Kamis, 06 Februari 2014

Time Machine


Carla mendapati sesosok tubuh laki-laki terkapar di depan pintu rumahnya pagi ini. Tubuh itu dibalut dengan mantel berwarna biru tua dengan posisi meringkuk. Mungkin semalaman ia bertahan disana dari hawa dingin yang menggigit.
Siapa dia? batin Carla seraya mengamati seraut wajah laki-laki itu.
Gadis itu tertegun untuk berpikir. Mencoba menggali memori ingatannya tentang orang itu. Tapi ia tak menemukan apa-apa. Ia sama sekali tak mengenal laki-laki itu.
Atau orang itu mabuk dan lupa jalan pulang kerumahnya.....
"Tuan...."tegur Carla mencoba membangunkan laki-laki itu. Namun hanya gumaman tak jelas yang keluar dari mulutnya.
Carla membalikkan tubuh laki-laki itu dan ia kaget melihat wajah laki-laki itu yang tampak pucat. Gadis itu segera meraba kening laki-laki itu dan benar dugaannya. Ia demam!
Ya Tuhan! Bagaimana ini? batin Carla bingung. Gadis itu menatap kesekeliling rumahnya yang kosong. Tak ada seorangpun yang tampak untuk dimintai pertolongan.
Gadis itu segera menyeret tubuh laki-laki asing itu masuk kedalam rumahnya. Lantas membaringkan tubuh itu diatas tempat tidur dan membentangkan beberapa lembar selimut diatasnya.
Carla juga mengompres kening laki-laki itu dengan air hangat dan membuatkannya segelas cokelat panas.
Laki-laki itu terbangun sesaat setelah Carla meletakkan minuman itu diatas meja.
"Anda sudah sadar?"tegur Carla seraya memperhatikan raut wajah laki-laki itu dengan teliti. Menilik dari raut mukanya, Carla memperkirakan usianya sepuluh atau lima belas tahun lebih tua darinya. Ia tampak kusut dan lelah.
"Carla?"gumam laki-laki itu menyebut nama Carla. Membuat gadis itu terpana. Bagaimana ia bisa tahu nama Carla sementara mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
"Tuan mengenal saya?"tanya Carla bingung.
"Oh..."laki-laki itu tampak salah tingkah. Ia tertegun sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu. "Maaf, kepalaku sedikit sakit. Boleh aku minum sekarang?"
Carla menyodorkan gelas berisi cokelat itu ke hadapan laki-laki itu segera.
"Terima kasih,"ucap laki-laki itu sebelum meneguk minumannya.
"Rumah anda dimana? Biar saya telepon taksi..."
Kalimat Carla terpotong. Laki-laki itu menatap wajah Carla dalam-dalam.
"Aku sedang sakit dan kau menyuruhku untuk pergi?"timpal laki-laki itu seraya meletakkan gelasnya yang kosong diatas meja.
Carla terdiam. Kalimatnya memang bernada mengusir laki-laki itu secara halus. Tapi laki-laki itu harus pergi secepatnya dari rumah Carla.
"Maaf, saya hanya..."Carla tertunduk menyadari kekeliruannya.
"Namaku Jim,"ucap laki-laki asing itu memperkenalkan dirinya. "Mungkin aku sedang bermimpi atau mabuk. Entahlah..... Aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku bisa sampai berada didepan rumahmu."
"Tapi bagaimana kau bisa tahu namaku?"desak Carla ingin tahu.
"Oh, itu..."Jim tampak bingung dengan pertanyaan Carla. Ia sedikit menggaruk kepalanya.
Carla tak sabar mendengar penjelasan Jim. Tapi tampaknya ia tidak akan mendengar apapun dari bibir Jim. Karena laki-laki itu tampaknya enggan berterus terang pada Carla.
"Maaf Jim, aku harus pergi bekerja sekarang. Kalau kau pergi, tolong taruh kuncinya dibawah pot bunga didepan,"ucap Carla sejurus kemudian. Gadis itu tak punya banyak waktu untuk mendengar penjelasan Jim karena ia harus berkemas sekarang jika tidak ingin terlambat pergi bekerja.
Meski sangat beresiko meninggalkan orang asing dirumahnya, Carla tak bisa berbuat banyak. Gadis itu tak memikirkan lagi seandainya laki-laki itu adalah seorang kriminalitas. Atau bisa saja ia adalah seorang buronan polisi. Huh...

@@@@@

Carla membuka pintu rumahnya yang tak terkunci dengan tergesa. Gadis itu menghambur masuk dengan cepat dan hanya tertegun begitu sampai diruang makan. Sungguh, seharian ini hatinya cemas tak karuan. Dan kecemasannya tak terbukti sama sekali.
"Kau sudah pulang?"
Jim tampak tersenyum melihat kedatangan Carla. Laki-laki itu tampak sehat. Apalagi sebuah celemek berwarna merah muda tampak membalut tubuhnya yang tinggi besar. Pemandangan yang luar biasa bagi Carla.
Gadis itu melihat ada beberapa menu makan malam diatas meja. Pasti Jim yang melakukan semua ini, batin Carla sembari mendekat untuk melihat makan malamnya.
"Aku membuatkan spagheti untukmu,"ucap Jim sejurus kemudian. "Cobalah,"suruhnya mempersilakan.
Carla tak berkomentar. Bahkan beberapa pertanyaan yang sempat ingin ia ajukan tersendat di tenggorokannya. Gadis itu mengambil tempat duduk dan mulai mencicipi hasil masakan tamunya.
"Bagaimana?"tanya Jim antusias. Laki-laki itu melakukan hal serupa dengan Carla.
"Ini enak sekali,"puji Carla seraya tersenyum. Bahkan Carla tak tahu cara memasak spagheti.
"Kau suka?"tanya Jim lagi.
Gadis itu mengangguk dan melanjutkan makan malamnya.
"Apa kau sering melakukan ini dirumah? Maksudku memasak seperti ini..."tanya Carla memulai perbincangan.
Laki-laki itu terdiam sesaat.
"Aku harap seperti itu,"sahutnya tampak tak bersemangat.
"Sebenarnya apa yang terjadi semalam? Dan sejak kapan kau berada disana?"tanya Carla kembali. Bermaksud mengorek asal usul Jim.
"Apa kau bermaksud ingin menyuruhku untuk segera pergi dari sini?"timpal Jim seolah tersinggung dengan pertanyaan Carla.
"Bukan seperti itu...."
"Aku akan pergi kalau kau ingin..."potong Jim cepat sebelum Carla menyelesaikan kalimatnya.
"Tidak,"sahut Carla tak kalah cepat. "Aku tinggal sendiri dan selalu terbiasa melakukan apapun sendirian...."
"Aku tahu,"sahut Jim seolah maklum dengan apa yang diutarakan Carla.
"Sebenarnya kau siapa?"tanya Carla sesaat kemudian. Pertanyaan ini selalu berputar dikepalanya sejak laki-laki itu muncul dirumahnya.
"Apa itu sangat penting buatmu?"Jim malah balas bertanya. "Aku bukan orang jahat. Dan aku tidak akan mengganggumu."
Carla mendesah. Resah. Apa demkian sulit mengatakan sekelumit pribadinya?
"Apa aku boleh tinggal disini beberapa hari lagi?"tanya Jim menggugah lamunan Carla.
Gadis itu terdiam. Ragu.
"Aku akan pergi setelah itu...."
Carla mengangguk. Akhirnya. Setelah bingung untuk memutuskan.

@@@@@

Carla menggeliat lantas merapatkan selimutnya kembali. Udara pagi yang dingin diakhir musim gugur membuatnya enggan untuk meninggalkan tempat tidur. Namun samar-samar gadis itu mencium harum aroma kopi menyapa indera penciumannya.
Kopi? batinnya tersentak. Carla terbangun dari tempat tidurnya tiba-tiba.
Jim yang sedang meletakkan secangkir kopi diatas meja langsung mengembangkan senyumnya begitu melihat Carla terbangun.
"Selamat pagi,"sapa Jim manis. Laki-laki itu tampak jauh lebih segar dari sebelumnya. Carla juga melihat sisi ketampanan pria dewasa dalam diri Jim. Membuat gadis itu merasa sedikit kikuk.
"Harusnya kau tidak memanjakanku seperti ini,"gumam Carla sambil pura-pura menggeliat pelan.
Jim terkekeh.
"Apa tidurmu nyenyak semalam?"tanya Jim kemudian. Laki-laki itu menarik sebuah kursi kayu kedekat ranjang.
"Ya,"sahut Carla. "Tidak seperti malam sebelumnya. Aku terbangun karena suara aneh diatap. Seperti suara benda jatuh. Aku tidak tahu pasti suara apa itu. Tapi untung saja bukan meteor yang jatuh,"papar Carla sembari tersenyum.
"Apa kau tidak takut tinggal sendiri seperti ini?"tanya Jim lirih.
"Aku sudah terbiasa hidup seperti ini,"timpal Carla seraya tertawa kecil. "Apa kau mengkhawatirkanku?"canda Carla.
Jim tersenyum tipis.
"Kau bukan tipe orang yang suka dikhawatirkan. Apa tebakanku benar?"sahut Jim bermain teka-teki.
Carla ganti tersenyum.
"Kau seperti orang yang jatuh dari langit. Tiba-tiba muncul didepan pintu rumahku dan menebak kepribadianku. Dalam beberapa hal kau benar. Aku memang tidak suka orang lain mencemaskanku. Tapi aku bukan orang yang suka kopi,"tutur Carla masih dengan senyum mengembang di ujung bibirnya.
"Maaf..."sahut Jim ikut tergelak. "Aku bisa membuatkanmu minuman lain...."
"Tidak perlu,"cegah Carla. "Aku harus segera bersiap-siap karena aku tidak suka terlambat. Kau boleh meminum kopinya,"seru gadis itu seraya beranjak dari tempat tidurnya.
"Tapi kau harus memakan sarapanmu Carla! Aku sudah membuatkanmu omelet dengan sosis kesukaanmu,"balas Jim dengan berseru pula. Tapi Carla terlanjur pergi kekamar mandi dan telah menutup pintunya.
Huh, ia pasti tak mendengarnya, keluh Jim dalam hati.

@@@@@

"Jim!"
Carla tiba dirumah beberapa menit lebih awal dari biasanya. Gadis itu mendapati dapurnya kosong tanpa Jim. Namun meja makan tampak rapi dengan sebatang lilin dan juga hidangan makan malam.
Sepertinya Jim telah menyiapkan sebuah acara "candle light dinner" bagi Carla. Gadis itu tersenyum manakala melihat kejutan itu.
Jim yang misterius itu ternyata adalah pribadi yang romantis. Apa Jim jatuh cinta padanya? Tapi Jim jauh lebih tua dari Carla....
"Jim!"teriak Carla sekali lagi demi tak mendapat jawaban dari laki-laki itu. Namun langkah Carla terhenti begitu ia mengarahkan kakinya ke kamar mandi.
"Apa kau sedang mandi?"tanya Carla saat telinganya menangkap suara gemercik air dari dalam kamar mandi. Gadis itu berbalik karena merasa pertanyaannya telah terjawab.
Namun begitu Carla tiba diruang tengah ia melihat mantel biru tua milik Jim tergeletak begitu saja diatas sofa. Gadis itu melihat kearah pintu pintu kamar mandi beberapa saat untuk memastikan si pemilik mantel belum keluar dari dalam sana.
Akhirnya Carla meraih benda itu dan memeriksa isi saku ditiap sudut mantel milik Jim. Tangan Carla meraih sebuah benda dari dalam salah satu saku mantel itu. Sebuah potongan artikel surat kabar.....
"Apa ini?"gumam Carla seraya membuka lipatan kertas itu.

........seorang wanita bernama Carla Hawkins (30) ditemukan tewas bersama putranya Jay Hawkins(2) setelah mengalami kecelakaan di jalanan tak jauh dari kediamannya. Diduga korban mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi setelah bertengkar dengan suaminya Jim Hawkins (33).....

Tangan Carla gemetar dan nyaris menjatuhkan potongan kertas koran itu dari tangannya. Gadis itu tercengang dengan apa yang baru saja ia baca.
Di artikel itu tergambar sebuah foto yang sangat mirip dengannya. Tapi Carla tidak pernah mengambil foto itu sebelumya. Foto itu tampak sedikit dewasa dan seorang anak kecil yang konon adalah putranya juga ada dalam dekapannya. Dan foto Jim Hawkins sangat mirip dengan laki-laki yang kini tinggal dirumahnya. Tapi surat kabar itu tertanggal 20 November sepuluh tahun mendatang. Apa arti semua ini? Apa ada hubungannya dengan kemunculan laki-laki misterius di rumahnya?
"Carla?"
Gadis itu tercekat. Potongan kertas koran itu seketika lepas dari genggamannya. Jim telah keluar dari kamar mandi dan tampak kaget melihat Carla yang sedang sibuk membaca potongan artikel miliknya.
"Apa penjelasanmu untuk semua ini?'serang Carla seraya menatap Jim dengan sorot mata tajam. Gadis itu benar-benar butuh penjelasan tentang artikel yang baru saja ia baca.
Jim tak langsung menjawab. Laki-laki itu bergerak melangkah kehadapan Carla.
"Jim...."sepasang mata milik Carla tampak mengiba.
"Apa kau akan percaya padaku kalau aku mengatakan aku datang dari masa depan?"tanya Jim balas menatap mata Carla lekat-lekat.
Gadis itu hanya tertegun dan tak ingin mempercayai ucapan Jim. Tapi artikel koran itu memperkuat maksud Jim.
"Aku datang dari waktu sepuluh tahun mendatang Carla,"tandas Jim mempertegas ucapannya. "Akulah yang jatuh ke atas atap rumahmu malam itu."
Carla masih dalam posisinya semula. Tegang dan tak percaya.
"Lalu untuk apa kau datang kemari?"timpal Carla. "Apa untuk mencegah kematianku?"
Jim mendesah berat. Mungkin Carla terlalu cepat menyimpulkan pendapatnya.
"Aku tidak yakin bisa mencegah kematian. Tapi aku berharap bisa memperbaiki masa lalu,"tutur Jim.
Carla tersenyum pahit. Gadis itu masih belum percaya dan menganggap semua ini hanya lelucon belaka. Atau bahkan ini hanya sebuah mimpi.
"Aku tidak tahu harus percaya atau tidak,"gumam Carla lirih. Gadis itu melangkah pelan menuju kamarnya.
"Aku ingin sendirian sekarang..."
Langkah Jim yang hendak menyusul Carla kekamarnya urung. Gadis itu menutup pintu kamarnya perlahan. Rasa-rasanya ia perlu waktu untuk merenungkan semua ini. Sebelum ia bertanya lebih jauh tentang artikel koran itu....

@@@@@

Salju turun untuk pertama kalinya. Namun Carla masih tertegun seraya menekuk lututnya diatas tempat tidur. Padahal tahun lalu saat salju turun untuk pertama kalinya ia pergi berjalan-jalan menikmati suasana awal musim dingin.
"Kau sangat menyukai salju..."
Gadis itu mendongakkan dagunya begitu Jim muncul dengan segelas susu hangat ditangannya. Laki-laki itu menyeruak masuk kedalam kamar Carla lantas mengambil tempat duduk di tepi ranjang persis dihadapan Carla.
"Minumlah,"suruh Jim sambil menyodorkan gelas ditangannya kepada Carla.
"Bagaimana kita bertemu dan akhirnya menikah?"tanya Carla setengah menggumam. Ia menerima gelas itu dari tangan Jim.
Jim tersenyum kecil. Matanya langsung menatap keluar jendela. Kearah salju yang bergerak turun dari langit.
"Kita bertemu saat hujan salju pertama turun. Tanpa sengaja aku menabrakmu dan aku mengajakmu minum kopi sebagai permintaan maafku. Saat itu aku tidak tahu kau tidak suka minum kopi. Aku baru tahu setelah kita menikah,"tutur Jim seraya menerawang. "Itu terjadi enam tahun lagi."
Carla ikut tersenyum mendengar penuturan Jim. Pasti sangat menyenangkan jatuh cinta disaat hujan salju, batinnya.
"Pribadi seperti apa diriku? Dan kenapa kau menyukaiku?"desak Carla ingin tahu.
Jim tersenyum. Rupanya gadis itu penasaran dengan dirinya sendiri.
"Kurasa kaulah yang paling tahu tentang pribadimu sendiri,"tandas Jim enggan menjelaskan.
"Apa kita saling mencintai?"tanya Carla kembali. "Tapi artikel itu menyebutkan kita bertengkar dan akhirnya aku mengalami kecelakaan...."
Jim mendesah pelan.
"Pertengkaran itu adalah sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku,"tutur Jim lirih. Bernada pilu. "Seumur hidup aku tidak akan pernah memaafkan diriku."
"Kenapa? Apa karena aku mengalami kecelakaan setelah itu dan akhirnya aku...."kalimat Carla terhenti dengan sengaja. Gadis itu tak mau meneruskan kalimatnya.
"Aku hanya berharap kalau aku bisa memperbaiki masa lalu dan hanya mencintaimu seorang,"ucap Jim membuat Carla bingung.
Carla mengerutkan keningnya. Gadis itu bisa membaca sebuah penyesalan yang tersirat diwajah Jim. Entah penyesalan seperti apa yang tengah ia rasakan sekarang.
"Aku mengkhianatimu saat itu,"tutur Jim kemudian. Ia mulai menguak rahasia yang membebani dadanya akhir-akhir ini. "Aku bertemu lagi dengan cinta pertamaku. Dan aku merasa masih sangat merindukannya. Padahal aku punya kau dan seorang putra. Tapi aku mulai berpaling darimu dan mengabaikan keberadaanmu. Aku berselingkuh dengannya,"ujar Jim dengan terbata. Matanya mulai berkabut saat itu.
Sementara Carla hanya tertegun menatap seraut wajah dihadapannya. Tanpa menyela.
"Dimalam itu kita bertengkar karena kau tahu aku berselingkuh,"lanjut Jim kembali. "Kita bertengkar habis-habisan dan pada akhirnya kau pergi dengan membawa putra kita. Saat itu kau menangis, dan aku tidak menyangka kalau kau nekad menabrakkan mobilmu ke pembatas jalan,"laki-laki itu tak bisa menahan isak tangisnya.
Carla terharu mendengar penuturan Jim. Gadis itu tak bisa membiarkan Jim menangis sendirian. Ia meraih tubuh Jim dan memeluknya.
"Maafkan aku,"isak Jim saat Carla mendekap tubuhnya. "Aku kembali ke masa lalu hanya untuk mengatakan aku menyesal. Aku memang bodoh. Maafkan aku sayang...."
Carla tak bisa menjawab. Semua itu belum terjadi dan ia tak bisa merasakan apa yang dirasakan Jim.
"Aku mencintaimu Carla...."

@@@@@

Carla membuang pandangannya ke arah langit-langit kamarnya. Gadis itu hanya diam dan tak bergerak. Sementara Jim berbaring disebelahnya. Laki-laki itu juga tak bergerak. Mungkin telah tertidur.
Seharian ini mereka menghabiskan waktu bersama-sama. Mungkin sebagai pasangan kekasih.
Berbelanja, memasak, membersihkan rumah dan berjalan-jalan. Mereka melakukannya berdua. Tanpa canggung dan sesekali diiringi canda yang romantis. Bahkan saat berjalan dibawah salju, Jim menggenggam tangan Carla. Dan itu sangat membahagiakan bagi Carla. Tapi kebahagiaan seperti itu mungkin tak bisa berlangsung lama.
"Apa kau bisa tinggal disini selamanya?"gumam Carla seraya menoleh kesamping.
Jim membuka matanya demi mendengar pertanyaan gadis disebelahnya.
"Aku ingin melakukannya, tapi mesin waktu itu mungkin akan menyeretku kembali kemasa depan,"ucap Jim. "Tuhan tidak akan suka dengan apa yang kita lakukan, Carla."
Carla menghela nafas panjang.
"Mesin waktu itu terdengar sangat konyol,"gumam gadis itu kembali. "Karena aku jadi tahu jika masa depanku sangat buruk."
"Kau menyesal dengan semua ini?"
Carla menggeleng.
"Mungkin tidak,"ucapnya. "Karena pada akhirnya aku tahu ada seseorang yang sangat menyesali kematianku. Karena selama hidupku aku tidak pernah mencintai seseorang dengan tulus."
"Kau mencintaiku?"tanya Jim ingin tahu.
"Ya,"sahut Carla singkat.
"Meski sekarang usia kita terpaut 13 tahun?"
"Ya,"jawab Carla kembali.
"Andai aku punya kesempatan kedua, aku pasti tidak akan melakukan ini padamu..."
Gumaman Jim terdengar lirih. Mengakhiri percakapan mereka di tengah malam itu.
Carla sudah terlalu lelah. Kedua matanya pun sudah tak kuasa menahan kantuk yang kian menyerangnya. Begitupun Jim. Laki-laki itu sama lelahnya dengan Carla.
Malam kian larut dan dingin. Melelapkan kedua manusia yang berbeda masa itu.

@@@@@

"Jim....."
Carla terbangun dari tidurnya manakala pagi tiba. Namun ia menemukan tempat tidur disebelahnya kosong tanpa Jim.
Apa ia sudah bangun terlebih dulu? batin Carla seraya bergegas turun dari atas tempat tidurnya. Gadis itu melangkah keluar dari kamarnya untuk mencari keberadaan Jim yang mungkin saja berada didapur.
"Jim...."
Gadis itu melongok ke dapur seraya menyebut nama Jim. Tapi kemanapun ia pergi kesudut rumah, tak didapatinya sosok Jim. Bahkan jejak Jim tak ia temukan sama sekali disana. Semua tampak seperti semula, saat Jim belum datang kerumahnya. Bahkan celemek merah muda miliknya masih terlipat rapi didalam laci dapur.
Didapur, kamar dan ruang tamu. Semua tampak sama seperti semula. Seolah Jim tak pernah datang ke rumah itu.
Carla terduduk lemas diatas lantai. Usai mencari Jim kesemua sudut rumah. Dan gadis itu tak menemukan apa-apa sekalipun jejak laki-laki itu.
Mimpikah ia selama ini? batin Carla risau.
Tapi semuanya begitu nyata. Bahkan semalam ia masih memeluk tubuh laki-laki itu.
Tapi kini ia hilang tak berbekas sama sekali. Hanya kenangan singkat yang masih terpahat rapi di memori ingatan Carla.
Tentang kehidupannya sepuluh tahun mendatang.....
Carla hanya bisa tertegun sembari menerawang ke dinding dihadapannya. Seraya melukis sebuah wajah yang masih lekat dalam ingatannya semalam. Wajah Jim.
Laki-laki itu telah pergi ke tempat yang sangat jauh. Ke tempat dimana waktu bisa diputar kembali.
Dan Carla hanya bisa berharap bisa memperbaiki masa depan. Karena Jim telah berusaha memperbaiki masa lalunya.....

@@@@@

Satu bulan kemudian....
Carla semakin mempercepat langkah kakinya menapaki lapisan salju. Gadis itu harus berpacu dengan waktu atau ia akan terlambat tiba di tempat kerja. Sedang serpih-serpih salju yang berjatuhan ke atas kepalanya sama sekali tak dipedulikannya.
Aww....
Carla meringis kesakitan saat ujung bahunya menyentuh tubuh pejalan kaki lain yang juga sama sedang tergesa seperti dirinya.
"Maaf....."
Gadis itu terpaku menatap seorang laki-laki sedang membungkuk ke arahnya dan meminta maaf atas ketidaksengajaannya menubruk pundak Carla. Rasa sakit yang mendera pundaknya sama sekali tak dirasakannya.
"Jim!! Apa yang kau lakukan? Kita sudah terlambat...."
Seorang gadis seumuran Carla mendadak muncul dan mengacaukan keterpakuan Carla. Ia menyeret lengan laki-laki di hadapan Carla dan bergegas menjauh dari jalanan itu.
Carla termangu menatap kepergian keduanya. Mereka tampak bergerak menuju sebuah gedung lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdiri di seberang jalan.
Oh Tuhan....jerit gadis itu tersendat di tenggorokan.
Wajah laki-laki yang dipanggil Jim itu sangat mirip dengan Jim yang berkunjung ke rumahnya beberapa waktu yang lalu. Jim Hawkins.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar