Minggu, 19 Juni 2016

Mysterious House part 2


Hari ini aku kembali menemani oma yang sedang membaca buku sastra lama di halaman belakang.Aku baru tahu jika oma sangat suka membaca.Dan aku tak ingin mengusik ketenangan beliau.
Aku duduk dibangku kayu persis disebelah kursi roda milik oma.Seraya menghayal sesuatu sampai terkantuk-kantuk.
"Kau bosan Derra?"
Teguran oma mengejutkanku.Aku seketika tergagap dan rasa kantukku lenyap seketika.
"Ah tidak Oma,"sahutku seraya tersipu malu."Oma lanjutkan saja membacanya.Aku baik-baik saja kok,"imbuhku kemudian.
"Benar?"tanya oma hanya untuk memastikan.
"Benar Oma.Oma teruskan saja membacanya,"sahutku sembari mengusap lengan oma untuk meyakinkan beliau kalau aku baik-baik saja.
Oma menggeleng-gelengkan kepalanya sebentar lantas melanjutkan bacaannya.
Tapi ups!Lihat siapa yang sedang berdiri diatas balkon lantai dua.Pemuda tampan sang pianis itu!
Aku baru sadar jika kamar pemuda itu persis menghadap ke taman belakang.Dan sejak kapan ia berdiri disana?Ia sedang memperhatikan dirikukah?
Tapi ekspresi wajah dan tatapannya masih sedingin kemarin.Bahkan wajahnya tampak beku seolah tak punya ekspresi.Aku bisa menebak jika dia tampak lebih manis jika sedang tersenyum.Tapi kenapa ia memasang wajah seperti itu saat melihatku?Apa ia masih tersinggung padaku soal kemarin?Karena aku telah lancang mengintip kedalam kamarnya.
Tapi jika dipikir kembali keluarga ini memang aneh.Nyonya Rose selalu pergi sepanjang hari.Sedang oma yang sudah lanjut usia selalu merasa kesepian dan seolah diabaikan.Sementara sang pemuda pianis itu selalu mengurung diri didalam kamarnya tanpa pernah keluar.Kenapa mereka seolah tak menganggap anggota keluarga mereka ada padahal mereka tinggal didalam satu rumah.Kenapa mereka bisa seperti itu?
Tapi kemisteriusan pemuda itu malah mendorong sesuatu dalam diriku untuk mengenalnya lebih jauh.Dari pertama aku melihatnya aku tahu jika dia istimewa.Seistimewa apa?batinku sendiri.Mungkinkah aku jatuh cinta pada sang pianis tampan nan misterius itu?Mungkin!
"Apa isi buku itu Oma?"aku mengusik ketenangan oma membaca.Sekedar untuk mengalihkan perhatianku dari pemuda tampan itu.Yang kemudian hilang saat aku mengalihkan tatapanku kearah oma.
"Benar kau ingin tahu?"tanya oma tanpa menutup buku ditangannya.
"Apa Oma bisa menceritakannya padaku?"
"Tentu saja."

------
Jam telah menunjuk angka 5.Sudah waktunya aku bergegas pulang.Oma telah mandi dan makan.Air minum dan obat-obatan yang harus diminumnya telah kusiapkan diatas meja.
Kudengar suara mobil milik nyonya Rose memasuki pekarangan rumah.
"Kau mau pulang?"
Teguran itu terdengar usai aku menutup pintu kamar oma.
Pemuda tampan itu berdiri bersandar pada tembok sembari kedua tangannya disembunyikan didalam saku celana.
Aku mengangguk pelan.Aku sedikit takjub melihat kehadirannya disana.
"Jordan,"ucapnya.Membuatku melongo.
"Namaku,"sambungnya kemudian."Bukankah kau ingin tahu namaku."
Aku terperangah sesaat lantas tersenyum.Aku mulai paham apa maksudnya.
"Kenapa tiba-tiba kau memberitahukan namamu?"tanyaku berpura-pura angkuh.
"Itu sebagai hadiah kau telah merawat oma-ku,"tandasnya.
Aku terbahak keras.Ucapannya sangat lucu terdengar ditelingaku.
"Hadiah macam apa itu,"protesku kemudian."Harusnya kau memberiku lebih banyak dari itu.Rumah,mobil dan tanah misalnya.Itu sebanding dengan pengorbananku."
"Matrealistis juga kau rupanya,"ucap Jordan.Tangannya mengacak rambutku hingga tak karuan.
"Huhh,"desisku kesal."Kau sudah tidak marah lagi soal kemarin?"tanyaku penuh rasa penasaran.
"Apa aku tampak seperti orang marah?"tanya Jordan seperti tak berdosa.
"Iya tentu saja,"sahutku cepat."Kau tahu,wajahmu sangat menakutkan.Aku sampai ngeri,"ucapku bergidik.
Jordan tersenyum.Dan senyumnya sanggup menghentikan duniaku seketika.Aku seperti terbang melayang ke langit-langit ruangan.
"Hei!"
Teriakan Jordan menyadarkanku untuk kembali kedunia nyata.
"Aku akan pulang sekarang,"pamitku cepat.Aku tak sanggup berlama-lama disana.
"Baiklah,hati-hati."

------
Langkah kakiku terhenti didepan pintu gerbang rumah Jordan.Sebuah mobil ambulance tampak terparkir dihalaman.Beberapa detik kemudian sebuah tandu tampak digotong keluar oleh dua orang petugas medis menuju ambulance.
Oma!pekikku seraya berlari mendekat.Tapi sayang pintu mobil ambulance telah ditutup sebelum aku berhasil mendekat.
Tubuhku terhenti saat itu juga.Tangan Nani telah menarik lenganku kuat-kuat.Mencegahku untuk lebih dekat dengan mobil ambulance.
Apa yang terjadi dengan oma?batinku cemas.
"Kondisinya menurun sejak semalam,"jelas Nani seolah tahu aku butuh penjelasan."Tekanan darahnya menurun lagi.Dan ini sudah sering terjadi sebelumnya,"ungkapnya kemudian.
Oh,desahku.Pantas saja Nani tak menunjukkan kegelisahannya.Tapi bagiku tetap saja hal seperti ini mengkhawatirkan.Kasihan oma,batinku seiring laju mobil ambulance yang mulai bergerak meninggalkan halaman rumah Jordan.
Secara tak sengaja aku melihat sosok Jordan berdiri diatas balkon rumah.Wajahnya tampak tegang.Tapi kenapa si bodoh itu hanya berdiri disana bukannya menemani oma kerumah sakit,gerutuku dalam hati.
"Kalau begitu bantu aku membersihkan kamar oma,"ucap Nani beberapa saat kemudian."Setelah itu bantu aku mencuci."
"Baik,"sahutku tanpa menoleh.Jordan masih disana dan sedang menatapku dengan tatapan dingin.Membuatku merasa kesal.
Aku mengikuti perintah Nani sebagai seniorku dirumah itu.

------
Aku terjaga dari tidur saat kurasakan usapan lembut membelai kepalaku.Aku baru tersadar jika telah tertidur dikursi dan kepalaku hanya bertumpu pada kedua lenganku diatas tempat tidur oma.
Bahu dan punggungku penat setelah seharian membantu Nani membersihkan kamar oma dan mencuci pakaian.Dan aku tertidur disini entah berapa lama.
"Kau tampak lelah,"tegur Jordan mengejutkan.Entah sejak kapan dia ada dibelakangku.Berdiri seraya mengawasiku seperti seorang pengawas ujian.
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Jordan menarik sebuah kursi kesebelahku lantas mendudukinya.
"Terima kasih telah menjaga oma selama beberapa hari ini,"ucapnya terdengar tulus.
"Kau mungkin sedikit berlebihan Jordan,"sahutku."Oh ya,oma akan baik-baik saja kan?"tanyaku mengalihkan arah perbincangan.
"Tentu,"jawabnya pendek.
"Kenapa tadi kau tidak ikut menemani oma kerumah sakit?Mungkin dengan kehadiranmu oma akan lebih bersemangat untuk sembuh,"ucapku sembari menelusuri kedalam matanya yang menatap dingin.
"Bukannya aku tidak mau menemani oma,"tandasnya sembari menerawang kearah tembok."Aku paling tidak bisa melihat oma kesakitan.Oma benci dengan jarum dan obat."
Jordan menghela nafas panjang.
Aku mengerti pada akhirnya.Jika Jordan sangat mencintai oma-nya.Meski ia tampak dingin tapi didalam hatinya sangat peduli dengan oma.
"Bagaimana denganmu?"tanya Jordan tiba-tiba.Ia beralih menatapku kini.Membuatku salah tingkah.
"Apa?"tanyaku balik.Bingung dengan pertanyaannya.
Jordan menebarkan senyumnya.
"Apa kau punya nenek atau kakek?"tanyanya kemudian.
Aku menggeleng.
"Mereka meninggal saat aku kecil,"ungkapku.Sementara Jordan manggut-manggut mendengar ucapanku.
"Kalau begitu anggap saja oma itu nenekmu,"ucap Jordan lagi.
Aku mengernyitkan kening sembari menatap ke arah Jordan.
"Bolehkah?"tanyaku kurang yakin.
Jordan tersenyum.Kali ini lebih cemerlang dari sebelumnya.Membuatku semakin jatuh lagi lebih dalam.
"Hmm..tentu,"sahutnya."Sebaiknya kau pulang dan istirahat.Tampaknya diluar sudah gelap.Aku takut kau kemalaman sampai dirumah,"ucapnya mengingatkan.
"Oh iya,aku lupa."
"Apa aku perlu mengantarmu?"
"Tidak perlu.Aku bisa pulang sendiri kok,"sahutku cepat.

------
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar