mulai melantur. Tangannya menjangkau ujung jaket milik Bim dan mencengkeramnya kuat-kuat.
"Sadar Kay!!"tiba-tiba saja Bim berteriak dengan keras dan mengguncang tubuh gadis itu."Ryan sudah meninggal setahun lalu disana!"tunjuk Bim ke arah gunung dihadapan mereka.
Kayla terhenyak. Kaget setengah mati. Ia menatap Bim dengan pandangan tak percaya.
"Sebenarnya ada apa denganmu, Kay?"sentak Bim kemudian. Raut wajahnya menunjukkan rasa panik.
Kayla bergeming. Tubuhnya gemetar. Dan keringat dingin mulai bergulir dari keningnya.Rautnya pucat pasi. Seolah darah tak mengalir lagi disana.
"Kayla!!"teriakan itu menggema seiring tubuh gadis itu yang sudah tidak berdiri tegak seperti semula. Namun secepat kilat tangan Bim menangkap tubuh gadis itu sebelum benar-benar ambruk ke tanah.


Setahun yang lalu....
Bim dan Ryan melakukan pendakian dalam rangka acara Ekspedisi Mahameru untuk memperingati 50 tahun berdirinya kampus mereka. Kebetulan kedua sahabat itu memiliki hobi yang sama,yaitu mendaki gunung.
Namun siapa sangka pendakian itu adalah pendakian terakhir yang dilakukan Ryan.
Terjadi kecelakaan yang menyebabkan Ryan menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ketika itu tanpa sengaja Ryan terpeleset dan menyebabkan tubuhnya jatuh ke jurang sedalam 20 meter.
Kebetulan Bim yang berada di belakang Ryan tak sempat meraih tangan sahabatnya itu.
Setelah peristiwa itu Bim tidak pernah lagi melakukan pendakian hingga sekarang. Ada trauma mendalam manakala ia melihat gunung atau segala kegiatan tentang pecinta alam.
Kayla pun sama. Ia sempat mengalami shock berat usai kematian Ryan yang notabene adalah kekasihnya.
Namun yang lebih menyakitkan lagi ia selalu menyalahkan Bim atas apa yang menimpa Ryan. Kalau saja Bim tidak mengajak Ryan kala itu, pasti Ryan masih hidup sampai sekarang.
Itulah kenapa Kayla sangat membenci Bim. Padahal Bim juga tak pernah berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa itu.
Tapi jauh dilubuk hati Bim tersimpan sebuah perasaan mendalam kepada gadis itu. Yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali dirinya sendiri dan Radit, sahabat baiknya.


Lamunan Bim buyar manakala ibu Kayla keluar dari ruang perawatan.Wajahnya tampak lesu. Sedih.
"Bagaimana keadaan Kayla, Tante?"tegurnya tak sabar. Dengan cekatan ia bangun dari tempat duduknya dan langsung menghampiri ibu Kayla.
"Dia sedang istirahat,"sahut ibu Kayla pelan.
Beberapa saat kemudian ibu Kayla duduk di kursi tunggu diikuti oleh Bim. Untuk berbincang tentang gadis itu.
"Tante nggak tahu jika Kayla masih menyimpan kenangan pahit itu dihatinya,"tutur ibu Kayla memulai percakapan."Selama ini dia tampak baik-baik saja. Tante telah salah menilainya. Ternyata gadis itu sangat menderita."
Mata ibu Kayla tampak berkaca-kaca saat bertutur tentang putrinya.
"Kayla pandai menyembunyikan semuanya,"lanjut ibu Kayla lagi.Kali ini wanita itu mencoba menegarkan suaranya."Dia menyimpan semuanya sendirian tanpa pernah menunjukkan beban yang ia pendam pada orang lain, meski pada ibunya sekalipun. Dia nggak ingin menyusahkan orang-orang didekatnya. Begitulah sifatnya sejak kecil,"papar ibu Kayla panjang.
"Apa yang dikatakan dokter tentang Kayla?"sela Bim ingin tahu.
Ibu Kayla menghela nafas berat sebelum menjawab pertanyaan Bim.
"Dia mengalami gangguan psikologis ringan,"jawab ibu Kayla."Semua terjadi karena dia belum bisa merelakan kepergian Ryan. Andai saja dia mau sedikit membuka hatinya dan memandang hidup jauh kedepan, tante yakin ini nggak perlu terjadi."
"Tante harus bersabar,"ucap Bim menguatkan wanita di sebelahnya."Kayla hanya butuh perhatian dari orang-orang disekitarnya yang menyayangi dirinya,"imbuh Bim lagi.
"Oh ya Bim,"ucap ibu Kayla berikutnya."Tante ingin minta satu hal padamu. Tante harap kamu bersedia melakukannya untuk tante."
"Apa itu Tante?"


Gadis itu tampak tertegun sembari melayangkan pandangannya ke depan. Ke arah kaca jendela yang tampak buram karena terpapar debu.
Keadaannya sungguh memprihatinkan. Padahal dulu dia sangat lincah dan ceria. Senyum dan tawa canda tak pernah lepas dari bibir mungilnya. Namun sekarang bibir itu terkatup rapat tanpa seulas senyum sama sekali.
Dulu wajahnya tampak cerah dan pipinya selalu merah merona manakala sinar matahari menerpa dirinya. Tapi yang tampak sekarang hanya warna pucat menghiasi wajah itu. Seolah-olah ia telah mati dari kehidupan ini.
Bim tak sampai hati melihat Kayla seperti itu. Hatinya seperti teriris setiap melihat gadis itu termenung sendirian disana.
"Kayla!"seru Bim berusaha membuat panggilannya terdengar ceria.
Gadis itu menoleh. Lantas sedikit mengembangkan senyum.
"Bim? Kamu datang?"sapa Kayla berusaha tersenyum.
"Ya, aku datang,Kay,"balas Bim."Untukmu,"ucapnya seraya mengulurkan sebuah buket berisi bunga mawar putih kesukaan Kayla.
Gadis itu tampak bahagia menerima pemberian Bim.
"Makasih Bim,"ucapnya. Lantas ia membaui bunga-bunga mawar itu."Ryan mana? Dia nggak datang bareng kamu?"
Deg!
Jantung Bim serasa meledak seketika itu juga.
Oh Tuhan, apa yang terjadi dengan Kayla?bisiknya dalam hati. Separah itukah kondisinya?
"Kita makan dulu yuk,"ajak Bim mengalihkan perhatian gadis itu."Mamamu udah nungguin kita di meja makan dari tadi."
"Tapi Ryan belum datang,Bim,"rengek Kayla manja.
"Dia nggak akan datang Kay,"sahut Bim pelan."Karena dia udah pergi ke tempat yang sangat jauh dan dia nggak akan kembali lagi,"jelas Bim dengan berat hati. Sebenarnya ia tidak tega mengatakan hal itu pada Kayla, namun bagaimanapun juga gadis itu harus belajar untuk menerima kehilangan.
Karena Bim telah berjanji pada ibu Kayla untuk selalu berada di sisi gadis itu apapun kondisinya. Dan mencintai Kayla sampai waktu yang tidak terbatas. Hingga gadis itu jenuh mengingat sebuah nama Ryan, dan perlahan mengukir nama Bim dihatinya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar